BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Air - Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

BAB II TINJAUN PUSTAKA

2.1 Air Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.

  Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan indsutri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan lain-lain. Penyakit- penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui

  Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan terutama penyakit perut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa penyakit perut adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia (Sutrisno, 2004).

  Suatu perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sekaligus merupakan habitat dari berbagai jenis makluk hidup, baik yang berukuran besar seperti ikan dan berbagai jenis makluk hidup berukuran kecil (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Perairan alami mempunyai sifat yang dinamis dan alergi yang kontinyu selama sistem di dalamnya tidak mengalami gangguan atau hambatan (Soemarto, 2006).

  Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi yang mengikuti 70% permukaannya dan berjumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik. Apabila dituang merata di seluruh permukaan bumi akan terbentuk lapisan air. Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang keberadaannya dijamin konstitusi pasal

  33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penjamiman atas konstitusi itu lebih dipertegas lagi pada pasal 5 UU No 7 tahun 2004 tentang sumber daya air yang menyatakan: Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air dalam kehidupan pokok sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif (Sanin, 2011).

  Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ketempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan, menurut undang-undang persungaian mengenai air sungai adalah suatu daerah yang terdapat di dalamnya air yang mengalir secara terus menerus (Suyono, 1994).

  Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirnya ke laut. Selain itu dapat digunakan juga untuk berjenis- jenis aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, pengelolahan air dan lain-lain (Suyono, 1994).

  Air sungai biasanya digunakan sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan akan masyarakat akan air bersih. Umumnya air sungai mengandung padatan tersuspensi, baik organik maupun anorganik yang mengeruhkan air. Oleh sebab itu, air sungai harus diolah terlebih dahulu. Cara pengolahan yang digunakan bergantung pada mutu air bakunya (Anugrah, 2013).

2.1.2 Air Bersih Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas.

  karena semakin maju tingkat hidup seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk keperluan minum maka dibutuhkan air sebanyak 5 liter/hari sedangkan secara keseluruhan kebutuhan akan air suatu rumah tangga untuk masyarakat Indonesia diperkirakan sebesar 60 lebih besar dari kebutuhan untuk negara-negara yang sedang berkembang (Sutrisno, 2004).

  Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah dataran rendah dan berawa seperti di Sumatera dan Kalimantan menghadapi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga, terutama air minum. Hal ini karena sumber air di daerah tersebut adalah air gambut yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih (Hamonagan, N, 2011).

  Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat (Candra, 2007).

  Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya di suatu daerah, maka penyebaran penyakit menular dalam hal ini adalah penyakit perut diharapkan bisa ditekan seminimal mungkin. Penurunan penyakit perut ini didasarkan atas pertimbangan bahwa air merupakan salah satu rantai penularan penyakit perut (Sutrisno, 2004).

  Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengolahan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang dimaksud bisa dimulai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kekotoran dari sumber asal air tersebut. Semakin kotor semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan semakin banyak ragam zat pencemar akan semakin banyak pula teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut, agar bisa dimanfaatkan sebagai air minum. Oleh karena itu dalam praktek sehari-hari maka pengolahan air adalah menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa diapakai sebagai sumber persediaan atau tidak (Sutrisno, 2004).

  Menurut Azrul (1979) tentang syarat air minum bahwa pada dasarnya tidak ada air yang seratus persen murni yang patut untuk kesehatan, maka dibedakan atas, yakni: a.

  Syarat fisik, Air yang sebaiknya dipergunakan untuk minum ialah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman. Syarat fisik adalah syarat yang sederhana sekali, karena dalam praktek sehari-hari, sering ditemui air yang memenuhi syarat, karena mengandung bibit penyakit yang membahayakan kesehatan.

  b.

  Syarat bakteriologi, Pemeriksaan bakteriologi air bersih ditujukan untuk melihat adanya kemungkinan pencemaran oleh kotoran maupun tinja. aerogenes dan eschricia feundii. Sifat bakteri golongan coliform adalah berbentuk batang.

2.2 Purifikasi Air

  Purifikasi air merupakan salah satu cara untuk menjernihkan atau memurnikan sumber air baku guna mendapatkan air bersih. Proses ini dapat dilakukan dalam skala besar maupun skala kecil disesuaikan dengan kebutuhannya.

