BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Rumah Tangga 2.1.1 Definisi Limbah Rumah Tangga - Fitoremediasi Limbah Rumah Tangga oleh Tanaman Wlingen (Scirpus grossus), Kiapu (Pistia stratiotes), dan Teratai (Nymphea firecrest)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Rumah Tangga

2.1.1 Definisi Limbah Rumah Tangga

  Ada beberapa batasan yang telah dikemukakan mengenai limbah rumah tangga, yang pada umumnya didasarkan pada komposisi serta darimana limbah tersebut berasal. Air limbah atau air kotor atau air bekas adalah air yang tidak bersih mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kesehatan manusia atau hewan dan lazimnya muncul karena perbuatan manusia (Azwar, 1995) . Menurut Metcalf dan Eddy (1991) memberi batasan tentang air buangan (waste

  

water ) sebagai kombinasi dari cairan dan sampah-sampah cair yang berasal dari

  daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air hujan yang mungkin ada. Apabila kedua batasan tersebut digabungkan, dapat dirumuskan suatu batasan yang lebih jelas, bahwa air buangan adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Sumirat, 1996).

  Menurut Health Departement of Western Australia, air limbah terdiri dari 99,7% air dan 0,3% bahan lain, sedangkan menurut Sugiharto (1987) air limbah terdiri dari 99,9 % air dan 0,1% bahan lain seperti bahan padat, koloid dan terlarut. Bahan lain tersebut terbagi atas bahan organik dan anorganik. Bahan organik dalam air limbah terbagi atas protein, karbohidrat dan lemak, sedangkan bahan anorganiknya terbagi menjadi butiran garam dan metal (Sugiharto, 1987).

  Air Limbah Air (99,9%) Bahan Padat (0,1%)

  Anorganik Organik

Gambar 2.1 Skema Pengelompokan Bahan yang Terkandung dalam Air Limbah (Sugiharto, 1987)

  Khusus untuk limbah rumah tangga, didefinisikan sebagai air yang telah digunakan yang berasal dari rumah tangga atau pemukiman, perdagangan, daerah kelembagaan dan daerah rekreasi, meliputi air buangan dari kamar mandi, WC, tempat cuci atau tempat memasak (Sugiharto, 1987). Air limbah domestik, menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik disebutkan pada Pasal 1 ayat 1, bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.

  Kualitas air sungai secara umum dari hulu ke hilir semakin menurun. Salah satu penyebabnya adalah adanya aliran air limbah domestik yang berasal dari permukiman di sekitar sungai. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cordova (2008) pada air limbah domestik di Perumnas Bantar Kemang bahwa dari pendugaan beban pencemaran dari pendekatan per rumah dan saluran akhir

  (outlet) maka dapat diketahui jumlah beban yang dihasilkan sangat besar. Besarnya beban pencemaran dari setiap parameter kualitas limbah domestik cair setiap hari dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 merupakan tabel pendugaan beban pencemaran dengan pendekatan beban yang dihasilkan per rumah, sedangkan Tabel 2.2 merupakan tabel pendekatan beban pencemaran dengan pendekatan beban pencemaran ditinjau dari saluran akhir.

  per Rumah Parameter Beban (kg/rumah/hari) Beban (kg/hari)

  TSS 70,19 81981,67 BOD 326,12 380908,37 Minyak dan Lemak 6,00 7008,48 Detergen 2,49 2907,49

  Sumber: Cordova (2008)

Tabel 2.2 Beban Pencemaran Perumnas Bantar Kemang dengan Pendekatan Saluran Akhir (outlet)

  Parameter Beban (kg/rumah/hari) Beban (kg/hari)

  TSS 48,33 4891,13 BOD 495,39 50131,17 Minyak dan Lemak 7,39 748,17 Detergen 4,00 404,78

  Sumber: Cordova (2008)

  Menurut Cardova (2008) adanya perbedaan pendugaan beban pencemaran yang dihasilkan antara pendekatan per rumah dengan pendekatan saluran akhir, hal ini diduga karena adanya kebocoran pada saluran pembuangan limbah.

2.1.2 Kualitas dan Kandungan Limbah Rumah Tangga

  Air limbah domestik yang dilepas ke lingkungan khususnya sungai harus memenuhi standar baku mutu air limbah domestik. Baku mutu air limbah domestik adalah batas atau kadar unsur pencemar atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dilepas ke air permukaan. Sesuai dengan lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan parameter kunci untuk air limbah domestik adalah BOD, TSS, pH, serta lemak dan minyak. Baku mutu air limbah domestik dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Baku Mutu Air Limbah Domestik Parameter Satuan Kadar Maksimum

  • pH

  6 – 9 BOD mg/l 100 TSS mg/l 100 Minyak dan Lemak mg/l

  10 Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Ada banyak jenis senyawa kimia yang terkandung dalam limbah cair, sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar dari kandungan tiap jenis senyawa kimia tersebut, maka karakteristik limbah cair biasanya dinyatakan dengan parameter lain. Adapun bahan pencemar yang dibuang dari limbah cair rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Jumlah Rata-rata Bahan Pencemar yang Dibuang Melalui Air Limbah Rumah Tangga (Penghuni 2 Orang)

  Pencemar Air Seni Cuci dan Dapur

  Penyakit menular Sedikit atau nihil Sedikit

  2,47

  Fosfor (mg/hari) 0,38-1,23

  Nitrogen (mg/hari) 27,40 2,47 Kalium (mg/hari) 6,30 1,37 Bahan organik yang berbahaya Sisa-sisa obat Kemungkinan ada bagi lingkungan Air kotor (termasuk untuk 60-100 250-500 membersihkan (kg/hari)

  Sumber: Andiese (2011)

  Menurut hasil penelitian Tangahu dan Warmadewanthi (2001) di perumahan ITS – Sukolilo - Surabaya diketahui bahwa nilai rata-rata karakteristik limbah rumah tangga melampaui dari Baku Mutu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003. Nilai rata-rata tersebut dapat dilihat pada Tabel

  2.5. Sedangkan konsentrasi rata–rata untuk parameter limbah rumah tangga menurut Sundstrom dan Klei (1979) pada Tabel 2.6.

