DIK 4009 Civic Education Smester 1 Full

BAB I
GAGASAN KEWARGANEGARAAN

 Sejarah Perkembangan Kewarganegaraan
Pada zaman Yunani kuno, kewarganegaraan didasarkan pada cara hidup orang
dalam skala kecil masyarakat organic dari (city-state) polis.
 Menurut Bertens (1999), Polis adalah suatu Negara kecil atau suatu Negara-kota.
Akan tetapi, kata Polis juga menunjuk kepada rakyat yang hidup dalam Negara-kota
itu.
 Menurut Freeman Butts (1980), Pertama kewarganegaraan pada zaman yunani kuno
didasarkan pada keanggotaan dalam komunitas politik, di mana hak dan kewajiban
warga negara diatur oleh hukum yang dibuat oleh manusia. Kedua mereka yang
disebut warga bebas (free citizens) adalah anggota dari sebuah komunitas politik yang
demokratis maupun republik dimana kelas warga negara berpartisipasi secara aktif
dalam urusan negara.
Pada zaman kekaisaran Romawi, kewarganegaraan yang didasarkan pada cara hidup
orang dalam skala kecil masyarakat organik dari (city-state) polis berubah bentuk
menjadi kewarganegaraan yang diperluas dari masyarakat skala kecil ke seluruh
kekaisaran. Sehingga kewarganegaraan di zaman kekaisaran romawi tidak lagi sekedar
status badan politik, akan tetapi direduksi menjadi perlindungan hukum dan ekspresi
aturan dan hukum. Kewarganegaraan telah menjadi status hukum yang disertai dengan

hak-hak khusus bagi anggota Civic Romanus (J.G.A. Pocock, 1980:36).
 Gagasan Kewarganegaraan
Menurut J.G.A. Pocock (1995), gagasan tentang kewarganegaraan awal atau klasik
akan selalu merujuk pada peradaban kuno di Mediteranian, secara khusus Athena pada
zaman Yunani Kuno abad ke-4 SM dan kekaisaran Romawi dari abad ke-3 SM sampai
abad 1 M.
Konsep civics (Yunani) yang berarti ilmu kewarganegaraan, secara etimologi
berasal dari bahasa latin yaitu Civicus yang berarti Citizen atau penduduk dari sebuah
kota (polis). Sehingga istilah civic (tanpa huruf „s‟) dapat diartikan warga negara.
Menurut Stanley Dimond, pengertian Civics secara terminologi ditinjau dari dua arti:
o Dalam arti sempit, Civics berkaitan dengan hubungan antar warga negara dengan
negara yang meliputi status formal dalam negara, fungsi dan aktivitas formal dari
lembaga-lembaga politik yang ditinjau dari kehidupan masyarakat, menyangkut
pemilihan umum, organisasi puncak dalam suatu negara, berbagai pengaturan

1

dari berbagai lembaga, pelayanan kepada masyarakat, hak-hak serta tanggung
jawabsetiap warga negara dalam melaksanakan tugasnya.
o Dalam arti luas, civics berkenaan dengan segala sesuatu yang dapat

menumbuhkan kualitas pribadi warga negara.
Menurut Carter Van Good, civics merupakan bagian atau elemen dari ilmu politik
atau cabang dari ilmu politik yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
warga negara. Sementara A.S. Hornoby mengemukakan bahwa civics adalah suatu
pelajaran tentang pengertian pemerintahan dan kewajiban-kewajiban warga negara yang
berkaitan dengan negara atau antar warga negara.
Ahmad Sanusi memberikan pemahaman sederhana bahwa sejauh civics dapat
dipandang sebagai disiplin ilmu politik, maka fokus kajiannya berkenaan dengan
kedudukan dan peranan warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara bersangkutan. Ada beberapa hal
yang perlu dicermatid ari pemahaman tersebut:
1. Studi civics tidak bertitik tolak pada negara sebagai satuan makro;
2. Sebagai satuan mikro, civics meliputi tingkah laku, potensi, kesadaran, usaha, dan
kegiatan, serta prestasi kehidupannya;
3. Studi civics memperoleh input dari disiplin lain;
4. Civics menekankan kebenaran dalam arti logis dan faktual.
Perkembangan civics selanjutnya tidak hanya berkenaan dengan pemerintahan saja,
melainkan mengalami perluasan kearah vocational civics yang berkaitan dengan
bagaimana warga negara mencari pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya, economic
civics yang berkaitan dengan bagaimana warga negara mencari kebutuhan hidup

ekonominya, serta community civics yang berkaitan dengan cara-cara hidup
bermasyarakat.

