BILANGAN RADO 2-WARNA UNTUK
Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 1 Hal. 68 – 77
ISSN : 2303–2910 Jurusan Matematika FMIPA UNAND c m 1 P − a x BILANGAN RADO 2-WARNA UNTUK i i m i =1 = x
DWIPRIMA ELVANNY MYORI
Jurusan Teknik Elektro,
Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Padang
elvannymyori@gmail.com
m Abstrak. P −1 m Diberikan L yang merepresentasikan persamaan a i x i = x dengan- + i =1
x i ∈ [1, n], a i , n ∈ Z . Bilangan Rado R(a , a , . . . , a m ) adalah bilangan asli terkecil
- + yang dinyatakan dalam teorema berikut. Teorema 1.5. [2] Misalkan m ≥ 3 suatu bilangan bulat, a 1 , a 2 , · · · , a ∈ Z , m−1 dan L(a 1 , a 2 , · · · , a ) merepresentasikan a m−1 m−1 m−1 m 1 x 1 + a 2 x 2 + . . . + a x = x .
- + gelompokkan bilangan-bilangan tersebut sesuai warna yang diberikan. Suatu fungsi ∆ : [1, n] → [0, k − 1] untuk k, n ∈ Z = {1, 2, 3, . . .} didefinisikan sebagai k- pewarnaan pada [1, n], dimana ∆(x) adalah warna dari x ∈ [1, n].
- + dan w − (h − 1)k ∈ Z . Akibatnya, jika w − (h − 1)k diganti dengan w dan w − hk > 0, maka diperoleh ∆(w − hk) = δ.
- + 2-warna untuk a i x i = x m . Bilangan Rado 2-warna R(a 1 1 2 2 i=1 1 , a 2 , . . . , a m−1 ) un- tuk a x + a x + · · · + a m−1 x m−1 = x m , dengan x i ∈ [1, n] dan a i , n ∈ Z 1 2 2 1 adalah R(a , a , . . . , a m−1 ) = a(a + b) + b, dimana a = min{a , . . . , a m−1 } dan b =
1
2 −1 R (a 1 , a 2 , . . . , a m ) dengan n ≥ R(a −1 −1 1 , a 2 , . . . , a m ) sedemikian sehingga untuk setiap2-pewarnaan pada [1, n] terdapat suatu solusi monokromatik untuk sistem L. Paper ini
m P −1 mmengkaji kembali bahwa bilangan Rado 2-warna untuk a i x i = x adalah a(a +
i =1 m 2 P −1 + b ) + b, dimana x i ∈ [1, n], a i , n ∈ Z , a = min{a 1 , . . . , a m }, dan b = a i − a. −1 =1 i Kata Kunci : Bilangan Rado, pewarnaan, solusi monokromatik1. Pendahuluan Pada tahun 1916, Issai Schur memberikan suatu teorema, selanjutnya dikenal seba- gai Teorema Schur, yang menyatakan bahwa untuk setiap k ≥ 2, terdapat suatu bilangan asli terkecil n sedemikian sehingga untuk setiap k-pewarnaan pada [1, n], terdapat suatu solusi monokromatik untuk 1 2 3 1 2 3 x + x = x dimana x , x , x ∈ [1, n].
Bilangan asli terkecil n yang memenuhi Teorema Schur tersebut dinamakan dengan bilangan Schur k-warna, dinotasikan dengan S(k). Beberapa hasil dari bilangan Schur yang telah ditemukan yaitu S(1) = 2, S(2) = 5, S(3) = 14, S(4) = 45 dan 161 ≤ S(5) ≤ 315.
Teorema Schur kemudian diperumum seperti yang diberikan oleh teorema berikut. Teorema 1.1. [3] Misalkan L(k ) merepresentasikan suatu persamaan k variabel, j j yaitu 1 2 1 1 2 x + x + · · · + x k − = x k , j j dimana x , x , . . . , x k ∈ Z. Misalkan r ≥ 1 adalah banyak pewarnaan, dan j k j ≥ 3 untuk 1 ≤ j ≤ r. Maka terdapat suatu bilangan bulat positif terkecil 1 2 S = S(k , k , . . . , k r ) sedemikian sehingga untuk setiap r-pewarnaan pada [1, S] terdapat suatu solusi untuk L(k j ) dengan warna j, untuk suatu j ∈ {1, 2, . . . , r}. 1 2 Bilangan S(k , k , . . . , k r ) dikenal dengan bilangan Schur diperumum. Teo- m P −1 Bilangan Rado 2-warna untuk a i x i m i = x 1 =1 2
69
solusi monokromatik untuk persamaan dengan k variabel, atau k variabel,atau 3 k variabel, dan seterusnya sampai k r variabel.
