PEMBANGUNAN PERUMAHAN RENDAH EMISI KARBON DI SURABAYA TIMUR

PEMBANGUNAN PERUMAHAN RENDAH EMISI KARBON

  

Failasuf Herman Hendra

Jurusan Arsitektur - Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

failasuf_herman@yahoo.com

  ABSTRACT Housing construction has significant contribution to arise the carbon emissions to an environment.

  

At the construction, procurement and building material selection, construction sites, workers activities and

environmental changed are important aspects that affect the carbon emissions. Meanwhile when it was

operationalized, energy used, transportation of residents, waste management are the aspect that affects

carbon emissions. The research objective is to examine carbon emissions in process of small clusters housing

construction at old existing settlement that indicated produce low carbon emissions. Housing construction is

erected gradually or simultaneously. The research is also comparing the carbon footprint of housing

construction in stages gradually towards housing construction simultaneously for the same area.

  The descriptive study with survey approach and literature review also with the calculation of carbon

emissions, for further study, it is used descriptive statistical analysis. The population study were small

clusters housing in East Area of Surabaya Indonesia, where the landed housing excessively needs but

housing land availability is very limited. Samples selection technique used purposive sampling.

  The calculation results indicated that the average carbon emissions in the small housing clusters

construction average is still below the threshold required for environmental balance (314 ppm). The carbon

footprint of the housing construction development in simultaneously is relatively higher than gradually if

compared, with the ratio of carbon emissions an average is 2.1 : 1.7 while compared to the lowest carbon

footprint of construction that is building renovation.

  Keywords: development, clusters housing, carbon emissions ABSTRAK

  Pembangunan perumahan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap emisi karbon pada suatu

lingkungan. Pada saat konstruksi, pengadaan dan pemilihan bahan bangunan, lokasi konstruksi, aktivitas

pekerja serta perubahan lingkungan merupakan aspek penting yang mempengaruhi besaran emisi karbon.

Sedangkan pada saat dioperasionalkan, penggunaan energi, transportasi pengguna, pengelolaan limbah

merupakan aspek yang mempengaruhi emisi karbon. Tujuan penelitian adalah mengkaji emisi karbon pada

proses konstruksi pembangunan perumahan kluster kecil yang dibangun di seputar permukiman lama yang

sudah mapan (settle) dan diindikasikan menghasilkan emisi karbon yang rendah. Pembangunan perumahan

ini dilaksanakan secara simultan (serentak) ataupun secara gradual (berjenjang). Juga membandingkan jejak

karbon pembangunan perumahan secara berjenjang terhadap pembangunan perumahan secara serentak untuk

luas area yang sama.

  Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan survei dan kajian literatur serta penghitungan emisi

karbon, untuk selanjutnya dilakukan analisis dengan statistik deskriptif. Adapun populasi penelitian adalah

perumahan kluster kecil pada beberapa kawasan di Surabaya Timur, dimana kebutuhan perumahan horizontal

sangat banyak namun ketersediaan lahan perumahan sangat terbatas. Teknik pemilihan sampel dengan cara

purposive sampling .

  Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata emisi karbon pada konstruksi pembangunan

perumahan kluster kecil ini rata-rata masih dibawah ambang batas karbon yang dipersyaratkan untuk

keseimbangan lingkungan (314 ppm). Jejak karbon konstruksi pembangunan perumahan secara serentak

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan secara berjenjang, dengan rasio perbandingan emisi karbon rata-rata

2,1 : 1,7 apabila dibandingkan dengan jejak karbon konstruksi terendah yaitu renovasi bangunan.

  Kata kunci: pembangunan, perumahan kluster, emisi karbon

  PENDAHULUAN

  Pembangunan perumahan dengan berbagai proses konstruksinya menimbulkan emisi karbon serta meninggalkan jejak karbon yang relatif besar pada suatu lingkungan. Industri konstruksi termasuk pembangunan perumahan ditengarai sebagai penyumbang 40% emisi CO2 [13]. Gas CO2 merupakan gas penyebab utama efek rumah kaca yang umumnya dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar untuk berbagai kegiatan manusia. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca ke atmosfer menyebabkan semakin banyak panas yang terperangkap di atmosfir sehingga menyebabkan pemanasan global.

