BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal - Pengaruh Stock Split dan Financial Ratio Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, yang
dimaksud dengan pasar modal adalah suatu pasar yang mempunyai kegiatan melakukan penawaran umum dan perdagangan efek yang melibatkan perusahaan publik serta lembaga yang berkaitan dengan efek. Di Indonesia, pasar modal diatur oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) di bawah Kementerian Keuangan dan dikelola oleh pihak swasta dan pemerintah.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) peran dan manfaat pasar modal antara lain:
1. Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien.
Investor dapat melakukan investasi pada beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek yang baru ditawarkan ataupun yang diperdagangkan di pasar modal. Sebaliknya, perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen keuangan jangka panjang melalui pasar modal tersebut.
2. Pasar modal sebagai alternatif investasi.
Pasar modal memudahkan alternatif berinvestasi dengan memberikan keuntungan dengan sejumlah resiko tertentu.
3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik. Perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek yang baik, sebaiknya tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang-orang tertentu saja, karena penyebaran kepemilikan secara luas akan mendorong perkembangan perusahaan menjadi lebih transparan.
4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan.
Keikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan perusahaan mendorong perusahaan untuk menerapkan manajemen secara lebih profesional, efisien dan berorientasi pada keuntungan, sehingga tercipta suatu kondisi “good corporate governance” serta keuntungan yang lebih baik bagi para investor.
5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
Dengan keberadaan pasar modal, perusahaan-perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana, sehinggaakan mendorong perekonomian nasional menjadi lebih maju, yang selanjutnya akan menciptakan kesempatan kerja yang luas, serta meningkatkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Menurut Handono (2011), pengertian pasar modal dalam arti luas: 1.
Pasar modal adalah pasar modal merupakan keseluruhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk bank-bank komersil dan semua perantara di bidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan pendek.
2. Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisir dan lembaga- lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya yang berjangka waktu lebih dari satu tahun) termasuk saham, obligasi, hipotek, tabungan, serta deposito berjangka.
Tujuan utama dari pasar modal adalah untuk menjembatanialiran dana dari pihak yang memiliki dana (investor) dengan pihak perusahaan yang memerlukan dana (untuk memperlebar usaha ataupun untuk memperbaiki struktur modal usaha). Untuk masalah di Indonesia, cakupan tujuan dan misi yang diemban oleh pasar modal Indonesia bersifat lebih luas, sesuai dengan idealisme bangsa Indonesia yang menjalankan perekonomian berasaskan kekeluargaan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada tiga aspek mendasar yang ingin dicapai pasar modal Indonesia, yaitu:
1. Mempercepat proses perluasan partisipasi masyarakat dalam pemilikan saham-saham perusahaan.
2. Pemerataan pendapatan masyarakat melalui pemilikan saham.
3. masyarakat dalam mengerahkan dan Menggairahkan penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif.
Pasar modal memang merupakan produk dari sistem perekonomian kapitalis, sedangkan tujuan didirikannya pasar modal di Indonesia sudah disipi muatan idealisme. Pasar modal di Indonesia diharapkan mampu menjadi wadah sumber dana dari masyarakat (investor) bagi perusahaan, sehingga nantinya kredit sektor perbankan dapat dialihkan untuk pembiayaan industri kecil dan menengah.
Perusahaan yang menjual saham dalam melakukan penawaran bisa melalui primary issue. Untuk melakukan primary issue perusahaan memerlukan bantuan investment banker (underwriter), yang membantu proses penjualan saham baru. Prosesnya adalah saham dibeli oleh underwriter sebagai penjamin, kemudian bersama issuer melakukan initial public offering (IPO) yaitu menjual saham pertama kali kepada investor publik di primary market. Jika investor memperdagangkan sahamnya, mereka bisa menjualnya di secondary market (bursa efek). Di secondary market, investor publik dapat melakukan jual beli saham melalui broker. Perusahaan dapat melakukan secondary offering dan dilaksanakan dalam secondary market (Harto, 2007).
