UPAYA BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN CABANG BANDUNG DALAM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) ARTIKEL

  

UPAYA BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

CABANG BANDUNG DALAM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)

ARTIKEL

  

Oleh:

FENDI NOFRIAN

  

NPM : 1410018412008

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

  

2016

  

UPAYA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN CABANG

BANDUNG DALAM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)

  1

  1

  1 Fendi Nofrian , Uning Pratimaratri , Miko Kamal

1 Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Bung Hatta

  

Email: fendinovrian91@gmail.com

ABSTRACT

  

Developments in health care fraud is becoming a special attention of the government. That

phenomenon is the background issuance Minister of Health Regulation Number 36 Year 2015

concerning the Prevention of Fraud In Implementation of Health Insurance Program At National

Social Security System. This study aimed to (1) analyze indications of fraud Advanced Skincare

Health Facilities (ASHF) in Bandung; (2) analyze any prevention efforts undertaken BPJS Bandung

branch in minimizing fraud in ASHF indication; (3) analyze the prospects of fraud control efforts by

BPJS Health Branch Bandung. This study used socio legal approach. This study used primary data

and secondary data. Data were collected through documentary study. Data were analyzed

qualitatively. The survey results revealed that (1) an indication of fraud in health care ASHF in

Bandung is upcoding and kickback; (2) the prevention of fraud committed by BPJS Health Branch

Bandung Bandung City Government together with the agenda of the so-called plan of action and to

maximize the role of verifiers in the field; (3) the prospects for prevention that are being developed

that software updates casemix and managed care in collaboration with the entire hospital in

Bandung.

  Keywords : BPJS, health, prevention, fraud.

  

PENDAHULUAN dan keadilan sosial”. Hal tersebutlah yang

  Salah satu tujuan Negara Indonesia menjadi dasar oleh negara untuk membentuk termaktub di dalam alinea keempat Pembukaan suatu sistem untuk menjamin pemerataan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu kesejahteraan untuk rakyat, salah satunya “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan dalam bidang kesehatan. seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

  Demi menjamin pemerataan tersebut, memajukan kesejahteraan umum serta pemerintah Indonesia telah membentuk Sistem mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang melaksanakan ketertiban dunia yang merupakan perwujudan dari Pasal 34 ayat (2) berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi yang berbunyi, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

  Dalam perjalanannya, sistim jaminan sosial semakin berkembang, salah satunya jaminan sosial di bidang kesehatan (health

  financing) yang mencakup seluruh masyarakat

  Indonesia tanpa terkecuali dengan program pemerintah yang disebut dengan jaminan pemeliharaan kesehatan yang bertujuan memberikan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan agar mencapai mutu pelayanan kesehatan yang tinggi sehingga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal tersebut direalisasikan dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang melaksanakan kewenangan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  Dalam menjalankan fungsi dan perannya, BPJS Kesehatan tengah dilanda masalah indikasi

  fraud

  yang menjadikan biaya klaim oleh BPJS Kesehatan menjadi membludak.

  Di Indonesia aturan tentang fraud dalam kesehatan telah diatur di dalam Permenkes No.

  36 Tahun 2015 Pasal 1 ayat (1) disebutkan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada sistem jaminan sosial nasional yang selanjutnya disebut dengan kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan financial dari program jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan.

  Pelayanan kesehatan di suatu negara sangat dipengaruhi oleh tiga pihak yaitu institusi atau lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan (health care provider), kelompok masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan (health

  constumer

  ) dan pihak lembaga keuangan atau perusahaan asuransi (health

  financing atau insurance company

  ). Fraud dalam pelayanan kesehatan sebenarnya sudah lama terjadi, misalnya, di Negara Amerika Serikat tepatnya di Florida, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin dijatuhi hukuman penjara selama 22 tahun, diperintahkan membayar restitusi sebesar $ 3,2 juta dan denda $ 25.000 terhadap operasi medis yang seharusnya tidak perlu dilakukan terhadap penerima jaminan pelayanan kesehatan. Fenomena yang terjadi di Amerika Serikat ini sebenarnya berkaitan antara dokter dan rumah sakit (provider) dengan pihak penanggung asuransi (insurance), dimana fraud terjadi atas adanya kesengajaan

  provider

  dalam mencurangi data dalam pelayanan kesehatan.

