BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

  Kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang paling banyak diproduksi di dunia saat ini, pertumbuhan produksinya ini di dorong dengan perluasan penggunaannya dalam pembuatan biodiesel. Tetapi, produksi ini juga menjadi ancaman karena sejumlah besar residu biomassa dari pengolahannya menjadi ancaman bagi lingkungan. Secara khusus limbah cair pabrik kelapa sawit memberikan dampak yang lebih besar [24]. Indonesia pada tahun 2014 memproduksi

  3

  29,35 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton sawit akan menghasilkan 2,5 m limbah cair[2].

Tabel 2.1 Pertumbuhan Produksi Kelapa Sawit Indonesia [1]

  Tahun Luas Areal (Ha) Produksi Minyak Sawit (Ton) 2005 5.453.817 10.375.792

  2006 6594.914 10471.915 2007 6.66.836 11.875.418 2008 7.363.847 14.290.687 2009 7.873.294 16.829.205 2010 8.385.394 16.291.856 2011 8.992.824 16.436.202 2012 9.572.715 18.850.836 2013 10.465.020 20.577.976 2014 10.956.231 29.340.000

  Palm oil mill effluent (POME) adalah limbah cair kelapa sawit yang kental, berwarna coklat pekat dan mengandung bahan tersuspensi yang tinggi. POME segar adalah kombinasi dari 95-96 air, 0,6-0,7 % minyak dan 4-5 % total padatan [25]. POME mengandung COD sekitar 50.000 mg/L total solids 40.500 mg/L BOD 25.000 mg/L, minyak dan lemak 4.000 mg/L [26] memiliki kandungan amino berkarbon rendah dan asam lemak terlarut yang sedikit [19]. POME sebagian besar berasal dari sterilisasi air kondensat, limbah separator dan limbah hydrocyclone . POME memiliki bahan organik yang tinggi, POME tidak beracun tetapi menjadi

  • 1

50 H

  1,425 69,5 Karbohidrat C

  Kementerian lingkungan hidup telah mengeluarkan peraturan tentang baku mutu limbah pengolahan minyak sawit sehingga tidak membahayakan lingkungan. Baku mutu limbah pengolahan minyak sawit menurut kementerian lingkungan hidup diperlihatkan pada table 2.4

  3

  4

  2 + 4NH

  3,75 CO

  2 O 8,25 CH 4 +

  5 N 4 + 14,5 H

  24 O

  16 H

  Protein C

  2 O 3 CH 4 + 3 CO 2 0,830 50,0

  10 O 5 + H

  

2

  15,25 CO

  2 O 34,75 CH 4 +

  90 O 6 + 24,5 H

  Lemak C

  4 (%)

  ) CH

  Komponen Reaksi Metanogenik Biogas (lg

Tabel 2.3 Potensi Biogas Yang Dihasilkan Oleh Beberapa Substrat [4]

  Potensi biogas yang dihasilkan oleh beberapa substrat ditunjukkan pada table 2.3

  Abu 14,6 Karbohidrat 29,5 Nitrogen 26,3 Karoten 0,019 Air 6,9

  12,5 10,2

  Komponen Komposisi (%) Protein Minyak dan Lemak

Tabel 2.2 Komposisi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit [6]

  sumber polusi terhadap biota air dengan mengurangi kandungan oksigen terlarut dalam air ketika dibuang langsung tanpa pengolahan [27]. Lemak adalah polutan organik terbesar dalam POME. Lemak berupa senyawa gliserol, alkohol, dan beberapa jenis lain dengan ikatan ester . Komposisi limbah cair pabrik kelapa sawit ditunjukkan pada Tabel 2.1

6 H

  • 4HCO
    • 0,921 68,8

Tabel 2.4 Baku Mutu Limbah Pengolahan Kelapa Sawit [28]

  1. Suhu C 80-90 2. pH - 4,7

  35

  9. Amonia-Nitrogen mg/L

  8. Minyak Dan Lemak mg/L 4.000

  7. TVS mg/L 34.000

  6. TSS mg/L 18.000

  5. TS mg/L 40.000

  4. COD mg/L 50.000

  3. BOD mg/L 25.000

  No. Parameter Satuan Nilai

  No Parameter Kadar Maksimum (Mg/L)

