SERAPAN DAN PENETRASI BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT ALUMINIUM

SERAPAN DAN PENETRASI BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT ALUMINIUM

ABSORPTION AND PENETRATION OF NORMAL CONCRETE WITH

METAKAOLIN AND ALUMINIUM FIBER AS ADMIXTURES SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh : Munika Nurma Yulita NIM. I.0106103 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

HALAMAN PERSETUJUAN

Serapan dan penetrasi beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium ABSORPTION AND PENETRATION OF NORMAL CONCRETE WITH METAKAOLIN AND ALUMINIUM FIBER AS ADMIXTURES SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

MUNIKA NURMA YULITA NIM. I 0106103

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas

Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. A. Mediyanto, MT Ir. Endang Rismunarsi, MT NIP 19620118 199702 1 001

NIP 19570917 198601 2 001

HALAMAN PENGESAHAN SERAPAN DAN PENETRASI BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT ALUMINIUM ABSORPTION AND PENETRATION OF NORMAL CONCRETE WITH METAKAOLIN AND ALUMINIUM FIBER AS ADMIXTURES SKRIPSI

Disusun Oleh :

MUNIKA NURMA YULITA NIM. I 0106103

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari :

Susunan Tim Penguji:

1. Ir. A. Mediyanto, MT NIP 19620118 199702 1 001

2. Ir. Endang Rismunarsi, MT NIP 19570917 198601 2 001

3. Ir. Budi Utomo, MT NIP 19600629 198702 1 002

4. Achmad Basuki, ST, MT NIP 19710901 199702 1 001

Mengetahui, Mengesahkan, a.n. Dekan Fakultas Teknik

Ketua Jurusan Universitas Sebelas Maret

Teknik Sipil Pembantu Dekan I

Ir. Noegroho Djarwanti, MT. Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19561112 198403 2 007

NIP. 19590823 198601 1 001

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Beton sangat banyak digunakan secara luas dalam dunia teknik sipil. Hal ini disebabkan karena beton mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan beton diantaranya adalah memiliki kuat desak yang tinggi, bentuknya yang dapat disesuaikan dengan keinginan, tahan terhadap perubahan cuaca, serta tahan terhadap korosi dan tahan api.

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keawetan beton adalah adanya aliran air masuk ke dalam beton (permeation). Terdapat beberapa cara aliran air masuk ke dalam beton, diantaranya adalah masuknya air ke dalam pipa- pipa kapiler (capillary suction) yang disebut serapan air dan penetrasi yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan, baik tekanan cairan maupun tekanan gas.

Rembesan air terutama yang mengandung bahan yang merusak beton bertulang diatasi dengan memasang selimut beton dengan ketebalan minimal 50 mm. Beton memenuhi persyaratan kedap air agresif kuat apabila penetrasi air yang masuk ke dalam beton tidak melampaui 30 mm dan memenuhi persyaratan kedap air agresif sedang apabila penetrasi air yang masuk ke dalam beton tidak melampaui 50 mm (SK SNI S-36-1990-03). Untuk serapan air pada beton tidak boleh melebihi 2,5 % dari berat kering oven (perendaman 10,5 menit dalam air) dan 6,5 % untuk perendaman 24 jam (SK SNI S-36-1990-03).

Secara material maka perlu dilakukan agar beton yang digunakan benar-benar kedap air. Salah satu usaha yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menambahkan bahan tambah pada beton (concrete admixture) yaitu berupa metakaolin dan serat aluminium.

Metakaolin sebagai salah satu jenis pozzolan mempunyai ukuran rata-rata partikelnya lebih kecil daripada ukuran rata-rata partikel semen sehingga dapat Metakaolin sebagai salah satu jenis pozzolan mempunyai ukuran rata-rata partikelnya lebih kecil daripada ukuran rata-rata partikel semen sehingga dapat

Ide penambahan serat aluminium diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap beton, dimana dengan serat tersebut dapat mengurangi masuknya air ke dalam pipa-pipa kapiler (capillary suction) dalam beton dan atau nilai serapan air dan penetrasi dalam beton memenuhi syarat untuk beton kedap air. Disamping itu serat ini diharapkan mampu menambah kuat tekan, MOE, kuat tarik belah, MOR, kuat kejut, stiffnes dan thougnes.

Dalam penelitian ini akan dicoba dan dievaluasi seberapa besar kemampuan beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium tersebut terhadap serapan dan penetrasi sebagai tolak ukur keawetan beton. .

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : Seberapa besar nilai serapan dan penetrasi beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium pada variasi campuran yang telah ditentukan.

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini untuk mempermudah pembahasan diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

a. Benda uji yang digunakan berupa silinder dengan Ø 7,5 cm dan tinggi 15 cm untuk uji serapan air dan uji penetrasi.

b. Serat yang digunakan adalah serat aluminium yang dipotong-potong sepanjang 5cm dan lebar 2 mm.

c. Volume serat aluminium terhadap volume beton adalah 0%; 0,33%; 0,66% dan 1%.

d. Semen yang digunakan adalah semen Portland jenis I.

e. Penambahan metakaolin adalah sebesar 7,5% dari berat semen.

f. Pengujian serapan dan penetrasi beton dilakukan pada umur perawatan benda uji beton 28 hari.

i. Adukan dianggap homogen dan penyebaran serat alumunium dianggap merata. j. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan yang digunakan.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai serapan dan penetrasi beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium pada variasi campuran yang telah ditentukan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.

b. Menambah pengetahuan tentang persentase serat aluminium pada beton normal metakaolin ditinjau dari parameter serapan dan penetrasi betonnya.