  Emisi karbon merupakan gas buang atau senyawa ke dalam udara yang dihasilkan dari suatu aktivitas dimana besarannya dinyatakan dalam ton karbon atau ton karbondioksida ekuivalen. Emisi karbon ini akan meninggalkan jejak karbon pada suatu lingkungan. Jejak karbon merupakan ukuran jumlah total emisi karbondioksida (CO2) secara langsung maupun tidak langsung yang disebabkan oleh aktivitas atau akumulasi dari penggunaan/ proses produk dan jasa dalam kehidupan sehari-hari [12].

  Jejak karbon akibat emisi CO2 yang ditimbulkan secara langsung

maupun tidak langsung antara lain berasal dari energi yang digunakan untuk berbagai

aktivitas yang dapat dikelompokan dalam aktivitas domestik, transportasi, pengelolaan

limbah dan konfigurasi bahan bangunan serta sarana dan prasarana lingkungan. Perubahan

alih fungsi lahan serta kondisi fisik lingkungan juga berpengaruh terhadap timbulan gas

CO2, terlebih lagi dengan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau maupun vegetasi

yang ada pada suatu lingkungan/ kawasan.

  Karbondioksida (CO2) adalah suatu gas penting yang dalam kadar normal sangat bermanfaat dalam melindungi kehidupan manusia di bumi. Komposisi ideal dari CO2 dalam udara bersih adalah 314 ppm, sedangkan apabila jumlahnya di atmosfer sangat berlebihan maka akan mencemari udara serta menimbulkan efek rumah kaca [5]. Efek gas rumah kaca adalah suatu keadaan yang timbul akibat semakin banyaknya gas buang (emisi CO2) ke lapisan atmosfer yang memiliki sifat menyerap panas yang ada [8]. Pada proporsi tertentu efek gas rumah kaca akan memberikan kesempatan kehidupan berbagai makhluk di planet bumi ini [7].

  Pada umumnya, pencemaran yang diakibatkan oleh emisi CO2 tersebut bersumber dari 2 (dua) kegiatan, yaitu: alam (natural) dan manusia (antropogenik) seperti emisi CO2 yang berasal dari transportasi, sampah, dan konsumsi energi listrik rumah tangga (domestik). Biasanya emisi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan manusia (antropogenik) konsentrasinya relatif lebih tinggi sehingga akan mengganggu sistem kesetimbangan dalam udara dan pada akhirnya dapat merusak lingkungan serta kesejahteraan manusia [14].

  Timbulan emisi CO2 pada pembangunan perumahan adalah berasal dari konsumsi energi pada proses pembangunan perumahan (embodied energy), yakni: mulai dari pabrikasi bahan bangunan, konstruksi bangunan, penggunaan energi dari aktifitas domestik, sampai dengan domisili pasca hunian (operational energy). Untuk mengetahui besaran emisi CO2 dari pembangunan perumahan perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi setiap tahapan dalam proses pembangunan perumahan tersebut [6]. Emisi CO2 pada pembangunan perumahan dihasilkan mulai dari proses pembuatan bahan bangunan dan transportasi bahan bangunan, penggunaan peralatan selama proses konstruksi sampai dengan aktifitas rumah tangga ketika rumah tersebut dihuni [9].

  Komponen sistem pengadaan rumah juga dapat mempengaruhi peningkatan timbulan emisi karbon apabila terjadi aktifitas perbaikan, perubahan, maupun penambahan luasan bangunan rumah. Selain itu, berbagai kegiatan pemanfaatan fungsi ruang di dalam rumah melalui pengkondisian ruang baik berupa pengudaraan maupun pencahayaan turut juga memberi dampak pada peningkatan emisi karbon. Pada pelaksanaan pembangunan perumahan, jejak karbon yang terkecil terjadi pada kegiatan renovasi perumahan dengan emisi karbon rata-rata sebesar 15 ton CO2 pertahun [1].