Richard Rado memperumum permasalahan yang dikemukakan oleh Issai Schur ke dalam bentuk persamaan yang lebih luas. Definisi 1.2. Misalkan L adalah suatu sistem persamaan linier dengan m variabel dan k ≥ 2. Bilangan Rado k-warna untuk L adalah bilangan bulat terkecil n sedemikian sehingga untuk setiap pewarnaan ∆ : [1, n] → [0, k − 1] terdapat suatu solusi monokromatik untuk sistem L.
Jika tidak terdapat bilangan bulat terkecil n, maka bilangan Rado k-warna untuk L didefinisikan tak hingga. Bilangan Rado k-warna untuk L dinotasikan 1 2 1 2 dengan R(a , a , · · · , a m ), dimana a , a , · · · , a m ∈ Z adalah koefisien pada sistem L.
Rado memberikan syarat perlu dan syarat cukup untuk menentukan apakah su- atu sistem persamaan linier memiliki solusi monokromatik untuk setiap pewarnaan pada suatu himpunan bilangan bulat positif. Salah satu syarat yang ditemukan Rado diberikan dalam bentuk teorema berikut.
Teorema 1.3. Misalkan m ≥ 2 dan a i ∈ Z − {0}, 1 ≤ i ≤ m. Sistem persamaan linier homogen 1 1 2 2 a x + a x + · · · + a m x m = 0 memiliki solusi monokromatik jika dan hanya jika terdapat suatu subhimpunan tak
P kosong D ⊆ {a : 1 ≤ i ≤ m} sedemikian sehingga d = 0. i d∈D
Rado juga telah membuktikan bahwa jika a 1 , a 2 , . . . , a ∈ Z memuat bilangan m bulat positif dan negatif, dan paling sedikit tiga dari a , (1 ≤ i ≤ m) adalah tak i nol, maka persamaan linier homogen 1 1 2 2 a x + a x + · · · + a m x m = 0 1 + memiliki solusi monokromatik dengan x , . . . , x m ∈ [1, n] untuk sebarang n ∈ Z 1 dan suatu 2-pewarnaan pada [1, n]. Pada kasus tertentu, jika a , . . . , a m−1 adalah bilangan bulat positif dengan m ≥ 3, maka terdapat bilangan bulat terkecil 1 2 n = R(a , a , . . . , a m−1 ) sedemikian sehingga untuk sebarang n ≥ n dan suatu
2-pewarnaan pada [1, n], persamaan Diophantine 1 1 a x + · · · + a m−1 x m−1 = x m (1.1) memiliki solusi monokromatik dengan x 1 , . . . , x ∈ [1, n]. m
Pada [2], Brian Hopkins dan Daniel Schaal memperoleh hubungan antara R(a, b) + dan R(a 1 , . . . , a ) yang dinyatakan dalam teorema berikut. m−1 Teorema 1.4. [2] Misalkan m ≥ 3 adalah suatu bilangan bulat, a 1 , . . . , a ∈ Z , m−1 dan L(a 1 , a 2 , . . . , a m−1 ) merepresentasikan a 1 y 1 + a 2 y 2 + . . . + a m−1 y m−1 = y m . Maka 1
Dwiprima Elvanny Myori
70
dimana m−1 1 X a = min{a , . . . , a m−1 } dan b = a i − a. (1.3) i=1 Pada makalah yang sama, Brian Hopkins dan Daniel Schaal menunjukkan batas 1 1 2 2 bawah terbesar bilangan Rado 2-warna untuk a x + a x + . . . + a m−1 x m−1 = x m
Maka 1 2 2 R(a , a , · · · , a m−1 ) ≥ a(a + b) + b, dimana m−1 1 2 X a = min{a , a , · · · , a m−1 } dan b = a i − a. i=1 Meskipun kajian tentang bilangan Rado telah dimulai pada waktu yang cukup lama, namun tidak banyak matematikawan yang mengkaji topik tersebut. Hal ini disebabkan oleh penentuan bilangan Rado k-warna untuk suatu sistem persamaan merupakan suatu masalah yang rumit untuk dikaji. Hingga saat ini, penelitian dalam topik bilangan Rado untuk 2-warna masih dilakukan dan masih banyak masalah terbuka yang terdapat dalam topik tersebut. Oleh karena itu, pada paper
P m−1 ini akan dikaji kembali tentang bilangan Rado 2-warna untuk a i x i = x m . m i=1 P −1 a x i i m
2. Bilangan Rado 2-warna untuk = x
i=1 Misalkan N = {0, 1, 2, . . .} dan [a, b] = {x ∈ N : a ≤ x ≤ b} untuk a, b ∈ N.