2. Manfaat Praktis Mengoptimalkan pemanfaatan serat aluminium dan metakaolin dalam pengembangan teknologi beton yang kedap air.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Uraian Umum

Pada penelitian ilmiah diperlukan langkah-langkah kerja yang runtut dan teratur supaya didapat suatu hasil ataupun jawaban yang sangat rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah kerja secara ilmiah tersebut biasa juga disebut dengan metode penelitian. Dengan kata lain metode penelitian adalah langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam penelitian suatu masalah, kasus, gejala, fenomena atau lainnya dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan secara langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel yang diselidiki. Pada penelitian ini eksperimen dilakukan di laboratorium. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang terdiri dari variabel bebas dan variabel tak bebas. Variabel bebas dalam penelitian adalah beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium pada variasi campuran, sedangkan variabel tak bebas adalah serapan dan penetrasi beton.

3.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta.

3.3. Benda Uji Penelitian

Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm, diantaranya 12 sampel untuk uji serapan air dan 12 sampel untuk uji penetrasi air. Digunakan 4 variasi penggunaan serat yaitu beton dengan kadar serat 0%; 0,33%; 0,66%; dan 1%, dimana setiap variasi tersebut terdiri dari 3 buah sampel.

Untuk perincian benda uji yang digunakan dalam penelitian ini secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.1 Jumlah dan Kode Benda Uji Serapan dan Penetrasi

S.1-1 Serapan

S.0-1

S.0,33-1

S.0,66-1

S.0-2

S.1-2 S.0-3

S.0,33-2

S.0,66-2

S.1-3 P.0-1

S.0,33-3

S.0,66-3

P.1-1 Penetrasi

P.0,33-1

P.0,66-1

P.0-2

P.1-2 P.0-3

P.0,33-2

P.0,66-2

P.0,33-3

P.0,66-3

P.1-3

7,5cm

15cm

Gambar 3.1 Benda Uji Serapan dan Penetrasi Beton

3.4. Tahap dan Posedur Penelitian

Karena sifat penelitian yang ilmiah, maka penelitian ini dilaksanakan dalam urutan dan sistematika yang jelas. Tahapan-tahap pelaksanaan penelitian direncanakan melalui beberapa tahapan kerja sebagai berikut :

1. Tahap I (Tahap Persiapan) Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan seluruh bahan serta peralatan yang akan digunakan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

2. Tahap II (Tahap Pengujian Bahan) Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat halus dan agregat kasar yang akan digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut sehingga dapat diketahui apakah bahan yang digunakan memenuhi persyaratan atau tidak.

3. Tahap III (Tahap Pembuatan Benda Uji) Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut :

a. Perhitungan rencana campuran

b. Pembuatan adukan beton

c. Pemeriksaan nilai slump

d. Pembuatan beda uji

4. Tahap IV (Tahap Perawatan Benda Uji / Curing) Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap III. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji pada hari ke-

2 selama 2 hari, kemudian beton dikeluarkan dari air dan diangin-anginkan selama 26 hari atau sampai benda uji berumur 28 hari.

5. Tahap V (Tahap Pengujian Benda Uji) Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah pengujian serapan dan penetrasi terhadap sampel beton silinder dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm setelah beton mencapai umur 28 hari.

6. Tahap VI (Tahap Analisis Data)

Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian serapan dan penetrasi kemudian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

7. Tahap VII (Tahap Pengambilan Kesimpulan) Pada tahap ini, data yang telah dianalisis kemudian dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Tahapan penelitian secara skematis dalam bentuk bagan alir ditunjukkan dalam gambar 3.2

Persiapan

Semen Aluminium Agregat Halus Agregat Kasar Air Metakaolin Tahap I

Uji:

Uji:

Kadar lumpur

Abrasi

Kadar organik

Spesific grafity

Spesific gravity Gradasi Gradasi

No

Yes

Tahap II

Perhitungan Rencana Campuran

Uji Slump

Pembuatan Adukan Beton

Pembuatan Benda Uji

Tahap III

Perawatan ( Curing )

Tahap IV

Pengujian

Tahap V

Analisis Data

TAhap VI

Kesimpulan

Tahap VII

Gambar 3.2 Bagan Alir Tahap-Tahap Penelitian

3.5. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar

Pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton perlu dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan penyusun beton tersebut. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM & SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6

3.5.1. Standar Pengujian Agregat Halus

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik dalam agregat halus.

b. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos saringan no. 200 dengan pencucian (tes kandungan lumpur).

c. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari agregat halus.

d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.

Spesifikasi bahan untuk agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.

b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.

3.5.2. Standar Pengujian Agregat Kasar

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian terhadap agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari agregat kasar.

b. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan agregat kasar.

c. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat kasar.

Spesifikasi bahan untuk agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

3.6. Alat-Alat yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain :

1. Ayakan dan mesin penggetar ayakan Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk ”controls” Italy, dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5 mm, 4.75 mm, 2.36 mm, 1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 mm, dan pan.

2. Timbangan

a. Neraca merk ”Murayama Seisakusho Ltd” Japan dengan kapasitas 5 kg, ketelitian sampai 0,10 gram dan digunakan untuk mengukur berat material yang berada dibawah kapasitasnya.

b. Timbangan ”Bascule Merk DSN Bola Dunia” dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kilogram.

3. Oven Untuk keperluan pengeringan agregat maupun benda uji digunakan oven listrik merk ”memmert”, West Germany dengan temperatur maksimum 220 o C dan daya listrik 1500 W.

4. Mesin Los Angeles Mesin los angeles yang digunakan adalah merk ”controls” Italy serta 11 buah baja, digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.

5. Conical Mould Conical mould dengan ukuran sisi atas Ø 3,8 cm, sisi bawah Ø 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan penumbuknya. Digunakan untuk mengukur keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dari agregat halus (pasir).