Tabel 2.5 Nilai Rata–rata Karakteristik Limbah Rumah Tangga Parameter Satuan Nilai Rata-Rata

  6,92 - pH BOD

  5 mg/l 195

  COD mg/l 290 TSS mg/l 480

  o

  Suhu C

  29 Sumber: Tangahu dan Warmadewanthi (2001) Fisik

Tabel 2.6 Komposisi Kandungan Fisik, dan Kimia Limbah Rumah Tangga Parameter Konsentrasi Nilai Kisaran Rata-Rata

  • Zat padat, total
  • Mudah menguap
  • Tercampur • Tercampur, volatil
  • Terlarut • Terlarut, volatil
  • 300 - 1300 mg/l
  • 700 mg/l
  • 50 - 200 mg/l
  • 100 mg/l
  • 100 - 400 mg/l
  • 220 mg/l
  • 70 - 30 mg/l
  • 150 mg/l
  • 250 - 850 mg/l
  • 500 mg/l
  • 100 - 300 mg/l
  • 150 mg/l

  Kimia

  5

  • BOD
  • 100 - 400 mg/l
  • 250 mg/l
  • COD
  • TOD
  • TOC
  • Nitrogen 
  • 200 - 1000 mg/l
  • 500 mg/l
  • 100 mg/l
  • 500 mg/l
  • 100 - 400 mg/l
  • 250 mg/l
  • 15 - 90 mg/l
  • 40 mg/l
  • 1 - 15 mg/l
  • 7,5 mg/l
    • Organik 

  Total sebagai N

  Ammonia

  • 5 - 15 mg/l
  • 8,5 mg/l
  • Fosfor 
    •  5 - 20 mg/l

    •  1 - 15 mg/l

    • 40 mg/l
    • 7,5 mg/l

  Total (sebagai P)

  • Organik 
  • 5 - 15 mg/l
  • 8,5 mg/l

  Anorganik

  • PH
  • Kalsium • Klorida • Sulfat
  • 7,0 – 7,5
  • 7,0
  • 30 - 50 mg/l
  • 40 mg/l
  • 30 - 85 mg/l
  • 50 mg/l
  • 20 - 60 mg/l
  • 40 mg/l

  Sumber : Sundstrom dan Klei (1979)

  Secara singkat kandungan limbah rumah tangga dijelaskan sebagai berikut (Suriawiria, 2003): a. Sifat fisik Sifat fisik limbah yang penting untuk diketahui meliputi beberapa aspek, antara lain, suhu, kekeruhan dan padatan tersuspensi. Sifat-sifat fisik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1)

  Suhu Suhu limbah rumah tangga dipengaruhi oleh proses yang dialami pada

  Pada umumnya suhu limbah rumah tangga lebih tinggi dari suhu normal air,

  o

  bahkan limbah dari sumber tertentu dapat mencapai 40–50

  C, misalnya dari sumber-sumber yang aktivitasnya menggunakan pencucian dalam keadaan panas.

  Efek terpenting dari suhu tinggi pada limbah adalah turunnya kadar oksigen terlarut yang menyebabkan terjadinya pembusukan. Bau yang timbul pada limbah rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh kehadiran mikroorganisme seperti bakteri, algae, serta adanya gas H

2 S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik atau oleh adanya zat-zat organik (Suriawiria, 2003).

  2) Kekeruhan

  Kekeruhan pada limbah rumah tangga ditimbulkan oleh adanya bahan- bahan anorganik dan organik yang terkandung di dalam limbah berupa zat-zat yang mengendap, tersuspensi dan terlarut (Suriawiria, 2003). Walaupun kekeruhan itu sendiri bukan bahan pencemar, sifat ini disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi (bahan organik, mikroorganisme dan partikel cemaran lain). Kekeruhan merupakan sifat optik yang menyebabkan sinar tersebar atau diserap dan diukur dengan turbidimeter. Biasanya tingkat kekeruhan pada limbah rumah tangga cukup tinggi (tergantung pada sumbernya) dan akan terus meningkat di lingkungan apabila tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu (Suriawiria, 2003). 3)

  Padatan Tersuspensi Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap secara langsung. Penentuan padatan digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air buangan domestik (Fardiaz, 1992).

  

Kandungan jumlah zat padatan terlarut berpengaruh terhadap kesadahan air yaitu

garam-garam kalsium, sulfat dan klorida, semakin tinggi zat padatan terlarut di dalam

air semakin tinggi pula nilai kesadahan dan kadar garamnya, sehingga akan

menurunkan kandungan oksigen yang terlarut dalam air (Fardiaz 1992).

  Zat padat yang bisa mengendap adalah zat padat yang akan mengendap pada kondisi tanpa bergerak atau diam kurang lebih selama satu jam sebagai akibat gaya beratnya sendiri. Besarnya endapan dinyatakan dengan miligram setiap liter limbah. Hal ini sangat penting untuk mengetahui derajat pengendapan dari jumlah endapan yang ada di dalam suatu badan air (Jenie & Rahayu, 1993).

  b. Sifat Kimia Kandungan bahan kimia limbah rumah tangga dapat merusak lingkungan melalui beberapa cara. Bahan organik terlamt dapat menghabiskan oksigen di dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap. Selain itu bahan organik akan berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan beracun. Sifat bahan-bahan kimia di dalam limbah yang penting untuk diketahui : 1)

  Nilai pH Nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam limbah dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen. Adanya karbonat hidroksida dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Sementara adanya asam-asam mineral 5,0-9,0 (Saeni, 1989). Limbah rumah tangga dengan pH yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjemihannya.

  Rendahnya nilai pH di suatu mata air dapat berkaitan dengan nilai sulfatnya yang tinggi (Arthana, 2004).