2.1.2. Effecient Market Hypothesis
Pasar modal di Indonesia yang berkembang dengan pesat mendapat tanggapan positif dari para investor dan perusahaan yang membutuhkan dana dari pasar modal. Dalam efficient market hypothesis (EMH) (Bodie, Kane dan Marcus: 2005) dikatakan bahwa harga saham atau sekuritas yang terdaftar di pasar seharusnya sudah mencerminkan segala informasi yang tersedia atau relevan dengan segera. Jadi semakin cepat terjadi reaksi atas suatu informasi maka akan semakin mnenunjukkan bahwa pasar tersebut semakin efisien. Informasi yang relevan bisa berupa good news ataupun bad news. Good news berarti pasar dalam keadaan efisien dan realized return lebih tinggi dari expected return sedangkan bad news berarti muncul keragu-raguan akan prospek perusahaan ke depan.
Secara teorikal pasar modal yang efisien dibedakan kedalam tiga kategori sebagai berikut:
1. Hipotesis Pasar Modal Bentuk Lemah (The Weak Form Efficient
Market ) yaitu suatu pasar dimana harga merefleksikan semua
informasi harga historis. Harga saham sekarang dipengaruhi oleh harga saham masa lalu, lebih lanjut informasi masa lalu dihubungkan dengan harga saham untuk membantu menentukan harga saham sekarang.
2. Hipotesis Pasar Modal Setengah Kuat (Semi-strong Form Efficient
Market Hypothesis ) yaitu harga saham pada suatu pasar modal
menggambarkan semua informasi yang dipublikasikan sampai ke masyarakat keuangan. Tujuannya adalah untuk meminimalkan ketidaktahuan mengenai operasi perusahaan yang dmaksudkan untuk menjelaskan dan menggambarkan kebenaran nilai dari suatu institusi.
3. Hipotesis Pasar Modal Bentuk Kuat (The Strong Form Efficient
Market Hypothesis ) yaitu konsep pasar efisien bentuk kuat mengandung arti bahwa semua informasi direfleksikan dalam harga saham, baik informasi yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan (non-public atau private information). Dalam pasar modal, surat-surat berharga yang diperjualbelikan disebut sekuritas. Dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995. Efek adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak, investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek.
2.1.3. Saham
Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan modal pada suatu perusahaan perseroan terbatas dengan manfaat yang dapat diperoleh berupa dividen, capital gain dan manfaat non finansial seperti hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan. Abdullah (2010) mendefinisikan saham sebagai surat berharga yang dapat dibeli atau dijual serta dapat dijadikan tanda penyertaan modal dan bukti kepemlikan oleh perorangan atau lembaga atas perusahaan penjual saham tersebut dalam bentuk selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah perusahaan penerbit kertas tersebut.
Saham dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Sulistiyastuti (2002) dalam Handono (2011) mengemukakan bahwa saham biasa (common stock) atau sering disebut saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikan individu maupun institusi atas suatu perusahaan. Kepemilikan saham mencerminkan kepemilikan atas suatu perusahaan karena saham adalah sekuritas yang bersifat ekuitas. Berbeda dengan obligasi, saham tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo (perpetual) dan tidak memberikan pendapatan tetap.
Sulistyastuti (2002) dalam Handono (2011) menambahkan bahwa nilai suatu saham dapat dipandang dalam empat konsep yang memberikan makna berbeda. Pertama, suatu saham memiliki nilai nominal yaitu nilai perlembar saham yang berkaitan dengan kepentingan akuntansi dan hukum. Nilai nominal tidak mengukur nilai riil suatu saham tetapi hanya digunakan untuk menentukan besarnya modal disetor penuh dalam neraca. Nilai modal disetor penuh adalah nilai nominal saham dikalikan jumlah saham yang dikeluarkan perusahaan. Nilai nominal suatu saham juga disebut stated value, face value, par value.