6. Kerucut Abram

Kerucut abram terbuat dari baja dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah

20 cm, dan tinggi 30 cm, digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.

7. Cetakan benda uji Digunakan untuk mencetak benda uji. Bentuk cetakan ini adalah silinder yang berupa pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm.

8. Mesin aduk beton (molen) berkapasitas 0,25 m 3 yang digunakan untuk mengaduk bahan-bahan pembentuk beton.

9. Alat-alat bantu Untuk kelancaran dan kemudahan dalam penelitian digunakan beberapa alat bantu yaitu :

a. Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air.

b. Gelas ukur 250 ml untuk meneliti kandungan lumpur dan kandungan zat organik agregat halus.

c. Cetok semen digunakan untuk mengambil material, mengaduk dan untuk memasukkan campuran adukan beton ke dalam cetakan beton.

d. Besi penusuk berfungsi untuk pemadatan.

e. Vibrator untuk pemadatan campuran beton agar homogen.

f. Alat pencatat waktu.

g. Ember untuk tempat air.

h. Cangkul dan sekop untuk mengaduk bahan-bahan campuran beton agar merata.

10. Satu set alat uji serapan

a. Ember digunakan untuk merendam bahan uji.

b. Timbangan digital untuk mengukur berat benda uji.

11. Satu set alat uji penetrasi beton

a. Air compressors untuk menghasilkan tekanan udara.

b. Tabung gas yang dilengkapi dengan pengukur tekanan yang berfungsi untuk pengumpul tekanan udara.

c. Selang tekanan untuk menyalurkan tekanan dari tabung ke benda uji.

d. Katup pengatur tekanan untuk mengatur keluar masuknya tekanan dan sebagai penghubung selang ke benda uji maupun tabung gas.

e. Selang transparan dipakai untuk mengukur penurunan aliran air.

f. Tiang penyangga untuk menggantung selang transparan agar dapat tegak.

3.7. Pengujian Bahan Dasar Beton

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material pembentuk beton. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan agregat kasar. Sedangkan semen tidak dilakukan pengujian.

3.7.1. Pengujian Agregat Halus

3.7.1.1. Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus

Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971).

Tabel 3.2 Hubungan Perubahan Warna NaOH dengan Prosentase Kandungan Zat Organik

Warna campuran air +

Kandungan Zat

Kuning Muda

0 - 10%

Kuning Tua

10 - 20%

Kuning Kemerahan

20 - 30%

Coklat Kemerahan

30 - 50%

Coklat Tua

50 - 100%

Sumber : Prof. Ir.Rooseno

Pengujian kandungan zat organik agregat halus bertujuan untuk menentukan banyak sedikitnya kandungan zat organik dalam pasir. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: · Gelas ukur 250 cc · Oven · Ayakan 2 mm · Timbangan · Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm · Larutan NaOH 3 %

Langkah pengujian kandungan zat organik agregat halus dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : · Mengambil contoh pasir kering oven secukupnya. · Mengayak pasir dengan ayakan 2 mm hingga hasil ayakan mencapai 130 cc. · Memasukkan contoh pasir dalam gelas ukur 250 ml. · Menuangkan NaOH 3% ke dalam gelas ukur sehingga mencapai 200 ml. · Mengocok pasir dan larutan NaOH selama 10 menit. · Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam. · Mengamati warna air di atas pasir. · Mencocokkan dengan tabel Prof. Rosseno.

3.7.1.2. Pengujian Kadar Lumpur dalam Agregat Halus

Agregat halus yang umum dipergunakan sebagai bahan dasar beton adalah pasir. Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk itu maka pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang Agregat halus yang umum dipergunakan sebagai bahan dasar beton adalah pasir. Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk itu maka pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang

Pengujian kadar lumpur dalam agregat halus bertujuan untuk mendeteksi kandungan lumpur dalam pasir sebagai salah satu komponen penyusun beton. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: · Gelas ukur 250 cc · Cawan Aluminium · Neraca dengan ketelitian 100 mg · Pipet · Oven · Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm · Air Bersih

Langkah pengujian kadar lumpur dalam agregat halus dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : · Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkan dalam oven. · Menimbang pasir kering oven seberat 100 gram. · Memasukkan pasir ke dalam gelas ukur

· Melakukan proses pencucian sebagai berikut :

a) Memasukkan air ke dalam gelas ukur yang telah berisi pasir dengan ketinggian 12 cm dari permukaan pasir.

b) Menutup mulut gelas rapat-rapat dengan tangan.

c) Gelas dikocok 10 kali (dianggap satu kali pencuucian).

d) Membuang air dalam gelas (usahakan pasir tidak ikut terbuang).

e) Proses pencucian diulang sampai bersih.

· Menuangkan pasir ke dalam cawan (air yang ikut menetes diambil dengan pipet).

· Mengeringkan pasir dalam cawan tersebut pada oven dengan suhu 110 °C. · Mengeluarkan pasir tersebut dari oven dan mendiamkannya hingga mencapai

suhu kamar. · Menimbang pasir yang sudah dikeringkan. · Menganalisis data

Berat awal pasir (a) Berat akhir pasir (b)

Kadar Lumpur =

· Membandingkan hasil perhitungan dengan persyaratan PBI NI-1971. Bila lebih dari 5% maka pasir harus dicuci kembali sebelum digunakan.

3.7.1.3. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus

Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan.