2

BAB II
HAKEKAT, MASALAH, DAN STUDI TENTANG TEORI
LANDASAN PKN

 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
 Menurut Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4): Pendidikan kewarganegaraan
diterangkan secara luas meliputi peran dan tanggung jawab pemuda sebagai warga
Negara, dan secara khusus, peran pendidikan (meliputi sekolah, pengajaran,
pembelajaran) dalam proses pembelajaran tersebut.
 Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7): Pendidikan kewarganegaraan adalah
pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat
berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran
pada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang
paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
 Menurut Branson (1999:4): Civic education dalam demokrasi adalah pendidikan –

untuk mengembangkan dan memperkuat – dalam atau tentang pemerintahan otonom
(self government).
 Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
1. Program pendidikan berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral.
2. Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi
agama, sosial, budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi pancasila dan UUD 1945.
 Teori dan Landasan PKn
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkaitan dengan materi substansi
yang seharusnya diketahui oleh warga Negara berkaitan dengan hak dan kewajibannya
sebagai warga Negara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem
politik, pemerintah, dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat
demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup
berdampingan secara damai dalam masyarakat global.
Beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai pendidikan kewarganegaraan:
a. PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS
b. PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora,
Pancasila, UUD NRI 1945 dan dokumen Negara lainnya.


3

c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis, baik untuk tingkat jurusan PMPKN
FPIPS, maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, serta
perguruan tinggi.
d. Harus berfikir secara integratif, yait kesatuan yang utuh dari hubungan antara
hubungan pengetahuan intraseptif (agam, nilai-nilai) dengan pengetahuan
ekstraseptif.
e. PKn menitik beratkan pada kemampuan dan keterampilan warga negara, terutama
generasi muda, dalam menginternalisasikan nilai-nilai warga negara yang baik (good
citizen) dalam suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (cic
affairs).
f. Dalam kepustakaan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu
batasannya ialah seluruh kegiatan rumah, sekolah, dan masyarakat yang dapat
menumbuhkan demokrasi.
 Masalah-Masalah dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Selama ini, proses pembelajaran PKn kebanyakan masih menggunakan paradigma
yang lama, dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru
mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa

duduk, diam, dengar, catat dan hafal (3DCH), siswa kurang aktif dalam kegiatan belajarmengajar. Anak cenderung tidak begitu tertarik dengan pelajaran PKn karena selama ini
pelajaran PKn dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata,
kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar
PKn siswa di sekolah.
Diasmping masih menggunakan metode konvensional yang monoton, aktivitas guru
lebih dominan daripada siswa. Akibatnya, guru seringkali mengabaikan proses
pembinaan tatanan, nilai, sikap, dan tindakan. Sehingga, mata pelajaran PKn tidak
dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang
jenuh dan membosankan. Selain itu, pelajaran PKn juga cenderung kurang bermakna
karena hanya berpatokan pada nilai hasil, bukan pada penilaian proses. Hal ini berkaitan
pada pembentukan karakter, moral, sikap, serta perilaku murid yang hanya
menginginkan nilai yang baik tanpa diimbangi dengan perbaikan karakter, moral, sikap,
serta perilaku dari anak tersebut.

4

BAB III
HUBUNGAN TENTANG CIVICS, CIVICS EDUCATION,
DAN CITIZENSHIP EDUCATION

 Civics
Secara etimologi, civics berasal dari kata Latin, civicus yang berarti warga Negara
(citizen atau citoyen). Secara terminologi, Stanley Dimond mengkategorikan civics
kedalam dua arti. Dalam arti sempit, civics berkaitan dengan hubungan antar warga
negara dengan negara yang meliputi status formal dalam negara, fungsi, dan aktivitas
formal dari lembaga-lembaga politik yang ditinjau dari kehidupan masyarakat,
menyangkut pemilihan umum, organisasi puncak dalam suatu negara, berbagai
pengaturan dari lembaga-lembaga, pelayanan kepada masyarakat, hak-hak serta
tanggung jawab setiap warga negara dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan dalam
arti luas, Civic berkenaan dengan segala sesuatu yang dapat menumbuhkan kualitas
pribadi warga negara.
Carter Van Good mengartikan civics sebagai bagian atau elemen dari ilmu politik
atau cabang dari ilmu politik yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
warga negara. Sementara A.S. Hornoby mengemukakan pandangannya bahwa civics
adalah pelajaran tentang pengertian pemerintahan dan kewajiban-kewajiban warga
negara yang berkaitan dengan negara atau antar warga negara. Dan Ahmad Sanusi
memberikan pemahaman bahwa sejauh civics dapat dipandang sebagai disiplin ilmu
politik, maka fokus kajiannya berkenaan dengan kedudukan dan peranan warga negara
dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan
konstitusi negara yang bersangkutan.