  Di Indonesia fenomena fraud dalam pelayanan kesehatan di Indonesia terjadi dalam soal tagihan. Tagihan itu sendiri tidak luput dari potensi penyelewengan, yakni rumah sakit menambahkan atau memperbesar paket klaim ke BPJS. Selama ini tarif layanan kesehatan di Indonesia menggunakan Ina-CBGs (Indonesian

  Case Base Groups

  ), artinya biaya paket penyakit tertentu di rumah sakit diseragamkan.

  Masalah yang timbul adalah tarif tersebut sering lebih rendah daripada hitungan rumah sakit, hal tersebut dinilai memicu rumah sakit secara sengaja menambahkan biaya tagihan ke BPJS Kesehatan. Potensi kecurangan lainnya adalah phantom billing. Kecurangan jenis ini dilakukan rumah sakit dengan membuat kasus perawatan siluman. Contohnya salah satu rumah sakit selama januari 2014 sebenarnya hanya melayani satu pasien BPJS Kesehatan dengan keluhan penyakit tifus tetapi dalam klaim yang diajukan ke BPJS Kesehatan dibuat

  billing

  siluman seakan-akan ada lebih dari satu pasien penyakit tifus di bulan yang sama. Hal tersebut mengakibatkan biaya kesehatan di Indonesia cenderung meningkat yang disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya servis yang ditentukan oleh provider. Pada celah seperti ini rumah sakit sering memanfaatkan hanya untuk kepentingan pihak dokter dari rumah sakit saja. Hal ini menempatkan pasien tetap jauh dibawah dan posisi yang paling lemah. Fenomena tersebut sering disebut dengan kecurangan (Fraud).

  Atas pertimbangan tersebutlah penulis merasa sangat tertarik membahas dan mendalami aspek

  fraud yang mungkin akan terjadi di Indonesia,

  seperti yang telah terjadi di Amerika Serikat dimana mengakibatkan meningkatnya anggaran pemerintah terhadap penyelenggaraan kesehatan

  Rumusan Permasalahan

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:

  1. Apa saja bentuk indikasi fraud dalam pelayanan kesehatan FKRTL di Bandung?

  2. Apa upaya pencegahan fraud oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung?

  3. Apa prospek upaya pengendalian fraud oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung?

  Metode Penelitian

  Penelitian pada dasarnya merupakan tahap mencari kembali sebuah kebenaran, sehingga akan dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan yang muncul tentang suatu objek penelitian. Penelitian merupakan sarana pokok dalam mengembangkan ilmu pengetahuan karena dilakukan secara sistematis, metodologi dan analisis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan.

  Penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu yang menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi dan berlangsung dan tujuannya agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek yang diteliti, sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau perundang- undangan yang berlaku, kemudian dijelaskan dalam bentuk uraian kalimat dari objek penelitian mengenai Upaya BPJS Kesehatan Cabang Bandung dalam pencegahan Kecurangan (Fraud).

  2. Pendekatan Masalah

  Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan masalah secara yuridis sosiologis. Kegunaan penelitian hukum sosiologis adalah untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum

  (law enforcement ), dimana hukum sebagai gejala

  sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent

  variable ) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan.

1. Sifat Penelitian

  Penelitian jenis ini dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada di balik pelaksanaan dan penegakan hukum di BPJS Kesehatan Cabang Bandung.

  Jenis data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

  a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.

  Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mewawancarai. Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara kepada 4 informan yang menurut penulis dapat mewakilkan jawaban dari penelitian. Keempat informan adalah: 1) Anggota bidang hukum BPJS

  Kesehatan Cabang Bandung, dimana dalam hal ini ditunjuk oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung untuk mewakili institusi.