Pengujian spesific gravity agregat halus bertujuan untuk menentukan bulk spesific gravity , bulk spesific gravity SSD, apparent spesific gravity, dan absorption agregat halus. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: · Conical Mould dan temper (pemadat) · Tabung Volumetrick Flash 500 cc · Neraca/timbangan · Oven · Cawan · Pipet · Agregat halus lolos ayakan 2 mm · Air bersih

Langkah pengujian spesific gravity agregat halus dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : · Membuat pasir dalam keadaan SSD dengan cara :

a) Mengambil pasir yang telah disediakan (dianggap kondisi lapangan SSD), masukkan dalam conical mould sampai 1/3 tinggi.

b) Menumbuk dengan tamper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm.

c) Menambah pasir hingga 2/3 tinggi, lalu mengulangi prosedur b.

d) Menambah pasir hingga penuh dan mengulangi lagi prosedur b.

e) Memasukkan pasir hingga penuh lalu meratakan permukaan pasir.

f) Mengangkat conical mould sehingga pasir dengan sendirinya akan merosot. Pemerosotan pasir tidak boleh lebih dari ½ tinggi dan apabila penurunan pasir mencapai 1/3 tinggi atau ± 2,5 cm, maka pasir tersebut sudah dalam keadaan kering permukaan (SSD).

· Mengambil pasir SSD sebanyak 500 gram, dimasukkan dalam volumetrick flash , dan diisi air hingga penuh lalu didiamkan hingga 24 jam.

· Setelah 24 jam, menimbang volumetrick flash yang berisi pasir dan air tersebut. · Mengeluarkan pasir dari volumetrick flash dan memasukkan ke cawan dengan

membuang air terlebih dahulu, jika dalam cawan masih ada air mengeluarkannya dengan menggunakan pipet.

· Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 10 C selama

24 jam. · Volumetrick flash yang telah kosong dan bersih diisi air sampai penuh dan

ditimbang. · Pasir yang telah dioven didiamkan sampai mencapai suhu kamar kemudian

menimbang pasir tersebut. · Dari data yang diperoleh, dapat dihitung nilai spesific gravity (berat jenis).

Berat pasir SSD

Berat pasir kering oven

Berat volumetrick flash + air

Berat volumetrick flash + air + pasir

Bulk Specific Gravity =

Bulk Specific Gravity SSD =

Apparent Specific Gravity =

Absorption =

3.7.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus

Gradasi adalah keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi campuran adukan beton.

Pengujian gradasi agregat agregat halus bertujuan untuk memeriksa susunan atau variasi susunan agregat halus dan angka kehalusan agregat halus (pasir) tersebut. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:

· Neraca/timbangan berkapasitas 5 kg, ketelitian 100 mg. · Satu set mesin getar. · Satu set ayakan dengan diameter :

Ø 9,50 mm Ø 4.75 mm Ø 2.36 mm Ø 1.18 mm Ø 0.85 mm Ø 0.30 mm Ø 0.15 mm Ø 0 (pan)

· Agregat halus (pasir) 3000 gr

Langkah pengujian gradasi agregat agregat halus dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : · Menyiapkan agregat halus (pasir) sebanyak 3000 gr. · Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan (paling

bawah), hingga ayakan 9,5 mm (paling atas), lalu susunan ayakan tersebut diletakkan pada mesin penggetar.

· Menuangkan pasir ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat susunan ayakan tersebut.

· Menghidupkan mesin penggetar selama 5 menit. · Setelah 5 menit matikan mesin, lalu menimbang dan mencatat berat agregat

halus yang tertinggal pada masing-masing ayakan. · Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan rumus

Modulus kehalusan = d

dimana :

d = jumlah dari persentase komulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam

pan

e = jumlah dari persentase berat pasir yang tertinggal

3.7.2. Pengujian Agregat Kasar

3.7.2.1. Pengujian Spesific Gravity Agregat Kasar

Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan variabel tersebut dapat dihitung volume dari agregat kasar yang diperlukan. Pengujian spesific gravity agregat kasar dalam penelitian ini menggunakan kerikil dengan diameter maksimal 25 mm.

Pengujian spesific gravity agregat kasar bertujuan untuk menentukan bulk specific gravity , bulk spesific gravity SSD, apparent spesific gravity, dan absorption agregat kasar. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: · Timbangan/neraca kapasitas 5 kg ketelitian 100 mg · Bejana dan container

· Oven · Saringan atau ayakan · Lap ( dari kain ) · Tangki Air · Agregat kasar (kerikil) · Air Bersih

Langkah pengujian spesific gravity agregat kasar dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

· Mengambil kerikil (sampel) kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran. · Mengeringkan kerikil dalam oven dengan suhu 110°C selama 24 jam. · Mendiamkan kerikil setelah dioven hingga mencapai suhu kamar. · Menimbang kerikil seberat 3000 gram. · Memasukkan kerikil ke dalam container dan direndam selama 24 jam. · Setelah 24 jam, container dan kerikil ditimbang dalam keadaan terendam air. · Mengangkat container dari dalam air kemudian mengeringkan kerikil dengan

dilap (sampai kondisi SSD/kering permukaan), lalu menimbangnya. · Menimbang container (dalam keadaan tercelup air). · Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil

penimbangan langkah ke 6 dengan berat container. · Menganalisis data hasil pengujian

Berat kerikil oven

Berat kerikil dalam air

Berat kerikil dalam kondisi SSD

Bulk Specific Gravity =

Bulk Specific Gravity SSD =

Apparent Specific Gravity =

B - A ´ 100 %

Absorption

3.7.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar

Agregat kasar dapat berupa kerikil kasar hasil disintegrasi alami berupa batu pecah (split) yang dipecah dengan alat pemecah batu. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui susunan gradasi yang akan digunakan. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:

· Neraca · Oven · Mesin penggetar · Satu set ayakan dengan diameter:

Ø 38 mm Ø 25 mm Ø 19 mm Ø 12,5 mm Ø 9,5 mm Ø 4,75 mm Ø 2,36 mm Ø 0,00 (pan)

· Agregat kasar kering oven

Langkah pengujian gradasi agregat kasar dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Menyiapkan agregat kasar (kerikil) yang telah dioven selama 24 jam dengan suhu 110°C seberat 3000 gram.

2. Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan 0,00; 2,36; 4,75; 9,5; 12,5; 19; 25; 38, lalu susunan ayakan tersebut diletakkan pada mesin penggetar.

3. Menuangkan kerikil ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat susunan ayakan tersebut dan diletakkan di mesin penggetar.

4. Menghidupkan mesin penggetar selama ± 5 menit.

5. Setelah 5 menit matikan mesin, lulu menimbang dan mencatat berat agregat kasar yang tertinggal pada masing-masing ayakan.

6. Menghitung modulus kehalusan dengan rumus : Modulus kehalusan = m

dimana : m = jumlah dari persentase komulatif berat kerikil yang tertinggal selain

dalam pan n = jumlah dari persetase berat kerikil yang tertinggal

3.7.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar

Agregat kasar merupakan salah satu bahan dasar beton yang harus memenuhi standar tertentu untuk daya tahan keausan terhadap gesekan. Standar ini dapat diketahui dengan alat yang disebut bejana Los Angeles. Agregat kasar harus tahan terhadap gaya aus gesek dan bagian yang hilang karena gesekan tidak boleh > 50%. Pengujian abrasi agregat kasar bertujuan untuk mengetahui tingkat keausan

karena gesekan atau perputaran yang terdeteksi dengan prosentase. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:

· Mesin ”Los Angeles” · Saringan dengan fraksi 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm · Abrassi test machine (mesin pemutar los angeles) · Bola pejal 12 buah · Agregat kasar yang lolos saringan 19,5 mm, tertampung saringan 12,5 mm

sebanyak 5 kg. · Agregat kasar yang lolos saringan 12,5 mm, tertampung saringan 9,5 mm

sebanyak 5 kg.

Langkah pengujian abrasi agregat kasar dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

· Mencuci agregat kasar sampai bersih kemudian mengeringkan dalam oven dengan suhu 110°C selama 24 jam.

· Mengayak agregat kasar tersebut dan memasukkan hasil ayakan ke dalam mesin Los Anggeles dan diputar sebanyak 1000 kali yang di dalamnya terdapat

12 bola baja. · Setelah diputar, menimbang hasil pemutaran yang tertahan pada ayakan 2 mm.

· Akan diadakan variasi kelas abrasi. · Menganalisis data :

Berat kerikil sebelum diuji

Berat kerikil setelah diuji

Keausan yang terjadi a - b

3.8. Perencanaan Campuran Beton

Dalam penelitian ini digunakan campuran adukan beton dengan mutu 23 MPa. Cara yang digunakan dalam perencanaan campuran adukan beton merupakan cara yang direkomendasikan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Perhitungan perencanaan campuran beton disajikan dalam lampiran C.

3.9. Pembuatan Benda Uji

Langkah-langkah pembuatan benda uji dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Menyiapkan material (semen, metakaolin, agregat halus, agregat kasar, air dan serat aluminium ) dan peralatan yang akan digunakan untuk campuran beton.

b. Menyiapkan cetakan beton.

c. Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan mix design beton.

d. Membuat adukan dengan cara mencampurkan material-material tersebut dengan mixer.

e. Memeriksa nilai slump dari adukan beton tersebut.

f. Adukan dituang ke dalam cetakan beton dan digunakan vibrator agar adukan homogen dan merata di dalam cetakan, dan memberi tanda untuk masing- masing benda uji.

h. Melepas benda uji dari cetakan setelah 24 jam kemudian dilakukan curing terhadap benda uji tersebut.

3.10. Pengujian Nilai Slump

Slump beton adalah besaran kekentalan ( viscocity ) atau plastisitas dan kohesif beton segar. Menurut SK SNI M-12-1989-F, cara pengujian nilai slump adalah sebagai berikut :

1. Membasahi cetakan dan pelat dengan kain basah

2. Meletakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh

3. Mengisi cetakan sampai penuh dalam 3 lapisan dimana tiap lapisan berisi kira- kira ⅓ isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 x tusukan

4. Segera setelah selesai penusukan, ratakan permukaan benda uji dengan tongkat dan semua sisa benda uji yang ada di sekitar cetakan harus disingkirkan

5. Mengangkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas

6. Mengukur nilai slump yang terjadi

3.11. Perawatan Benda Uji

Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton segar selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Hal ini di maksudkan untuk menjamin agar proses hidrasi dapat berlangsung dengan baik dan proses pengerasan terjadi dengan sempurna sehingga tidak terjadi retak-retak pada beton dan mutu beton dapat terjamin.

Perawatan ini dilakukan dengan cara merendam beton ke dalam bak selama 2 hari. Kemudian beton diangin-anginkan selama 26 hari atau sampai benda uji berumur 28 hari dan diadakan pengujian beton.

3.12. Pengujian Serapan Beton

Pengujian serapan beton menggunakan benda uji silinder diameter ø 7,5 cm dan tinggi 15 cm. Pengujian absorpsi beton dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Setelah mencapai umur 28 hari setelah reaksi hidrasi pada semen selesai sampel beton dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat konstan.

2. Setelah dikeluarkan dari oven, semua sampel beton ditimbang.

3. Merendam sampel beton selama 10 + 0,5 menit, 30 menit, 60 menit, 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam.

4. Kemudian dibuat sampel dalam kondisi SSD, setelah itu menimbang masing- masing sampel selama batas waktu perendaman tersebut untuk membandingkan perbedaan antara berat kondisi SSD dengan berat kering oven.