Tabel 2.5 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit [6]

  6 Ph 6,0-9,0 6,0-9,0 Adapun karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit mentah diperlihatkan pada table 2.5

  5 Ammonia total 20 0,12

  4 Minyak dan lemak 30 0,18

  3 TSS 300 1,8

  2 COD 350 3,0

  1 BOD 100 1,5

  Beban Pencemaran Maksimum (Kg/Ton)

  10. Total Nitogen mg/L 750 Ada beberapa inovasi metode yang telah dikembangkan dan diaplikasikan pada pengolahan limbah cair kelapa sawit . Digestasi anaerobik dianggap menjadi proses yang efektif untuk pengolahan limbah cair kelapa sawit (POME). Proses ini melibatkan mikroorganisme yang menguraikan bahan organik menjadi metana dan karbondioksida .

2.2 Digestasi anaerobik

  Digestasi anaerobik adalah serangkaian proses dimana mikroorganisme memecah bahan biodegradable tanpa oksigen. Proses digestasi anaerobik mengubahnya dari bentuk tersuspensi menjadi terlarut dan biogas [29]. Proses ini menghasilkan campuran metana dan karbondioksida sebagai sumber energi terbarukan. Digestasi anaerobik telah menjadi salah satu teknologi pilihan untuk mengurangi gas rumah kaca. Digestasi anaerobik pada umumnya dilakukan pada dua kondisi suhu yaitu mesofilik (30-37) C dan temofilik (50-60) C [10]. Proses digestasi anaerobik dapat dgunakan untuk mengolah berbagai limbah organik dan mengubahnya menjadi bioenergi dalam bentuk biogas [30]. Digestasi anaerobik dapat digunakan untuk limbah dengan kandungan organik tinggi yang lebih efisisen disbanding proses lain. Selain itu produk dari proses ini dapat digunakan. Jumlah gas digester dan temperatur mempengaruhi laju penguraian dan produksi gas. Digestasi anaerobik sangat menguntungkan karna merupakan proses yang alami dimana teknologinya menggunakan mikroorganisme, dengan kebutuhan energi yang kecil dan polusi yang di sebabkannya terhadap atmosfer lebih sedikit dibandingkan dengan teknologi lain seperti insenerasi dan pirolisis. Sumber bahan bakunya yang dapat diperbaharui dan dapat mengurangi emisi gas karbon [8].

  Digestasi anaerobik telah dilakukan di beberapa jeis rektor untuk menghasilkan biogas seperti up-flow anaerobik sludge blanket (UASB) reaktor, up-

  

flow anaerobik sludge fixed-film (UASFF) reaktor, modified anaerobik baffled

reaktor (MABR), continuous stirred tank reaktor (CSTR), anaerobik pond, anaerobik

digester, expanded granular sludge bed (EGSB) reaktor [14]. continuous stirred tank

  banyak digunakan dalam proses digestasi anaerobik. Kelebihannya

  reaktor (CSTR)

  karna bentuknya yang sederhana dan mudah dioperasikan [8]. Keberhasilan proses digestasi tergantung pada hasil optimasi kondisi operasi pada masing masing tahapan proses baik pada proses asidifikasi maupun metanasi sehingga laju produksi biogas maksimal [31]. Digestasi anaerobik dapat dilakuakan dengan satu tahap dan dua tahap. Pada proses satu tahap keempat proses yaitu, hidrolisis, asidognesis, asetognesis dan metanognesis dilakukan pada reaktor yang sama. Konversi dari kandungan polimer organik menadi CH , H S, NH dan CO ditemukan pada satu

  4

  2

  3

  2 reaktor yag sama. Sedangkan pada proses dua tahap hidrolisis dan asidognesis dilakukan pada reaktor pertama dan asam dimanfaatkan pada tahap metanognesis didalam reaktor lain. Berdasarkan hasil yang telah ditemukan bahwa kinerja digestasi anaerobik dengan dua tahap lebih efisien daripada satu tahap [12]. Digestasi anaerobik dua tahap memungkinkan pertumbuhan dari bakteri yang berbeda dalam reaktor yang berbeda yang akan meningkatkan kestabilan proses diikuti peningkatan organic loading rate dan hydraulic retention time yang semakin singkat. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan digestasi anaerob dua tahap dapat meningkatkan yield CH 4 sampai 23%. [16].