  2) Daya Hantar Listrik (DHL)

  Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan limbah untuk menghantar listrik. Sifat tersebut tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air, oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi kenaikan DHL. Daya hantar listrik suatu perairan alami berkisar antara 50-1500 pmholcm, dan pada perairan yang dasarnya terdiri atas mineral yang mudah larut misalnya natrium, magnesium, klorida, dan sulfat, nilai DHL-nya dapat bertambah (Saeni, 1989).

  3) Biological Oxygen Demand (BOD)

  Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan salah satu parameter

  kualitas limbah yang penting untuk diketahui, karena BOD tersebut menunjukkan banyaknya oksigen yang digunakan bila bahan organik dalam limbah dirombak secara biologis (Saeni, 1989). Mikroorganisme dapat mengoksidasi senyawa yang mengandung karbon dan senyawa-senyawa nitrogen. Bakteri yang mengoksidasi nitrogen bersifat autotrof, dan secara normal tidak banyak terdapat di dalam limbah rumah tangga yang segar.

  Limbah rumah tangga yang tidak mengandung limbah industri, BOD-nya umumnya lebih tinggi, sehingga BOD limbah seperti itu sering lebih dari 1000 ppm (Jenie & Rahayu, 1993). Limbah dengan BOD tinggi tidak dapat mendukung kehidupan organisme yang membutuhkan oksigen. Uji BOD adalah salah satu metode analisis yang paling banyak digunakan dalam penanganan limbah. Uji tersebut mencoba untuk menentukan kadar pencemaran dari suatu limbah, dalam pengertian, kebutuhan mikroba terhadap oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organik yang ada dalam limbah.

  Lee et al. (1978) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD

  5 -nya, seperti disajikan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD No. Nilai BOD

5 Status Kualitas Air

  1. Tidak tercemar ≤ 2,9

  2. 3,0 – 5,0 Tercemar ringan 3. 5,1 – 14,9 Tercemar sedang

  4. Tercemar berat ≥ 15

  Sumber : Lee et al., 1978

  4) Chemical Oxygen Demand (COD)

  Chemical Oxygen Demand (COD) limbah adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter limbah.

  Nilai COD yang tinggi menunjukkan adanya pencemaran oleh zat-zat organik yang tinggi (Saeni, 1989). Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) umumnya lebih

  

besar dari Biochemical Oxygen Demand (BOD) karena COD merupakan total dari

bahan organik yang terkandung pada limbah, sedangkan BOD hanya merupakan

bahan organik yang mudah didegradasi (Paramita et al., 2011)

  5) Dissolved Oxygen (DO) Oksigen merupakan zat kunci dalam menentukan keberadaan kehidupan dalam air atau limbah. Kekurangan oksigen akan berakibat fatal untuk kebanyakan hewan akuatik seperti ikan. Adanya oksigen juga dapat menyebabkan keadaan yang fatal bagi banyak jenis mikroba anaerob. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selalu merupakan hal yang utama yang harus diukur dalam menentukan kualitas air atau limbah (Saeni, 1989). Oksigen memegang peranan penting dalam pengolahan limbah secara biologik, karena bila oksigen bertindak sebagai aseptor hidrogen akhir, mikroorganisme akan memperoleh energi maksimum. Untuk mempertahankan sistem aerobik diperlukan konsentrasi oksigen terlarut minimal 0,5 mg/l (Jenie & Rahayu, 1993).

  5)

  2 )

  Karbon Dioksida (CO Gas CO di dalam limbah dihasilkan oleh proses pernafasan

  2

  mikroorganisme, proses sedimen, atau masuk melalui atmosfer. Gas CO

  2 dibutuhkan untuk proses biomass secara fotosintesis oleh ganggang, dan dalam beberapa hal merupakan faktor pembatas. Tingginya kandungan CO

  2 yang

  dihasilkan oleh proses perombakan bahan organik dapat menyebabkan pertumbuhan ganggang yang sangat cepat dan kenaikan produktivitasnya (Saeni, 1989). 6)

  Fosfor urine manusia dan hewan. Selain itu dapat pula berasal dari bahan-bahan pembersih yang digunakan di rumah tangga. Menurut Saeni (1989) senyawa fosfat merupakan salah satu senyawa esensial untuk pembentuk protein, pertumbuhan alge dan pertumbuhan organisme perairan. Di perairan alam fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu fosfat organik (tidak terlarut), polifosfat (setengah terlarut) dan ortofosfat (terlarut) (Saeni, 1989).

  Fosfor terdapat di dalam limbah melalui hasil buangan manusia, baik secara langsung maupun berupa sisa-sisa aktivitas terutama dari air mandi dan bekas cucian. Sebagian besar fosfor yang terdapat dalam limbah cair rumah tangga adalah dalam bentuk ortofosfat, yakni dapat mencapai 80% dari total fosfat yang ada di dalam limbah tersebut (Sugiharto, 1987). Menurut Barbieri dan Simona (2003), perairan yang tercemar limbah organik, khususnya organik fosfat akan meningkatkan tegangan permukaan air dalam bentuk lapisan tipis, sehingga dapat menghalangi difusi O

2 dari udara ke dalam badan air.

  7) Nitrogen

  Di dalam limbah, nitrogen dapat berada dalam bentuk-bentuk ammonia, nitrit dan nitrat. Konsentrasi tinggi dari berbagai bentuk nitrogen beracun terhadap flora dan fauna tertentu. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam keadaan terlarut atau sebagai bahan tersuspensi, dan merupakan senyawa yang sangat penting dalam air dan memegang peranan sangat kuat dalam reaksi-reaksi biologi pertumbuhan ganggang dan pertumbuhan lainnya (Saeni, 1989).

  Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa akumulasi ammonia dalam air budidaya mengakibatkan berbagai macam kerusakan terhadap organisme, terutama kerusakan pada fungsi dan struktur organ (Sutomo, 1989). Bentuk lainnya dari senyawa nitrogen dalam air laut yang dapat menimbulkan masalah adalah senyawa nitrit. Di dalam air laut nitrit timbul sebagai hasil oksidasi biokimia dari ammonia atau reduksi nitrat. Konsentrasi nitrit yang tinggi kemungkinan terjadi dalam beberapa jenis limbah industri dan proses pemurnian air. Beberapa tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan baik jika di dalamnya terdapat nitrit. Adanya nitrit pada tubuh manusia dan hewan dapat merusak sistem pernafasan dan paru-paru. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nitrit mempengaruhi cara kerja sel-sel tertentu sehingga mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit dan mempengaruhi kerja enzim tertentu dalam tubuh (Susana, 2004).

  8) Sulfur

  Penggunaan sulfur-dioksida dan natrium-bisulfida dalam pengolahan bahan pangan terutama buah-buahan, menyebabkan kadar sulfur dalam limbah menjadi tinggi. Bahan tersebut terutama terdapat sebagai ion-ion sulfit dan sulfat. Sulfida juga membutuhkan lebih banyak oksigen bila terdapat di dalam perairan. Oleh karena sulfida menyebabkan bau dan rasa yang tidak diinginkan, maka sebagai sumber air minum (Jenie & Rahayu, 1993).

  Sulfat dapat terjadi secara alami pada berbagai sumber air dan juga pada limbah. Sulfat dapat direduksi menjadi sulfit dan hidrogen-sulfida oleh bakteri pada situasi tanpa udara (anaerob). Gas H

  2 S yang terbentuk dan bercampur

  dengan limbah akan menyebabkan terjadinya karat pada pipa-pipa mesin yang apabila terbakar akan menimbulkan kerusakan pada peralatan mesin tersebut (Jenie dan Rahayu, 1993). Menurut Haris (2003) ditemukan bahwa proses reduksi sulfat secara biologis dapat berlangsung secara efektif pada waktu tinggal hiraulis (hydraulic retention time = HRT) yang sangat rendah 1,2 jam dan pada kisaran pH netral.

  9) Besi (Fe)

  Besi merupakan salah satu unsur yang penting di dalam air, sehingga kehadirannya di dalam limbah sering menjadi masalah. Besi adalah zat terlarut yang sangat tidak diinginkan karena dapat menimbulkan bau yang tidak enak pada air minum apabila mencapai konsentrasi 0,31 mg/l. Besi (Fe) dapat ditentukan dengan mengubah ferro menjadi ferri dengan mengoksidasinya menggunakan kalium persulfat atau hidrogen peroksida. Selanjutnya ferri direaksikan dengan kalium thiosianat akan membentuk senyawa ferrithiosianat yang berwama merah. Intensitas wama merah dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 480 nm (Momon & Lya, 1997).

  10) Protein di dalamnya tanaman dan binatang bersel satu, dengan jumlah kandungan yang sangat bervariasi mulai dari yang rendah sampai yang tinggi seperti pada jaringan lemak dan daging (Sugiharto, 1987). Protein sangat kompleks struktur kimianya dan tidak stabil, akan berubah menjadi bahan lain pada proses dekomposisi.

  Protein merupakan penyebab utama terjadinya bau karena adanya proses pembusukan dan penguraian.

  11) Karbohidrat

  Karbohidrat banyak terdapat di alam seperti gula, kanji, selulosa dan kayu yang dapat dijumpai pada limbah rumah tangga. Karbohidrat mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, biasanya berisikan 6 atau kelipatan 6 atom karbon pada suatu molekul. Hidrogen dan oksigen selalu ada di dalam air (Connel & Miller, 1995).

  12) Lemak dan Minyak

  Lemak dan minyak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga banyak didapatkan di dalam limbah. Lemak tergolong pada bahan organik yang tetap dan tidak mudah untuk diuraikan oleh bakteri (Lies et al., 1999).

  Di dalam limbah, sebagian besar minyak akan mengapung, namun ada pula diantaranya yang mengendap di dalam lumpur. Apabila minyak dan lemak berupa semacam selaput, sehingga mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan air. Kadar lemak yang dapat diperbolehkan dalam limbah adalah sebesar 15-20 mg/l (Sugiharto, 1987). 13)

  Detergen Detergen adalah golongan dari molekul organik yang digunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih supaya didapatkan hasil yang lebih baik.

  Menurut Saeni (1989) ada dua jenis detergen, yaitu detergen anionik dan kationik. Hanya jenis anionik yang umum dipakai untuk keperluan rumah tangga.

  Bahan dasar detergen adalah minyak nabati atau minyak bumi. Fraksi minyak bumi yang dipakai adalah senyawa hidrokarbon parafin dan olefin.

  Penghasil utama dari bahan tersebut adalah limbah yang berasal dari rumah tangga atau pemukiman (Ekha, 1993).

  Hasil penelitian sebelumnya oleh Hermawati et al. (2005) diketahui bahwa parameter kualitas air limbah detergen (konsentrasi 100%) berupa pH dan suhu berada di atas baku mutu limbah yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No: 660.1/02/1997, sedangkan untuk parameter kadar fosfat nilainya berada di bawah Baku Mutu Limbah. Pengenceran air limbah dengan air ledeng mempengaruhi parameter kualitas air limbah detergen. Pengenceran akan menurunkan nilai pH, suhu, alkalinitas, kadar sulfat dan fosfat air limbah detergen. Adapun nilai parameter air limbah detergen dalam beberapa konsentrasi dapat dilihat dari Tabel 2.8.