  2) Seorang verifikator lapangan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y yang penulis tunjuk karena kasus indikasi fraud ada pada rumah sakit yang berada dibawah pengawasan.

3. Jenis Data

  3) Perwakilan tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Y.

  4) Perwakilan tenaga kesehatan dari Rumah Sakit X.

  b. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen- dokumen resmi buku-buku dan hasil- hasil penelitian yang berwujud laporan analisis indikasi fraud berupa: 1) Plan of Action aksi pencegahan

  Fraud oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung.

  2) Hasil Seminar Fraud Oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung.

  3) Draft Perjanjian Kerjasama antara BPJS Kesehatan Cabang Bandung dengan PERSI di Bandung.

  4. Lokasi Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di BPJS Kesehatan Cabang Bandung karena pada regional tersebut memiliki beberapa kasus indikasi fraud yang terjadi dalam FKRTL dan telah ada aksi nyata dalam pencegahan dan penanggulangan

  fraud

  dibanding dengan regional yang ada di Sumatera Barat.

  5. Metode Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara

  Wawancara (interview) adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to

  face ), ketika seseorang yakni

  pewawancara mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang dirancang dengan memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden. Peneliti mewawancarai subyek penelitian dengan menggunakan teknik wawancara berfokus (focused interview), biasanya terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi selalu terpusat pada satu pokok permasalahan tertentu.

  b. Studi Dokumen Studi Dokumen (documentary studies) ini sebagai pelengkap bagi penelitian kualitatif, yaitu dengan mempergunakan data yang bersumber dari buku-buku dengan mempelajari data, hasil penelitian, hasil seminar maupun peraturan-pearaturan yang berkaitan dengan materi penelitian.

  6. Pengolahan dan Analisis Data

  Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif yakni analisis yang menekankan pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.

  Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan studi dokumen dan wawancara. upcoding . Pada modus ini, pihak provider Data yang diperoleh masih berupa data dapat melakukan pemufakatan jahat yang yang mentah dan tidak teratur, sehingga dilakukan antara oknum dokter dengan diperlukan analisis agar data menjadi oknum koder atau oknum pihak rumah teratur. Analisis data secara kualitatif yaitu sakit lainnya yang berwenang dengan dengan cara menafsirkan gejala yang oknum koder untuk menaikkan kode terjadi. Analisis data yang dilakukan diagnosa, bahkan modus oknum dokter dengan cara mengumpulkan semua bahan tersebut biasanya melakukan tindakan yang diperlukan yang bukan merupakan yang sebenarnya tidak harus dilakukan. angka-angka dan kemudian Ketentuan Upcoding telah diatur dalam menghubungkannya dengan permasalahan

  Pasal 5 ayat 4 Permenkes No. 36 Tahun yang ada. 2015, yang dinyatakan bahwa:

A. Bentuk Indikasi Fraud dalam Pelayanan

  “Penulisan kode diagnosis yang

  Kesehatan FKRTL di Bandung

  berlebihan/upcoding sebagaimana Modus Indikasi fraud dalam pelayanan dimaksud pada ayat (3) huruf a kesehatan FKRTL di Bandung sebenarnya telah merupakan pengubahan kode diagnosis dideteksi sejak awal oleh BPJS Kesehatan dan/atau prosedur menjadi kode yang Cabang Bandung di beberapa rumah sakit yang memiliki tarif yang lebih tinggi dari yang termasuk dalam area kerjanya, namun dalam seharusnya.” praktiknya indikasi fraud yang terjadi sering digambarkan oleh oknum provider sebagai hal b. Melakukan pemindahan peserta terdaftar yang biasa. Adapun modus indikasi fraud yang dengan tujuan memperoleh kickback dari dilakukan seperti: faskes yang diuntungkan.