  Pengendalian emisi karbon pada skala lokal, regional dan nasional menjadi tujuan penting untuk mengurangi emisi karbon yang berdampak pada kenaikan iklim global. Terdapat 2 (dua) mekanisme untuk menurunkan CO2 secara alami, yaitu penghijauan dan badan air seperti sungai atau danau. Penghijauan dapat berupa hutan kota, jalur hijau, taman kota, kebun dan halaman.

  Berbagai konsep dalam desain arsitektur termasuk perumahan juga harus mendukung pembangunan yang menekankan pentingnya efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah. Semuanya diperlukan sebagai upaya dalam pengendalian emisi karbon. Gambar 1 berikut menggambarkan kontribusi emisi karbon yang menyebabkan panas lingkungan suatu perkotaan.

  Gambar 1. GIS Model Emisi Karbon dalam Berbagai Tingkatan pada Suatu Lingkungan Perkotaan Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan perumahan adalah bagaimana memperbaiki perubahan lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Beberapa pendekatan dalam pembangunan perumahan telah dikembangkan guna menekan emisi karbon ataupun jejak karbon konstruksi tersebut.

  

Secara umum, kontribusi emisi karbon dengan jejak karbon yang ditimbulkannya dapat

dilihat pada persamaan berikut: Jejak Karbon = Faktor Emisi x Satuan Aktivitas

  • aktivitas tertentu.

  Faktor Emisi adalah besaran emisi gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer per satuan

  Tujuan penelitian adalah:

  1. Mengkaji aspek-aspek yang signfikan mempengaruhi jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan pembangunan perumahan kluster kecil baik secara serentak maupun secara berjenjang.

  2. Menghitung rasio perbandingan nilai jejak karbon pada pembangunan perumahan kluster kecil yang dilaksanakan secara serentak maupun secara berjenjang. ‘

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini adalah mengkaji besaran emisi karbon sebagai dasar penghitungan jejak karbon konstruksi pembangunan perumahan. Pendekatan yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah pendekatan survai. Pendekatan survei dapat digunakan untuk pengukuran yang cermat terhadap suatu fenomena tertentu pada penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau perihal kecenderungan yang sedang berlangsung.

  Deskripsi hasil penelitian adalah menyangkut fenomena dampak pembangunan perumahan kluster kecil terhadap jejak karbon yang ditimbulkannya. Sumber data dan informasi yang digunakan dalam kajian ini juga berasal dari jurnal ilmiah, buku teks, laporan hasil penelitian dan semua informasi yang mendukung kajian semacam. Juga data hasil pemetaan jejak karbon total pada beberapa lokasi pembangunan perumahan kluster kecil dari sampel yang dipilih dengan menghitung emisi karbon konstruksi pembangunan perumahan.

  1. Ruang Lingkup Studi Di wilayah Surabaya Timur banyak terdapat pembangunan perumahan oleh pengembang dalam kluster-kluster kecil (antara 5 s/d 50 unit rumah). Lokasi perumahan tersebut biasanya berada di lingkungan seputar permukiman lama yang sudah mapan, dengan pola pembangunan secara serentak (simultaneous) ataupun berjenjang (gradual). Kluster perumahan semacam ini biasanya menjelma menjadi komplek perumahan yang disebut regency dengan one gate system untuk akses masuk ke dalam perumahan.

  2. Populasi dan Sampel Populasi yang menjadi kajian adalah perumahan oleh pengembang dalam kluster-kluster kecil pada area seputar permukiman (kampung) lama yang sudah mapan di Surabaya Timur yang dibangun secara berjenjang maupun secara serentak. Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara purposive sampling dari kelompok populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel yang demikian dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal. Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki informasi penting berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti [11]. Sampel dipilih dari beberapa kluster perumahan yang teknik membangun rumah dan lingkungannya berbeda-beda, dengan maksud agar bisa diperbandingkan. Gambar 2 berikut menunjukkan model perumahan kluster kecil di seputar perumahan yang lebih besar dan sudah mapan (settle).

