PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN PETA KONSEP PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH PESERTA DIDIK KELAS X SMA DI KABUPATEN KUDUS

  Jurnal

ISSN 2615-3939

  IAIN Kudus Pendidikan http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jmtk

  Matematika

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW DENGAN PETA KONSEP PADA MATERI PERSAMAAN

KUADRAT DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH PESERTA DIDIK

KELAS X SMA DI KABUPATEN KUDUS

Endang Sri Handayani, S.Pd., M.Pd.

  

SMA Negeri 2 Bae Kudus

  Abstrak:

  Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan peta konsep, Jigsaw tanpa peta konsep, dan pembelajaran langsung ditinjau dari sikap ilmiah peserta didik. Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 3x3. Penelitian dilaksanakan pada bulan September - Nopember 2015. Populasi adalah seluruh peserta didik SMA se-Kabupaten Kudus kelas X semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016. Instrumen yang digunakan adalah nilai UAN, angket sikap ilmiah, dan tes prestasi belajar matematika dengan materi persamaan kuadrat dalam bentuk pilihan ganda. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Pembelajaran kooperatif model Jigsaw dengan peta konsep menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada Jigsaw tanpa peta konsep dan pembelajaran langsung; (2) Prestasi belajar matematika peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah tinggi lebih baik daripada yang mempunyai sikap ilmiah sedang atau rendah, peserta didik dengan sikap ilmiah sedang maupun rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama; (3) Pada masing-masing model pembelajaran, prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki sikap ilmiah tinggi lebih baik daripada yang memiliki sikap ilmiah sedang atau rendah; (4) Pada masing- masing tingkatan sikap ilmiah, pembelajaran dengan Jigsaw dengan peta konsep menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada Jigsaw tanpa peta konsep maupun pembelajaran langsung.

  Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif, Jigsaw, Peta konsep, Sikap ilmiah.

  

Abstract: The purpose of this study was to determine the effect of cooperative learning

model Jigsaw with the concept map, Jigsaw without a concept map, and the direct

instruction model with a review of the scientific attitude of students. This type of research

was a quasi-experimental research with 3x3 factorial designs. This research was

implemented in the month of September to November 2015. The X grade students of Senior

High School in Kudus Regency with 2015/2016 academic year was the population of this

research. The instrument used to collect the data were UAN, scientific attitude

questionnaire, and mathematics achievement test with the topic of quadratic equation in the

form of multiple choice. The conclusion of this study were: (1) cooperative learning model

Jigsaw with the concept map has better mathematics learning achievement than the Jigsaw

without a concept map and the direct instruction model; (2) the high scientific attitude

students have better mathematics learning achievement than the medium and low scientific

attitude students, the medium scientific attitude student have mathematics learning

achievement as good as the low scientific attitude students; (3) there is no interaction

between learning model to the level of scientific attitude of students towards mathematics

learning achievement; (4) there is no difference between the learning achievement of

students in each level of the scientific attitude for each learning model.

  Keywords: cooperative learning model , Jigsaw , concept maps , scientific attitude.

  PENDAHULUAN

  Salah satu indikator dari mutu dan kualitas kehidupan suatu bangsa dapat dilihat dari sudut pandang pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan Peningkatan mutu dan pembaharuan dalam bidang pendidikan haruslah terus menerus dilakukan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Salah satu faktor yang mengindikasikan pendidikan dapat dikatakan berhasil adalah bagaimana peserta didik tidak hanya menguasai materi akan tetapi peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat pada bangku sekolah kedalam penyelesaian persoalan sehari-hari bahkan diharapkan peserta didik dapat menerapkannya ke dalam dunia kerja. Rendahnya kesuksesan peserta didik dalam pelajaran matematika menjadi kekhawatiran pada banyak negara. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satu faktor penyebabnya adalah ketakutan peserta didik terhadap pelajaran matematika. Sejauh ini, pembelajaran yang berpusat pada guru masih sering dilakukan. Banyak guru yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar sebatas pada tugas guru yaitu memberi dan tugas peserta didik adalah menerima. Guru memberikan informasi dan mengharapkan peserta didik untuk menghafal dan mengingatnya. Guru aktif memberikan pengetahuan dan peserta didik menerima pengetahuan dengan pasif.