  Kickback

  merupakan tindakan tidak etis yang

  a. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dilakukan oleh pemberi layanan untuk menyetujui klaim yang tidak kesehatan, biasanya ini

  kickback

  seharusnya atau biasa disebut dengan dilakukan dengan kerjasama antara 1) Pasal 5 ayat (10) yang dinyatakan dokter dan rumah sakit untuk bahwa: mendapatkan keuntungan yang lebih

  “Tagihan berulang/repeat billing banyak. Salah satu modusnya berupa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memulangkan pasien yang awalnya telah hurug g merupakan klaim yang dirawat beberapa hari dan pada hari diulang pada kasus yang sama.” berikutnya diminta kembali ke rumah

  2) Pasal 5 ayat (11) yang dinyatakan sakit untuk melanjutkan rawatan inap. bahwa:

  Hal tersebut dapat menambah biaya klaim ke BPJS Kesehatan karena dengan “Memperpanjang lama perawatan cara tersebut pasien akan mendaftarkan /prolonged length of stay sebagaimana kembali ke BPJS Kesehatan dan pihak yang dimaksud pada ayat (3) huruf h

  BPJS Kesehatan akan mengeluarkan surat merupakan klaim atas biaya pelayanan klaim yang baru.Tindakan tersebut tentu kesehatan yang lebih besar akibat sangat merugikan pemerintah yang mana perubahan lama hari perawatan inap.” dalam hal ini ditanggung oleh BPJS

  B. Upaya Pencegahan Indikasi Fraud oleh

  Kesehatan. Ancaman defisit terhadap

  BPJS Kesehatan Cabang Bandung

  anggaran tengah dihadapi oleh BPJS Pencegahan menjadi salah satu upaya

  Kesehatan, salah satunya dikarenakan untuk meminimalisir suatu tindakan kejahatan tersebut. Fraud atas kickback

  fraud

  ataupun pelanggaran. Menarik bila dilihat tersebut dapat dilakukan dengan cara upaya pelaksanaan pencegahan fraud oleh melakukan dari dan

  repeat billing

  BPJS Kesehatan Cabang Bandung yang telah

  prolonged length of stay. Ketentuan

  dilaksanakan. Pencegahan fraud oleh BPJS tersebut telah diatur dalam Pasal 5 ayat Kesehatan Cabang Bandung tersebut tidak (10) dan Pasal 5 ayat (11) Permenkes No. berhenti pada hal diatas saja, namun BPJS 36 Tahun 2016. Kesehatan Cabang Bandung tengah melaksanakan suatu agenda, yakni Plan of

  Action

  stakeholders

  dan Poster. Hal ini tentu menjadi panduan serta pengawasan yang akan dilakukan oleh masyarakat.

  Standing/X-banner

  Pencegahan yang dilakukan berupa penandatanganan pakta integritas antara BPJS Kesehatan dengan Rumah Sakit maupun PERSI dan melakukan sosialisasi pakta integritas kepada seluruh masyarakat penerima layanan kesehatan melalui surat edaran, talkshow ,

  b. Melakukan program pencegahan korupsi di satuan kerja pengelola dana kesehatan.

  governance.

  tentang upaya mengenai SOP transparansi terkait mekanisme penggunaan dan pertanggungjawaban dana kesehatan yang dapat diakses oleh masyarakat demi menciptakan good

  aksi pencegahan fraud dapat dilihat pada lampiran yang telah penulis lampirkan. Dalam program tersebut dapat diketahui bahwa BPJS Kesehatan Cabang Bandung tengah serius untuk memberikan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan dalam pelayanan kesehatan dengan melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung. Adapun kegiatannya berupa: a. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan dan sistem pelayanan dibidang kesehatan. Menurut penulis hal ini dirasa efektif untuk mencegah fraud dalam transparansi anggaran. Pemberian pengetahuan kepada

  sebagai dasar pedoman pencegahan

  Plan of Action

  masyarakat melalui media massa untuk ikut terlibat.