Kedua, nilai buku perlembar saham (book value per share) yaitu total ekuitas dibagi jumlah saham beredar. Nilai buku perlembar saham (book value
per share ) menunjukkan nilai aktiva bersih perlembar saham yang dimiliki oleh
pemegangnya (Sulistyastuti, 2002) Konsep nilai ketiga adalah nilai pasar. Nilai pasar (market value) adalah nilai suatu saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham di bursa saham. Harga pasar inilah yang menentukan indeks harga saham gabungan (IHSG). Fluktuasi harga saham di bursa yang menentukan resiko sistematis suatu saham (Sulistyastuti, 2002).
Pada konsep nilai terakhir yaitu nilai fundamental, konsep mengenai nilai fundamental inilah yang paling penting. Tujuan penghitungan nilai fundamental suatu saham lebih sering disebut sebagai nilai intrinsik saham adalah menentukan nilai wajar suatu saham agar harga saham tersebut mencerminkan nilai saham yang sebenarnya (Sulistyastuti, 2002) Harga saham menurut Jogiyanto (1998) adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang berangkutan di pasar modal. Harga saham tercipta akibat demand and supply yang terjadi di bursa Jika bursa efek tutup, maka closing price (harga penutup) akan menjadi harga pasar suatu saham. Harga saham dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu : a.
Harga Nominal Harga nominal adalah harga yang tertera pada sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten.
b.
Harga Perdana Harga yang dicatat saat Initial Public Offering dan terbentuk dari kesepakatan emiten dan penjamin emisi.
c.
Harga Pasar Harga jual dari investor satu dan investor lain. Transaksi ini tidak lagi melibatkan penjamin emisi emiten. Harga ini disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar
- –benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap
2.1.4. Teori Random Walk Model random walk mengemukakan persoalan harga-harga saham yang
lalu dapat membantu dalam meramalkan harga-harga saham atau tingkat
keuntungan waktu yang akan datang. Model ini menegaskan dua hipotesis
utama yaitu perubahan harga adalah bebas antara satu jangka waktu dengan
jangka waktu yang lain, dan perubahan harga mengikuti beberapa distribusi
probabiliti tertentu. Pada model ini asumsi pergerakan harga adalah random.
Oleh karena itu walaupun para investor memperoleh informasi dari dalam,
investor masih tidak dapat meramal pergerakan harga saham yang akan datang
dengan tepat. Hal ini karena segala informasi akan terkandung dalam harga
saham itu sebagaimana diketahui umum.2.1.5. Teori Elliot Wave
The Elliot Wave merupakan penelitian tentang perilaku trend yang mengikuti pola-pola tertentu. Penelitian ini menemukan bahwa perubahan harga di bursa saham mempunyai suatu struktur tertentu. Elliot, berpendapat bahwa pasar bergerak sesuai siklus yang berulang-ulang. Siklus ini dapat terjadi karena efek psikologis dan emosi para investor yang dipengaruhi olrh informasi dan berita ekonomi di sekitarnya.
2.1.6. Jenis-Jenis Saham
Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal luuas di
masyarakat. Umumnya saham yang dikenal sehari-hari merupakan saham biasa
(common stock). Ditinjau dari segi dalam hak tagih atau klaim, maka saham
terbagi atas:1. Saham biasa (common stock) yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling akhir dalam hal pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut mengalami likuidasi. Saham jenis ini paling banyak dikenal di masyarakat. Besarnya harga nominal saham tergantung pada keinginan emiten.
2. Saham preferen (preffered stock) adalah saham yang memberikan prioritas pilihan kepada pemegangnya, seperti berhak didahulukan dalam hal pembayaran dividen, berhak menukar saham preferen yang dipegangnya dengan saham biasa, mendapat prioritas pembayaran kembali permodalan dalam hal perusahaan dilikuidasi. Saham jenis ini bisa menghasilkan pendapatan tetap seperti bunga obligasi, tetapi bisa juga tidak menhasilkan bunga tetap.