  

Konsentrasi

Parameter Konsentrasi detergen (%)

  20

  40 60 100 BMLC

  pH 7,85 9,31 9,75 9,94 12 6-9 DO (mg/L) 8,07 6,35 4,00 2,50 1,03

  6

  o

  Suhu (

  C) 30,6 31,6 31,7 32,4

  33

  30 Alkalinitas (mg/L) 57 72,7 1200 - 117,7 127,7 Sulfat (mg/L)

  3 - 0,1300 1,500 2,300 2,900 Fosfat (mg/L) 0,8000 2,000 2,000 2,900

  4

  4 Sumber : Hermawati et al. (2005)

2.1.3 Efek Buruk Limbah Rumah Tangga

  Beberapa gangguan yang terjadi sebagai efek dari limbah yaitu sebagai berikut : a. Gangguan terhadap kesehatan

  Limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia, mengingat banyaknya penyakit yang dapat ditularkannya. Sebagai media pembawa penyakit, di dalam limbah banyak terdapat mikroba patogen yang dapat mengganggu kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Limbah rumah tangga yang mengandung ekskreta yakni tinja dan urine, sangat berbahaya karena banyak mengandung mikroba patogen. Mikroba patogen tersebut mempunyai kemampuan hidup dan bertahan di dalam lingkungan dalam jangka waktu tertentu, tergantung jenis mikrobanya (Sumirat, 1996).

  Mikroba patogen yang memasuki perairan merupakan penyebab berbagai macam penyakit menular. Beberapa jenis mikroba patogen yang penyebarannya

  2.9. Tabel 2.9 Mikroba yang Penyebarannya Melalui Air dan Penyakit yang

  Ditimbulkan Mikroba Penyakit

  Virus :

  Rotavirus Virus hepatitis A V.poIiomyelitis

  Bakteri :

  Vibrio cholerae Escherichia coli enterogenik Salmonella typhi Shigella dysentriae

  Protozoa :

  Entamoeba histolytica Balantidia coli Giardia lamblia

  Metazoa :

  Ascaris lumbricoides Clonorchis sinensis Diphylobotrium latum Taenia saginata Taenia solium Schistosoma

  diare hepatitis A polio kolera diare/ dysentri thypus abdominalis dysentri dysentri amoeba balantidiasis giardiasis ascariasis chlonorchiasis diphylobothriasis taeniasis taeniasis schistosomiasis

  Sumber : KLH (2004) b. Gangguan terhadap biota perairan Tingginya kadar bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah menyebabkan turunnya kadar oksigen yang terlarut di dalamnya. Hal tersebut akan mengganggu kehidupan yang membutuhkan oksigen di dalam air.

  Kematian di dalam limbah, selain disebabkan oleh kurangnya oksigen terlarut, juga disebabkan oleh adanya zat-zat beracun. Kematian yang terjadi berperan dalam proses penjernihan limbah. Akibatnya proses penjernihan limbah menjadi terhambat (Lay & Hastowo, 1992).

  c. Gangguan terhadap keindahan Banyaknya bahan organik yang terdapat di dalam limbah menyebabkan terjadinya proses-proses pembusukan yang menghasilkan bau sangat mengganggu. Selain menimbulkan bau busuk, proses tersebut juga akan menyebabkan kondisi limbah menjadi licin atau berlendir dengan penampakan yang sangat buruk (Connel & Miller, 1995).

  Dampak lain dari tingginya kadar bahan organik di dalam limbah adalah terbentuknya warna hitam atau warna lain yang sangat mengganggu pemandangan. Hal tersebut akan menjadi lebih parah jika terjadi pada kawasan rekreasi.

  d. Gangguan terhadap benda dan barang Apabila limbah mengandung karbon dioksida yang agresif maka akan mempercepat terjadinya proses pengaratan pada benda yang terbuat dari besi yang dilalui oleh limbah tersebut. Limbah yang berkadar pH rendah ataupun yang tinggi juga akan menimbulkan pula kerusakan terhadap benda-benda yang dilaluinya (Pandyo, 2012).

  Lemak yang berupa zat cair pada waktu dibuang ke saluran akan menumpuk secara kumulatif pada saluran karena mengalami pendinginan dan akan menempel pada dinding saluran, yang pada akhirnya akan menyumbat aliran

2.2 Fitoremediasi

2.2.1 Definisi fitoremediasi

  Pencemaran lingkungan di berbagai negara, termasuk Indonesia, sudah sangat kompleks dan mengkhawatirkan seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Salah satu teknik dalam memperbaiki kualitas lingkungan yang tercemar adalah dengan teknik fitoremediasi. Menurut Priyanto dan Prayitno (2005), fitoremediasi berasal dari kata phyto (asal kata Yunani

  phyton ) yang berarti tumbuhan/tanaman (plant) dan kata remediation (asal kata

  Latin remediare = to remedy) yaitu memperbaiki/menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik. Menurut Chaney et al. (1995) fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air. Pencucian bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya.

  Ekosistem rawa memiliki kemampuan alamiah untuk menghilangkan pencemaran bahan organik dan anorganik. Kemampuan ini terutama disebabkan adanya tumbuhan air yang berperan sebagai pengolah limbah. Tumbuhan air yang muncul di permukaan air mampu mengasimilasi senyawa organik dan anorganik di bawah tanah dan keluar dari akar, selanjutnya mengoksidasi substrat di sekeliling akar (Reed et al.,1987). Upaya penanganan limbah dan pencemaran lingkungan dengan mengunakan vegetasi dikenal sebagai suatu proses fitoremediasi (Priyanto & Prayitno, 2005).

  Konsep fitoremediasi sebenamya sudah cukup lama dikenal, terutama untuk penanganan air limbah dengan menggunakan sistem lahan basah, lahan alang-alang dan tanaman apung dan untuk bioindikator adanya pencemaran air dan udara (Cunningham, 2005). Akhir-akhir ini konsep fitoremediasi tersebut telah diaplikasikan untuk tanah yang tercemar. Aplikasi fitoremediasi untuk penanganan masalah limbah dapat dilakukan baik secara in situ maupun secara ex situ dengan menggunakan berbagai bentuk reaktor (Priyanto & Prayitno, 2005).