  fraud layanan kesehatan, serta pelatihan (blended learning) pencegahan, Advokasi ke

  di Bandung, seminar pencegahan

  anti fraud

  kerjasama antara kementerian kesehatan, ahli hukum kesehatan dari PKMK UGM, BPJS, PERSI, Policy Brief untuk membangun sistem

  fraud di rumah sakit dari pusat berupa

  c. Melibatkan peran serta aktif masyarakat dalam mengawasi pengelolaan dan penggunaan dana kesehatan. Hal ini dilakukan dengan membangun kerjasama dengan LSM seperti BPJS Watch dan para akademisi khususnya PKMK UGM dalam mengawasi pengelolaan dan penggunaan dana kesehatan serta memberikan bimbingan kepada masyarakat terkait kode etik, peraturan dan pelayanan fasilitas kesehatan.

  d. Optimalisasi pelayanan puskesmas dan RSUD dengan melaksanakan evaluasi dan perbaikan kinerja yang dilakukan bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Bandung.

  e. Optimalisasi pelayanan perizinan untuk klinik pengelolaan dan rumah sakit. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengawasan dan penelitian terhadap rumah sakit yang melakukan kesalahan atau illegal untuk dapat melakukan pencabutan izin ataupun pembaharuan izin sehingga perbuatan fraud dapat diminimalisir dengan baik.

  f. Sosialisasi prosedur pendaftaran peserta dan pelayanan di fasilitas kesehatan melalui media massa. Media massa merupakan wadah yang sangat efektif untuk memberikan pembelajaran dan pengetahuan kepada masyarakat tentang prosedur pendaftaran dan pelayanan kesehatan agar tidak terjadi penunggakan premi dan penolakan pelayanan kesehatan.

  g. Penyediaan layanan pengaduan. Hal ini dilakukan oleh BPJS Kesehatan karena minimnya pengawasan yang dapat dilakukan serta memberikan peran aktif masyarakat untuk mencegah

  fraud tersebut terjadi.

  h. Penerapan kode etik profesi dalam pencegahan fraud. Hal tersebut dapat dilakukan oleh komite medik rumah sakit maupun kode etik profesi lainnya agar fraud tersebut tidak terjadi serta memonitoring hasil kinerja pemberi pelayanann kesehatan. i. Membangun sistem pencegahan melalui Permenkes Nomor 36 Tahun 2015.

  Indikator fraud telah dijabarkan dalam peraturan tersebut, sehingga para pemberi pelayanan, komite medik dan komite pengawas dapat bekerja sesuai dengan aturan yang telah dibentuk. j. Meningkatkan kompetensi audit dri inspektorat daerah yang memungkinkan kolaborasi dengan komite audit dan berperan serta dalam menentukan urutan pengawas BPJS Kesehatan pusat yang diagnosanya karena semua sudah diatur oleh dirasa masih kekurangan sumber daya kaidah penagihannya. Setelahnya kantor pusat manusia. juga berperan dalam analisa diagnosa-diagnosa yang tingkat penagihannya banyak se-regional k. Menyusun dan melaksanakan program atau se-indonesia, biasanya setelah dilakukan pengawasan dana kesehatan 2015-2016. analisa akan turun surat edaran terkait

  Salah satu tujuannya yakni membentuk penagihan. Seperti yang baru-baru ini turun unit pengendali gratifikasi di lingkungan

  Kepmenkes terhadap 58 hasil konsensus yang pelayanan kesehatan Kota Bandung. diajukan oleh BPJS dan 38 diantaranya di l. Menyempurnakan dan meningkatkan setujui dan setelah ada payung hukum 37 kasus akurasi pendataan agar tidak terjadi tersebut BPJS Kesehatan bebas cut klaim, penipuan identitas dan pendataan namun hal tersebut belum termasuk audit terhadap warga miskin yang layak medis. Apabila telah dilakukan audit medis mendapatkan pelayanan secara gratis. terhadap tindakan medis yang tidak relevan dengan diagnosa dan terbukti bersalah maka