Pewarnaan pada himpunan bilangan A adalah pemberian warna pada bilangan- bilangan di A, sehingga A memiliki subhimpunan yang diperoleh dengan men-
Jika diberikan suatu k-pewarnaan pada [1, n], maka solusi dari persamaan Dio- phantine linier 1 1 2 2 1 2 a x + a x + · · · + a m x m = 0, a , a , . . . , a m ∈ Z dengan x 1 , x 2 , . . . , x ∈ [1, n] dikatakan monokromatik jika m 1 2 ∆(x ) = ∆(x ) = · · · = ∆(x m ).
Jadi, (x 1 , x 2 , . . . , x ) dikatakan sebagai solusi monokromatik jika memenuhi dua m persyaratan, yaitu (x 1 , x 2 , . . . , x m ) memenuhi persamaan linier yang diberikan dan setiap variabel tersebut memiliki warna yang sama. + Berikut diberikan lema yang digunakan untuk membuktikan teorema utama.
Lema 2.1. Misalkan k, l, n ∈ Z dengan l < n, dan ∆ : [1, n] → [0, 1] adalah m P −1 Bilangan Rado 2-warna untuk a i x i m i = x =1
71
monokromatik dengan x, y, z ∈ [1, n]. Asumsikan juga bahwa u ∈ [1, n−l], ∆(u) = δ + dan ∆(u + l) = 1 − δ, dimana δ ∈ {0, 1}. (i) Jika w ∈ Z , w ≤ (n − ku)/l dan ∆(w) = δ, maka ∆(w − hk) = δ, dimana h ∈ N dan w − hk > 0. (ii) Jika w ∈ [1, n] dan ∆(w) = 1 − δ, maka ∆(w + hk) = 1 − δ, dimana h ∈ N dan + w + hk ≤ (n − ku)/l.
Bukti. Misalkan k, l, n ∈ Z dengan l < n, dan ∆ : [1, n] → [0, 1] adalah suatu 2-pewarnaan pada [1, n]. (i) Karena ∆(w) = δ = ∆(u) dan w ≤ (n − ku)/l, atau dapat ditulis ku + lw ≤ n, maka diperoleh ∆(ku + lw) = 1 − δ. Perhatikan dua kasus berikut.
Kasus 1. h = 1 Perhatikan bahwa ∆(u + l) = 1 − δ dan k(u + l) + l(w − k) = ku + lw.
Akibatnya, jika w − k > 0, maka diperoleh ∆(w − k) = δ. Kasus 2. h > 1
Perhatikan bahwa ∆(u + l) = 1 − δ, k(u + l) + l(w − hk) = ku + l(w − (h − 1)k),
(ii) Karena ∆(w) = 1 − δ = ∆(u + l) dan w + k ≤ (n − ku)/l, atau dapat ditulis k(u + l) + lw ≤ n, maka diperoleh ∆(k(u + l) + lw) = δ. Perhatikan dua kasus berikut. Kasus 1. h = 1 Perhatikan bahwa ∆(u) = δ dan ku + l(w + k) = k(u + l) + lw.