3. Saham istimewa (golden share) mempunyai hak lebih dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Hak lebih itu terutama dalam proses penunjukan direksi perusahaan. Dalam hukum pasar modal Indonesia, saham istimewa dikenal dengan nama saham dwiwarna. Saham ini dimiliki oleh pemerintah Indonesia dan jumlahnya satu buah.
Dilihat dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas: 1.
Saham atas tunjuk (bearer stock) adalah saham yang tidak mempunyai nama pemilik. Saham ini mirip seperti uang, sangat mudah untuk dialihkan. Siapa yang dapat menunjukkan sertifikat saham itu, maka dia adalah pemiliknya dan bergak untuk ikut hadir dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
2. Saham atas nama (registered stock) adalah saham yang ditulis dengan jelas siapa pemiliknya. Cara peralihan saham yang demikian harus melalui prosedur tertentu yaitu melalui pencatatan dokumen peralihan.
2.1.7. Pemecahan Saham (Stock Split)
Menurut Marwata (2001) dalam Faris (2012), definisi stock split adalah memecahkan selembar saham menjadi n lembar saham. Pemecahan saham mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar saham yang beredar tanpa transaksi jual beli yang merubah besarnya modal, sedangkan menurut Halim (2005) dalam Faris (2012), pemecahan saham adalah pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan menggunakan nilai nominal yang lebih rendah per lembarnya secara proporsional. Tujuan pemecahan saham tersebut adalah untuk menempatkan harga pasar saham dalam trading range tertentu.
Pemecahan saham (stock split) adalah aksi yang dilakukan perusahaan
untuk merubahan nilai nominal per lembar saham dan menambah jumlah saham
yang beredar sesuai dengan faktor pemecahannya (split factor). Harga per
lembar saham yang baru setelah dilakukan pemecahan saham adalah sebesar 1/n
dari harga sebelumnya. Pemecahan saham merupakan salah satu corporate
action yang dilakukan oleh emiten. Corporate action jenis ini biasanya
dilakukan oleh perusahaan pada saat harga saham dinilai terlalu tinggi di pasar
modal sehingga bisa mengakibatkan berkurangnya kemampuan investor untuk
membeli saham. Secara teoritis, suatu pemecahan saham sebenarnya tidak
bernilai apapun bagi investor. Stock split tidak menambah nilai dari perusahaan
atau dengan kata lain tidak mempunyai nilai ekonomis karena stock split
hanyalah mengubah jumlah saham yang beredar.Terdapat dua jenis stock split: 1.
Pemecahan naik (split up atau sering disebut stock split) yaitu penurunan nilai nominal perlembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan faktor pemecahan 1:2 atau 1:3 (Abdul Halim, 2005)
2. Pemecahan turun (split down atau sering disebut revers stock split) yaitu peningkatan nilai nominal perlembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan turun dengan faktor pemecahan 2:1 atau 3:1 (Abdul Halim, 2005) Perlakuan akuntansi untuk pemecahan saham, menurut Dyckman, Dukes
dan Davis (1994) dalam Lestari (2005), dalam stock split yang murni, tidak ada
ayat jurnal akuntansi yang diperlukan, karena tidak ada perubahan jumlah pada
modal saham, tambahan modal disetor, atau laba ditahan. Kenaikan jumlah
saham ditutupi oleh pengurangan nilai pari secara proporsional. Sedangkan
yang berubah hanya nilai pari (ditetapkan per saham) dan saham yang
diterbitkan, beredar, ditarik kembali, atau dipesan.Hasil survey yang dilakukan oleh Dolley (1993) seperti yang dikutip oleh
Lestari (2005) menunjukkan bahwa motif utama perusahaan melakukan
pemecahan saham adalah untuk meningkatkan likuiditas saham sehingga
distribusi saham menjadi lebih luas. Sedangkan hasil survey yang dilakukan
oleh Baker dan Gallagher (1980) dalam Lestari (2005) mengindikasikan bahwa
perusahaan melakukan stock split agar tingkat perdagangan berada dalam
kondisi yang lebih baik sehingga dapat menambah daya tarik investor dan