3.13. Pengujian Penetrasi Beton

Berdasarkan Neville dan Brooks (concrete technology, 1987) uji penetrasi beton dapat diukur dari percobaan sampel beton yang di-sealed dari air yang bertekanan pada sisi atasnya saja dan meliputi aspek banyaknya air yang mengalir lewat ketebalan beton pada waktu tertentu. Pengujian penetrasi beton menggunakan benda uji silinder diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm. Pengujian penetrasi beton dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Setelah mencapai umur 28 hari, sampel beton dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat konstan.

2. Selang air bertekanan dipasang pada permukaan atas sampel dengan cara memberi lubang sebesar pipa selangnya. Pipa selang yang berisi air di-sealed di ikat dengan klem pada atas permukaan beton.

3. Sampel dikenakan air bertekanan 1 kg/cm 2 selama 48 jam, dilanjutkan air

bertekanan 3 kg/cm 2 selama 24 jam dan air dengan tekanan 7 kg/cm selama

24 jam. Tabel 3.3 Tekanan Air dan Waktu Penekanan Tekanan Air

Waktu

(kg/cm 2 )

(Sumber : Suwandojo siddiq, makalah seminar ITB, 1987)

4. Selang air bertekanan dilepas, kemudian dipasang selang transparan berisi air yang diletakkan pada penyangga, diamkan selama 1 jam untuk mengetahui penurunan air yang terjadi dan tingginya air jatuh.

5. Kemudian sampel dibelah dan diukur kedalaman penetrasi air serta diameter sebaran air.

3.14. Analisis Data dan Pembahasan

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengujian ini dipakai microsoft excell untuk menyajikan data menjadi informasi yang lebih sederhana, mudah dimengerti dan dipahami oleh setiap pembaca yang kemudian dilakukan pembahasan guna menarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai serapan dan penetrasi beton normal metakaolin berserat aluminium pada variasi campuran yang telah ditentukan, kemudian menganalisis perbedaan hasilnya. Menyimpulkan kecenderungan dari hasil nilai serapan dan penetrasi beton normal metakaolin berserat aluminium.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Agregat

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus

Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian kandungan lumpur, kandungan zat organik, berat jenis, dan gradasi pasir. Setelah dilakukan pengujian didapat hasil pengujian yang disajikan dalam tabel 4.1. Untuk perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap terdapat pada lampiran A. Tabel 4.1 Hasil Pengujian Agregat Halus

Jenis Pengujian

Kesimpulan Kandungan Zat

Hasil Pengujian

Standar

Memenuhi Organik

Larutan NaOH 3% Jernih atau kuning

berwarna kuning

Memenuhi Lumpur

Maksimum 5%

Syarat Bulk Spesific

Gravity

Bulk Spesific

Gravity SSD Syarat Apparent Spesific

- Gravity Absorption

- Modulus Halus

Memenuhi Butir

Untuk hasil pengujian agregat halus serta persyaratan batas dari ASTM C33-97 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus

Berat Diameter

Berat Tertahan

ASTM No

Lolos Ayakan

Dari tabel 4.2 gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-97 sebagai berikut :

Gambar 4.1 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar

Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dipakai dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (spesific gravity), gradasi agregat kasar, dan keausan (abrasi). Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam tabel 4.3, sedangkan data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam lampiran B.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Agregat Kasar Jenis Pengujian

Bulk Spesific

Gravity Bulk Spesific

Gravity SSD Syarat Apparent Spesific

Gravity Absorption

Modulus Halus

Memenuhi Butir

5-8

Syarat Abrasi

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar

No Diameter

Berat ASTM Ayakan

Berat tertinggal

Berat

Kumulatif

Lolos C33

0.00 - Jumlah

Dari tabel 4.4 gradasi agregat kasar di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-84 sebagai berikut :

Gambar 4.2 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar

4.2. Perhitungan Rancang Campur Beton

Perhitungan rencana campuran beton normal (mix design) menggunakan standar Dinas Pekerjaan Umum (SK SNI T-15-1990-03), dari perhitungan tersebut didapat kebutuhan bahan per m³ yaitu :

Pasir = 566,658 kg Kerikil

= 1133,485 kg

Dari hasil tersebut maka dapat dihitung kebutuhan bahan total adukan yang terdiri dari 24 buah benda uji silinder tinggi 15 cm diameter 7,5 cm diuji pada umur 28 hari sebesar 0,0159 m³. Kebutuhan bahan tiap adukan disajikan dalam tabel 4.5. Perhitungan secara lengkap rencana campuran beton (mix design) dapat dilihat pada lampiran C. Tabel 4.5 Hasil Hitungan Kebutuhan Bahan Tiap Adukan

Kerikil Metakaolin Sika NN Penam-

Dosis Total Total Volume+

Volu- bahan

(kg/m³) (kg/m³) (kg/m³) Serat

me SF 20%

(kg)

(lt/m³)

(kg/m³)

(kg/m³)

4.3. Hasil Pengujian Nilai Slump

Dari masing-masing campuran adukan beton tersebut dilakukan pengujian slump. Nilai slump diperlukan untuk mengetahui tingkat workabilitas dari campuran beton. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut :

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Nilai Slump Kadar Serat (%)

1% Nilai Slump ( cm )

4.4. Hasil Pengujian Benda Uji

4.4.1. Hasil Pengujian Serapan Air

Pengujian ini adalah untuk mengetahui besarnya air yang dapat diserap oleh beton dengan membandingkan antara berat yang telah melewati proses perendaman Pengujian ini adalah untuk mengetahui besarnya air yang dapat diserap oleh beton dengan membandingkan antara berat yang telah melewati proses perendaman