2.2.1 Penyimpanan

  Air baku diisap atau dialirkan dari sumber seperti sungai, kali dan sebagainya ke dalam bak penampungan alami atau bak buatan yang sudah dilindungi dari pencemaran. Air yang disimpan dalam wadah penampungan tersebut akan mengalami proses purifikasi secara alami berikut ini: a.

  Proses fisik Setelah mengalami poses fisik ini, kualitas air sudah dapat diperbaiki sampai sekitar 90%. Benda-benda yang terlarut dalam air akan mengendap dalam

  24 jam dan air akan bertambah jernih.

  b.

  Proses kimiawi Selama penampungan juga berlangsung proses kimiawi. Dalam proses ini, bakteri aerobik akan mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air dengan bantuan oksigen bebas. Akibatnya, konsentrasi ammonia bebas akan berkurang sementara konsentrasi nitrat justru meningkat

  Proses biologis Organisme pathogen berangsur-angsur akan mati. Keadaan semacam ini dapat terlihat jika air disimpan selama 5-7 hari. Dalam kondisi tersebut, jumlah bakteri dalam air akan berkurang sampai 90% (Candra, 2007).

2.2.2 Penyaringan

  Untuk memastikan bahwa satuan-satuan utama dalam suatu instalasi pengolahan bekerja dengan efisiensi, maka perlu dilakukan pembuangan sampah- sampah besar yang mengambang dan terapung, misalnya batang-batang dan cabang-cabang kayu yang mungkin ada di tempat-tempat penyadapan terutama di sungai-sungai. Saringan kasar dari batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 2 inci (20 hingga 50 mm) dipergunakan untuk tujuan ini. Pada instalasi- instalasi kecil, saringan semacam ini biasanya dibersihkan secara manual (dengan tenaga orang). Instalasi-instalasi yang besar umumnya mempergunakan saringan- saringan yang dibersihkan secara mekanik (Linsley, 1986).

  Proses filtrasi dapat dilakukan melalui slow sand filter (filter biologis) dan

  

rapid sand filter (filter mekanis). Slow sand filter dipakai untuk proses purifikasi

  air dalam skala kecil sedangkan rapid sand filter dipakai untuk proses purifikasi air dalam skala besar. Berikut tahapan di dalam poses purifikasi air yang menggunakan metode rapid sand filter:

  2.2.2.1 Koagulasi

  Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi partikel koloid dan partikel tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan muatan elektrinya untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel dan bahan yang

  Dalam proses koagulasi ini, air sungai yang telah tersedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya alum (Al

  2 [SO

4 ]

3 atau aluminium sulfat) dengan dosis

  bervariasi antara 5-40 mg/l bergantung pada turbiditas, warna, suhu dan pH airnya (Candra, 2007).

  2.2.2.2 Pencampuran

  Air yang telah diberi alum dimasukkan dalam bak pencampur dan diputar sedemikian rupa selama beberapa menit sehingga terjadi diseminasi alum di dalam air (Candra, 2007).

  2.2.2.3 Flokulasi

  Bila bahan-bahan kimia pengental ditambahkan ke air yang mengandung melakukan pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil ini, pengadukan cepat harus diikuti dengan suatu jangka waktu pengadukan halus (flokulasi) selama 20 hingga 30 menit. Hal ini menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit. Berhubung dengan ukuran dan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan pengendapan gaya berat (Linsley, 1986).

  Flokulasi dapat dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai cara, termasuk pemutaran dayung-dayung dengan lambat; pengaliran melalui di atas dan di bawah kolam-kolam pengaduk; dan dengan penambahan suatu gas, biasanya udara. Input tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai flokulasi berbeda-

  3

  3 kapasitas tangki flokulator (Linsley, 1986).

  Koloid-koloid yang tidak stabil cenderung untuk menggumpal. Kecepatan penggumpalan ditentukan oleh banyaknya tumbukan dan benturan yang terjadi antara partikel partikel koloid. Pada proses flokulasi ini, tumbukan antar partikel dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu :

  Tumbukan akibat gerakan zig-zag partikel secara acak. Tumbukan yang

  • - diakibatkan oleh gerakan zig-zag partikel secara acak dikenal dengan

  flokulasi perikenetik atau disebut gerak brown yang mengakibatkan penggabungan antar flok Tumbukan akibat pengaruh gerakan media

  • -

  Tumbukan akibat pengaruh gerakan media dikenal dengan flokulasi

  • - ortokinetik. Gradien kecepatan pada gerakan media mengakibatkan

  partikel-partikel yang terbawa media akan mempunyai kecepatan yang berbeda sehingga terjadi tumbukan antar partikel (flok). Perbedaan kecepatan media sesungguhnya merupakan faktor penentu dalam proses flokulasi (Rosariawari, 2013).