Civics, selain bertujuan membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara
yang tahu dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara,
civics juga bertujuan untuk menghasilkan warga negara yang mampu membudayakan
lingkungannya serta mampu memecahkan masalah-masalah individu warga negara yang
mampu memecahkan masalahnya secara individual maupun masyarakat disekitarnya.
 Civic Education
Pendidikan Kewarganegaraan adalah terjemahan dari istilah asing, civic education
atau citizenship education. Johan C. Cogan mengartikan civic education sebagai suatu
mata pelajaran dasar disekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara
muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
 Citizenship Education
Dalam Oxford Dictionary, Citizenship diartikan sebagai legal rights, duties, and
state of being a citizen (suatu hal yang menjadi kewajiban yuridis dari seorang warga

5

negara). Citizenship education dalam arti luas merupakan istilah generik yang mencakup
pengalaman belajar disekolah dan diluar sekolah, seperti yang terjadi dilingkungan
keluarga, dalam organisasi keagamaan, kemasyarakatan, dsb.
David Kerr mengemukakan bahwa citizenship atau civic education dirumuskan

secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus peran pendidikan
(termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar) dalam proses penyiapan
warga negara tersebut. Untuk konteks di indonesia, citizenship education oleh beberapa
pakar diterjemahkan dengan istilah pendidikan kewarganegaraan.
 Keterkaitan antara Civics, Civic Education dan Citizenship Education

Dilihat
dari
penggambaran
disamping, dapat disimpulkan bahwa
civic education adalah cakupan yang
lebih sempit di mana pendidikan
kewarganegaraan hanya di lakukan
melalui lembaga formal saja (seperti
sekolah).
Sedangkan
citizenship
education
merupakan

bentuk
penerapan dari civic education dalam
kehidupan bermasyarakat, atau dengan
kata lain, citizenship education adalah
pendidikan kewarganegaraan yang
bersifat informal (diluar sekolah).
Sedangkan civics sendiri menempati posisi sebagai suatu hal yang cakupannya paling
luas diantara civic education dan citizenship education. Hal ini berkenaan dengan
pengertian dari civics itu sendiri yang menyatakan bahwa civics mempelajari ilmu
kewarganegaraan sebagai sebuah disiplin ilmu yang memiliki tujuan, metode, dan objek
studi tertentu.

6

BAB IV
KEDUDUKAN PKN SEBAGAI DISIPLIN ILMU

 Pengertian Pendidikan
Menurut UU nomor 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan

bagi peranannya di masa yang akan datang. Dari undang-undang diatas membuktikan
bahwa pendidikan diperlukan untuk dapat menyiapkan generasi muda di masa
mendatang.
 Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Di Indonesia, sejarah historis PKn mengalami fluktuasi terutama dalam penamaan dan
konten materi. Perkembangan tersebut bisa dilihat dari tabel dibawah ini
No
Tahun
Nama
1957
Kewarganegaraan
1
1961
Civic
2
1968
Pendidikan Kewargaan Negara
3
1975
Pendidikan Moral Pancasila
4
1994
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
5
2004
Kewarganegaraan
6
2006
Pendidikan Kewarganegaraan
7
Pendidikan kewarganegaraan (civic education) model baru pada intinya adalah
pembelajaran tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani. Sedangkan
Muhammad Numan Somantri merumuskan pengertian civics sebagai ilmu
kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan:
a. Manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi
b. Individu-individu dengan negara
 Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Disiplin Ilmu
Dalam pasal 37 ayat 1 dan 2 UU nomor 20 tahun 2003 menyebutkan tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Kurikulum pendidikan dasar, menengah,
dan pendidikan tinggi wajib memuat:
a) Pendidikan Agama;
b) Pendidikan Kewarganegaraan;
c) Bahasa;

7

hal tersebut dimaksudkan untuk membentuk peserta
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

didik menjadi manusia yang

Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, terampul, dan berkarakter.
PKn bisa dianggap sebagai disiplin ilmu apa bila memiliki lima aspek:
1.
2.
3.
4.
5.

Objektif
Sistematis
Dapat dibuktikan
Memperluas pengetahuan
Memiliki metode

 Tujuan Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan secara substantif bertujuan mendidik warga negara
yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Pendidikan kewarganegaraan juga memiliki tujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi;
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lainnya;
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau
tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi;
5. Menjadikan warga negara yang cerdas dan baik serta mampu mendukung
keberlangsungan bangsa dan negara.