  Gambar 2. Lokasi Perumahan Kluster Kecil di Kelurahan Medokan Ayu Kecamatan Rungkut Surabaya 3.

  Variabel Penelitian Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka variabel penelitian dalam hal ini meliputi kelompok variabel: kegiatan domestik, transportasi, bahan bangunan, penghijauan, yang selanjutnya masing-masing variabelnya dapat diproksikan menjadi beberapa variabel utama beserta turunannya (lihat Tabel 4).

  4. Pengumpulan Data Data primer diperoleh dari hasil survei lapangan pada beberapa lokasi pembangunan perumahan kluster kecil di seputar permukiman lama yang sudah mapan. Data sekunder diperoleh berdasarkan kajian literatur dan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa penggunaan kendaraan bermotor pada aktivitas konstruksi sebagai sarana yang banyak menggunakan energi pembakaran akan banyak mempengaruhi emisi karbon konstruksi. Disamping itu pilihan penggunaan material bangunan dengan berbagai proses pengadaanya juga banyak mempengaruhi emisi karbon konstruksi. Tabel 1 berikut menunjukan faktor emisi karbon bahan bakar kendaraan bermotor yang biasa dipakai dalam pembangunan perumahan [15].

  Tabel 1. Faktor Emisi Karbon Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

  No. Bahan Bakar Faktor Emisi Satuan

  1 Pembangkitan listrik 0,725 kg/kWh

  2 Sepedamotor <125cc/Ojek 0,085 kg/km

  3 Sepedamotor >125-500cc 0,103 kg/km

  4 Sepedamotor >500cc 0,137 kg/km

  5 Mobil bensin<1400cc 0,173 kg/km

  6 Mobil bensin>1400-2000cc/Taksi 0,215 kg/km

  7 Mobil bensin>2000cc 0,299 kg/km

  8 Mobil diesel <1700 cc 0,145 kg/km

  9 Mobil diesel >1700-2000 cc 0,181 kg/km

  10 Mobil diesel >2000 cc 0,245 kg/km

  

11 Bus kota 0,030 kg/km-penumpang

  12 Sampah 0,075 kg/liter

  (Sumber: Kalkulator Karbon DNPI, 2014) Demikian pula, bahan bangunan juga membutuhkan banyak energi untuk proses pengadaannya akan memberikan kontribusi yang signifikan pada emisi karbon konstruksi. Dengan demikian faktor emisi karbon pada proses pengadaan material bangunan ke lokasi konstruksi akan mempengaruhi jejak karbon konstruksi pembangunan perumahan tersebut. Tabel 2 berikut

  menunjukan faktor emisi karbon dalam pengadaan bahan bangunan [3].

  Tabel 2. Faktor Emisi Karbon Pengadaan Bahan Bangunan

  No. Bahan Bangunan Faktor Emisi Satuan 3

  1 Asbes 1668,6 kg/m 3

  2 Baja Tulangan 12207 kg/m 3

  3 Bata 290,8 kg/m 3

  4 Batako 153,9 kg/m 3

  5 Batu Belah n.a kg/m 3

  6 Beton 333,6 kg/m 3

  7 Beton Bertulang n.a kg/m 3

  8 Beton Ringan dengan Fly Bottom Ash 302,5 kg/m 3

  9 Beton Ringan 196,9 kg/m 3

  10 Genteng Beton 564 kg/m 3

  11 Gypsum Board 301,8 kg/m 3

  12 Kaca 1380,5 kg/m 3

  13 Kayu 204,5 kg/m 3

  14 Keramik 1920 kg/m 3

  15 Mortar 1:4 418 kg/m 3

  16 Pasir 51 kg/m 3

  17 Plywood 650,1 kg/m 3

  18 Portland Cement n.a kg/m

  (Sumber: Chen D., et all., 2010) 5.