60 menit, 1 x 24 jam, 2 x 24 jam, dan 3 x 24 jam. Pengujian serapan ini dilakukan terhadap sampel beton silinder Ø 7,5 cm, tinggi 15 cm setelah sampel beton mencapai umur 28 hari. Pada tahapan awal dilakukan pengamatan terhadap besarnya serapan air oleh masing-masing sampel beton selama batas waktu yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengolahan data untuk mengetahui besarnya persentase nilai serapan air. Cara perhitungan serapan air adalah sebagai berikut: Rumus perhitungan serapan air :

W- Wk Serapan Air =

x 100 % , dimana

Wk W

= Berat beton pada kondisi SSD ( kering permukaan ) Wk

= Berat beton pada kondisi kering oven

Contoh perhitungan serapan air :

Untuk benda uji S.0-1 nilai serapan airnya adalah:

1 , 885 - 1 , 845

Serapan air =

Rata-rata serapan air =

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Serapan Air Pada Perendaman 10+0,5 Menit Berat

Serapan Kode

Rata-Rata Kering

Berat Benda Uji

Air

Sampel

Serapan Air (%) Oven (gr)

Setelah Direndam (gr)

S.0-1 1.845

S.0-2 1.940

2.047 S.0-3

S.0,33-1 1.808

S.0,33-2 1.810

S.0,33-3 1.895

S.0,66-1 1.795

S.0,66-2 1.855

2.195 S.0,66-3

S.1-1 1.803

S.1-2 1.825

3.214 S.1-3

Selanjutnya hasil pengujian serapan air untuk perendaman 30 menit, 60 menit, 1 x

24 jam, 2 x 24 jam, dan 3 x 24 jam dapat dilihat pada lampiran D. Rekapitulasi hasil perhitungan serapan dan rata-rata serapan air selanjutnya disajikan dalam table 4.8 Tabel 4.8 Rekap Hasil Pengujian Serapan Air

Kadar

Nilai Serapan Air ( % )

Serat Rendaman

Rendaman Rendaman (%)

2 x 24 jam 3 x 24 jam Rerata

Rerata Rerata 2.17 3.52 4.34 7.32 7.32 7.32

4.4.2. Hasil Pengujian Penetrasi

Pengujian ini dilakukan terhadap sampel silinder beton dengan ukuran Ø 7,5 cm dan tinggi 15 cm setelah sampel mencapai umur 28 hari. Secara singkat, pengujian ini adalah untuk mengetahui penetrasi beton dengan dengan cara memberikan tekanan air pada benda uji. Adapun standar pemberian tekanan yang dilakukan adalah 1 kg/cm² selama 48 jam, dilanjutkan dengan tekanan 3 kg/m² Pengujian ini dilakukan terhadap sampel silinder beton dengan ukuran Ø 7,5 cm dan tinggi 15 cm setelah sampel mencapai umur 28 hari. Secara singkat, pengujian ini adalah untuk mengetahui penetrasi beton dengan dengan cara memberikan tekanan air pada benda uji. Adapun standar pemberian tekanan yang dilakukan adalah 1 kg/cm² selama 48 jam, dilanjutkan dengan tekanan 3 kg/m²

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Penetrasi Air dalam Selang

Rerata Kode

Ketebalan

Setelah 1 Jam

Ketebalan Benda Uji

Penetrasi

Awal

Penetrasi (cm) (cm)

Akhir(cm)

(cm)

P.0-1

P.0-2

3 P.0-3

P.0,33-1

P.0,33-2

5 P.0,33-3

P.0,66-1

P. 0,66-2

4 P. 0,66-3

P.1-1

P.1-2

3,25 P.1-3

4.5. Analisis Data dan Pembahasan

4.5.1. Uji Slump

Pengujian slump bertujuan untuk mengetahui workabilitas adukan beton. Nilai slump yang diperoleh pada campuran adukan beton dalam penelitian ini berkisar antara 7-17 cm. Dari hasil penelitian terlihat bahwa nilai slump menurun seiring Pengujian slump bertujuan untuk mengetahui workabilitas adukan beton. Nilai slump yang diperoleh pada campuran adukan beton dalam penelitian ini berkisar antara 7-17 cm. Dari hasil penelitian terlihat bahwa nilai slump menurun seiring

4.5.2. Serapan Air

Ketentuan minimum untuk beton kedap air normal bila diuji dengan perendaman air berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 adalah sebagai berikut :

1. Selama 10+0,5 menit, resapan maksimum adalah 2,5% terhadap berat kering oven

2. Selama 24 jam, resapan maksimum adalah 6,5% terhadap berat kering oven

Dari hasil perhitungan didapat serapan air sebagai berikut : Tabel 4.10 Nilai Serapan Air

1% Waktu

Serat Aluminium

Dari tabel di atas diperoleh nilai serapan air pada perendaman 10 + 0,5 menit yang memenuhi syarat SK SNI S-36-1990-03 adalah beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat 0%, 0,33%, dan 0,66%, sebab memenuhi syarat maksimum sebesar 2,5%. Sedangkan untuk perendaman selama 24 jam tidak ada yang memenuhi syarat SK SNI S-36-1990-

03 karena melebihi syarat maksimum sebesar 6,5 %.

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Serat ( % ) dengan Nilai

Serapan Air ( % ) Pada Perendaman 10 + 0,5 menit

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Serat ( % ) dengan Nilai Serapan Air ( % ) Pada Perendaman 1 x 24 jam

Dari gambar 4.3 dan 4.4 dapat diketahui bahwa nilai serapan air bertambah seiring dengan penambahan serat aluminium. Hal ini dikarenakan penambahan serat aluminium pada beton menyebabkan timbulnya pori pada interface zone (zona transisi) antara serat dengan pasta semen. Pori ini timbul karena dengan adanya sejumlah serat maka air dapat melekat / tertinggal pada permukaan – permukaan serat yang tidak terpadatkan oleh vibrator secara sempurna.