  Pencegahan fraud juga dapat dilakukan rumah sakit harus mengembalikan biaya yang oleh verifikator di lapangan. Peran yang sangat di fraud kan. Jadi intinya verifikator tidak krusial sebagai benteng terakhir dalam mengganggu kinerja dokter dalam melakukan pencegahan fraud sebelum dilakukannya pelayanan sesuai dengan kompetensinya dan penanggulangan fraud itu sendiri. Verifikator dokter juga tidak bisa intervensi verifikator. bertindak sebagai garda terdepan pencegahan

  Kalau memang ada tarif yang tidak sesuai maka fraud mempunyai tugas yang sangat penting. asosiasi dokter dapat mengajukan revisi tarif

  Demi melakukan pencegahan tersebut kepada NCC. verifikator diberikan kewenangan untuk

  C. Prospek Upaya Pengendalian Fraud oleh

  mengurutkan diagnosa yang telah di klaim oleh

  BPJS Kesehatan Cabang Bandung

  , dalam hal ini dokter tidak boleh ikut

  provider

  Prospek upaya pengendalian fraud oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

  1. Perjanjian Kerja Sama

  2. Pengembangan Aplikasi Software Pertama, Perjanjian kerjasama antara

  BPJS Kesehatan Cabang Bandung dan PERSI juga memberikan efek positif dalam upaya pencegahan fraud dan abuse, hal ini menjadikan momen tersebut untuk saling percaya, namun apabila PERSI atau salah satu rumah sakit melanggar, BPJS Kesehatan tidak segan untuk memutuskan hubungan kerjasama. Apabila melakukan fraud tentu klaimnya tidak akan diberikan sesuai dengan aturan. Hal ini tentu merugikan bagi provider karena di masa akan datang seluruh rakyat Indonesia akan dilindungi oleh BPJS Kesehatan.

  Pembaharuan perjanjian kerjasama tersebut direvisi setiap 1 tahun sekali. Pada tahun 2016 ini, BPJS Kesehatan Bandung tengah mengkaji perjanjian kerjasama dengan para rumah sakit. Adapun bentuk perjanjiannya dapat dilihat di lampiran. Dalam perjanjian tersebut belum disebutkan secara tegas mengenai aturan fraud, aturan mengenai fraud tersebut dirasa masih perlu ada perbaikan dalam perjanjian tersebut, bukan hanya sekedar penindakan melalui pencabutan kerjasama atau izin, namun harus ada upaya-upaya yang seharusnya diambil sebagai langkah untuk mencegah fraud terjadi misal dengan menambahkan klausul tentang kerjasama pelatihan para tenaga medis dalam pencegahan

  fraud .

  Kedua, Pengembangan aplikasi

  software diharapkan dapat meminimalisir

  indikasi fraud yang terjadi di FKRTL, hal ini menjadi suatu hal yang penting karena software tersebut selanjutnya akan langsung menginput data dari dokter langsung diterima oleh verifikator bukan lagi kepada koder yang secara tidak langsung memberikan sistem yang efektif dan efisien.

  Aplikasi pendeteksian fraud kini tengah disiapkan oleh pihak BPJS Kesehatan Cabang Bandung untuk lebih meminimalisir fraud, dimana dirasa verifikator dalam menjalankan tugasnya sangat berat karena harus mempunyai pengetahuan lebih terhadap suatu klaim. Dalam menghadapi kemungkinan fraud yang mungkin terjadi di BPJS Kesehatan di masa akan datang,

  Saran

  BPJS Kesehatan segera akan meluncurkan Persoalan fraud ini sebenarnya dapat sebuah aplikasi verifikasi yang terintegrasi di diatasi apabila kepercayaan antara peserta dalam SIM INA-CBGs yang disebut dengan asuransi, perusahaan asuransi/pengelola dan sistem aplikasi INASIS (INA-CBGs-SEP dokter/rumah sakit selaku provider kesehatan