  Analisis Data Statistik deskriptif digunakan untuk melihat tingkat pengaruh dari masing-masing aspek

  (variabel) dalam memberikan kontribusi/ pengaruh terhadap besaran emisi karbon konstruksi pembangunan perumahan. Juga digunakan untuk membandingkan nilai jejak karbon dari dua kecenderungan metode atau teknik konstruksi pembangunan perumahan kluster kecil yang berbeda-beda di Surabaya Timur. Hasil analisis akan menunjukkan kecenderungan perihal tingkatan kontribusi aspek-aspek: kegiatan domestik, transportasi, bahan bangunan, penghijauan, dalam mempengaruhi jejak karbon konstruksi pembangunan perumahan kluster kecil tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Proses konstruksi/ pembangunan perumahan maupun lingkungan termasuk salah satu aktivitas yang banyak mengkonsumsi energi sehingga menghasilkan emisi karbon yang cukup besar. Penggunaan energi yang berlebihan mempunyai dampak negatif yaitu meningkatkan jumlah emisi CO2. Emisi CO2 yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan serta pemanasan global. Kejadian yang telah terasa saat ini adalah bergesernya siklus musim dan anomali cuaca lingkungan tertentu terhadap lingkungan global di seputarnya. Konstruksi hijau diperlukan untuk menekan emisi karbon dalam hal ini [4].

1. Perhitungan Emisi Karbon Pembangunan Perumahan Kluster Kecil

  Metode konstruksi pembangunan perumahan yang berbeda-beda menghasilkan jumlah emisi karbon ataupun nilai jejak karbon yang berbeda-beda pula. Tabel 3 berikut menunjukkan perbandingan besaran emisi karbon pada pembangunan perumahan kluster kecil yang dilaksanakan secara serentak dan secara berjenjang.

  Kelompok Variabel Variabel Utama Variabel Turunan Pembangunan Perumahan di Surabaya Timur Serentak Berjenjang Kegiatan Domestik Emisi CO2 dari pemakaian listrik (kg/tahun) biaya rata-rata listrik/bulan (Rp.) Rp. 150.000,- Rp. 83.000,- pemakaian listrik/bulan (KWh) 147,2 KWh 78,3 KWh peralatan elektronik yg digunakan kipas angin, charger HP, TV kipas angin, charger HP Emisi CO2 dari kegiatan penunjang pekerjaan (kg/tahun) jenis bahan bakar solar dan bensin solar dan bensin pemakaian bahan bakar/bulan 18,5 liter 20,0 liter

  Transportasi Emisi CO2 dari biaya untuk perjalanan dan untuk membeli BBM (kg/tahun) jarak tempuh pekerja ke lokasi proyek 9,3 KM 7,3 KM

jarak supply chain material

bangunan

  10,2 KM 4,9 KM moda transport yang dipakai sepeda motor sepeda motor kendaraan yang dimiliki 1 buah 1 buah frekwensi pemakaian setiap hari setiap hari biaya bahan bakar/bulan Rp. 73.000,- Rp. 91.000,-

  Teknik konstruksi Emisi CO2 sebagai konsekuensi dari pilihan teknik konstruksi konstruksi secara insitu 60% (0,30) 50% (0,25) konstruksi dengan fabrikasi 40% (0,20) 50% (0,25) peralatan konstruksi excavator, stumper Stumper manajemen konstruksi kurang efisien relatif efisien

  Bahan bangunan Emisi CO2 dari ubin lantai (kg/tahun) luas lantai 116 M2

  98 M2 jenis penutup lantai keramik Keramik Emisi CO2 dari bata (kg/tahun) luas dinding 690 M2 634 M2 luas bukaan 138 M2 127 M2 bahan dinding bata dan bata ringan bata dan bata ringan Emisi CO2 dari genteng

  (kg/tahun) luas atap 151 M2 127 M2 bahan struktur atap baja ringan baja ringan bahan penutup atap Genteng Genteng

  Penghijauan Luas ruang terbuka hijau (M2) luas ruang terbuka 34,8 M2 29,4 M2 luas perkerasan

  18 M2

  15 M2 jenis tanaman/perdu 2,0 M2 9,8 M2 Pengelolaan limbah (kg/tahun) limbah yang dibuang/liter/bulan 9,1 M3 7,2 M3 pembersihan lokasi/liter/bulan Rp. 420.000,- Rp. 410.000,-

