BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perilaku Seks Bebas pada Anak Jalanan dalam Perspektif Kriminologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasawarsa terakahir ini isu kesejahteraan anak terus mendapat perhatian

  masyarakat dunia, mulai dari permasalahan buruh anak, peradilan anak, pelecehan seksual pada anak dan anak jalanan. Hal tesebut juga dicerminkan dari banyaknya dokumen internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Sedikitnya terdapat 16 dokumen internasional yang terkait dengan permasalahan anak, beberapa diantaranya: united nations standard minimum rules for the

  

administration of juvenile justice (peraturan administrasi standar minimum

  persatuan bangsa-bangsa untuk keadilan anak), resolusi MU PBB 1985: the use of

  

children in the illicit traffic in narcotic drugs (peran anak-anak dalam

  perdagangan obat-obatan narkotika), resolusi komisi HAM PBB 1991: The

  

special rapporteur on the sale of children, child prostitution and child

pornography (pelopor perdagangan anak, prostitusi anak dan pornografi anak.

  Salah satu isu kesejahteraan anak yang terus berkembang dan menjadi perhatian

   dunia adalah masalah anak jalanan.

  Anak jalanan merupakan sebagian dari anak-anak yang hidup dan tumbuh di Indonesia dan menjadi harapan bangsa di masa yang akan datang. Sebagai generasi penerus, kondisi anak jalanan di Indonesia sangat memprihatinkan, 1 Berita Kompas, Kisah Inspratif, realita kehidupan jalanan, Tanggal 23 Febuari 2012,

  halaman 6

   hilangnya perlindungan dari keluarga, penganiayaan di rumah dan di jalanan.

  Menurut laporan yayasan kesejahteraan anak Indonesia (2005) memberitakan bahwa fenomena anak jalanan semakin meningkat dari segi kualitas maupun kuantitas. Penelitian tersebut menemukan kenyataan bahwa sebagian besar anak jalanan berasal dari keluarga tidak mampu. Dari 226 juta keluarga tidak mampu, sekitar 35,29 % tak tamat SD, sekitar 34,22% tamat SD, dan sekitar 13,57% tamat

3 SMP.

  Hingga saat ini penanganan masalah anak jalanan masih terbatas. Penelitian Alvedino (2001) menunjukkan bahwa hilangnya perlindungan dan kekerasan pada anak jalanan memberi dampak terhadap keprihatinan mereka.

  Sedangkan jumlah anak jalanan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan berbagai alasan terutama pada saat krisis, sebagian waktu dari anak jalanan digunakan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan ataupun di tempat-tempat umum. Sedangkan data yang penulis dapatkan dari hasil penelitian di PKPA Medan banyaknya anak jalanan ± 460 anak, dimana anak laki-laki

   sebesar 70%, sedangkan anak perempuan 30%.

  Pelecehan seksual dan kejahatan kesusilaan yang melibatkan berbagai golongan dalam masyarakat di beberapa negara maju sudah sering menjadi pemberitaan di media masa yang di kenal sangat terbuka. Perhatian kepada anak yang dinyatakan secara jelas pada undang-undang 1945 yaitu dalam Pasal 34 ayat 2 3 Ibid 4 httpom/2009/08/13 . Mei 2009, hal 1 Wawancara dengan staf PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) dengan Bang

  Iwan di Kampung Susuk Ujung pada tanggal 7 Juni 2012

  1, yang berarti bahwa tidak boleh ada anak yang diterlantarkan, tidak mendapatkan bimbingan, pembinaan, pengembangan dan perlindungan dengan kata lain, setiap anak indonesia berhak atas kehidupan sebagai anak, berhak mendapat bimbingan dan pertumbuhan nya, berhak atas pengembangan atas seluruh potensi yang dimiliki dan berhak atas perlindungan terhadap segala macam ancaman, hambatan dan gangguan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakikatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, yang juga telah dinyatakan dalam UU No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia serta keputusan presiden R.I No.36 tahun 1990 tentang pengesahan

  

Convention on the right of the child (konvensi tentang hak-hak anak). Mereka

  perlu mendapatkan hak-haknya secara normal bagaimanan layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan ( family environment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan ( basic health and welfare), pendidikan, rekreasi, budaya dan

  

perlindungan khusus (special protection).