Akibatnya, ∆(w + k) = 1 − δ. Kasus 2. h > 1
Perhatikan bahwa ∆(u) = δ, ku + l(w + hk) = k(u + l) + l(w + (h − 1)k), dan w + (h − 1)k ∈ [1, n]. Akibatnya, jika w + (h − 1)k diganti dengan w, maka diperoleh ∆(w + hk) = 1 − δ. Teorema berikut memperlihatkan bentuk yang lebih sederhana dari Teorema + 2.3. 2 Teorema 2.2. Misalkan a, b, n ∈ Z , a ≤ b dan n ≥ av + b, dimana v = a + b. Asumsikan bahwa b(b − 1) 6≡ 0 (mod a) dan ∆ : [1, n] → [0, 1] adalah suatu 2- pewarnaan pada [1, n] dengan ∆(1) = 0 dan ∆(a) = ∆(b) = δ dimana δ ∈ {0, 1}. Maka terdapat solusi monokromatik untuk ax + by = z, x, y, z ∈ [1, n]. (2.1) 2 +
Bukti. Misalkan a, b, n ∈ Z , a ≤ b dan n ≥ av + b, dimana v = a + b. Misalkan b(b − 1) 6≡ 0 (mod a) dan ∆ : [1, n] → [0, 1] adalah suatu 2-pewarnaan pada [1, n]
Dwiprima Elvanny Myori
72 (1) Misalkan δ = 0.
Asumsikan bahwa Persamaan 2.1 tidak memiliki solusi monokromatik. Per- hatikan bahwa ∆(1) = 0, ∆(a) = ∆(b) = δ = 0. 2 2 a(v − 1) + b(v − 1) = (a + b)(v − 1) = v(v − 1) = v − v ≤ av + b ≤ n. (2.2)
Hal ini berarti bahwa a(v − 1) + b(v − 1) berada di dalam selang [1, n]. Kemudian dari Persamaan 2.2 diperoleh beberapa klaim berikut. Klaim 1.1 ∆(ai + bj) = 1 untuk sebarang i, j ∈ [1, a]. Klaim 1.2 ∆(c) = 0 untuk sebarang c ∈ [1, v − 1]. Klaim 1.3 ∆(ai + bj) = 1 untuk sebarang i, j ∈ [1, v − 1].
Selanjutnya, misalkan d adalah pembagi bersama terbesar (greatest common divisor ) dari a dan b. Karena a ∤ b, maka diperoleh d < a < b. ′ ′ Oleh karena itu, a = a/d > 1, b = b/d > 1, dan terdapat suatu bilangan ′ ′ ′ ′ ′ ′ s ∈ [1, b − 1] sedemikian sehingga a s ≡ 1(mod b ). Karena 1 < a s < a b , ′ ′ ′ ′ ′ ′ maka diperoleh t = (a s − 1)/b ∈ [1, a − 1] dan b t < a b ≤ av. Perhatikan bahwa ′ ′ ′ 2 a(av + b s) + b(av − b t) = av(a + b) + b d = av + b ≤ n. 2 2 Karena ∆(v ) = ∆(av+bv) 6= ∆(v) = 1, maka diperoleh ∆(v ) = 0 = ∆(1). 2 Akibatnya, ∆(av + b) = 1. Oleh karena itu, ′ ′
∆(av + b s) = 0 atau ∆(av − b t) = 0. (2.3) Karena a + s, a − t ∈ [1, v − 1], maka berdasarkan Klaim 1.3 diperoleh 2
∆(av + bs) = ∆(a(a + b) + bs) = ∆(a + b(a + s)) = 1 2 ′ = ∆(a + b(a − t)) = ∆(av − bt).
Jika b = b , maka terjadi kontradiksi dengan Persamaan 2.3. Jadi, haruslah ′ b 6= b. Akibatnya, d > 1.
Selanjutnya, dari Persamaan 2.3 perhatikan dua kasus berikut. ′ 1 Kasus 1.1 ∆(av + b s) = 0. 1 + ′ Pilih s ∈ Z sedemikian sehingga 1 ≤ as − b t ≤ a. Karena 1 ′ 1 as ≤ a + b t ≤ a + b(a − 1) ≤ ab, maka diperoleh s ≤ b. Berdasarkan Klaim 1.3 diperoleh 1
∆(aa + ba) = ∆(as + b.1) = 1, dan 2 1 2 2 a(a + ab) + b(as + b) ≤ a v + b(a + ba) ≤ av + b ≤ n. 2 1 Oleh karena itu, ∆(a(a + ab) + b(as + b)) = 0. Karena 2 1 ′ ′ 1
Bilangan Rado 2-warna untuk P m −1 i =1 a i x i = x m
73
dan berdasarkan Klaim 1.2 diperoleh ∆(as 1 − b ′ t + b − 1) = 0, maka terdapat suatu solusi monokromatik untuk Persamaan 2.1. Hal ini kontradiksi dengan asumsi yang menyatakan bahwa Persamaan 2.1 tidak memiliki solusi monokromatik.