meningkatkan likuiditas perdagangan. Namun hasil penelitian yang dilakukan
Ewijaya dan Indrianto (1999) menyatakan bahwa reaksi pasar positif setelah
pengumuman pemecahan saham bukan karena respon terhadap pemecahan
saham itu sendiri, tapi terhadap prospek perusahaan yang disinyalkan oleh
pemecahan saham tersebut.Beberapa teori pendukung stock split:
1. Trading Range Theory Teori ini memberikan penjelasan bahwa stock split meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, manajemen menilai harga saham terlalu tinggi sehingga kurang menarik diperdagangkan, maka dari itu harga saham ditata kembali menjadi lebih rendah dibanding sebelumnya (Ahmad Rifa’i, 2005). Hal ini diharapkan semakin banyak partisipan pasar yang akan terlibat dalam perdagangan.
2. Signaling Theory Menurut Jogiyanto (2003) dalam Nasution (2014), informasi yang dipublikasikan sebagai pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Teori ini menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajer perusahaan akan menginformasikan kepada publik tentang prospek masa depan yang baik dari perusahaan. Alasan sinyal ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split mempunyai kondisi kinerja yang baik.. Kinerja keuangan yang baik adalah salah satu gambaran yang dapat menunjukkan prospek yang baik. Menurut Copeland (1979) dalam Lestari (2005), perusahaan yang melakukan pemecahan saham memerlukan biaya, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu melakukannya. Dengan begitu, stock split merupakan upaya manajemen perusahaan untuk menarik investor dengan memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki kondisi yang bagus.
2.1.8. Analisis Laporan Keuangan
Foster (1986) dan Gibson (1992) dalam Harto (2007) mengemukakan
bahwa kinerja perusahaan harus diukur untuk melihat apakah kinerja
perusahaan mengalami pertumbuhan atau tidak. Ukuran ini juga diperlukan
untuk informasi mengenai kinerja perusahaan, yang dapat digunakan sebagai
dasar mengambil keputusan manajemen di masa yang akan datang.Menurut Subramanyam (2005: 3), analisis laporan keuangan adalah
aplikasi dari alat dan teknik analitis untuk laporan keuangan bertujuan umum
dan data-data berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang
bermanfaat dalam analisis bisnis. Adanya analisis laporan keuangan akan
emngurangi ketergantungan terhadap tebakan, firasat dan intuisi dalam
bertindak dan mengambil keputusan.Dalam analisis laporan keuangan, rasio-rasio yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi dan kinerja perusahaan yang tercermin lewat laporan
keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Dalam Houston (2010: 161)
analisis rasio digunakan oleh tiga kelompok pengguna yaitu:1. Manajer Manajer menggunakan rasio untuk membantu menganalisis, mengendalikan dan memperbaiki operasi perusahaan.
2. Analis kredit Dalam hal ini, analis kredit adalah petugas pinjaman bank dan pemeringkat obligasi 3. Analis saham Analis saham adalah orang-orang yang tertarik dengan prospek
efisiensi, risiko dan pertumbuhan perusahaan.
Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis rasio keuangan berupaprofitabilitas, likuiditas dan rasio laba. Profitabilitas adalah rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suattu
periode tertentu (Kasmir, 2008: 114). Beberapa ukuran dalam penentuan
profitabilitas perusahaan yang diambil oleh peneliti adalah Return on Assets,
Net Profit Margin dan Earnning Per Share. Likuiditas diartikan sebagai
kemampuan perusahaan dalam melunasi tanggung jawab jangka pendek yang
dimiliki oleh perusahaan. Tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan
bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang baik sehingga akan menambah
permintaan akan saham dan tentunya akan menaikkan harga saham. (Mahendra,
2011). Likuiditas yang diambil oleh peneliti diukur dengan rasio Current Ratio.