8

BAB V
PRINSIP-PRINSIP DAN PRAKTIK PENDIDIKAN UNTUK
WARGA NEGARA YANG DEMOKRATIS

 Pengertian Demokrasi
Istilah “demokrasi” berasal dari yunani kuno yang diutarakan di Athena pada abad
ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem
yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, adri istilah ini telah
berubahsejalan dengan waktu, dan definisi telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan
dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.
Kata demokrasi berasal dari dua kata, demos yang berarti rakyat, dan kratos/kratein
berarti kekuasaan/berkuasa.1 Dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln).2
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat kekuasaan warga negara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Kedaulatan rakyat yang dimaksud
disini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota parlemen
secara langsung saja, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai
negara demokrasi, sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden
hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politika yang membagi pemerintahan
dalam tiga cabang, yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam
peringkat yang sejajar satu sama lain.
 Pengertian Demokratisasi
Demokratisasi adalah suatu perubahan, baik itu perubanah perlahan 9evolusi)
maupun perubahan secara cepat (revolusi) kearah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi
tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka
bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi, perang saudara yang menumpahkan
darah, dan kemunduran ekonomi yang sangat parah (BJ Habibie: 2005).
Demokratisasi biasanya terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi muncul dai
dalam negara sendiri, karena warga negaranya melihat sistem politik yang lebih baik,
1

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik : Demokrasi (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm.105.
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani : Demokrasi :
Teori dan Praktik (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2013), hlm. 66.
2

9

seperti yang berjalan di negara demokrasi lain yang telah mapan, akan bisa juga dicapai
oleh negara tersebut. Dengan kata lain, pengaruh internasional datang sebagai sebuah
inspirasi yang kuat bagi warga negara di dalam negara itu. Sebuah negara yang sedang
menjalani demokratisasi sangat mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti
a) Contaigon: terjadi karena demokratisasi disebuah negara mendorong gelombang
demokratisasi di negara lain;
b) Mekanisme kontrol: terjadi karena sebuah pihak luar negara berusaha menerapkan
demokrasi di negara tersebut;
c) Conditionality: tindakan yang dilakukan organisasi internasional yang memberi
kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi negara penerima bantuan.
 Nilai-nilai Demokrasi
Nilai-nilai demokrasi itu dapat digali alam makna demokrasi itu sendiri yang telah
dijabarkan dalam UUD dan kehidupan bernegara. Paling tidak, nilai-nilai demokrasi itu
mencakup:
1. Masalah kedaulatan;
2. Makna negara berbentuk republik;
3. Negara berdasar atas hukum;
4. Pemerintahan yang konstitusional;
5. Sistem perwakilan;
6. Prinsip musyawarah;
7. Prinsip ketuhanan;
Secara umum, nilai-nilai demokrasi adalah:
A. Keterbukaan
B. Toleransi
C. Menghormati perbedaan
D. Pemikiran kritis
 Prinsip-prinsip Demokrasi
Menurut Almadudi, prinsip-prinsip demokrasi sebagai “soko guru demokrasi” yaitu
prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi
dalam konstitusi NKRI. Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
1. Kedaulatan rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
3. Kekuasaan mayoritas;
4. Hak-hak minoritas;
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum wajar;

10

9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10. Pluraliisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat
Prinsip tersebut kemudian dituangkan kedalam konsep yang lebih oraktis sehingga
dapat dijadikan parameter. Parameter tersebut meliputi 4 aspek, yaitu:
 Masalah pembentukan negara
 Dasar kekuasaan negara
 Susunan kekuasaan negara
 Masalah kontrol rakyat
 Penerapan Demokrasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Prinsip-prinsip yang patut didemonstrasikan dalam kehidupan berdemokrasi, antara
lain:
a. Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku;
b. Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani;
c. Membiasakan untuk menyelasikan persoalan dengan musyawarah;
d. Membiasakan mengadakan perubahan secara damai, tidak dengan kekerasan atau
anarkis;
e. Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis;
f. Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah;
g. Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah;
h. Menggunakan kebebasan dnegan penuh tanggung jawab;
i. Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun;
Perilaku budaya demokrasi dapat diterapkan di berbagai situasi dan lingkungan,
seperti dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Beberapa contoh
perilaku yang dapat mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi, yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Menghindarkan perbuatan otoriter;
Melaksanakan amanat rakyat;
Melaksanakan hak tanpa merugikan orang lain;
Mengembangkan toleransi antar umat beragama;
Menghormati pendapat orang lain;
Senang ikut serta dalam kegiatan organisasi;
Menentukan pemimpin dengan jalan damai melalui pemilihan;
Menerima perbedaan pendapat.

