Studi Pembuatan Tablet Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan Metode Granulasi Basah dan Cetak Langsung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dikenal dengan banyak nama
di berbagai daerah, seperti temu besar (bahasa Melayu), koneng gede (Sunda), dan
temu labak (Madura). Tanaman ini tidak hanya dikenal sebagai bahan baku jamu
tradisional dalam negeri saja, tetapi sudah sejak lama dikenal di Eropa Barat
sebagai bahan obat-obatan (Hayati, 2003).
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Dalam taksonomi tumbuhan Temulawak diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas


: Monocotyledoneae

Ordo

: Zingiberales

Familia

: Zingiberaceae

Genus
Spesies

: Curcuma
: Curcuma xanthorriza Roxb. (Wijayakusuma, 2007).

2.1.2 Morfologi tumbuhan
Temulawak merupakan terna tahunan (perennial) yang tumbuh
berumpun, berbatang basah yang merupakan batang semu yang terdiri atas
gabungan beberapa pangkal daun yang terpadu. Tinggi tumbuhan temulawak

sekitar 2 m, daun berbentuk memanjang sampai lanset, panjang daun 50-55 cm
dan lebarnya sekitar 15 cm, warna daun hijau tua dengan garis coklat keunguan.
Tiap tumbuhan mempunyai 2 helai daun (Wijayakusuma, 2007).

5
Universitas Sumatera Utara

Tumbuhan temulawak mempunyai ukuran rimpang yang besar dan
bercabang-cabang. Rimpang induk berbentuk bulat atau bulat telur dan
disampingnya terbentuk 3-4 rimpang cabang yang memanjang. Warna kulit
rimpang coklat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang
kuning jingga atau jingga kecoklatan. Perbungaan lateral yang keluar dari
rimpangnya, dalam rangkaian bentuk bulir dengan tangkai yang ramping. Bunga
mempunyai daun pelindung yang banyak dan berukuran besar, berbentuk bulat
telur sungsang yang warnanya beraneka ragam (Wijayakusuma, 2007).
2.1.3 Kandungan kimia
Rimpang temulawak mengandung zat warna kuning (kurkumin),
desmetoksikurkumin, glukosa, kalium oksalat, protein, serat, pati, minyak atsiri
yang terdiri dari d-kamfer, siklo isoren, mirsen, p-toluil metilkarbinol, falandren,
borneol,


tumerol,

xanthorrhizol,

sineol,

isofuranogermakren,

zingiberen,

zingeberol, turmeron, artmeron, sabinen, germakron, atlantone (Wijayakusuma,
2007).

Kandungan

kurkumin

dalam


rimpang

temulawak

adalah

1-2%

(Wiryowidagdo, 2008).
Berdasarkan penelitian Halim, Tan, Imail dan Mahmud (2006), hasil
pengujian skrining fitokimia ekstrak temulawak dalam pelarut air menunjukkan
bahwa di dalam ekstrak temulawak terdapat triterpenoid, fenol, flavonoid, dan
saponin. Senyawa fenol dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antitumor,
antivirus dan antibakteri yang signifikan. Temulawak mengandung polifenol
berupa campuran senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin, demetoksikurkumin,
dan bisdemetoksikurkumin. Keberadaan gugusan fenolik pada ketiga senyawa
tersebut dilaporkan menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat pada sistem
biologis, sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan

6

Universitas Sumatera Utara

reaksi peroksidasi (Ahsan, et al., 1999). Senyawa fenol merupakan senyawa yang
memiliki paling sedikit satu cincin aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih
gugus OH. Kapasitas antioksidan dari senyawa fenolik disebabkan oleh
disumbangkannya atom hidrogen dari gugus hidroksil (OH) aromatik kepada
radikal bebas (Duthie dan Crozier, 2000).
Menurut Rismunandar (1988), rimpang temulawak mengandung
kurkumin sebesar 1,93%. Kadar kurkumin dan minyak atsiri tergantung pada
umur rimpang. Kadar kurkumin dan minyak atsiri optimum tercapai saat rimpang
berumur 10-12 bulan.
2.1.4 Manfaat tumbuhan
Temulawak dapat digunakan untuk meningkatkan nafsu makan,
memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara fungsi hati (hepatoprotektor),
pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan, dan
membantu menghambat pembekuan darah. Hasil uji klinik menunjukkan bahwa
dosis yang digunakan untuk memperoleh manfaat penurunan SGOT dan SGPT
adalah 15-30 mg kurkumin (BPOM RI, 2005). Efek antioksidan dari kurkumin
dapat menghambat poliferasi sel tumor, kanker usus besar dan kanker payudara
(Tjay dan Rahardja, 2007).

Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi,
tonikum, dan diuretik. Aktivitas kolagoga rimpang temulawak ditandai dengan
meningkatnya produksi dan sekresi empedu yang bekerja sebagai kolekinetik dan
koleretik (Liang, et al., 1985). Kolikinetik adalah suatu aktivitas yang berperan
dalam proses biosintesis peningkatan produksi empedu akibat terkandungnya
sodium kurkuminat yang aktif dalam kurkumin, sedangkan koleretik adalah
peningkatan sekresi empedu dari kantung empedu ke dalam usus halus. Dengan

7
Universitas Sumatera Utara

meningkatnya pengeluaran cairan empedu maka partikel padat dalam kandung
empedu berkurang. Keadaan ini akan mengurangi kolik empedu, perut kembung
akibat gangguan metabolisme lemak, dan menurunkan kadar kolesterol darah
yang tinggi(Solichedi, 2003).
Konsumsi temulawak pada orang sehat juga sangat penting untuk
memelihara kesehatan fungsi hati dan menjaga stamina tubuh. Usia antara 20-60
tahun merupakan usia produktif untuk melakukan berbagai aktivitas yang berat
dan melelahkan. Salah satu penyebab menurunnya fungsi hati adalah faktor
kelelahan sehingga kerja hati menjadi bertambah berat. Hal ini menyebabkan

tubuh rentan untuk tertular virus hepatitis yang berbahaya karena virus ini mampu
bertahan dan menetap di dalam tubuh, bersifat kronis serta dalam perjalanan
selanjutnya berpotensi merusak hati, ukurannya mengecil dan mengeras (sirosis
hati) dan dapat berakhir menjadi kanker hati (Suharjo, 2010).
Salah satu jenis pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mengetahui
adanya kerusakan pada hati adalah pemeriksaan enzim transaminase. Dalam
keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan
penghancurannya. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim transaminase di
dalam sel akan masuk ke dalam peredaran darah karena terjadi perubahan
permeabilitas membran sel sehingga kadar enzim transaminase dalam darah akan
meningkat (Widman, 1989).
Dua macam enzim transaminase yang berhubungan dengan kerusakan sel
hati adalah GPT (Glutamat Piruvat Transaminase) dan GOT (Glutamat
Oksaloasetat Transaminase). GPT merupakan enzim yang diproduksi oleh
hepatosit, jenis sel yang banyak terdapat di organ hati. Kadar SGPT (Serum
Glutamat Piruvat Transaminase) dalam darah akan meningkat seiring dengan

8
Universitas Sumatera Utara


kerusakan pada sel hepatosit yang bisa terjadi karena infeksi virus hepatitis,
alkohol, obat-obat yang menginduksi terjadinya kerusakan hepatosit, dan sebab
lain seperti adanya shok atau keracunan obat. GOT merupakan enzim yang
banyak dijumpai pada organ jantung, hati, otot rangka, pankreas, paru-paru, sel
darah merah dan sel otak. Saat sel-sel organ tersebut mengalami kerusakan, maka
GOT akan dilepaskan dalam darah. Kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat
Transaminase) dalam darah akan meningkat seiring dengan kerusakan pada sel-sel
organ tersebut. Pengukuran konsentrasi enzim di dalam darah dengan uji SGPT
dan SGOT dapat memberikan informasi penting mengenai tingkat gangguan
fungsi hati (Lu, 1995).

2.2 Ekstrak
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (Ditjen POM RI, 1986).
Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan, yaitu:
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi.

9
Universitas Sumatera Utara

b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap
perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak)
terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat
pada terperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari pada temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40o-50oC.
c. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi
ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
d. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 15 menit.
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit (Ditjen POM RI, 2000).

10
Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu
penggembungan bahan baku, difusi, pH, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan

pelarut. Penggembungan dari bahan tanaman menaikkan perembesan dari pelarut
dan mengakibatkan pergerakan substansi bahan terlarut di dalamnya. Akibat dari
penggembungan bahan baku memastikan terjadinya penyerapan dari pelarut
terhadap zat yang akan diekstrak. Untuk mengekstraksi senyawa aktif dari
tanaman obat, pelarut harus dapat berdifusi ke dalam sel dan senyawa harus
terlarut secara sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara
pelarut dan bahan terlarut (Harborne, 1987).