  Berdasarkan data hasil Ujian Akhir Nasional SMA tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh gambaran bahwa prestasi belajar matematika khususnya materi persamaan kuadrat peserta didik di Kabupaten Kudus masih kurang menggembirakan. Diperoleh data bahwa daya serap (penguasaan materi) mata pelajaran matematika untuk materi persamaan kuadrat pada tingkat kabupaten adalah 66,20%, sedangkan tingkat nasional 74,37%. Ini menunjukkan pemahaman peserta didik tentang materi tersebut masih kurang. Rendahnya penguasaan materi ini kemungkinan disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan guru dalam materi persamaan kuadrat ini kurang tepat. Salah satu kemunhkinan menyelesaikan masalah tersebut dengan cara pemilihan model yang tepat, karena tidak mungkin seorang guru menggunakan satu model saja dalam beberapa kali tatap muka. Guru yang menggunakan model bervariasi kemungkinan akan dapat memudahkan peserta didik mempelajari konsep-konsep baru.

  Dari sekian banyak model-model pembelajaran kooperatif yang ada, pada penelitian ini akan digunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang ditinjau dari sikap ilmiah peserta didik, dimana tipe Jigsaw dinilai bisa mengkonstruk pengetahuan peserta didik karena peserta didik harus saling bekerjasama dan berdiskusi tentang materi yang disajikan serta dengan sikap ilmiah diharapkan prestasi belajar matematika menjadi baik. berikut:

  1) Manakah dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan peta konsep, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tanpa peta konsep dan model pembelajaran langsung, yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik pada materi persamaan kuadrat ?

  2) Manakah yang memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar matematika lebih baik, peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah tinggi, sedang, atau rendah ?

  3) Pada masing-masing model pembelajaran (Jigsaw dengan peta konsep, Jigsaw matematika lebih baik, peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah tinggi, sedang atau rendah? 4)

  Pada masing-masing tingkatan sikap ilmiah (tinggi, sedang atau rendah), manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, pembelajaran dengan model kooperatif tipe Jigsaw dengan peta konsep, Jigsaw tanpa peta konsep atau pembelajaran langsung?

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015 dengan jenis penelitian quasi-experimental research atau eksperimental semu. Budiyono (2009: 82-83) menyatakan bahwa tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu model pembelajaran Jigsaw dengan peta konsep dan Jigsaw tanpa peta konsep untuk kelas eksperimen serta pembelajaran langsung untuk kelas control. Variabel lain yang ikut mempengaruhi variabel terikat adalah sikap ilmiah peserta didik, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika peserta didik pada materi persamaan kuadrat. Adapun desain faktorial pada penelitian ini adalah 3 x 3 disajikan dalam tabel berikut:

  Tabel 1 Rancangan Penelitian

  Sikap Ilmiah (B) Model Pembelajaran Sedang Rendah

  Tinggi (b )

  1

  (b

  2 ) (b 3 )

  Jigsaw dengan peta konsep (a

  1 ) (ab) 11 (ab) 12 (ab)

  13 Jigsaw tanpa peta konsep (a ) (ab) (ab) (ab)

  2

  21

  22

  23 Langsung (a ) (ab) (ab) (ab)

  3

  31

  32

  33 Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA di Kabupaten Kudus

  semester gasal tahun pelajaran 2015/2016. Sampel diambil dari populasi dengan teknik

  

stratified cluster random sampling, yaitu dengan cara pengelompokan sekolah berdasarkan

  rata-rata dari nilai ujian akhir nasional tahun pelajaran 2014/2015 menjadi tiga kelompok yaitu kelompok tingkatan tinggi, kelompok tingkatan sedang, dan kelompok tingkatan rendah. Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, terpilih 3 sekolah sebagai sampel yaitu, SMA Negeri 1 Jekulo yang mewakili sekolah kategori tinggi, SMA Negeri 2 Bae kategori sedang, dan SMA Negeri 1 Mejobo kategori rendah.

  Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu model pembelajaran dan sikap ilmiah, dan satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika. Untuk Metode dokumentasi digunakan untuk mengambil data nilai UAN SMP tahun pelajaran 2014/2015. Dokumen tersebut digunakan untuk mengetahui keseimbangan prestasi belajar dari kelas yang akan digunakan sebagai eksperimen. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar matematika peserta didik. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes objektif sebanyak 40 butir soal dengan 5 alternatif jawaban. Sedangkan metode angket digunakan untuk memperoleh data mengenai tingkat sikap ilmiah peserta didik. Angket sikap ilmiah berupa soal pilihan ganda sebanyak 40 item dengan alternatif 4 jawaban. Pemberian skor menggunakan skala Likert, untuk item positif jika menjawab SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.

  Adapun untuk item negative jika menjawab SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4.

  Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah instrumen tes prestasi belajar matematika dan instrumen angket sikap ilmiah. Sebelum instrumen tes dan angket digunakan, terlebih dahulu diujicobakan pada peserta didik di luar kelas penelitian. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh instrumen yang akan digunakan baik instrumen tes maupun instrumen angket sesuai standart instrumen atau tidak.

  Untuk memenuhi uji validitas isi, peneliti melakukan proses dalam penyusunan tes sebagai berikut: 1)

  Mengidentifikasikan bahan-bahan yang telah diberikan beserta tujuan pembelajarannya 2)

  Membuat kisi-kisi dari soal tes yang akan dibuat 3)

  Menyusun soal tes beserta kuncinya 4)

  Menelaah soal tes sebelum diuji 5)

  Melakukan penilaian terhadap butir-butir tes yang dilakukan oleh pakar (validator). Tingkat kesukaran dihitung dengan tujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika tingkat kesukarannya 0.

  3 ≤ P ≤ 0.7. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan peserta didik yang berkemampuan rendah (kurang pandai). Pada penelitian ini digunakan .3 (D ≥ 0.3). Sedangkan untuk menentukan reliabilitas soal prestasi belajar matematika berupa soal objektif, dicari dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20). Suatu instrumen dapat dipakai untuk melakukan pengukuran jika indeks reliabilitasnya r 0.7 (Budiyono,

  11 ≥ 2003: 69).

  Sebelum masing-masing kelas eksperimen diberi perlakuan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat terhadap data kemampuan awal peserta didik. Untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak maka dilakukanlah uji normalitas. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dan uji mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan uji Barttlet. Selanjutnya dilakukan uji keseimbangan rata-rata. Hal ini dimaksudkan agar hasil dari eksperimen benar-benar akibat dari perlakuan yang dibuat, bukan karena pengaruh yang lain. Prosedur uji keseimbangan pada penelitian ini menggunakan uji anava satu jalan dengan sel tak sama karena pada penelitian ini terdapat tiga populasi yang dibandingkan yaitu kelas eksperimen 1, eksperimen 2 dan kelas kontrol yang berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan awal seimbang atau tidak.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Pada dasarnya belajar merupakan proses yang diarahkan pada suatu tujuan.Adapun tujuan seseorang belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan orang tersebut menggunakan matematika yang dipelajari baik secara konseptual maupun secara praktis. Secara konseptual dimaksudkan dapat mempelajari matematika lebih lanjut, sedangkan secara praktis dimaksudkan untuk menerapkan matematika pada bidang-bidang lain. Akibat proses belajar diharapkan terjadi perubahan yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pemahaman, perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku dan keterampilan yang ada pada diri orang yang belajar. Seseorang dikatakan belajar matematika jika pada diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika.

  Prestasi belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap- sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut pemikiran Gagne (Agus Suprijono, 2013: 17), prestasi belajar berupa: a.

  Informasi verbal b.

  Keterampilan intelektual c. Strategi kognitif d.

  Keterampilan motorik e. Sikap

  Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran dapat dicapai sehingga proses belajar mengajar menghasilkan perubahan berupa kemampuan diberbagai bidang yang sebelumnya tidak dimiliki. prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai dari proses yang telah dilakukan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman di bidang matematika sesuai dengan tujuan pembelajaran yang disampaikan untuk mengembangkan keterampilan dalam mata pelajaran matematika yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.

  Dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran maka diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat. Teori konstruktivisme menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan (konstruksi) orang itu sendiri. Tanpa keaktifan seseorang mencerna dan membentuknya, seseorang itu tidak akan mempunyai pengetahuan. Semua pengetahuan adalah hasil konstruksi dari kegiatan atau tindakan. Oleh karena itu pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru apabila murid tidak mengolah dan membentuknya sendiri.

  Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada faham konstruktivisme. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok dimana dalam kelompok- kelompok tersebut dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar peserta didik saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Pembelajaran kooperatif

  (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran yang dapat membantu guru

  mengubah keragaman peserta didik menjadi satu kekuatan yang dapat mendukung dalam memperoleh prestasi belajar peserta didik. Terdapat banyak alternatif model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan di kelas saat pembelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang meningkatkan semangat kerjasama peserta didik adalah model pembelajaran Jigsaw yang dikembangkan oleh Eliot Aronson. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling bekerjasama dalam rangka menghasilkan sebuah hasil final dan juga mengaktifkan skema atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pembelajaran. (Agus Suprijono 2013: 89). Hal ini yang membuat Jigsaw menjadi sangat efektif. Menurut Mengduo dan Xiaoling (2010: 113-125)

  “Jigsaw is a cooperative learning technique that requires everyone’s cooperative effort to produce the final product” yang artinya Jigsaw adalah sebuah teknik

  pembelajaran kooperatif yang membutuhkan usaha seseorang dalam bekerjasama untuk menghasilkan sebuah hasil akhir.

  Teknik pencatatan dengan menggunakan peta konsep mampu memberikan kesan yang mendalam bagi peserta didik sehingga dapat menjadi pengingat yang baik. Peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan dengan konsep-konsep lain pada kategori yang sama.

  Ciri-ciri peta konsep menurut Dahar (dalam Trianto, 2009: 159) sebagai berikut: 1)

  Peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep suatu materi dalam suatu mata pelajaran Peta konsep merupakan menggambarkan/ memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep

  3) Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama sehingga ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep yang lain

  4) Jika terdapat dua atau lebih konsep digambarkan dibawah suatu konsep lebih inklusif, maka terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep tersebut.

  Berdasarkan ciri-ciri di atas, maka peta konsep disusun secara hierarki artinya konsep yang inklusif diletakkan pada puncak peta, makin ke bawah konsep-konsep diurutkan menjadi konsep yang kurang inklusif. Peta konsep membantu mengorganisasikan Dalam pembelajaran matematika sikap ilmiah peserta didik sangat diperlukan. Menurut Harlen dalam Fakhruddin (2010: 139), ada sembilan aspek sikap ilmiah yang bisa dikembangkan pada peserta didik, yaitu:

1. Sikap ingin tahu; 2.

  Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru; 3. Sikap bekerjasama; 4. Sikap tidak putus asa; 5. Sikap tidak berprasangka; 6. Sikap mawas diri; 7. Sikap bertanggung jawab; 8. Sikap berfikir bebas; 9. Sikap kedisiplinan dan kejujuran. Sikap ilmiah ini bisa dikembangkan ketika peserta didik melakukan diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan di lapangan. Kegiatan-kegiatan ini secara langsung atau tidak akan mendidik peserta didik untuk melalui proses sains (keterampilan proses). Selama proses tersebut peserta didik akan terwadahi rasa ingin tahunya sehingga peserta didik akan termotivasi untuk mencari tahu sesuatu yang baru. Melalui kegiatan ini peserta didik juga dituntut untuk bekerjasama dengan orang lain, sehingga untuk melaksanakan pekerjaan bersama, antar peserta didik harus kompak bekerjasama, disiplin, bertanggungjawab akan tugas yang diberikan, menghormati keputusan bersama, menyampaikan pendapat dengan santun, menghormati pendapat teman yang berbeda, dan masih banyak sikap-sikap yang akan muncul selama proses pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap ilmiah ini merupakan perwujudan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran. Oleh karena itu dengan sikap ilmiah tersebut diharapkan pembelajaran matematika akan berjalan dengan baik sehingga mencapai tujuan dan hasil belajar yang diinginkan dimana peserta didik diharapkan mampu aktif dan kreatif.