2.1.9. Rasio Keuangan (Financial Ratio)
2.1.9.1. Current Ratio (CR)
Current Ratio dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban
jangka pendek. Aset lancar biasanya berupa kas, piutang, inventaris, dan sekuritas yang bisa dipasarkan (marketable securities). Sedangkan kewajiban jangka pendek berupa hutang, surat hutang jangka pendek, hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo, hutang pajak pendapatan, dan hutang lainnya.
Current ratio adalah ukuran solvabilitas jangka pendek yang paling sering digunakan karena rasio ini menunjukkan suatu indikator seberapa besar hak kreditor jangka pendek bisa dijamin dengan aset-aset yang diharapkan dapat diuangkan dalam periode jatuh temponya hak-hak bersangkutan.
Rumus dalam menghitung current ratio: x 100%
Current Ratio = Current Assets Current Liabilities Current ratio yang dikatakan baik apabila mampu memiliki rasio
perhitungan minimal 1:1. Solvabilitas jangka pendek yang dimiliki oleh perusahaan semakin baik bila nilai current ratio semakin besar. Dalam perhitungan CR bisa saja lebih didominasi oleh komponen piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual yang nilai dari kedua komponen ini lebih tinggi dari pada nilai komponen aset lancar lainnya yang digunakan untuk membayar utang lancar. Jika hal ini terjadi tentu rasio CR suatu perusahaan akan tinggi dan mengakibatkan seakan-akan perusahaan berada dalam kondisi yang likuid. (Malintan : 2011)
2.1.9.2. Return On Assets (ROA)
Sebelum menanamkan modal dalam suatu perusahaan, salah satu pertimbangan investor adalah nilai Return on Asset perusahaan tersebut. Return
On Asset adalah ukuran profitabilitas dan ukuran efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva tetap. Return on Asset adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya (Ang, 1997). Return on Asset diukur dari laba bersih setelah pajak terhadap total asetnya. Semakin tinggi ROA maka akan menunjukkan semakin efisien operasional dari suatu perusahaan, begitupun sebaliknya rendahnya ROA dapat disebabkan oleh banyaknya aset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang kertas, aset tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. (Malintan : 2011).
ROA dihitung dengan rumus :
Return on Assets = Net Income x 100% Common Equity Semakin besar nilai return on total assets, menunjukkan semakin besarnya
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh
sumber daya yang dimilikinya (Roswati, 2007)2.1.9.3. Net Profit Margin (NPM) Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih.
Semakin besar Net Profit Margin berarti semakin efisien perusahaan tersebut
dalam mengeluarkan biaya-biaya sehubungan dengan kegiatan operasinya.Net Profit Margin dihitung dengan rumus: Net Profit Margin = Laba Bersih x 100% Pendapatan Operasional
2.1.9.4. Earning Per Share (EPS) Earning per Share menunjukkan perbandingan pembagian laba bersih
dengan jumlah rata-rata saham yang yang beredar. Semakin besar EPS yang ada maka semakin besar pula kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar saham sehingga dapat dikatakan bahwa rasio EPS berpengaruh positif terhadap harga saham.