2.3 Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan
tambahan yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, pengembang, pengikat,
pelicin, pembasah atau bahan lain yang cocok (Depkes RI, 1979).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetik yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur dan
dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode
pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat secara oral dan
kebanykan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa
dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yanng penggunaannya
dengan cara sublingual, bukal atau melalui vagina, tidak boleh mengandung bahan
tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral (Ansel, 2008).

11
Universitas Sumatera Utara

Obat-obat diberikan secara oral dalam bentuk sediaan farmasi yang
beragam, masing-masing dengan keuntungan terapeutik yang mengakibatkan
pengggunaannya yang selektif oleh dokter. Tablet adalah bentuk sediaan padat
yang dibuat dengan cara kempa atau dengan mencetak dan mengandung zat obat
dengan atau tanpa pengencer yang cocok, zat penghancur, zat penyalut, zat
pemberi warna dan zat pembantu lainnya. Zat pengencer perlu dalam pembuatan
tablet dengan ukuran dan kepadatan yang baik. Zat penghancur digunakan apabila
diinginkan pemisahan yang cepat dari bahan tablet kempa. Hal ini menjamin
penglepasan segera partikel-partikel obat ke dalam proses melarut yang
meningkatkan absorpsi obat. Perbedaan ukuran dan warna dari tablet dalam
perdagangan, serta sering menggunakan monogram dari simbol perusahaan dan
nomor kode, memudahkan pengenalannya oleh orang-orang yang dilatih
menggunakannya dan bermanfaat sebagai tambahan perlindungan bagi kesehatan
masyarakat (Ansel, 2008).
Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang
karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaiannya,
mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan-bahan
obat cukup baik (Banker dan Anderson, 1994).
Menurut Banker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus
memenuhi syarat, yaitu:
a. Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama
proses produksi, pengemasan dan distribusi.
b. Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dari sisi-sisi tablet.
c. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang
terkandung didalamnya.

12
Universitas Sumatera Utara

d. Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek
pengobatan seperti yang dikehendaki.
Tablet

dapat

didefinisikan

sebagai

bentuk

sediaan

solid

yang

mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (yang
meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesifitas,
kecepatan disintegrasi, dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa
campuran serbuk dalam mesin tablet. Definisi lain tablet kempa adalah unit
bentuk sediaan solid, dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang
mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tanbahan atau bahan tertentu yang
dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat
sediaan tablet yang dikehendaki (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Pada umumnya bahan baku tablet terdiri dari zat aktif dan bahan
tambahan. Adapun bahan tambahan yang sering digunakan dalam penelitian yang
terdiri dari :
1. Amilum Manihot
Pati pada umumnya digunakan sebagai pengisi dan pengikat dalam tablet yang
dibuat dengan metode granulasi basah dan kering. Amilum mengandung lembap
yang beragam antara 11% dan 14% (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2. Laktosa
Laktosa hidrat merupakan pengisi yang paling luas digunakan dalam formulasi
sediaan tablet. Zat ini menunjukkan stabilitas yang baik dalam gabungan dengan
kebanyakan zat aktif hidrat ataupun anhidrat. Laktosa hidrat mengandung kirakira 5% air kristal. Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam
tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan
pencampuran yang homogen (Siregar dan Wikarsa, 2010).

13
Universitas Sumatera Utara

3. Mikrokristalin selulosa
Dalam perdagangan, bahan ini sering dihubungkan sebagai Avicel PH 101
(serbuk) dan Avicel PH 102 (granula) yang digunakan secara luas dalam
pembuatan tablet kempa langsung dan menunjukkan kekerasan dan friabilitas
yang baik. Avicel mampu menahan (memegang) lebih dari 50% zat aktif
(Lieberman, et al., 1989).
4. Mg stearat
Mg stearat digunakan sebagai glidan dan antiadheren untuk mengurangi gesekan
antarpartikulat sehingga dapat mengalir dari lubang corong yang lebih besar ke
lubang yang lebih kecil dan akhirnya ke dalam lubang kempa mesin tablet
(Siregar dan Wikarsa, 2010).
5. Talk
Talk berfungsi sebagai lubrikan dan glidan. Talk juga digunakan secara luas dan
mempunyai sifat menguntungkan, yaitu meminimalkan setiap kecenderungan zat
yang melekat pada permukaan pons (Banker dan Anderson, 1994).
Terdapat beberapa metode pembuatan tablet yang digunakan dalam
pembuatan tablet, yaitu:
a. Metode granulasi basah (wet granulation)
Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk
yang halus menjadi bentuk granul dengan bantuan larutan dari bahan pengikat
yang sesuai. Pada metode granulasi basah ini digunakan bahan pengikat yang
ditambahkan harus mempunyai jumlah yang relatif cukup, karena kekurangan
atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat akan menyebabkan granul yang tidak
sesuai dengan yang diinginkan dan akan mempengaruhi hasil akhir tablet
(Lieberman, et al., 1989).