Kasus 1.2 ∆(av − b ′ t) = 0.
Pilih s ∈ Z sedemikian sehingga 0 ≤ a ′ t − as ≤ a − 1. Perhatikan bahwa 0 ≤ s 2 ≤ t ≤ a ′ − 1 < a − 1. Berdasarkan Klaim 1.2, ∆(a ′ t − as 2 + b) = 0 = ∆(av − b ′ t). Karena a(av − b ′ t) + b(a ′ t − as 2 + b) = a 2 v − abs 2 + b 2 ≤ av 2 + b ≤ n, maka diperoleh ∆(a 2 v − abs 2 + b 2 ) = 1. Karena a 2 v − abs 2 + b 2 = a(a 2 + b) + b(a(a − 1 − s 2 ) + b) dan berdasarkan Klaim 1.3 diperoleh
∆(a 2 + b) = ∆(a(a − 1 − s 2 ) + b) = 1, maka terdapat suatu solusi monokromatik untuk Persamaan 2.1. Hal ini kontradiksi dengan asumsi yang menyatakan bahwa Persamaan 2.1 tidak memiliki solusi monokromatik.
Jadi, untuk setiap 2-pewarnaan pada [1, n] dengan ∆(a) = ∆(b) = 0, harus- lah terdapat solusi monokromatik untuk Persamaan 2.1. (2) Misalkan δ = 1.
Asumsikan bahwa Persamaan 2.1 tidak memiliki solusi monokromatik. Karena ∆(a) = ∆(b) = 1, av = aa + ba, dan bv = ab + bb, maka diperoleh
∆(av) = ∆(bv) = 0. (2.4) Jadi, terdapat suatu bilangan u 1 ≤ b(v − 1) sedemikian sehingga
∆(u 1 ) = 1 dan ∆(u 1 + b) = 0, dan juga terdapat suatu bilangan u 2 ≤ a(v − 1) sedemikian sehingga ∆(u 2 ) = 1 dan ∆(u 2 + a) = 0.
Perhatikan bahwa a 2 + a + 1 ≤ a 2 b v + a + 1 =
(av 2 + b) − ab(v − 1) b ≤ n − au 1 b
. Misalkan k = a, l = b, u = u 1 , dan w = 1. Karena ∆(1) = 0 dan 1 + a < a 2 + a + 1, maka berdasarkan Lema 2.1(ii) diperoleh ∆(1 + a) = 0. Jadi,
∆(av + v) = ∆(a(a + 1) + b(a + 1)) = 1. (2.5) Selanjutnya, misalkan b = aq + r, dimana q, r ∈ N dan r < a. Karena a ≤ b dan a ∤ b(b − 1), maka q ≥ 1 dan r ≥ 2. Oleh karena itu, diperoleh Dwiprima Elvanny Myori
74 2 Klaim 2.1 ∆(r) = 0. Akibatnya, ∆(a ) = 0.
Klaim 2.2 ∆(r) = ∆(ar) = 1. Akibatnya, ∆(av + a) = 0. 2 2 Klaim 2.3 ∆(a + a) = 1. Akibatnya, ∆(a) = ∆(2a) = · · · = ∆(a ) = 1.
Klaim 2.4 Untuk w ∈ [1, n] dan h ∈ N dengan w + hb ≤ av + b, diperoleh ∆(w) = 0. Akibatnya, ∆(w + hb) = 0. Klaim 2.5 ∆(av + a) = 0. Klaim 2.6 Terdapat u ∈ [1, ab − a] sedemikian sehingga ∆(u) = 1 dan ∆(u + a) = 0. Misalkan d adalah pembagi bersama terbesar (greatest common divisor ) ′ ′ dari a dan b. Karena a ∤ b, maka d < a. Akibatnya, 1 < a = a/d < b = b/d. Misalkan w = db dan h = a − d. Jika ∆(w) = ∆(db) = 0, maka berdasarkan Klaim 2.4 diperoleh ∆(db + (a − d)b) = ∆(ab) = ∆(w + hb) = 0 < 1 = ∆(a).