  Menurut hasil pengabdian masyarakat oleh Kusrijadi (2009) dalam proses pengolahan limbah rumah tangga menggunakan bambu air, melati air, rumput hias air bahwa dapat dilihat keberhasilan pembuatan pengolahan limbah secara fitoremediasi ditandai dengan pertumbuhan yang baik dari tanaman juga dengan Fisik

  melihat kualitas air hasil pengolahan dengan sistem fitoremediasi. Secara fisik outlet dari sistem fitoremediasi menunjukkan sifat air yang lebih jernih, tidak berbau dan kadar busa sisa pencucian yang rendah. Secara analisis kimia ditunjukkan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Komposisi Kandungan Fisik, dan Kimia Limbah Rumah Tangga

  

Hasil Fitoremediasi dengan Bambu Air, Melati Air, dan Rumput Hias

Parameter Konsentrasi Nilai Inlet Outlet

  • TDS
  • DHL
  • Kesadahan • Kekeruhan Kimia • Fe • CO
  • 302 mg/l
  • 220 mg/l
  • 450 mg/l
  • 330 mg/l
  • 120 mg/l
  • 90 mg/l
  • 40 mg/l
  • 10 mg/l
  • 1
    • 45

  • OH
    • HCO

  3 2-

  3 2-

  45

  1

  • Bakteri • PH
  • 5 Cfu/100ml
  • 4 Cfu/100ml
  • 6,4
  • 6,2

  Sumber : Kusrijadi (2009)

  Secara kimiawi proses pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem fitoremediasi ini belum memberikan hasil yang optimal, namun demikian terdapat beberapa catatan dari hasil analisis kimia yaitu menurunnya kadar kesadahan dan konsentrasi bakteri dalam air yang menunjukkan telah terjadinya proses akumulasi garam kalsium oleh tanaman dan peningkatan kualitas air dilihat dari segi biota yang tumbuh dalam sistem air hasil olahan secara fitoremediasi (Kusrijadi, 2009).

2.2.2 Jenis-jenis Proses Fitoremediasi

  Menurut Kelly (1997) ada lima proses fitoremediasi yaitu antara lain:

  a. Phytoacumultion

  Phytoacumultion atau nama lainnya phytoextraction yaitu proses

  tumbuhan yang menarik zat kontaminan sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan. Proses ini juga dikenal hiperakumulasi. Kepentingan pengestrakan hiperakumulator yaitu tumbuhan yang memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap logam berat dan berupaya untuk menyerap kuantitas logam berat yang banyak (Kelly, 1997). Contoh tumbuhan untuk metode jenis ini adalah Wolffia polyrrhiza .

  b. Rhizofiltration

  Rhizofiltration yang juga dikenal sebagai phytofiltration merupakan proses

  adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar tumbuhan tersebut. Proses ini hampir sama dengan pyhtoextraction tetapi yang membedakannya adalah metode remediasi air kontaminan dibandingkan estrakan yang dilakukan atas tanah yang tercemar. Untuk metode ini, ada penelitian terdahulu yang dilakukan dengan menanam bunga matahari di dalam kolam yang mengandung bahan kimia radioaktif yang dilakukan di Chernobyl, Ukraina.

  Contoh tumbuhan yang menjalani proses ini adalah bunga matahari (Helianthus annuus L .) dan kacang (Phaseolus vulgaris L. var. Vulgari) (Kelly, 1997). c. Phytostabilization

  Phytostabilization adalah satu proses dimana penempelan zat-zat

  kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat ini menempel erat dan stabil pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air di dalam medium tersebut (Kelly, 1997). Tumbuhan yang mengaplikasi proses ini adalah tulip poplars dan sawi (Brassica juncearugosa).

  Rhyzodegradation disebut juga sebagai "Enhanced rhezosphere

biodegradation or plented-assisted bioremediation degradation " yaitu proses

  penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada di sekeliling tumbuhan. Nama lain untuk proses ini adalah "phytodegradation" atau "phytotransformation" merupakan proses yang dilakukan untuk menguraikan zat kontaminan yang memiliki rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna untuk pertumbuhan tanaman itu sendiri. Untuk proses ini, ia bertahan pada daun, batang, akar ataupun juga di luar sekitar akar dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri (Kelly, 1997).

  e. Phytovolatilization

  Phytovolatilization juga adalah proses menarik dan transpirasi zat

  kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi yang berikutnya akan menguap ke ruang atmosfer. Ia akan berjalan sepanjang sistem vaskular tanaman tersebut dimulai dari tanah, akar dan terus ke daunnya. Secara umum, tumbuhan dapat menyerap air sekitar 200 liter hingga 1000 liter sehari untuk setiap batangnya. Dari proses fitoremediasi yang berbagai jenis ini, ada banyak temuan dari penelitian yang potensial. Antara temuan-temuan yang telah diperoleh adalah penemuan logam- logam berat pada bagian komponen tumbuhan seperti akar, daun dan batang, dan juga adanya efek perubahan bentuk bahan kimia organik yang ada di dalam

  2.2.3 Kelebihan Proses Fitoremediasi

  Kelebihan proses ini yang utama yaitu biaya yang lebih murah dibandingkan metode olahan air limbah dan sisa kimia yang lain. Kemudian tanah akan mengalami perbaikan akibat dari tindakan aktivitas akar pohon dan menyebabkan tanah menjadi lebih subur, sehingga pencemaran terhadap tanah dapat dikurangi secara konsisten dan tidak dampak besar yang terjadi dengan menggunakan metode ini. Penanaman tumbuhan dan pohon pada permukaan tanah dan air juga mampu mengurangi risiko erosi dari air dan juga angin di samping dapat meningkatkan nilai seni dan nilai estetika yang bisa dibentuk di daerah ini seperti dengan menjadikan kawasan ini sebagai pusat atraksi turis dan juga area rekreasi (Connel & Miller, 1995).