14
Universitas Sumatera Utara

Keuntungan metode granulasi basah, yaitu:
1) Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan
tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi
tertentu akan menjadi massa yang kompak, mempunyai penampilan, cukup keras
dan tidak rapuh
2)

Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi

dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan bobot
tablet lebih besar
3)

Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen

penyusun tablet yang homogen selama proses pencampuran
4)

Untuk yang hidrofob maka granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan

pelarutan kecepatan obat (Lieberman, et al., 1989).
Kelemahan granulasi basah yaitu tidak memungkinkan untuk dikerjakan
pada obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban dan panas serta disolusi obat
lebih lambat. Pada metode ini memerlukan peralatan dan penanganan khusus serta
tenaga yang cukup besar (Lieberman, et al., 1989).
b. Metode granulasi kering (dry granulation)
Metode pembuatan tablet yang digunakan jika dosis efektif terlalu tinggi
untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau
keduanya yang mana merintangi dalam granulasi basah.
Pada metode granulasi kering, granul terbentuk oleh penambahan bahan
pengikat kedalam campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang
jumlahnya lebih besar (slugging) dari campuran serbuk, dan setelah itu
memecahkannya menjadi pecahan-pecahan kedalam granul yang lebih kecil
(Ansel, 2008).

15
Universitas Sumatera Utara

c. Metode cetak langsung (direct granulation)
Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih
singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah
sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu partikel turun di
hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 2008).
Adapun pemeriksaan sifat fisik campuran granul yang sering dilakukan,
yaitu:
a. Waktu alir
Merupakan waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah granul
pada alat yang dipakai. Apabila granul mempunyai sifat alir yang baik maka
pengisian pada ruang kempa menjadi konstan sehingga dihasilkan tablet yang
mempunyai bobot seragam (Parrott, 1971).
b. Sudut diam
Sudut diam adalah sudut yang terbentuk antara permukaan tumpukan
granul dengan bidang horizontal. Corong berada pada suatu ketinggian yang
dikehendaki diatas bidang horizontal. Bubuk atau granul dituang perlahan-lahan
sampai didapat tumpukan bubuk yang berbentuk kerucut. Bila sudut diam 40o biasanya sifat alirnya kurang baik (Banker dan Anderson, 1994).
c. Indeks pengetapan
Didefinisikan sebagai penurunan volume sejumlah granul karena
kemampuannya mengisi ruang antara granul dan memampat secara lebih rapat.
Alat yang digunakan volumeter, terdiri dari gelas ukur yang diletakkan pada suatu
alat yang dapat bergerak naik turun secara mekanik dengan bantuan alat
penggerak (Banker dan Anderson, 1994).

16
Universitas Sumatera Utara

Beberapa parameter untuk pemeriksaan kualitas sediaan tablet, yaitu:
a. Keseragaman bobot
Variasi bobot tablet dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi granul yang
berbeda, sifat alir granul yang tidak baik akan menyebabkan jumlah serbuk yang
masuk dalam ruang kompresi tidak seragam, sehingga menghasilkan bobot tablet
yang berbeda (Lieberman, et al., 1989).
Keseragaman

bobot

tablet

ditentukan

berdasarkan

banyaknya

penyimpangan bobot pada tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet
sesuai syarat yang ditentukan Farmakope Indonesia.
b. Kekerasan
Dinyatakan sebagai daya tahan terhadap tekanan, tegangan, patahan,
guliran, gosokan dan jatuhan (Voigt, 1995). Kekerasan tablet umumnya 4-8 kg
(Parrott, 1971).
c. Waktu hancur
Didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet
dalam medium yang sesuai, kecuali dinyatakan lain untuk tablet tidak bersalut
tidak lebih dari 15 menit (Parrott, 1971).
d. Kerapuhan
Dinyatakan sebagai ketahanan suatu tablet terhadap goncangan selama
proses pengangkutan dan penyimpanan. Tablet yang mudah rapuh dan pecah akan
kehilangan keindahan dalam penampilannya serta menimbulkan variasi pada
bobot tablet tablet dan keseragaman dosis obat. Nilai kerapuhan yang dapat
diterima sebagai batas tertinggi adalah 1% (Banker dan Anderson, 1994).

17
Universitas Sumatera Utara