  (Sumber: Hasil Survei Lapangan) Tabel 3. Aspek yang Signifikan Mempengaruhi Emisi Karbon Konstruksi Pembangunan Perumahan

  Rata-rata emisi karbon pada pembangunan perumahan kluster kecil (baik serentak maupun berjenjang) dengan pengembangan perumahannya yang masih terkendali menghasilkan timbulan emisi CO2 dibawah ambang batas 314 ppm. Fluktuasi rata-rata timbulan emisi karbon harian pada saat pelaksanaan konstruksi pembangunan rumah yang berpengaruh terhadap jejak karbon pada umumnya dapat dilihat pada Gambar 3. Emisi karbon akan meningkat apabila terjadi akumulasi pekerjaan yang tinggi atau juga menjelang akhir pekan dimana evaluasi terhadap opname pekerjaan lapangan biasa dilakukan. Gambar 3 berikut menunjukkan perbandingan konsentrasi CO2 rata-rata harian pada pembangunan perumahan kluster kecil, baik secara serentak maupun secara berjenjang.

  Gambar 3. Rata-rata Konsentrasi Karbon Harian pada Pembangunan Perumahan Selama Seminggu 2.

  Rasio Perbandingan Jejak Karbon Konstruksi Perumahan Kluster Kecil Pembangunan perumahan secara serentak walaupun dalam kluster kecil menghasilkan emisi karbon yang setara 30,39 ton CO2. Sedangkan pembangunan perumahan secara berjenjang menghasilkan emisi karbon yang setara 25,71 ton CO2 (lihat Gambar 4), atau rata-rata poin 2,1 berbanding 1,7 dibandingkan jejak karbon konstruksi terendah yaitu pada renovasi bangunan yang sebesar 15,0 ton CO2 [1]. Gambar 4 berikut menunjukkan perbandingan emisi karbon yang dihasilkan pada pembangunan perumahan kluster kecil secara serentak maupun secara berjenjang.

  

Emisi Karbon Pembangunan Perumahan Kluster Kecil

di Surabaya Timur

  25

  19.38

  20

  17.47

  15

  8.47

  10

  6.72

  5

  1.28

  0.76

  0.5

  0.68

  0.43

  0.4 Pembangunan Serentak 30,39 tCO2 Pembangunan Berjenjang 25,71 tCO2

Kegiatan Domestik Transportasi Teknik Konstruksi Bahan Bangunan Penghijauan/Perkerasan

  Gambar 4. Perbedaan Pola Emisi Karbon pada Teknik Pembangunan Perumahan yang Berbeda

  Aspek pengadaan bahan bangunan menyumbang emisi karbon yang paling banyak dibandingkan dengan aspek lainnya. Sedangkan aspek pilihan metode konstruksi baik on site maupun off site memberikan pengaruh/ kontribusi yang paling sedikit dibandingkan aspek lainnya. Gambar 5 berikut menunjukkan prosentase perbandingan emisi karbon dari beberapa konstruksi bahan bangunan untuk setiap meter persegi pada bangunan gedung [2].

  2 Gambar 5. Prosentase Perbandingan Emisi Karbon Beberapa Konstruksi Bahan Bangunan Setiap M

  pada Bangunan Gedung Bahan bangunan penyumbang emisi karbon yang terbesar adalah material dengan bahan baku semen, keramik dan baja [2]. Rekayasa maupun efisiensi dalam penggunaan bahan-bahan tersebut melalui daur ulang material dan bangunan tahan lama, atau penghematan energi melalui perbaikan sistem bahan dan konstruksi bangunan, serta melalui optimalisasi sistem jaringan lalu lintas secara lingkungan berguna bagi pengendalian emisi karbon. Pola kluster perumahan serta akses lingkungan perumahan akan mempengaruhi transportasi yang pada akhirnya juga mempengaruhi emisi karbon.

  Timbulan emisi CO2 mengalami lonjakan drastis ketika lingkungan mengalami perubahan dengan adanya proses konstruksi bangunan secara eksploitatif besar-besaran. Emisi CO2 akan menjadi lebih besar lagi ketika ruang terbuka hijau dengan pepohonan semakin jauh berkurang.