  Integrated System ). Dengan sistem ini, proses

  dapat dijaga dengan baik. Karena pada penagihan klaim dari rumah sakit kepada BPJS dasarnya bisnis asuransi adalah bisnis yang

  Kesehatan diharapkan menjadi lebih cepat didasari oleh kepercayaan. Selain itu, karena pengiriman file klaim tidak lagi berdasarkan pengalaman di berbagai negara dilaksanakan secara manual dari SIM RS ke maju, fraud dapat dicegah antara lain melalui SIM verifikasi. Hal ini tentu akan mencegah peran semua pihak yang terkait di dalamnya terjadinya fraud berupa double claim oleh seperti pemerintah, pemberi layanan kesehatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. dan peserta asuransi. Sebagaimana amanat dalam Pasal

  15 a. Pemerintah. Permenkes No. 36 Tahun 2015, yang dinyatakan:

  1) Menetapkan ketentuan hukum atau undang-undang tentang fraud yang 1) Pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kendali mutu dan kendali biaya mencantumkan tentang hukuman yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat

  (1) huruf b dilakukan melalui: dapat dikenakan kepada yang a. Penggunaan konsep manajemen yang efektif dan efisien; melakukan fraud tersebut.

  b. Penggunaan teknologi informasi berbasis bukti; dan 2) Menetapkan standar pelayanan,

  c. Pembentukan tim pencegahan standar terapi standar obat dan alat kecurangan JKN di FKRTL kesehatan yang dapat menjadi acuan

  2) Teknologi informasi berbasis bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam semua tindakan pelayanan harus mampu memonitor dan mengevaluasi semua kegiatan di FKRTL secara efisien dan kesehatan. Dengan demikian indikasi struktur.

  fraud dapat diketahui berdasarkan Arief, Barda Nawawi, 1992, Bahan Bacaan Politik Hukum Pidana , Jakarta: Pasca

  ketentuan yang sudah ditetapkan. Sarjana Universitas Indonesia.

  • , 2008, Bunga Rampai Kebijakan b. Pemberi Pelayanan Kesehatan (provider).

  Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,

  Bandung: Citra Aditya Bakti. 1) Pemberi pelayanan kesehatan

  Ashofa, Burhan, 2004, Metode Penelitian mempertahankan kepercayaan BPJS , Jakarta,: PT. Rineka Cipta.

  Hukum

  Kesehatan terhadap pelayanan yang Bonger, W. A., 1977, Pengantar tentang

  Kriminologi , Terjemahan A.

  diberikan dan diwujudkan dalam Koesnoen, Jakarta: Ghalia Indonesia. bentuk pengajuan klaim yang sesuai

  Chazawi, Adami, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda , Malang: Bayumedia. dengan pelayanan yang diberikan dan akurat.

  Gunakarya, Widiada dan Petrus Irianto, 2012,

  Kebijakan Kriminal Penanggulangan

  Bandung:

  Tindak Pidana Pendidikan,

  2) Pemberi pelayanan kesehatan Alfabeta. mempertahankan kepercayaan pasien

  Hamdan , M, 1997, Politik Hukum Pidana, Jakarta: RajaGrafindo Persada. atau peserta asuransi dengan

  Hamzah, Andi, 2005, Pemberantasan Korupsi memberikan pelayanan yang sesuai

  Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional , Jakarta: Raja Grafindo

  dengan standar-standar yang telah Persada. ditetapkan serta manfaat yang

  Hatta, Moh, 2010, Kebijakan Politik Kriminal:

  Penegakan Hukum dalam rangka

  seharusnya menjadi hak peserta

  Penanggulangan Kejahatan , Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

  dengan baik.

  Isfandryarie, Anny, 2006, Tanggung Jawab ,

  Hukum dan Sanksi bagi Dokter DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Prestasi Pustaka.

  Alam, A.S., 2010, Pengantar Kriminologi, Kartono, Kartini, 1996, Pengantar Metodologi Makassar: Pustaka Refleksi.