11

BAB VI
PROBLEMATIKA TEORITIK KEWARGANEGARAAN
ABAD KE-21
Menurut Aziz Wahab (2006) dalam Budimansyah Dasim (2007:hlm.61) bahwa
problematika yang paling signifikan dalam pendidikan kewarganegaraan terutama yang
menjadi landasan dan teorinya dari waktu ke waktu adalah konsep-konsep pendidikan
kewarganegaraan yang telah dikenal secara teoritik dapat dikatakan telah memadai. Namun
yang menjadi persoalannya adalah implikasinya dalam pengajaran yang perlu dipertajam
makna dan pemahamannya.
Ada beberapa tantangan yang berhubungan dengan pemikiran kewarganegaraan.
Diantaranya
1. Masyarakat Sipil
2. Pluralisme
3. Post-modernisme
Herman van Guansteren dalam Sapriya (2006) mengemukakan ada tiga teori dasar
kewarganegaraan yang berkembang dan menjadi kajian ilmiah, yaitu liberalism,
komunitarianism, dan republicanism. Derek Heater dalam bukunya A Brief History of
Citizenship (2004) menyatakan bahwa berdasar sejarah perkembangannya, teori
kewarganegaraan dibedakan antara tradisi republican (the civic republican tradition) dan
tradisi liberal (liberal tradition).
Ronald Beiner dalam buku Theorizing Citizenship (1995), mengemukakan adanya tiga
yang mencakup perspektif teori kewarganegaraan;
a. Teori Kewarganegaraan Liberal (Liberalism)
Teori ini muncul pada abad 17-18 serta berkembang pesat pada abad 19-20. Teori
ini dimulai dari pandangan yang bersifat individualistis. Teori ini bersumber dari
ideology individualism yang berpahamkan kebebasan individu terutama kebebasan dari
campur tangan Negara dan masyarakat. Teori ini juga berpendapat bahwa warga
negara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan pilihan dan hak. Berdasarkan
aksioma, teori ini memandang warga negra secara individual memaksimalkan
keuntungan yang dimilikinya. Teori kewarganegaraan liberal menekankan pada konsep
kewarganegaraan yang berbasis pada hak.
b. Teori Kewarganegaraan komunitarian (Communitarianism)
Teori ini sangat menekankan pada fakta bahwa setiap orang, warganegara perlu
memiliki sejarah perkembangan masyarakat. Individualitas yang dimiliki warga negara
berasal dan dibatasi oleh masayrakat (Sapriya, 2007). Hal itu berdasar keyakinan teori
ini bahea individu dibentuk oleh masyarakat. Perspektif komunitarian menekankan

12

pada kelompok etnis atau kelompok budaya. Komunitarian menekankan pada
kebutuhan untuk menyeimbangkan hak-hak dan kepentingan individu dengan
kebutuhan komunitas sebagai kesatuan dan bahwa individu terbentuk dari budayabudaya dan nilai-nilai komunitas. Komunitatianisme menekankan pentingnya
komunitas dan nilai sosial bersama.
Pokok-pokok ajaran komunitarianisme adalah
 Komunitas adalah arbiter (yang berkewajiban) dalam kehidupan bersama;
 Nilai-nilai sosial adalah kerangka moral kehidupan bersama;
 Nilai-nilai sosial tersebut pada gilirannya merupakan cross societal moral
dialogue
c. Teori Kewarganegaraan Republikan (Republicanism)
Teori ini berpendapat bahwa masyarakat sebagai komunitas politik adlaah pusat
kehidupan politik (Sapriya, 2006). Republikanism menekankan pada ikatan-ikatan sipil
9civic bonds), suatu hal yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal0
ataupun ikatan kelompok (tradisi komunitarian). Liberalism lebih menekankan pada
hak (right), sedangkan republicanism menekankan pada kewajiban (duty).
Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang humanis
merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat bahwa bentuk ideal
dari suatu negara didasarkan pada dua dukungan, yakni civic vertue dari warga
negaranya dan pemerintahan yang republik karena ini merupakan hak yang esensial,
sehingga disebut civic republic. Jadi, kewarganegaraan ini menekankan pada
pentingnya kewajiban (duty), tanggung jawab (responsibility) dan civic virtue
(keutamaan kewarganegaraan) dari warganegaranya.
Menurut cogan, John J. Dan Ray Derricott (1998), karakteristik warganegara abad ke21 adalah
1. Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global;
2. Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas
peran atau kewajibannya dalam amsyarakat;
3. Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan
budaya;
4. Kemampuan berfikir kritis dan sistematis;
5. Memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan HAM;
6. Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa,
guna melindungi lingkungan;
7. Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai;
8. Kemauan dan kemampuan ber[artisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan
pemerintahan lokal, nasional, dan internasional.