  Proses anaerobik sangat kompleks dengan melalui tahapan proses hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanognesis. Proses penguraian ini terjadi dengan bantuan bakteri anaerobik. Tahapan ini ditunjukkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Tahapan Proses Digestasi Anaerobik [2]

2.2.1 Hidrolisis

  Pada tahap hidrolisis molekul besar seperti protein, polisakarida, dan lemak dikonversi oleh mikroorganisme menjadi molekul yang lebih kecil yang terlarut dalam air seperti peptida, sakarida dan asam lemak [12]. Pada umumnya lemak dihidrolisis lebih cepat daripada protein atau karbohidrat [2]. Proses hidolisis pada umumnya berjalan lambat dan menjadi laju pembatas pada keseluruhan proses digestasi anaerobik. Polimer diubah menjadi monomer terlarut melalui mikroorganisme hidrolisis. Proses ini ditunjukkan oleh gambar 2.2

  Hidrolisis

  nC

6 H

  10 O 5 + nH

  2 O nC

  6 H

  12 O

  6 Gambar 2.2 Reaksi Hidrolisis [12]

  Kelompok terbesar dari bakteri yang mendegradasi selulosa dalam proses hidrolisis termasuk Bacterioides succinogenes,Clostridium lochhadii, Clostridium

  

fibrosolvens, Clostridium thermocellum, Clostridium stercorarium dan

Micromonospora bispora [12].

2.2.2 Asidogenesis

  Proses asidognesis mengkonversi produk hidrolisis menjadi molekul kecil dengan berat molekul rendah seperti asam lemak volatil, alkohol, aldehid dan gas seperti CO

  2 , H 2 , dan NH 3 dan poduk samping lain [32] . Bakteri asidognesis dapat

  menurunkan pH bahan organik menjadi sangat rendah sekitar 4 [12], penurunan ini disebabkan karna banyaknya senyawa asam yang dihasilkan dan sangat berbahaya jika terakumulasi terlalu banyak sehingga harus dilanjutkan langsung oleh proses berikutnya [8]. Monomer dari reaksi ini akan menjadi substrat pada reaksi asetognesis [12]. Reaksi asidogenesis ditunjukkan pada gambar 2.3

  C

  6 H

  12 O

  6 CH

  3 CH

  2 CH

  2 COOH + 2 CO 2 + 2 H

  2

  (glukosa) (asam butirat) C

  6 H

  12 O 6 + 2 H

  2 CH

  3 CH

  2 COOH + 2 H

  2 O

  (glukosa) (asam propionat)

Gambar 2.3 Reaksi asidogenesis [15]

  Tahap ini juga sering disebut dengan fermentasi. Pada tahap ini juga dihasilkan CO dan H dalam jumlah yang banyak. Untuk substrat yang berbentuk

  2

  2 gula produksi hidrogen akan bertambah lebih banyak sehingga memungkinkan bisa digunakan sebagai pengganti energi [8]. Pada proses digestasi anaerobik, tahap asidognesis pome terlebih dahulu diubah menjadi VFA kemudian diubah menjadi metana dan karbondiosida. VFA merupakan senyawa intermediet yang sangat penting dalam kelangsungan proses pembentukan metana [20] Konsentrasi VFA yang terlalu banyak dapat menurunkan pH sehingga bisa menghambat proses metanognesis [33]. VFA menentukan kestabilan proses digestasi anaerobik. VFA yang terlalu bayak pada dasarnya tidak menghambat proses digestasi anaerobik [34]

2.2.3 Asetognesis

  Pada proses ini produk asidognesis di konversi menjadi asam asetat, hidrogen, dan CO oleh bakteri asetognesis [12]. Reaksi asetogenesis ditunjukkan

  2 CH

  3 CH

  2 COOH CH

  3 COOH + CO 2 + 3 H

  2

  (asam propionat) (asam asetat) CH

  3 CH

  2 CH

  2 COOH 2CH

  3 COOH + 2 H

  2

  (asam butirat) (asam asetat)

Gambar 2.4 Reaksi asetogenesis [15]

2.2.4 Metanognesis

  Pada proses metanognesis , asam asetat dari proses asetognesis dikenversi menjadi CO dan CH Pada proses ini produksi CH dapat diagi menjadi dua cara.