  Riset Sosial , Bandung : Mandar Maju.

  Ali, Zainuddin, 2011, Metode Peneliti Hukum, Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2011, Hukum Jakarta: Sinar Grafika.

  , Jakarta:

  Perlindungan Konsumen Sinar Grafika.

  Amiruddin, 2011,

  Pengantar Metode

  Kurnia, Titon Slamet, 2007, Hak atas Derajat Penelitian Hukum , Jakarta: Rajawali Pers.

  Kesehatan Optimal sebagai HAM di , Bandung: Alumni. Indonesia Kusumah, Mulyan W., 1986, Perspektif, Teori

  dan Kebijaksanaan Hukum , Jakarta: Rajawali.

  Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan, Jakarta: Sinar Grafika.

  Universitas Lampung. Siswati, Sri, 2013, Etika dan Hukum Kesehatan

  dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan,

  Jakarta: Rajawali Pers. Soedarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni.

  Soepardi, Edi Mulyadi, 2010, Peran BPKP

  dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultasi Instansi Pemerintah, Jakarta: BPKP.

  Soeroso, R., 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

  Sugandhi, R.,1980, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya .

  Suharto, 1991, Hukum Pidana Materil dan

  Sulastomo, 2008, Sistem Jaminan Sosial

  Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sasongko, Wahyu, 2007, Ketentuan-Ketentuan

  Nasional, Jakarta: Rajawali Pers.

  Sulistia, Teguh dan Aria Zarnetti, 2011, Hukum

  Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi , Jakarta: Raja Grafindo

  Persada. Syamsudin, M., 2007,

  Operasionalisasi Penelitian Hukum,

  Jakarta: Raja Grafindo Persada. Triwibowo, Cecep, 2014, Etika dan Hukum

  Kesehatan , Yogyakarta: Nuha Medika.

  Tuannakotta, Theodorus M., 2007, Akuntansi

  Pokok Hukum Perlindungan Konsumen , Bandar Lampung:

  Peradilan Indonesia (Melihat Kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi ),

  Lamintang, 1991,

  Yogyakarta: KHM. Muninjaya, A.A. Gde, 2011, Manajemen Mutu

  Delik-Delik Khsusu Kejahatan-Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat- Surat, Alat-Alat Pembayaran, Alat- Alat Bukti dan Pengadilan

  , Bandung: Mandar Maju. MD, Moh. Mahfud, 2010, Konstitusi dan

  Hukum dalam Kontroversi Isu , Jakarta: Rajagrafindo Persada.

  Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

  Muhammad, Abdulkadir, 2010, Hukum

  Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

  Mukti, Ali Gufron dan Moertjahjo, 2008,

  Sistem Jaminan Kesehatan:Konsep Desentralisasi Terintegrasi,

  Pelayanan Kesehatan , Jakarta: EGC.

  , Bandung: Alumni. Reksodiputro, Mardjono, 1993, Sistem

  Notoadmojo, Soekidjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan , Jakarta: Rineka Cipta.

  Permana, IS. Heru, 2011, Politik Kriminal, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

  Prodjodikoro, Wiryono, 1967, Tindak-Tindak

  Pidana Tertentu di Indonesia

  , Jakarta: Refika Aditama. Raharjo, Irvan, 2001,

  Bisnis Asuransi Menyongsong Era Global , Jakarta: Yasdaya.

  Raharjo, Satjipto, 1980,

  Hukum dan Masyarakat

  Forensik dan Audit Investigatif, Jakarta: LPFE-UI.

  • , 2009, Menghitung Kerugian

  Keuangan Negara dalam Tindak

  , Jakarta: Salemba

  Pidana Koupsi Empat.

  Usman, Rachmadi, 2012,

  Mediasi di Pengadilan , Jakarta: Sinar Grafika.

  Widjaja, Amin, 2012, Forensic and Investigate ,

  Accounting: Pendekatan Kasus Jakarta: Harvarind.