  2.2.4 Kekurangan Proses Fitoremediasi

  Di sisi lain proses fitoremediasi ini membutuhkan waktu yang agak lama untuk proses penyerapan, penguraian dan pembersihan area terkontaminasi dan juga tergantung pada faktor-faktor jenis dan kuantitas tumbuhan yang digunakan, faktor ukuran dan kedalaman daerah tercemar dan juga jenis tanah ataupun kondisi air. Sehingga metode ini dapat berbeda menurut wilayah, tempat dan ukuran area yang akan diolah (Connel & Miller, 1995).

  Tumbuhan yang memiliki akar yang pendek hanya mampu membersihkan tanah ataupun air yang hampir terletak hampir sejajar dengan permukaan tanah, biasanya 3-6 kaki tetapi bisa mengontrol akuifer yang dalam tanpa membutuhkan memiliki akar yang panjang dan mampu membersihkan kontaminan yang dalam, biasanya 10-15 kaki tetapi proses ini tidak bisa mengolah akuifer yang dalam tanpa desain kerja selanjutnya (Reed et al., 1987).

2.3 Tumbuhan Air

2.3.1 Jenis-jenis Tumbuhan Air

  Tanaman adalah komponen penting dari ekosistem karena tanaman membawa unsur-unsur dari lingkungan abiotik ke lingkungan biotik (Chojnacka

  

et al ., 1995). Tanaman lebih tahan dibandingkan kebanyakan mikroorganisme

  pada konsentrasi kontaminan tinggi, tanaman juga menyerap dan mengurangi toksisitas kontaminan jauh lebih cepat (Schnoor et al., 2005).

  Tanaman cukup mampu untuk menyerap kontaminan dalam konsentrasi tinggi tanpa kerusakan yang lebih besar untuk pertumbuhan tanaman, hal ini tidak hanya untuk membersihkan tanah tetapi juga air. Penyerapan dan akumulasi kontaminan tergantung pada sifat dan jenis tanaman (Singh et al., 2007).

  Suriawiria (2003) menyatakan bahwa banyak jenis tumbuhan khususnya yang hidup di dalam habitat air, yang memiliki kelompok mikroba rizosfer yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Berdasarkan tempat hidupnya tumbuhan air dikelompokkan menjadi: a.

  Kelompok tumbuhan mengambang atau mengapung (floating plants) seperti enceng gondok (Eichomia crassipes), kayambang (Lemna minor), paku air b.

  Kelompok tumbuhan di dalam air (submerged plants) seperti Elodia, Ceratophyllum, Hydrilla .

  c.

  Kelompok tumbuhan yang akarnya menancap pada tanah, daun dan batang di permukaan air (amphibious plants) seperti wawalingian (Typha domingensis), mendong (Fimbristylis globulosa), kangkung (Ipomoea aquatica), genjer (Limnocharis flava), selada air (Nosturium officinale).

2.3.2 Penyerapan Unsur Hara oleh Tumbuhan Air

  Pelepasan oksigen oleh akar tumbuhan lahan rawa menyebabkan air atau tanah di sekitar rambut akar memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan air atau tanah yang tidak ditumbuhi tumbuhan air dalam suatu lahan rawa, sehingga memungkinkan mikroorganisme pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup. Diperkirakan oksigen yang dilepas oleh akar tumbuhan air di lahan rawa dalam satu hari berkisar antara 5 hingga 45 mg untuk setiap satu meter persegi luas akar (Reed et al.,1987).

  Penyerapan unsur hara oleh tumbuhan air dilakukan melalui beberapa cara, seperti melalui akar rambut atau daun yang termodifikasi langsung dari lahan atau dengan akar yang menancap pada tanah. Kemampuan tumbuhan air mengurai bahan pencemar tergantung pada ketersediaan sumberdaya, keadaan lingkungan dan adaptasinya terhadap lingkungan. Kemampuan tumbuhan air pada lahan basah untuk menyerap bahan pencemar tidaklah sama. Jika diurut berdasarkan serapnya lebih besar dari tanaman mengapung dan tanamana mengapung daya serapnya lebih besar dari tanaman dalam air (Priyanto & Prayitno, 2005).

2.3.3 Tumbuhan Air yang Digunakan

  Seleksi tanaman yang sesuai sangat penting untuk mengembangkan teknologi fitoremediasi (Fischerova et al., 2006; Deng et al., 2006). Tanaman fitoremediator harus tumbuh secara lokal, memiliki produktivitas biomassa yang tinggi, harapan hidup pendek, memiliki tingkat toleransi yang memadai terhadap kontaminan, dan toleransi yang tinggi dan kapasitas akumulasi konsentrasi tinggi dari kontaminan serta hubungan korelasi tinggi antara tingkat kontaminasi dalam lingkungan dan jaringan tanaman (Krolak, et al., 2003; Raskin et al., 1997; Tlustos et al., 1998). Penggunaan tanaman untuk membersihkan tanah yang terkontaminasi dianggap sebagai salah satu metode yang paling menjanjikan (Shann, 1995).

  Tumbuhan lahan basah dikelompokkan berdasarkan bentuk hidupnya (life-

  

form ) meliputi, 1) tumbuhan riparian, 2) tumbuhan air terapung bebas di

  permukaan air, 3) tumbuhan air tenggelam dalam air, 4) tumbuhan air mencuat ke permukaan, akarnya menancap pada sedimen atau tanah di dasar air, dan 5) tumbuhan air yang melayang-layang atau menempel, seperti fitoplankton, epifiton, bentos dan lainnya (Rifani, 1998). Perkembangan dan dominasi seperti air (tawar, payau, dan asin), fisiologi lahan, kesuburan tanah dan tingkat keasaman.