  Proses flokulasi sebenarnya tidak bisa terganggu. Nanum, efisiensi proses tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kadar dan jenis zat tersuspensi, pH larutan, kadar dan jenis flokulan, waktu dan kecepatan pengadukan dan adanya beberapa macam ion terlarut yang tertentu. Faktor-faktor ini kalau kurang optimal dapat menghalangi flokulasi (Rosariawari, 2013).

   Sedimentasi

  Sedimentasi adalah pengedapan flokulat bersama dengan zat yang terlarut dalam air secara bakteri. Waktu yang diperlukan berkisar antara 2-6 jam dan paling tidak 95 % flokulat itu harus telah di endapkan sebelum air dialirkan ke dalam bak rapid sand filter (Candra, 2007).

  2 Setiap unit bak penyaringan memiliki permukaan seluas 80-90 m (900

  2 kaki ). Ukuran efektif butir pasir yang digunakan berkisar antara 0,6-2,0 mm.

  Tinggi bak penyaringan adalah 1 m dan dibawah lapisan pasir terdapat batu-batu koral berdiameter 30-40 cm yang berfungsi sebagai penyanggah lapisan pasir diatasnya. Di bagian dasar bak penyaringan terdapat saluran pipa outlet yang berlubang-lubang. Ketinggian air di atas lapisan pasir berkisar antara 1,0-1,5 m

  3

  2 Pemurnian air dengan cara pengendapan dimasaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di dalam air dapat diendapkan ke luar. Waduk-waduk penampang bertindak sebagai kolam pengendap. Tetapi karena adanya arus kerapatan, gangguan-gangguan yang diakibatkan oleh angin dan faktor-faktor lainnya, kolam-kolam tersebut tidak dapat diandalkan untuk penjernihan yang baik. Kolam-kolam yang dibangun untuk tujuan khusus bagi pembuangan bahan terapung dari air biasanya terbuat dari beton bertulang dan dapat berbentuk empat persegi panjang atau bulat (Linsley, 1986).

  Laju pengendapan suatu partikel di dalam air tergantung pada kekentalan dan kerapatan air maupun ukuran, bentuk dan berat jenis partikel yang lebih cepat daripada di dalam air yang dingin. Partikel-partikel anorganik terapung yang terdapat di dalam air mempunyai berat jenis yang berkisar dari 2,65 untuk partikel-partikel pasir yang terlepas, hingga kira-kira 1,03 untuk partikel- partikel lumpur yang terkumpul (Linsley, 1986).

2.2.2.5 Filtrasi

  Sisa-sisa flok alum yang tidak mengendap pada proses sedimentasi akan menutupi permukaan lapisan pasir menyerupai lapisan Zoogleal yang terbentuk pada metode slow sand filter (Candra, 2007).

2.2.3 Klorinisasi

  Klorinisasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam poroses purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang. Karena sebagai desinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah dan efektif. Senyawa- senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurate dan kloramin (Candra, 2007).

2.3 Koagulan Koagulan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Tawas dan PAC.

  Kemampuan Tawas dan PAC akan dibandingkan untuk menurunkan kekeruhan pada air.

2.3.1 Tawas (Alum)

  AL

  2 (SO 4 ) 3.

  11H

  2 O, 14H 2 0 atau 18H 2 0 umumnya yang digunakan adalah 18H

  2 0.

  Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya.

  Bahan ini dapat berfungsi efektif pada ph 4 – 8. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka Ph akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara ph 5,8

  • – 7,4 (Hamonagan, N, 2011).