Earning per Share dihitung dengan rumus: Earning per Share = Net Income Weighted Avarage Common Shares Outstanding 2.2.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti merujuk kepada 4 (empat) penelitian terdahulu dengan fenomena
berdasarkan hasil penelitian yang memiliki perbedaan. Penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Faris (2012) dalam Pengaruh Pengumuman Pemecahan
Saham (Stock Split) terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham dan Volume Perdagangan Saham pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di
pengumuman pemecahan saham
BEI Tahun 2006-2011 menyimpulkan bahwa
(stock split) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham dan volume
perdagangan saham.Hasil penelitian Faris (2012) berbeda dengan Lubis (2010) dalam Pengaruh
Pemecahan Saham (Stock Split) terhadap Perubahan Harga Saham dan Likuiditas
Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang
menyimpulkan bahwa pemecahan saham tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan harga saham, pemecahan saham berpengaruh negatif
terhadap likuiditas saham (bid ask spread) secara signifikan, dan pemecahan saham
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap naik turunnya likuiditas
saham (Trading Volume Activity).Hasil penelitian Harto (2007) yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham (Studi pada Saham-Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta) menyimpulkan bahwa rasio keuangan earning per share, return
on equity , dan price to book value berpengaruh signifikan terhadap harga
saham, sedangkan rasio keuangan price to earning ratio dan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Penelitian Roswati (2007) yang berjudul Relevansi Rasio Keuangan dengan Harga Saham menyimpulkan bahwa: (1) terdapat hubungan yang signifikan antara rasio-rasio keuangan dengan harga saham; (2) rasio-rasio keuangan yang signifikan mempengaruhi harga saham berbeda untuk masing- masing industri; (3) rasio keuangan masih relevan dengan rata-rata harga saham selama 3 bulan sejak laporan keuangan dipublikasikan.
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
Nama Judul Variabel Hasil
Peneliti Penelitian Penelitian penelitian
Terdapat perbedaanFaris Pengaruh Variabel Independen :
yang cukup signifikan
Pengumuman (2012) Pemecahan Saham (Stock
antara sebelum
Pemecahan Saham
Split ) pengumuman
(Stock Split) terhadap
pemecahan saham
Harga Saham dan
Variabel Dependen : (stock split) dengan
Volume Perdagangan
setelah pengumuman
Harga Saham dan Volume Saham dan Volume
pemecahan saham
Perdagangan Saham Perdagangan Saham
(stock split) terhadap
pada Perusahaan Go
harga saham dan Public yang volume perdagangan
Terdaftar di BEI
saham. Dengan
Tahun 2006-2011
demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa pengumuman pemecahan saham (stock split) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham dan volume perdagangan saham. Pengaruh Pemecahan Pemecahan saham
Lubis Variabel Independen :
Saham (Stock Split) tidak mempunyai
(2010) Pemecahan Saham (Stock
terhadap Perubahan pengaruh yang Split )
Harga Saham dan signifikan terhadap Likuiditas Saham pada perubahan harga
Variabel Dependen : Perusahaan saham, pemecahan Manufaktur yang saham berpengaruh
Harga Saham dan
Terdaftar di Bursa Efek negatif terhadap
Likuiditas Saham
Indonesia likuiditas saham (bid ask spread ) secara signifikan, dan pemecahan saham tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap naik turunnya likuiditas saham (Trading Volume Activity ).
Analisis Pengaruh Variabel Independen : Rasio keuangan Harto
Rasio Keuangan Earning Per Share, Price earning per share, Terhadap Harga
, dan
Earning Ratio, Return On return on equity
(2007) Saham (Studi pada Equity, Price To Book price to book value Saham-Saham LQ45 Value, dan Debt to Equity berpengaruh di Bursa Efek Ratio signifikan terhadap Jakarta) Variabel Dependen : harga saham,
Harga Saham sedangkan rasio keuangan price to earning ratio dan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Relevansi Rasio Variabel Independen : (1) Terdapat
Roswati Keuangan dengan Current Ratio, Total Assets hubungan yang Harga Saham Turnover, Total Debt to signifikan antara
(2007)
Total Equity, Return On rasio-rasio keuangan Equity, Earning Per Share, dengan harga saham;
dan Price/Book Ratio (2) rasio-rasio keuangan yang
Variabel Dependen :
Harga Saham signifikan mempengaruhi harga saham berbeda untuk masing-masing industri; (3) rasio keuangan masih relevan dengan rata- rata harga saham selama 3 bulan sejak laporan keuangan dipublikasikan.