13

BAB VII
LANDASAN DAN RASIONAL PKN DI INDONESIA
PANCASILA DAN UUD 1945

 Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan
dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan
tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional tersebut merupakan
suatu supra sistem, yaitu suatu sistem yang besar dan kompleks, yang didalamnya
tercakup beberapa beberapa bagian yang juga merupakan sistem-sistem.
Tujuan sistem pendidikan nasional berfungsi memberikan arah pada semua kegiatan
pendidikan dalam satuan-satuan pendidikan yang ada. Tujuan pendidikan nasional
tersebut merupakan tujuan umum yang hendak dicapai oleh semua satuan
pendidikannya. Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga
negara. Artinya, semua satuan pendidikan yang ada harus memberikan kesempatan
menjadi peserta didiknya kepada semua warga negara yang memenuhi persyaratan
tertentu sesuai dengan kekhususannya, tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, suku bangsa, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat (1)
berbunyi : ”Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
 Landasan Sistem Pendidikan Nasional
 Landasan Pendidikan Nasional
a) Landasan Ideal: Dalam UU Pendidikan No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran sekolah pada BAB III pasal 4 tercantum bahwa
landasan ideal pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang susila
yang cakap dan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
b) Landasan Konstitusional: Pendidikan nasional di dasarkan atas landasan
konstitusional atau UUD 1945 pada BAB XIII pasal 31 yang berbunyi :
Ayat1 : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Ayat2 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran
nasional yang ditetapkan dengan undang-undang.
c) Landasan Operasional: Landasan operasional bagi pembangunan negara ternasuk
pendidikan adalah Ketetapan MPR tentang GBHN. GBHN disebut landasan
operasional karena memberikan garis-garis besar tentang kegiatan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dan negara sesuai
dengan cita-cita, seperti yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945.

14

 Dasar dan Tujuan
Pancasila menjadi dasar sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Sebagai dasar
negara, pandangan hidup bangsa, pancasila merupakan pedoman yang menunjukan
arah, cita-cita dan tujuan bangsa. Seperti kita ketahui, Pancasila terdiri atas :
1. Ketuhanan yang Maha Esa : Pancasila menjamin hak setiap warga Indonesia
memuja Tuhan dan memeluk agamanya masing-masing. Bahwa agama
dipentingkan oleh pemerintah nyata dengan diwajibkannya pelajaran agama di
sekolah, dari SD sampai Perguruan Tinggi. Sekolah berkewajiban membantu
anak-anak hidup menurut agamanya sambil memupuk rasa toleransi, pengertian
dan rasa hormat terhadap penganut agama lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : Nasionalisme yang melewati batas, yakni "
chauvinisme" dapat mengandung bahaya, karena mendewakan negara sendiri
sambil memandang rendah terhadap bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang
berlebihan sering menimbulkan peperangan dan karena itu harus dibatasi. Kerja
sama antar bangsa menjadi syarat mutlak bila kita ingin mencegah pemusnahan
umat manusia dari permukaan bumi ini. Sila Kemanusiaan dalam Pancasila
menghargai manusia dan menghormati setiap bangsa. Atas dasar Kemanusiaan
kita turut berusaha memelihara perdamaian dunia.
3. Persatuan Indonesia : Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan
Tanah Air kita dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap
sangat penting dalam menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan
Negara merupakan syarat mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering
kesatuan negara kita diancam oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan
perkasa. Sekolah berkewajiban untuk memupuk rasa kebangsaan, rasa kesatuan
dan persatuan dalam hati sanubari tiap anak. Mereka harus dengan rasa bangga
dapat mengatakan ''Saya anak Indonesia" dari daerah mana pun mereka berasal.
4. Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan : Asas ini mempunyai pengaruh penting dalam
pendidikan, antara lain dalam huhungan orang tua atau guru terhadap anak. Anak
pun manusia penuh danharus dihormati pendapatnya, harus diberi kesempatan
mengeluarkan pendapatnyasecara bebas, diturutsertakan dalam diskusi dalam halhal yang menyangkut dirinya. Sikap demokrasi menghapuskan sisa-sisa sikap
feodalisme dan kolonialisme yang bertindak otokratis dan otoriter. Dalam metode
mengajar punlebih banyak diadakan diskusi dalam suasana bebas namun
berdisiplin. Anak wanita diberi kesempatan yang sama untuk menempuh
pendidikan apa pun sampai tingkat yang setinggi-tingginya.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia : Mempunyai hak yang sama dalam
memilih wakil rakyat belum cukup.Setiap orang ingin agar kebutuhannya seharihari dipenuhi, seperti makan yangcukup, pakaian, kesempatan berekreasi,