  Massa jenis alum adalah 480 kg/m3 dengan kadar air 11 – 17 %. Dosis alum dapat dikurangi dengan cara: penurunan kekeruhan air baku, filtrasi langsung untuk kekeruhan <50 NTU, penambahan polimer, dan penyesuaian pH optimum (6.0 – 8.0). Aluminium sulfat memerlukan alkalinitas (seperti kalsium bikarbonat) dalam air agar terbentuk flok: Al (SO ) .18H O + 3Ca(HCO )

  2Al(OH) + CaSO + 18H O +

  2

  4

  3

  2

  3

  2

  3

  4

  2

  6CO

  2 CaSO4 + Na

  2 CO

  3 CaCO 3 + Na

  2 SO

  4 Bila alkalinitas alamnya kurang, perlu dilakukan penambahan Ca(OH) 2 :

  Al

  2 (SO 4 )3.18H

2 O+3Ca(OH)

  2

  2Al(OH)

  3 + 3CaSO 4 + 18H

  2 O

  Alternatif lain adalah penambahan NaCO3 yang relatif lebih mahal (Rosariawari, 2013). penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Range pH optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai rangenya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi (Rosariawari, 2013).

  Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat, koloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian alum sebagai koagulan dalam pengolahan air, sring menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah daripada dalam air mentah itu sendiri (Hamonagan, N, 2011).

2.3.2 PAC

  Menurut Raharjo dalam Setianingsih (2000), PAC adalah polimer alumunium yang merupakan jenis koagulan baru sebagai hasil riset dan pengembangan teknologi pengolahan air. Sebagai unsur dasarnya adalah alumunium dan alumunium ini berhubungan dengan unsur lain membentuk unit yang berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang. Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan menjembatani partikel – partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung lebih efisien. PAC memiliki rantai polimer yang panjang, muatan listrik positif yang tinggi dan memiliki berat molekul yang besar, PAC memiliki koefisien yang tinggi sehingga berlebihan (Rosariawari, 2013).

  PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa, sebab PAC,memiliki muatan listrik positif yang tinggi sehingga PAC dapat dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel – partikel koloid tersebut saling mendekat (gaya tarik menarik kovalen) dan membentuk gumpalan/ massa yang lebih besar. Segi positif penggunaan PAC adalah rentang pH untuk PAC adalah 6

  • – 9. Daya koagulasi PAC lebih baik dan flok yang dihasilkan relatif lebih besar. Konsumsi PAC lebih sedikit sehingga biaya penjernihan air persatuan waktu lebih kecil. Akibat langsung dari proses penjernihan keseluruhan yang lebih singkat
adalah kapasitas penjernihan air (dari instalasi yang sudah ada) akan meningkat. Sedangkan segi negatif penggunaan PAC adalah penyimpanan PAC cair memerlukan kondisi temperatur maksimal 40

  ˚C (Rosariawari, 2013). PAC tidak keruh bila pemakaiannya berlebih, sedangkan koagulan utama

  (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan ferro sulfat) bila dosis berlebihan bagi air akan keruh, akibat dari flok yang berlebihan. Maka pengunaan PAC dibidang penjernihan air lebih praktis. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa. PAC merupakan kelas dari Aluminium Chloride, yang telah dikenal dalam persenyawaan kimia organik kompleks dengan ion hidroksil (-OH) serta ion – ion aluminium bertaraf Chlorinasi yang berlainan sebagai bentuk polynuclear.

  Rumus umum PAC adalah (Al (OH)nCl6-n)m. PAC digunakan sebagai

  2

  dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

  • Pada pemrosesan air permukaan untuk keperluan air bersih, air minum dan air untuk proses industri (PDAM, industri kertas, industri textile, industri baja, industri kayu, dll)
  • Pada pemrosesan limbah cair industri, antara lain : industri pulpen dan kertas, industri textile, industri gula, industri makanan, dan lain – lain.

  Sifat – sifat PAC:

  a) = -18 ˚C

  Titik beku

  b) Boiling point = 178˚C

  c) (OH) ) dengan 1<n<5 dan m<10 (Rosariawari,

  2 6-n m

  Rumus empiris = (Al

2.4 Parameter Fisika Kualitas Air

  Beberapa parameter fisika kualitas air adalah:

  2..1 Kekeruhan

  Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi: tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Nilai numerik yang menunjukan kekeruhan didasarkan pada turut-campurnya bahan-bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel (Sutrisno, 1996).

  Kekeruhan menggambarkan suatu sifat optik air yang ditentukan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (APHA , 1976; Davis dan Cornwell dalam Effendi, 2000).