Oleh karena itu, terdapat u ∈ {a, 2a, . . . , (b − 1)a} sedemikian sehingga ∆(u) = 1 dan ∆(u + a) = 0. Jika ∆(db) = 1, maka perhatikan dua kasus berikut.
Kasus 2.1 ∆(d) = 1.
Karena ∆(d) 6= ∆(1), maka d > 1. Perhatikan bahwa ∆(dv) = ∆(ad + bd) = 1 − ∆(d) = 0. Perhatikan juga bahwa ′ ′ ′ ′ ′ ′ a b − a − b = (a − 1)(b − 1) − 1 ≥ 0 dan 2 ′ ′ ′ ′ 2 u ≤ dv − a = d (a + b ) − a ≤ d a b − a = ab − a. Karena ∆(db) = 1, untuk suatu u ∈ {db, db + a, . . . , db + (d − 1)a}, maka diperoleh ∆(u) = 1 > ∆(u + a) = 0. Kasus 2.2 ∆(d) = 0.
Pilih s ∈ [0, b − 1] sedemikian sehingga as ≡ d (mod b). Karena d < a < b, maka s 6= 0 dan s 6= 1. Untuk t = (as − d)/b, diperoleh 0 < t < a. Misalkan w = d dan h = t. Karena ∆(d) = ∆(w) = 0 dan d + bt = w + hb = as < ab ≤ av + b, maka berdasarkan Klaim 2.4 diperoleh ∆(d + bt) = ∆(as) = ∆(w + hb) = 0. Perhatikan kembali bahwa ∆(a) = 1. Jadi, terdapat u ∈ {a, . . . , (s − 1)a} sedemikian sehingga ∆(u) = 1 dan ∆(u+a) = 0. Akibatnya, u ≤ (s−1)a < ab−a. Selanjutnya, misalkan u ∈ [1, ab − a], k = b, l = a, dan w = av + v, maka 2 2 w = av + v = v − (b − 1)v ≤ v − b(b − 1) 2
(av + b) − b(ab − a) n − bu n − ku < ≤ = . a a l
Dari persamaan 2.5, diketahui bahwa ∆(av + v) = ∆(w) = 1. Akibatnya, berdasarkan Lema 2.1(i) diperoleh m P −1 Bilangan Rado 2-warna untuk a i x i m i = x =1
75 Hal ini kontradiksi dengan Klaim 2.5.
Jadi, untuk setiap 2-pewarnaan pada [1, n] dengan ∆(a) = ∆(b) = 1, haruslah terdapat solusi monokromatik untuk Persamaan 2.1.
Selanjutnya, pada teorema berikut akan dikaji mengenai bilangan Rado 2-warna + untuk a 1 x 1 + a 2 x 2 + · · · + a m−1 x m−1 = x m . 1 Teorema 2.3. Misalkan m ≥ 3, m ∈ Z, dan a , . . . , a m−1 ∈ Z . Maka bilangan 1 1 2 2 Rado 2-warna untuk a x + a x + · · · + a m−1 x m−1 = x m adalah 2 R(a 1 , . . . , a ) = a(a + b) + b, (2.6) m−1 1 P m−1 dimana a = min{a , . . . , a m−1 } dan b = a i − a. i=1
Bukti. Pada Teorema 1.4 dan Teorema 1.5, telah ditunjukkan bahwa 1 2 2 2 3 2 R(a, b) ≥ R(a , a , · · · , a m−1 ) ≥ ab + (2a + 1)b + a = av + b, 1 P m dimana a = min{a , . . . , a m−1 } dan b = a i −a. Selanjutnya, akan ditunjukkan i=1 bahwa 2 1 R(a, b) ≤ av + b, dimana v = a + b = a + · · · + a m−1 . Karena m ≥ 3, maka diperoleh 1 1 b = a + · · · + a m−1 − a ≥ max{a , . . . , a m−1 } ≥ a. 2 Misalkan n ≥ av + b adalah suatu bilangan bulat dan ∆ : [1, n] → [0, 1] adalah suatu 2-pewarnaan pada [1, n]. Asumsikan bahwa ∆(1) = 0 dan tidak terdapat suatu solusi monokromatik untuk Persamaan 2.1.