  Dalam penelitian ini tumbuhan air yang digunakan, merupakan tumbuhan air yang mudah dibudidayakan serta banyak terdapat di daerah penelitian. Dua jenis tumbuhan air yang banyak dijumpai dalam wilayah penelitian dan tumbuh liar sebagai gulma, dan satu jenis lagi merupakan jenis tumbuhan air yang dibudidayakan oleh masyarakat sebagai tanaman hias. Ketiga jenis tumbuhan air ini dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu satu tumbuhan yang hidupnya menancap pada tanah, daun dan batangnya muncul dipermukaan air, serta satu tumbuhan mengapung di permukaan air. Jenis tumbuhan air yang digunakan meliputi: a.

  Wlingen (Scirpus grossus) Berwarna hijau dengan stolons panjang/rimpang berakhir umbi kecil.

  Batang tajam tiga-siku dengan sisi cekung, hingga 200 cm, tinggi 10 mm, septate, halus atau sedikit scabrid menuju puncak. Daun sepanjang 50-80 cm, lebar daun mencapai 2 cm, deretan tunas pada bagian bawah, scabrid pada tepi, dan berbulu. Selubung yang luas, spons, dengan serat melintang menonjol. Perbungaan tidak teratur, cabang-cabang utama menuju ujung cabang primer, dan sempit miring, panjang 5-17 cm. Perbungaan bercabang dua atau lebih, berdaun, panjang 15-70 cm. Bulir menyendiri, tidak bertangkai, nyaris berbentuk bulat telur, panjang 2-4 mm lebar 3-10 mm, memiliki banyak bunga. Glume spiral teratur, luas oval, berbentuk 4-6 filiform hypogynous dengan bulu, jarang ditutupi rambut dan menunjuk ke bawah, berada sepanjang biji. Benang sari dan putik berjumlah tiga. Biji berbentuk segitiga, halus, berwarna coklat, panjang 1,25-1,75 mm dengan Kostermans et al., 1987). lebar 1 mm ( Tumbuhan wlingen yang akan dipergunakan sebagai bahan dalam penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

  .

Gambar 2.2 Wlingen (Scirpus grossus) b.

  Kiapu atau apu-apu (Pistia stratiotes) Kiapu mempunyai banyak akar yang penuh dengan bulu-bulu akar yang halus, panjang, dan lebat. Bentuk dan ukuran daunnya sangat berubah-ubah, bisa menyerupai sendok, lidah atau rompong dengan ujung yang melebar. Warna daunnya hijau muda, makin ke pangkal makin putih. Panjang helai daunnya bisa mencapai 10-20 cm dan lebar 7 cm. Kiapu ditandai pula oleh susunan daunnya tidak tampak sama sekali. Buah buninya bila telah masak pecah sendiri serta berbiji banyak (Sastrapraja & Bimantoro, 1981).

  o

  Kiapu tumbuh optimum pada suhu berkisar antara 20-32 C dan pH antara 6,0-7,5. Pertumbuhan dari tumbuhan ini cukup mudah, yaitu setelah cukup dewasa, dari ketiak daun muncul batang kecil yang tumbuh menjulur dan pada ujungnya muncul anak kiapu. Anak kiapu ini memiliki akar sendiri dan akan tumbuh sebagai tumbuhan air baru (Widjaja, 2004). Tumbuhan kiapu yang akan dipergunakan sebagai bahan dalam penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kiapu (Pistia stratiotes) c.

  Teratai (Nymphaea firecrest) Tanaman teratai memiliki tempat tumbuh pada dasar perairan dengan daun dan bunga yang muncul di permukaan air yang ditopang oleh batang yang kokoh.

  Teratai memiliki daun yang relatif lebar dengan posisi menempel pada permukaan perairan, sehingga dapat memengaruhi proses penguapan pada suatu kolam. Akar utama tertanam pada dasar kolam, sedangkan akar yang tumbuh pada setiap ruas penyerapan hara dapat berlangsung, baik dari dalam dasar kolam maupun pada perairan itu sendiri (Marianto, 2001). Tumbuhan teratai yang akan dipergunakan sebagai bahan dalam penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Teratai (Nymphaea firecrest)

2.4 Landasan Teori

  Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang sudah dibahas, dapat disusun suatu landasan teori yang berhubungan dengan limbah rumah tangga dalam paradigma bioremediasi. Menurut teori Reed et al. (1985) bahwa pada proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air, terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion. Sehingga terjadi sinergi antara penggunaan kolam pengolahan dengan tanaman air dalam hal menstabilkan limbah. Tanaman air dapat melakukan berbagai proses yang menunjang kestabilan limbah, sedangkan kolam selain juga berperan secara langsung dalam proses penstabilan, juga berperan sebagai media tumbuh tanaman air tersebut. Secara singkat landasan

  Limbah Bioremediasi Penyaringan Polutan rumah oleh tanaman/ dan dalam tangga Fitoremediasi penyerapan limbah polutan oleh berkurang akar tanaman

Gambar 2.5 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

  Variabel Independen Variabel Dependen Jenis tanaman air: Kualitas limbah rumah tangga

1. Wlingen (Scirpus grossus)

  • pH 2.

  Kiapu (Pistia stratiotes)

  • BOD 3.

  Teratai (Nymphea firecrest)

  • TSS
  • Nitrit • Sulfat

Dokumen yang terkait

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Stres dan Koping Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan

0 0 65

BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Stres - Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

0 0 7

Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

0 1 13

Pengaruh Karakteristik Individu, Konsumsi Zat Gizi dan Sosial Budaya terhadap Kejadiaan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor yang Memengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil - Pengaruh Karakteristik Individu, Konsumsi Zat Gizi dan Sosial Budaya terhadap Kejadiaan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Karakteristik Individu, Konsumsi Zat Gizi dan Sosial Budaya terhadap Kejadiaan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Motivasi - Hubungan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Keperwatan Universitas Sumatera Utara

0 0 17

Lampiran 1 Skema Proses Simulasi Tanaman Air

0 0 43

Fitoremediasi Limbah Rumah Tangga oleh Tanaman Wlingen (Scirpus grossus), Kiapu (Pistia stratiotes), dan Teratai (Nymphea firecrest)

0 2 8