15

memiliki rumah sendiri, menyekolahkananak sampai tingkat yang setinggitingginya, mendapatkan pekerjaan, danmenikmati hari tua yang tenang.
Karena itu, pancasila harus menjadi semua dasar kegiatan pendidikan di
Indonesia. Selain berdasarkan pancasila, pendidikan nasional juga bercita-cita
membentuk manusia yang pancasilais, yaitu manusia yang menghayati dan
mengamalkan pancasila dalam sikap, perbuatan dan tingkah laku, baik dalam
kehidupan ber masyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Fungsi Pendidikan Nasional
o Alat menbangun pribadi,

pengembangan

warga

negara,

pengembangan

kebudayaan, dan pengembangan bangsa Indonesia.
o Menurut UUD RI No. 2 Tahun 1989 BAB II Pasal 3 menerangkan bahwa ”
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia dalam rangka
upaya untuk mewujudkan tujuan nasional”.
 Unsur-Unsur Pendidikan Nasional
Unsur-unsur pokok pendidikan nasional pancasila terdiri dari moral pancasila
berlandaskan moral penghayatan dan pengamalan pancasila, pendidikan agama,
pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan jasmani,
pendidikan kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan kewarganegaraan,
dan pendidikan kesadaran bersejarah.
 Rasional PKn di Indonesia
Sistem Pendidikan Indonesia mengatur bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan
Kewarganegaraan yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945. Hal tersebut dapat kita temui dalam Pasal 37 ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Adanya ketentuan tentang Pendidikan Kewarganegaraan sebagai muatan wajib pada
jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi menunjukkan bahwa mata
pelajaran/mata kuliah ini menempati kedudukan yang strategis dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 3 ayat 2 UU Sistem Pendidikan Nasional). Bahkan dalam

16

pandangan Winataputra (2004) secara filosofis, sosio-politis dan psikopedagosis,
Pendidikan Kewarganegaraan memegang misi suci (mission sacre) untuk pembentukan
watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan menjadikan manusia sebagai warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.

17

BAB VIII
STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA
 Konstitusi RI
Sebelum diamandemen, konstitusi bertugas
Mengangkat dan memberhentikan Presiden
Menentukan GBHN
Setelah Reformasi, UUD mengalami 4 kali amandemen
1. UUD 19945
2. UUD RIS
3. UUDS 1950
4. UUD 1945
 Struktur Pemerintahan RI sebelum Reformasi
Lembaga Tertinggi
Negara (LTTN)

MPR

Pemegang
Kedaulatan Rakyat

Presiden (Pemerintah)
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
Lembaga Tinggi
Negara (LTN)

DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
MA (Mahkamah Agung)
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)

18

 Sruktur Pemerintahan RI Pasca Reformasi
Legislatif

MPR

DPR
DPD

Lembaga Negara
(LN)

Eksekutif

Pemerintah (Presiden)

Yudikatif

KY
MK
MA

Unsur Pengawas
Keuangan
(Eksternal)

BPK

Keterangan:
 Presiden: dibantu oleh para menteri (UU 39/2008)
 DPR: wakil rakyat dari unsur kekuatan politik
 MK: berwenang membatalkan peraturan perundangan setingkat UUD yang melanggar
konstitusi
 KY: mengawasi para hakim agung dan mencalonkan hakim agung
 MA: berwenang membatalkan peraturan perundangan dibawah tingkat UUD
Dalam menjalankan tugasnya, 34 Menteri menangani 47 urusan, dan dibantu oleh 6
pejabat setingkat menteri (Jaksa Agung, KAPOLRI, Panglima TNI, Sekertaris Kabinet,
Unit Kerja Presiden untuk para Menteri (UKP 4), badan intelejen Negara) dan 28 Lembaga
Pemerintah Non Kementrian yang bertanggung jawab kepada presiden melalui perantara
menteri yang bersangkutan.

19

BAB IX
OTONOMI DAERAH

Indonesia berbeda dengan negara seperti Amerika, ataupun negara lain. Karenanya,
Indonesia membutuhkan sistem otonomi daerah. Berikut ini bagan asas-asas pemeerintahan
Asas-asas Pemerintahan

Sentralisasi

Desentralisasi

Dekonsentrasi

Mede Bewind

Keterangan:
 Sentralisasi: pemusatan kekuasaan/ semua urusan ditangani oleh pusat
 Desentralisasi/Otonomi Daerah: hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah pusat yang
diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diurus dan diatur menjadi wilayahnya
sendiri (namun, disebutkan dalam UUD bahwa semua urusan negara diserahkan ke
daerah kecuali keuangan, pertahanan, agama, hukum, ketertiban/pengamanan, urusan
luar negeri).
 Dekonsentrasi: pelimpahan urusan kekuasaan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk dipertanggungjawabkan kepada yang melimpahkan (pemerintah pusat),
dan masih dikontrol penuh oleh pusat.
 Mede Bewind (bahasa Belanda, arti: serta tantra): tugas pembantuan dari pemerintah
pusat apabila daerah tidak bisa menangani tugasnya.
 Tujuan otonomi daerah
1. Meningkatkan kemakmuran daerah yang bersangkutan
2. Meningkatkan pelayanan masyarakat
 Daerah yang mendapat kewenangan dari pemerintah untuk mengurus wilayahnya sendiri
disebut Daerah Otonom.
 Ciri-ciri daerah otonom:
A. Mempunyai DPRD
B. Mempunyai Pemeerintah Daerah (Pemda) seperti Gubernur, Bupati, Walikota,
Perangkat daerah/sekertaris daerah, unsur pelaksana/dinas-dinas, unsur
pendukung/badan pelaksana daerah.
C. Diangkat dan dipilih oleh rakyat
D. Mempunyai APBD