  2 4.

  4 Pertama asam asetat dikonversi menjadi CO 2 dan CH 4 oleh bakteri acetoclastik.

  Kedua menggunakan CO

  2 sebagai sumber karbon dan hidrogen sebagai agen

  pereduksi oleh bakteri hydrognetropic atau dihasilkan bentuk lain oleh bakteri jenis lain. Genus bakteri paling besar dalam proses metanognesis adalah

  

Methanobacterium, Methanothermobacter (formerly Methanobacterium),

Methanobrevibacter, Methanosarcina, and Methanosaeta. Reaksinya ditunjukkan

  pada gambar 2.5

  Metanognesis

  CH

  3 COOH CH 4 + CO

  2 Reduksi

  CO

  2 + 4H

  2 CH 4 + 3H

  2 O

Gambar 2.5 Reaksi Metanognesis Dari Asam Asetat [12] Atau CO

  2 dapat di hidrolisis menjadi asam karbonik dan metana ditunjukkan pada

  gambar 2.6

  Hidrolisis

  CO

  2 + H

  2 O H

  3 CO

  3 Reduksi

  4H

  2 + H

2 CO

  3 CH 4 + 3H

  2 O

Gambar 2.6 Reaksi Metanognesis Dari Karbondioksida [12]

  Kehadiran gas CO

  2 tidak diinginkan. Gas ini harus dihilangkan untuk memaksimalkan kualitas biogas sebagai bahan bakar [12].

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Digestasi Anaerob

  Proses digestasi anaerobik berhubungan satu sama lain. Jika aktivitas dari salah satu grup mikroorganisme terhambat maka akan mempengaruhi laju dari mikroorganisme lain, mengubah kesetimbangan populasinya dan menurunkan efektifitas proses [8]. Faktor yang mempengaruhi aktifitas tersebut antara lain :

2.3.1 Temperatur

  Proses anaerobik sensitif terhadap suhu, pengubahan asam asetat menjadi metana sangat dipengaruhi temperatur. Suhu yang biasa digunakan dalam proses anaerobik yaitu suhu psychrophilic (10-20) C [17] suhu mesofilik (35-40 ) C dan suhu termofilik (50-65) C [12] . Temperatur mesofilik yang biasa digunakan adalah

  35 C dan termofilik adalah 55 C [17]. Pada temperatur antara 40-50 C mikroba mesofilik tidak aktif lagi, temperatur ini disebut dengan temperatur intermediet [13]. Suhu menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi efisiensi penggurangan COD pada percobaan anaerobik. Pada umumnya, diketahui bahwa digester termofilik menghasilkan biogas lebih banyak daripada digester mesofilik [19]

  Penelitian yang dilakukan oleh Choorit et al , 2007 [10] pada limbah cair pabrik kelapa sawit untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap produksi biogas. Dalam penelitian ini diperoleh, pada suhu mesofilik (37

  C) dihasilkan biogas 3,73 L/L reaktor/hari dengan 71,04 % metana. Pada temperatur thermofilik (55

  C) diperoleh biogas 4,66 L/L reaktor/hari dengan 69,53 % metana. Jeong et al, 2014 [19] juga telah melakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap produksi biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit. Produksi biogas tertinggi diperoleh pada suhu termofilik (55

  C) daripada suhu mesofilk (37 C).