  Sikap ilmiah tersebut mengemuka dalam diri peserta didik dalam bentuk sikap ingin tahu (curiosity), kebiasaan mencari bukti sebelum menerima pernyataan (respect for

  evidence

  ), sikap luwes dan terbuka dengan gagasan ilmiah (flexibelity), kebiasaan bertanya secara kritis (critical reflection) serta sikap peka terhadap lingkungan sekitar (sensitifity to diwujudkan dalam bentuk perilaku aktual yang bersifat keilmuan terhadap suatu stimulus tertentu. Jika seorang peserta didik memiliki sikap ilmiah yang tinggi maka rasa keingintahuannya akan sesuatu juga tinggi, hal ini memungkinkan peserta didik tersebut berupa menggali sendiri informasi yang dibutuhkan untuk menganalisa hasil penemuan yang dilaksanakan, sehingga dimungkinkan peserta didik yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan memiliki prestasi belajar yang tinggi pula.

  Setelah dilakukan uji keseimbangan untuk mengetahui kemampuan awal masing masing populasi dimana hasil uji keseimbangan diperoleh nilai F obs = 0.038 dengan nilai yaitu kelompok peserta didik yang dikenai model pembelajaran Jigsaw dengan peta konsep, kelompok peserta didik yang dikenai model pembelajaran Jigsaw tanpa peta konsep maupun kelompok peserta didik yang dikenai model pembelajaran langsung mempunyai rataan yang sama (populasi seimbang), sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga populasi (kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2 dan kelas kontrol) mempunyai kemampuan awal yang sama.

  Selanjutnya dilakukan uji hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel-variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan peta konsep dan jigsaw tanpa peta konsep, sikap ilmiah peserta didik terhadap variabel terikatnya yaitu prestasi belajar matematika. Rangkuman uji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dan tingkat signifikasi α = 0.05 dapat dilihat pada Tabel 2,

  Tabel 2 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan

  Sumber JK Dk RK F F Keputusan

  obs tabel

  A 2858.371 2 1429.186 10.398

  3.00 H ditolak

  0 A

  B 3789.636 2 1894.818 13.785

  3.00 H

  0 B ditolak

  AB 647.389 4 161.847 1.177

  2.37 H

  0 AB diterima

  • Galat 42472.695 309 137.452
  • Total 49768.092 317 Dari tabel di atas tampak bahwa Ho ditolak karena nilai uji Fa = 10.398

  A Є DK =

  {F | F > 3.00}. Hal ini berarti terdapat perbedaan rataan prestasi belajar matematika peserta didik yang dikenai model pembelajaran Jigsaw dengan peta konsep, Jigsaw tanpa peta konsep dan pembelajaran langsung. Ho ditolak karena nilai uji Fb = 13.785

  B Є DK =

  {F | F > 3.00}. Hal ini berarti terdapat perbedaan rataan prestasi belajar matematika antara masing-masing tingkatan sikap ilmiah. Ho AB diterima karena nilai uji Fab = 1.177 DK = {F | F > 3.00}. Hal ini berarti tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan tingkatan sikap ilmiah peserta didik terhadap prestasi belajar matematika pada materi persamaan kuadrat.

  Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan diperoleh bahwa Ho dan Ho ditolak A B sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda pasca anava dengan menggunakan metode

  Scheffe . Berikut disajikan rangkuman perhitungan hasil uji komparasi ganda disajikan pada tabel 3, tabel 4 dan tabel 5.

  Tabel 3. Rerata masing-masing Sel dan rerata marginal

  Sikap Ilmiah Rerata

  Model Pembelajaran Tinggi Sedang Rendah Marginal

  Jigsaw dengan peta konsep 79.893 70.000 70.159 72.925

  Langsung 69.722 60.370 66.036 64.464 Rerata Marginal 74.762 69.232 66.895 Tabel 4.

  Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Baris H F obs F tabel Keputusan

  μμ 7.461 6.000 H ditolak 1 2  

   μ μ 27.545 6.000 H ditolak 1

    3

  

  μ μ 6.335 6.000 H ditolak 2   3 Tabel 5.

  Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Kolom H F obs F tabel Keputusan

  

  μ μ 29.246 1 2

  6.000 H ditolak  

  μμ 1 3 17.588  

  6.000 H ditolak

   μ μ 0.1607

    2 3

  6.000 H diterima Berdasarkan tabel 3 dan tabel 4, dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang dikenai model pembelajaran Jigsaw dengan peta konsep menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada peserta didik yang dikenai model pembelajaran Jigsaw tanpa peta konsep dan model pembelajaran langsung. Peserta didik yang dikenai model pembelajaran Jigsaw tanpa peta konsep menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada peserta didik yang dikenai model pembelajaran langsung. Hal ini sejalan dan diperkuat dengan hasil penelitian Magdalena Puspitaningtyas (2011) yang menyimpulkan bahwa penggunaan peta konsep pada model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD saja.

  Berdasarkan tabel 3 dan tabel 5, dapat disimpulkan bahwa peserta didik dengan sikap ilmiah tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding peserta didik dengan sikap ilmiah sedang dan rendah, sedangkan peserta didik dengan sikap ilmiah sedang memiliki prestasi belajar sama baiknya dengan peserta didik dengan sikap ilmiah rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi Paryanto (2012) yang menyimpulkan bahwa peserta didik yang mempunyai tingkat sikap ilmiah tinggi menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan peserta didik peserta didik yang mempunyai tingkat sikap ilmiah rendah.

  Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama, Ho AB diterima karena nilai uji F = 1.177 dan F = 2.37 dengan DK = {F | F > 3.00} ternyata F < F . Hal

  ab tabel ab tabel

  ini berarti tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkatan sikap ilmiah kata lain, perbedaan prestasi belajar peserta didik pada masing-masing model pembelajaran konsisten terhadap masing-masing tingkatan sikap ilmiah.

SIMPULAN DAN SARAN

  Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan peta konsep memberikan prestasi belajar matematika peserta didik yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tanpa peta konsep maupun model pembelajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tanpa peta konsep memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.

  2. Prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki sikap ilmiah tinggi lebih baik dibanding peserta didik yang memiliki sikap ilmiah sedang maupun rendah, peserta didik yang memiliki sikap ilmiah sedang memiliki prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan peserta didik yang memiliki sikap ilmiah rendah.

  3. Pada masing-masing model pembelajaran, prestasi belajar matematika peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah tinggi lebih baik dari peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah sedang dan rendah, prestasi belajar matematika peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah sedang sama baiknya dengan peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah rendah.

4. Pada masing-masing tingkatan sikap ilmiah, model pembelajaran kooperatif tipe

  Jigsaw dengan peta konsep memberikan prestasi belajar matematika peserta didik yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tanpa peta konsep maupun model pembelajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tanpa peta konsep memberikan prestasi belajar matematika peserta didik yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.

  Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah pendidik dan calon pendidik hendaknya dalam pembelajaran matematika memperhatikan dan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Jigsaw dengan peta konsep serta termotivasi untuk menginovasi model

DAFTAR PUSTAKA

  Paryanto, Adi. (2012). Pembelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Matematika

  Realistik Dan Group Investigation Ditinjau Dari Sikap Ilmiah Siswa . Surakarta: Tesis. Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS.

  Suprijono, Agus. (2013). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budiyono. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.

  • . (2009). Statistik Untuk Penelitian Edisi ke 2. Surakarta: UNS Press.

  Fakhruddin. (2010). Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Penggunaan

  

Media Komputer Melalui Model Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa Kelas X-3

SMA Negeri Bangkinang Barat.

  Jurnal Geliga Sains 4 (1), 18-22, 2010 .Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X

  Puspitaningtyas, Magdalena. (2011). Eksperimentasi Penggunaan Peta Konsep Pada

  ModelPembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau Dari Kemampuan Prasyarat Siswa Kelas X SMA Di Surakarta Tahun Pelajaran 2010-1011

  . Surakarta: Tesis. Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS.

  Mengduo, Q. & Xiaoling, J. (2010). Jigsaw Strategy as a Cooperative Learning Technique:

  

Focusing on the Language Learners. Chinese Journal of Applied Linguistics

(Bimonthly), 33(4), 113-125.

  Huda, Miftahul. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tim Redaksi. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kharisma

  Putra Utama