  Pada permukiman di perkotaan, pengembangan serta pertumbuhan perumahan banyak terkonsentrasi di lingkungan masyarakat berpendapatan menengah, tidak terkecuali di Surabaya Timur. Oleh karena itu pengembangan perumahan kluster kecil ini juga banyak tumbuh di kawasan permukiman menengah (kampung lama) yang cukup mapan. Adanya kecenderungan pembangunan perumahan kluster kecil secara berjenjang/ berkelanjutan disebabkan karena adanya potensi serta pengaruh kultur oleh lingkungan seputar yang lebih besar. Walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya pembangunan perumahan kluster kecil secara serentak/ eksploitatif. Pembangunan perumahan secara berjenjang menghasilkan emisi karbon lebih rendah 8-10% dibandingkan secara serentak, dimana pemilihan dan penggunaan bahan bangunan memberikan sumbangan emisi karbon terbesar 64-69%.

  KESIMPULAN

  Setiap pembangunan perumahan, mulai dari perencanaan hingga penyelenggaraan pembangunan harus mempertimbangkan keseimbangan terpadu dalam memanfaatkan sumber daya yang ada namun terbatas dan berbasis rendah emisi karbon (CO2). Demikian juga dengan pembangunan perumahan kluster kecil yang pada akhirnya berkontribusi terhadap timbulan karbon pada kawasan permukiman yang lebih luas.

  Jejak karbon pada pembangunan perumahan lebih banyak diakibatkan oleh penggunaan energi dalam pengadaan bahan bangunan untuk pengembangan rumah seperti material lantai, dinding dan atap yang proses pembuatannya dilakukan dengan pembakaran. Sedangkan pada tahap penghunian adalah memperhitungkan total jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah dan transportasi untuk menunjang kegiatan di luar rumah dalam suatu permukiman.

  Peningkatan timbulan emisi CO2 secara signifikan terjadi ketika terjadi peralihan fungsi lahan hijau karena pepohonan dan tetumbuhan yang menyerap CO2 dan menghasilkan oksigen menjadi berubah. Hal yang harus diperhitungkan pada saat pembangunan/ konstruksi adalah pilihan penggunaan bahan bangunan yang digunakan untuk lantai, dinding dan atap yang proses pengadaannya dilakukan dengan pembakaran atau efisiensi penggunaan bahan bakar. Emisi karbon terbesar terjadi pada penggunaan bahan bangunan yakni sebesar 64-69%. Berbeda dengan waktu penghunian dimana jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah (kegiatan domestik) dan transportasi untuk menunjang kegiatan di luar rumah yang menyumbang emisi karbon terbesar.

  Pembangunan perumahan kluster yang terencana, terkendali dan berkelanjutan dapat menekan emisi CO2 sebesar 8-10% sehingga akan meninggalkan jejak karbon yang relatif kecil. Gaya hidup dan konsumsi energi dari pelaksana konstruksi yang tidak efisien dalam pembangunan perumahan kluster kecil tersebut akan meningkatkan emisi karbon yang mana akan meninggalkan jejak karbon yang semakin besar. Emisi CO2 mengalami lonjakan drastis ketika lingkungan sedang mengalami perubahan dengan adanya proses pembangunan/ konstruksi perumahan secara serentak besar-besaran (eksploitatif). Emisi CO2 akan menjadi lebih besar lagi ketika ruang terbuka hijau dengan pepohonannya semakin jauh berkurang.

  Berdasarkan perhitungan, jejak karbon rata-rata pada konstruksi pembangunan perumahan kluster baik yang dilaksanakan secara serentak maupun secara berjenjang pada umumnya masih dibawah ambang batas karbon yang dipersyaratkan untuk keseimbangan lingkungan (314 ppm). Sementara itu konstruksi pembangunan perumahan secara berjenjang yang mengarah pada pembangunan berkelanjutan menghasilkan jejak karbon yang jauh lebih rendah. Adapun rasio perbandingan jejak karbon konstruksi pembangunan perumahan secara serentak dengan pembangunan perumahan secara berjenjang adalah 2,1 : 1,7 apabila dibandingkan jejak karbon konstruksi terendah pada renovasi bangunan 1,0.