  2.3.2 pH

  pH menunjukkan konsentrasi asam dalam larutan. pH dari reaktor anaerobik mempengaruhi efisiensi proses penguraian. Proses Hidrolisis, asidognesis dan metanognesis memiliki pH optimum masing masing [17]. Metanogenesis bekerja efektif pada pH 6,5

  • – 8,2 [12]. pH untuk proses hidrolisis dan asidognesis masing masing adalah 5,5 dan 6,5 [17]. pH mempengaruhi fungsi dari enzim extraselular dan laju proses hidrolisis. Pada beberapa kasus digestasi anaerobik lebih efektif pada pH yang netral. Karna beberapa mikroorganisme mengalami pertumbuhan yang lamban dalam pH yang tinggi atau rendah [8]. pH akan sangat berpengaruh terhadap produksi biogas jika mencapai 5. Hal ini disebabkan karna pada pH yang rendah aktivitas dari bakteri metanognesis akan menurun. Menjaga pH yang konstan sangat penting untuk mengontrol hubungan antara VFA dan konsentrasi bikarbonat. Untuk dari substrat mempengaruhi pertumbuhan dari mikroorganisme dan mempengaruhui penguraian beberapa komponen yang sangat penting dalam proses digestasi anaerobik [34].

2.3.3 Rasio Karbon – Nitrogen (C/N)

  Nitrogen adalah nutrisi terbesar dalam pertumbuhan mikroba. Karbon digunakan sebagai sumber energi dan Nitrogen digunakan sebagai pembangun struktur sel [40]. Untuk penguraian yang baik rasio dari karbon dan nitrogen sekitar 25-30 pada substrat. Jika kandungan nitrogen rendah populasi mikroba yang tersisa kan menurun dan waktu yang diperlukan untuk mencerna kabon yang tersedia akan semakin lama. Kelebihan nitrogen juga menyebabkan masalah pada pembentukan ammonia dimana mempengaruhi proses anaerobik. Konsentrasi karbon dan nitrogen menunjukkan kinerja proses digestasi anaerobik [12].

  Untuk mencapai rasio C/N pada sebagian kasus digunakan pencampuran dua bahan (Co-Digestasion) seperti kotoran lembu dan limbah kota [8]. Pada penelitian yang dilakukan O-Thong et al [42], pencampuran anatara POME dan palm empty fruit bunches dapat meningkatkan produksi biogas 25 sampai 32 %.

  2.3.4 Pengadukan

  Pengadukan dilakukan menghomogenkan padatan terlarut dalam digester dengan mikroba yang aktif [46]. Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen dengan substrat. Tujuan dari proses pengadukan adalah agar seluruh mikroorganisme menerima asupan nutrisi yang menyeluruh dan seimbang dan produk hasil metabolismenya dapat dipisahkan secara maksimal. Pencampuran Substrat yang segar dengan substrat yang telah tergradasi diperlukan agar substrat segarnya berinokulasi dengan mikroorganisme yang aktif [7]

  2.3.5 Hydraulic Retention Time (HRT)

  Parameter yang penting untuk ukuran dari digester biogas adalah waktu tangki digester. HRT adalah korelasi dari volume digester dan volume umpan substrat per unti waktu yang dituliskan dalam persamaan berikut :

  HRT = V R /V [37] Dimana : HRT = Waktu tinggal hidraulik ( hari)

  3 V = Volume digester (m ) R

  3 V = Volume substrat umpan per unit waktu (m / hari)

  HRT untuk digestasi anaerobik dipengaruhi oleh temperatur dan komposis dari limbah yang digunakan. Pada keadaan mesofilik HRT berkisar antara 10 sampai 40 hari. HRT untuk thermofilik biasanya lebih rendah [17].

  Penelitian yang dilakukan oleh Scoma et al, 2013[44] untuk mengetahui pengaruh HRT terhadap produksi Volatille Fatty Acid (VFA) dan Biohidrogen. Sampel yang digunakan adalah limbah pengolahan minyak zaitun. HRT yang digunakan adalah 7,5,3 dan 1 hari. Diperoleh HRT 5 dapat menghasilkan VFA tertinggi. Chotwattanasak et al, 2011 [45] mengamati pengaruh HRT terhadap produksi biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan pada

  3 pH 7 dan variasi HRT 14,10,7 dan 6,5 dengan reaktor yang berukuran 2,1 m .