  Nilai ini tidak secara langsung menunjukkan banyaknya bahan tersuspensi, tetapi ia menunjukkan kemungkinan penerimaan konsumen terhadap air tersebut.

  Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia tidak menjadi disenangi karena rupanya. Untuk membuat air memuaskan untuk penggunaaan rumah tangga, usaha penghilangan secara hampir sempurna bahan- bahan yang menyebabkan kekeruhan adalah penting (Sutrisno, 1996).

  Standar yang ditetapkan oleh U.S Public Health Service mengenai kekeruhan ini adalah batas maksimal 10 ppm dengan skala silikat, tetapi dalam praktek angka standar ini umumnya tidak memuaskan. Kebanyakan bangunan pengolahan air yang modern menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan menyulitkan dalam usaha penyaringan dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi. Dari tinjauan tentang standar kualitas fisis ini, secara umum dapat dilihat bahwa: a.

  Penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut, yang selanjutnya dapat mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain yang kemungkinan b.

  Terdapatnya suhu, intensitas bau, rasa dan kekeruhan yang melebihi standar yang ditetapkan, dapat menimbulkan kekhawatiran terkandungnya bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksis terhadap manusia (Sutrisno, 1996).

  Kekeruhan mengurangi kejernihan air dan diakibatkan oleh pencemar- pencemar yang terbagi halus, dari mana pun asalnya, yang ada di dalam air.

  Tingkat kekeruhan tergantung pada kehalusan partikel-partikel dan konsentrasinya. Di waktu yang lalu, standar untuk perbandingan adalah turbidimeter Jackson. Dengan alat ini, kekeruhan ditetapkan sebagai ukuran kedalaman air yang dibutuhkan untuk menghilangnya bahaya cahaya lilin.

  Sekarang, kekeruhan di ukur dengan suatu turbidimeter yang mengukur gangguan lintasan cahaya melalui suatu contoh air. Air permukaan yang mengalami kenaikan tingkat kekeruhan yang besar setelah terjadinya hujan sering disebut sebagai “air yang mengkilat”. Air semacam ini lebih sulit untuk diolah daripada air yang tingkat kekeruhannya hamper tetap (Linsley, 1986).

  2.4.2 Warna

  Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa- rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan, air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karna mengandung lumpur dan air buangan yang mengandung besi/ tanin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polus. Warna air yang berbeda atas dua macam yaitu warna sejati (true color) yang di sebabkan bahan-bahan terlarut, dan terlarut juga karena adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid (Kanisius, 1992).

  2.4.3 Rasa

  Air yang normal sebenarnya tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya polusi dan rasa yang menyimpang tersebut biasanya dihubungkan dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak normal. Sebagai contoh, bau fenol, dari air buangan, yang berasal dari pabrik gas, petroleum dan plastik juga diaggap mempunyai rasa fenol dan bau khlor karena adanya senyawa khoramin (R-NH-C) atau (R-N-Cl

  2 ) juga dianggap mempunyai rasa klor (Kanisius, 1992).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Employee Relations dan Kepuasan Kerja

0 0 6

EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KOMUNIKASI (Studi Korelasional Kegiatan Employee Relations dalam Bentuk Rapat Rutin dan Kepuasan Komunikasi Karyawan PT INALUM di Kuala Tanjung)

0 0 15

Analisis Dimensi dan Kestabilan Pemecah Gelombang Pelabuhan Perikanan Lampulo Banda Aceh

2 13 40

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Campuran Bahan Bakar Premium, Hidrogen, Dan Etanol 96% Terhadap Performansi Dan Emisi Gas Buang Esin Genset Otto

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri pangan - Identifikasi Zat Pemutih Klorin Pada Ikan Asin Yang Beredar Di Pasar Durian Medan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kloramfenikol - Penetapan Kadar Kloramfenikol Dalam Sediaan Kapsul Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Minyak Kayu Putih 2.1.1 Sistematika Tanaman - Penentuan Bobot Jenis Dan Indeks Bias Serta Kelarutan Dalam Etanol Dan Putaran Optik Minyak Kayu Putih (Melaleuca Leucadendron)

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim - Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 0 16

PENETAPAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) TUGAS AKHIR - Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 0 13

Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

0 0 14