20

 Kewenangan pemerintah
1. Absolut/mutlak: menyelenggarakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
2. Konkuren/bersama: pembagian tugas
 Urusan pemerintahan
A. Wajib: menyangkut harkat dan martabat rakyat daerah yang bersangkutan
B. Pilihan: sangat bergantung pada ke-khasan/ciri khas daerah yang bersangkutan
 Contoh urusan otonomi daerah
Bidang pendidikan:
SD,SMP,SMA

Ditangani oleh pemerintah daerah

Pendidikan Tinggi/Universitas

Ditangani oleh pemerintah pusat

 Dasar pembentukan otonomi
UUD Pasal 18 (sebelum diamandemen)
UUD Pasal 18, 18A, 18B (amandemen ke-2)
 UU mengenai pemerintahan daerah
1. UU No. 5 Tahun 1974 (mengenai pokok pemerintahan daerah) bahwa pemerintahan
daerah dilaksanakan seiring adanya dekonsentrasi, desentralisasi, dan tenaga
pembantu. Adanya instansi vertikal (instansi yang diberi tugas untuk menjalankan
urusan sektor di daerah).
2. UU No. 22 Tahun 1999.
3. UU No. 32 Tahun 2004 (diktum/pergantian/penyempurnaan UU No.22 Tahun 1999)
Menurut UU No. 22 thn. 99 dan UU No. 32 thn. 2004, pemerintahan daerah yanya
ada desentralisasi dan tenaga pembantu. Asas dekonsentrasi dijalankan oleh dua unsur:
A. Gubernur/Kepala Daerah disebut/dianggap wakil pemerintah pusat di daerah.
B. Instansi vertikal (kanwil keuangan, kanwil keamanan, kanwil agama, dll) belum
diserahkan urusannya.
 Perbedaan desentralisasi Indonesia dengan negara lain
Indonesia

Amerika
Membentuk daerah otonom (federasi)

Memerdekakan diri

Memproklamirkan diri menjadi negara
federal

Membentuk daerah otonom

Indonesia telah mengalami 8 kali perubahan UUD tentang pemerintahan daerah. Pada
1945 UUD perda mengenai kedudukan KNIP, kepala daerah dibagi menjadi 2
1) Perangkat pusat Sekaligus menjadi
2) Perangkat daerah ketua KNID
3)

21

A. Struktur Pemerintahan Daerah Tingkat Provinsi

Struktur Pemerintahan Daerah

Pemda

DPRD

Kepala Daerah/Gubernur

2)Sekertaris
DPRD

Wakil

3)Bawasda/
Inspektorat
Daerah

1) Sekda/
Sekertariat
Jenderal

4)DinasDinas

5)Lembaga
Teknis Dinas
Lembaga Teknis
Sipil
Bapedan
Bapedalda

Keterangan:
Perangkat Daerah:
1) Unsur Pembantu
Pimpinan
2) Unsur Pembantu
Pimpinan (DPRD)
3) Unsur Pengawasan
4) Unsur Pelaksana
5) Unsur Penunjang

22

B. Struktur Pemerintahan Daerah Tingkat Kabupaten/Kota
Struktur Pemerintahan Daerah

Kepala Daerah
Perangkat Daerah
Wakil
Sekda
Sekretariat DPRD
Dinas-dinas

*Kelurahan: Terletak di kota,
kepala kelurahan diangkat
oleh pejabat yang berwenang
(bupati).

Lembaga Teknis Dinas
Kecamatan

*Desa: Terletak di kabupaten,
kepala desa dipilih oleh
rakyat, kemudian disahkan
oleh pejabat yang berwenang.

Kelurahan

Desa

Indonesia menganut sistem otonomi daerah yang dipengaruhi oleh penjajah (Belanda)
pada 1903 yang menganut asas Desentralisasi Wet, di mana Gubernur Jenderal menguasai:
o Gewest (Provinsi)
o Residence (Keresidenan)
Harus dikepalai/diketuai oleh orang Belanda
o Afdeling (Assisten Residence)
o Bupati (Kabupaten)
o Distric (Kawedanan)
Boleh diketuai oleh pribumi
o Onder Distric (Kecamatan)
o Desa (Desa/Kelurahan)

23