  Produksi biogas maksimal diperoleh pada HRT 15 hari yaitu 70,03 %.

  2.4 Biogas

  Biogas adalah campuran gas yang terdiri dari 40 , 30-50 % CO ,

  4

  2

  • – 60 % CH dan mengandung sebagian kecil SO

  2 dan NH 3 . Biogas telah digunakan sebagai bahan

  bakar sejak 100 tahun yang lalu. Karna komponen yang bermanfaat pada biogas adalah metana, dibeberapa daerah biogas telah ditingkatkan menjadi biometana dimana mengandung metana lebih dari 97 %. Biogas dapat diproduksi dari berbagai limbah tumbuhan, limbah makanan dan limbah perkotaan [40]. Biogas merupakan alternatif sebagai energi terbarukan untk menggantikan energi fosil [41]. Biogas merupakan energi alternatif yang dapat digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, bahan bakar kendaraan dan lain lain. Biogas memberikan dampak buruk yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Bahan baku biogas juga dari limbah sehingga mengurangi volume limbah yang dibuang ke tanah dan air [6].

  2.1 ANALISA EKONOMI

  Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap proses asidogenesis LCPKS pada temperatur 45 C dengan produk yang diharapkan berupa VFA yang pada tahapan berikutnya dapat dikonversi menjadi biogas. Kondisi yang digunakan tidak memerlukan pemanas dalam penelitian ini. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume pembentukan biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Volume Pembentukan Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

  Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari) Kivaisi dan Mtila 2.058,85 1,70

  Li et al. 4.020,00 3,97 Cavinato et al. 6.896,48 6,00

  Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi pH 5,5 dengan jumlah 20.298 mg/L. Menurut A.K. Kivaisi, et al konversi VFA menjadi biogas adalah 100%. Melalui Tabel 2.9 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut.

  8 Biogas gas

  6 Linear (Biogas) i) io ar B h si k

  4 u d (L/ o r P

  2 y = 0,0009x + 0,104 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

  Total VFA (mg/L)

Gambar 2.7 Konversi Total VFA menjadi BiogasGambar 2.9 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,062 x + 907 dengan y merupakan produksi

  biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah: y = 0,0009 x+ 0,1043

  = 0,0009 x 20.298 + 0,1043 = 18,3725 L/ L LCPKS

  Produksi Biogas tertinggi = 18,3725 L biogas/L LCPKS

  

3

  3

  = 18,3725 m biogas /m LCPKS Perbandingan 1m3 biogas terhadap solar adalah 0,52 liter solar

  3

3 Sehingga 18,3725 m biogas / m LCPKS hari setara dengan 9,5537 Liter Solar /

  3

  m LCPKS Harga solar industri = 10.400/liter

  3 Maka produksi perhari setara dengan = 10.448 x 9,5537 L solar/ m LCPKS

  3

  = Rp. 99.817 / m LCPKS Harga solar industri = 10.400/liter

  3 Maka produksi perhari setara dengan = 10.448 x 9,5537 L solar/ m LCPKS

  3

  = Rp. 99.817 / m LCPKS

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)

0 0 24

Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIVAIDS)

0 0 14

Perancangan Perangkat Lunak Pengaman File Text Menggunakan Algoritma El Gamal dan Kompresi File Tex Menggunakan Algoritma Huffman

0 0 44

Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Eliminasi di RSUD. dr.Pirngadi Medan

0 0 33

BAB II PENGOLAHAN KASUS A. Konsep dasar dengan Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi - Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Prioritas masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi di RSUD.dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 1 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) - Pengaruh Pelaksanaan PenyuluhanDalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib PajakUntuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

0 0 15

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max .L Merill) Terhadap Pemberian Abu Vulkanik Sinabung dan Pupuk Kandang Ayam

0 0 26

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max .L Merill) Terhadap Pemberian Abu Vulkanik Sinabung dan Pupuk Kandang Ayam

0 1 8

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max .L Merill) Terhadap Pemberian Abu Vulkanik Sinabung dan Pupuk Kandang Ayam

0 0 13

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 6