0% Ir 5 A

0,33 % n 4 a

p 3 0,66 % ra

menit menit menit

Waktu Perendaman

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Kadar Serat ( % ) dengan Nilai Serapan Air ( % )

Dari gambar diatas diperoleh nilai serapan air minimum terjadi pada beton dengan kadar serat 0%. Sedangkan nilai serapan air maksimum terjadi pada beton dengan kadar serat 1%.

4.5.2. Penetrasi

Ketentuan minimum untuk beton kedap air agresif, bila diuji dengan tekanan air maka tembusnya air ke dalam beton tidak melampaui batas yang telah ditetapkan dalam SK SNI S-36-1990-03 adalah sebagai berikut :

1. Agresif Sedang = 50 mm

2. Agresif Kuat = 30 mm Adapun hasil pengujian penetrasi air pada beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium disajikan dalam tabel 4.10

Tabel 4.11 Nilai Penetrasi Air Serat Aluminium

1% Penetrasi Air (mm)

Dari tabel diatas diketahui ternyata hanya beton normal dengan kadar serat aluminium 0 % yang memenuhi syarat untuk agresif kuat, sedangkan untuk Dari tabel diatas diketahui ternyata hanya beton normal dengan kadar serat aluminium 0 % yang memenuhi syarat untuk agresif kuat, sedangkan untuk

Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Kadar Serat ( % ) dengan Nilai Penetrasi Air (mm) Pada Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Aluminium

Dari gambar diatas disimpulkan bahwa nilai penetrasi air pada beton bertambah seiring dengan bertambahnya serat aluminium. Seperti yang terjadi pada pengujian serapan air hal ini dikarenakan penambahan serat aluminium pada beton menyebabkan timbulnya pori pada interface zone (zona transisi) antara serat dengan pasta semen. Pori ini timbul karena dengan adanya sejumlah serat maka air dapat melekat / tertinggal pada permukaan – permukaan serat yang tidak terpadatkan oleh vibrator secara sempurna.

Nilai penetrasi maksimum terjadi pada beton dengan kadar serat 0,33% yaitu 5 mm atau naik sebesar 66,67% terhadap beton dengan kadar serat 0%.

Peningkatan penetrasi (%) =

x 100 % = 66 , 67 %

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :

1. Pada pengujian serapan air, besarnya nilai persentase serapan air untuk perendaman 10+0,5 menit dari beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium 0%, 0,33%, 0,66%, dan 1% berturut – turut adalah 2,047 %, 2,216 %, 2,195 %, dan 3,214%. Sedangkan perendaman 1 x 24 jam dari beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium 0%, 0,33%, 0,66%, dan 1% berturut – turut adalah 6,878 %, 7,759 %, 7,323 %, dan 7,910%.

2. Pada pengujian penetrasi air, kedalaman penetrasi yang terjadi dari beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium 0%, 0,33%, 0,66%, dan 1% berturut – turut adalah 3 mm, 5 mm, 4 mm, dan 3,25 mm.

3. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 untuk perendaman air selama 10+0,5 menit, yang memenuhi syarat untuk beton kedap air adalah beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat 0 %, 0,33 %, dan 0,66 %. Serapan air terbesar terjadi pada beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium 1%, yaitu sebesar 3,214% atau naik 1,167% terhadap beton dengan kadar serat 0%.

4. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 untuk perendaman air selama 24 jam, tidak ada yang memenuhi syarat untuk beton kedap air. Serapan air terbesar terjadi pada beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium 1%, yaitu sebesar 7,910% atau naik 1,032% terhadap beton dengan kadar serat 0%.

5. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 semua benda uji telah memenuhi syarat untuk agresif sedang. Nilai penetrasi maksimum terjadi pada beton dengan kadar serat 0,33% yaitu 5 mm atau naik sebesar 66,67% terhadap beton dengan kadar serat 0%.

5.2. Saran

Untuk menindaklanjuti penelitian ini kiranya perlu dilakukan beberapa koreksi agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik. Adapun saran-saran untuk penelitian selanjutnya antara lain :

1. Perlu dilakukan penelitian tentang persentase penambahan serat aluminium dengan berbagai variasi fas.

2. Perlu ditambahkan zat pewarna pada air yang digunakan untuk pengujian penetrasi beton, agar dapat lebih terlihat jelas kedalaman penetrasi dan sebaran air yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, Nur Rijal. 2007. Tinjauan Absorpsi dan Permeabilitas Pada Beton dengan Penambahan Abu Limbah Ampas Tebu (Bagasse Ash) sebagai Pozzolanic Mineral Admixture Pada Beberapa Kondisi FAS . Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta http://lppm.uns.ac.id/2009/01/29/model-prediksi-kapasitas-elemen-struktural- beton-ringan-metakaolin-berserat-galvalum-az-150/ Murdock,L.J. 2004. (Alih Bahasa oleh Ir. Stephanus Hendarko) Bahan dan Praktek Beton . Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta Mustofa, Habib. 2009. Kajian Tegangan Balok Komposit Baja Tulangan-Beton Ringan Alwa Metakaolin Berserat Aluminium . Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Neville, A.M. 1954. Concrete Technology. Longman Scientific and Technical. New York

Neville, A.M. 1975. Properties of Concrete. The English Language Book Society and Pitman Publishing. London . Pribadi, Arqowi. 2009. Tinjauan Absorpsi dan Permeabilitas Beton Kertas pada Variasi Campuran . Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Rooseno. 1954. Beton Tulang. Teragung. Jakarta

Sagel, R., Kole, P. Dan H. Kusuma, Gideon. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton (Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03). Erlangga. Jakarta

SK SNI S-36-1990-03. Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air

Tjokrodimuljo, Kardiyono. 1996. Teknologi Beton. Arif: Yogyakarta.