Karena a.1 + b.1 = v, maka diperoleh 2 ∆(v) = ∆(a.1 + b.1) = 1. (2.7) Dan juga karena av + bv = v , maka diperoleh 2
∆(v ) = ∆(av + bv) = 0. (2.8) Hal ini berakibat bahwa 2 ∆(av + b.1) = 1.
Selanjutnya, perhatikan beberapa klaim berikut. Klaim 3.1 ∆(a) = ∆(b) 6= ∆(av) = ∆(bv). Klaim 3.2 ∆(ab + bv + (1 − δ)av) = 0 untuk setiap δ ∈ [0, 1]. Klaim 3.3 Untuk setiap i = 1, . . . , a, diperoleh
∆(ib(v − 1) + ab + b + (1 − δ)av) = 0 (2.9) Misalkan i = a pada Persamaan 2.9, maka diperoleh ∆(abv + b + (1 − δ)av) = 0 = ∆(1).
Jika δ = 1, maka ∆(a(bv) + b.1 = 0 = ∆(1). Akibatnya,
Dwiprima Elvanny Myori
Hal ini berakibat bahwa ∆(av + a + 1) = 1. Jika a = 1, maka 2 ∆(av + b) = ∆(abv + b + av) = 0. 2 Karena dari Persamaan 2.8 ∆(av + b) = 1, dan 2 a(av − b) + b(av + a + 1) = av + b, maka diperoleh a ≥ 2 dan ∆(av −b) = 0. Misalkan k = u = b, l = a, dan w = av −b.
Karena ∆(b) = 0 < ∆(b + a) = 1 dan 2 2 2 b(b − 1) n − b n − ku 2 w = av − b = v − b(v + 1) < v − b(b − 1) ≤ v − ≤ = , a a l maka berdasarkan Lema 2.1(i) diperoleh 2 ∆(av − b − (a − 2)b) = ∆(a + b) = ∆(w − hk) = 0.
Hal ini kontradiksi dengan ∆(a) = 0 = ∆(1) yang berakibat bahwa 2 ∆(a + b) = ∆(aa + b.1) = 1.
Jadi, haruslah terdapat suatu solusi monokromatik untuk ax + by = z, dimana 2 x, y, z ∈ [1, n]. Akibatnya, diperoleh bahwa R(a, b) ≤ av + b, dengan v = a + b. 2 2 Karena R(a, b) ≥ R(a 1 , a 2 , · · · , a m−1 ) ≥ av + b dan R(a, b) ≤ av + b, maka dapat 2 disimpulkan bahwa R(a 1 , a 2 , · · · , a m−1 ) = av + b.
3. Kesimpulan Tulisan ini mengkaji kembali hasil dari [2] yang membahas tentang bilangan Rado
P m−1
P m−1 i=1 a i − a
4. Ucapan Terima Kasih Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Syafrizal Sy, Ibu Lyra Yulianti, Bapak Muhafzan, Bapak Admi Nazra, dan Bapak Narwen yang telah memberikan masukan serta saran sehingga paper ini dapat diselesaikan dengan baik.
Daftar Pustaka [1] Guo, S., dan Sun, Z. (2008): Determination of The Two-Color Rado Number 1 1 2 2 for a x + a x + · · · + a m x m = x , J. Combin. Theory Ser. A 115: 345 – 353
P m−1
[2] Hopkins, B., dan Schaal, D. (2005): On Rado Numbers for a i x i = x m , i=1 Adv. in Appl. Math, 35: 433 – 441 [3] Landman, B. M., dan Robertson, A. (2004): Ramsey Theory on the Integers.
Bilangan Rado 2-warna untuk P m −1 i =1 a i x i = x m
77 [4] Rosen, K. H. (2003): Discrete Mathematics and Its Applications. Fifth Edition.
McGraw-Hill, Inc., New York [5] Rosen, K. H.( 2005): Elementary Number Theory and Its Applications. Fifth
Edition. Pearson, New York [6] Soifer, A. (2011): Ramsey Theory (Yesterday, Today and Tomorrow). Springer,
New York