  Strategi pembangunan perumahan kluster kecil secara tepat, bijaksana, memperhatikan kelestarian lingkungan serta keberlanjutan sumber daya maupun bahan bangunan, akan dapat menekan atau mengendalikan emisi karbon konstruksi. Emisi karbon yang rendah akan meninggalkan jejak karbon yang relatif kecil pada suatu lingkungan sehingga dapat mengurangi pemanasan global.

DAFTAR PUSTAKA

  [1] Barret, John and Thomas Wiedmann, 2007, SEI & ISAUK Research Report 07-04, <URL:https://www.academia.edu/5741544/A_Comparative_Carbon_Footprint_Analysis_of_ On-Site_Construction_and_an_Off-Site_Manufactured_House...

  [2] Bribian, et al., 2011. Life Cycle Assessment of Building Materials: Comparative Analysis of

  Energy and Environmental Impacts and Evaluation of The Eco-Efficiency Improvement ,

  Building and Environment 46 [3] Chen D., Syme M., Seo S., Chan W. Y., Zhou M. and Meddings S. 2010, Development of An

  Embodied CO2 Emission Module for Accurate , Forest and Wood Product Australia, CSIRO Sustainable Ecosystems, Australia.

  

[4] Ervianto, Wulfram I. 2012, Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau, Perencanaan,

Pengadaan, Konstruksi & Operasi, Yogyakarta.

  [5] Kirby, A. (2008). Going Green, Satisfying Guests. HOTELS, Retrieved November 7,

2008, from http: //www.hotelsmag.com/article/CA6545045.html?q= going+green%2C

  • satisfying+guests

  [6] Kurdi, Siti Zubaidah. 2008, Pengaruh Emisi CO2 dari Sektor Perumahan Perkotaan

  Terhadap Kualitas Lingkungan Global , Jurnal Permukiman Vol.3, No.2, Juli 2008, Bandung.

  [7] Schnoor, J. L. 1996. Environmental Modelling: Fate and Transport of Pollutants in Water, Air and Soil , John Wiley and Sons Inc., London. [8] Soedomo, M. 1999. Kumpulan Karya Ilmiah: Pencemaran Udara, Penerbit ITB Press, Bandung. [9] Sudjono, P., Dewi, I. K., and Yudhi, C. O. 2008. Analysis on Life in Kampong Naga to

  

Deduce Policy on Carbon-Dioxide Emitted from House Construction , International

Symposium on Climate Change and Human Settlements, Denpasar, March 2008.

  [10] Sujatmiko, W. dan Elis Hastuti, 2008, Report on CO2 Concentration Level Studies in Natural

Ventilation and Air Conditioned Buildings , Jurnal of Public Work International, Indonesia.

[11] Sutopo, H. B. 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif - Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian, Sebelas Maret University Press, Surakarta. [12] Wiedmann, T. and Minx, J. 2008. A Definition of 'Carbon Footprint'. In: C. C. Pertsova

  

Ecological Economics Research Trends, as a Case Study Environmental Impact Assessment

Review, Vol 29 , Nova Science Publishers, Hauppauge NY, USA.

  [13] Wuryanti, Wahyu, 2012, Keputusan Multikriteria dalam Menilai Konstruksi Rumah Tinggal

  

terhadap Lingkungan , Jurnal Permukiman, Volume 7 Nomor 2, Agustus 2012, ISSN 1907-

4352.

  [14] Yoshinori, F., Hiroshi, M. and C.S. Ho., 2009, Assessment of CO2 Emissions and Resource

  

Sustainability for Housing Construction in Malaysia , International Journal of Low Carbon

Technologies Volume 4, Issue 1, March 2009.

  [15] Institute for Essential Services Reforms (IESR). 2011, Kalkulator Jejak Karbon, <URL:http://karbonkalkulator.iesr-indonesia.org/index.php/...