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dibangun untuk memperlihatkan hubungan pengaruh setiap variabel dalam satu penelitian. Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen H
1 H
2 H
3 H
4 H
5 H
6
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Stock Split (X1) Current Ratio (X2)Net Profit Margin (X4)
Earning Per Share (X5)
Harga Saham (Y)
Return on Assets (X3)
Dalam penelitian ini, harga saham menjadi variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen. Alasan peneliti menjadikan harga saham sebagai dependen adalah tingginya kebutuhan investor terhadap informasi harga saham dalam melakukan investasi.
Pengambilan keputusan investasi kebanyakan berdasarkan pada kondisi harga saham karena nilai perusahaan salah satunya tercermin lewat harga saham.
Proyeksi resiko juga dapat dilihat dari informasi harga saham. Harga saham perusahaan bersifat fluktuatif baik signifikan maupun tidak dan akan menjadi pertimbangan investor dalam memprediksi keadaan perusahaan di masa depan.
Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: a.
Pengaruh Stock Split terhadap Harga Saham Pengaruh pengumuman stock split terhadap harga saham dapat dilihat pada 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah pengumuman stock split. Pengumuman
stock split secara otomatis akan mengkoreksi harga saham. Stock split
menyebabkan harga saham menjadi lebih rendah yang mendorong investor berinvestasi.
b.
Pengaruh Current Ratio terhadap Harga Saham
Current ratio menggambarkan seberapa mampu perusahaan menunaikan
kewajiban dalam satu tahun mendatang. Current ratio menjadi penentu investasi yang sangat dipertimbangkan para investor sebelum menanamkan modal. Nilai
current ratio yang tinggi akan diinterpretasikan sebagai jaminan keamanan suatu perusahaan terkait pembayaran kewajiban jangka pendeknya. Hal ini secara otomatis akan meningkatkan harga saham suatu perusahaan.
c.
Pengaruh Return on Asset terhadap Harga Saham
Return on asset adalah rasio antara laba bersih terhadap total asset. Laba
yang dihasil atas penggunaan total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan dana yang digunakan. Namun, perusahaan harus memperhatikan bahwa nilai ROA harus melebihi rata-rata industri. Nilai ROA yang berada di bawah rata-rata industri mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki basic earning power yang lemah dan interest cost yang tinggi akibat penggunaan hutang di atas rata-rata sehingga mengecilkan net income. (Fatma, 2014 : 114) d.
Pengaruh Net Profit Margin terhadap Harga Saham. adalah perbandingan antara laba bersih dan
Net profit margin
pendapatan operasional dikali 100%. Rasio ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih. Semakin besar
net profit margin berarti semakin efisien perusahaan tersebut dalam
mengeluarkan biaya-biaya sehubungan dengan kegiatan operasinya. Efisiensi akan menunjukkan kinerja perusahaan dan secara otomatis menaikkan nilai perusahaan. Kondisi seperti ini adalah kondisi yang disenangi investor sehingga harga saham akan meningkat.
e.
Pengaruh Dividend Per Share terhadap Harga Saham
Earning per Share menunjukkan perbandingan pembagian laba bersih
dengan jumlah rata-rata saham yang yang beredar. Semakin besar EPS yang ada maka semakin besar pula kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar saham. Kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar saham yang beredar akan disenangi investor sehingga meningkatkan harga saham..
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H 1 : Stock Split berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011- 2013.
H : berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
2 Current Ratio
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011- 2013.
H : Return On Asset berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
3
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011- 2013.
H 4 : Net Profit Margin berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011- 2013.
H
5 : Earning Per Share berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011- 2013.
H
6 : Stock Split, Current Ratio, Return On Asset, Net Profit Margin dan
Earning Per Share berpengaruh secara simultan terhadap harga
saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.