  Anak harus dilindungi dari segala bentuk ketelantaran, kekerasan, pengisapan. Tidak boleh dijadikan subyek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu dan tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang merugikan kesehatan ataupun pendidikannya, yang dapat mempengaruhi perkembangan

  

  tubuh, jiwa ataupun hakikatnya. Berdasarkan alinea diatas, maka terhadap anak yang menjadi korban kekerasan harus mendapatkan perlindungan atas kesehatan, 5 6 hal 2 ( diakses pada tanggal 1 januari 2011) Ibid pendidikan serta perkembangan tubuh dan jiwanya. Kekerasan yang terjadi seperti penodongan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan sebagainya.

  Kekerasan itu biasa dilakukan oleh orang-orang dan setiap tindak pendidikan, ekonomi, budaya, agama maupun suku bangsa. Tanpa disadari pembenaran terhadap kekerasan menjadi bagian pemikiran bawah sadar masyarakat dan terjadi proses imitasi kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena kekerasan yang terjadi makin beragam bentuknya, seperti kekerasan psikis, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual pada anak jalanan. Kekerasan seksual ini merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikatagorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan (Crime againts

   humanity ).

  Sejak dahulu tema seksualitas merupakan tema yang selalu menarik dan menjadi kontroversi dalam masyarakat karena seksualitas merupakan sesuatu yang ditabukan. Seksualitas selalu hadir dalam sisi kehidupan manusia dan kehadirannya pun tidak luput dari makin banyaknya dan mudahnya mendapatkan pengetahuan tentang seks. Kasus-kasu seks bebas seperti casting iklan sabun mandi, peredaran VCD porno oleh sepasang remaja atau mahasiswa mengindikasikan bahwa perilaku seksual yang tidak sesuai dengan budaya dan norma-norma di masyarakat, telah menempati level menghawatirkan dan menjadi pemicu rusaknya moralitas generasi muda.

7 Ibid

  Maraknya remaja yang melakukan seks bebas saat ini dapat melihat dua

  

  faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri remaja itu sendiri dimana seorang remaja sedang mengalami peningkatan hasrat seksual dikarenakan perubahan fisik dan biologis yang terjadinya padanya. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja, diantaranya adalah teman sepermainan yang biasanya memiliki pengaruh

   yang cukup besar dalam kehidupan remaja.

  Dikalangan anak jalanan sendiri akan lebih mudah melakukan seks bebas karena lingkungan yang begitu bebas dan sangat minimnya pengawasan dari keluarga atau orangtua dan juga banyak faktor lain yang mendukung. Dan juga pengetahuan sistem reproduksi tidak terjangkau dikarenakan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendidikan anak jalanan yang rendah, pengaruh lingkungan sekitar. Anak jalanan yang melakukan aktifitasnya di kota Medan antara lain sebagai pengemis, pembersih kaca mobil, pemulung, pengamen, penjualkoran serta PSK, dimana merupakan komunitas yang memepunyai resiko tinggi terhadap gangguan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan mereka tentang kesehatan system reproduksi dan dampaknya bagi mereka yang tidak melakukan

  

  perawatan dan pencegahan diri. Dengan dasar pengetahuan dan sikap tentang kesehatan system reproduksi pada anak jalanan diharapkan dapat membatasi 8 WWW. Googel.Com, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Ruth

  Rosenberg, 2008 9 10 Ibid., Wawancara dengan PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) di Kampung Susuk Ujung pada tanggal 7 Juni 2012 pergaulan sesama teman terutama dalam membatasi perilaku seksual bebas pada mereka yang dimungkinkan akan terhindar dari gangguan kesehatan akibat hubungan dari seks bebas yang dilakukan.

B. PERUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa permasalahan yang harus dibahas mengenai perilaku seks bebas pada anak jalanan . Adapun yang menjadi permasalahan yang nantinya akan dibahas penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan? 2.

  Bagaimana penyebab terjadinya seks bebas pada anak jalanan? 3. Bagaimana upaya dan kendala dalam penanggulangan seks bebas pada anak jalanan ?

  Dimana permasalahan-permasalahan tersebut diatas merupakan kerangka acuan bagi penulis dalam melakukan pembahasan agar tersktuktur dan tidak keluar dari apa yang penulis angkat sebagai judul dalam penulisan skripsi ini.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

  Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan 2.

  Untuk mengetahui bagaimana penyebab terjadinya seks bebas pada anak jalanan.

3. Untuk mengetahui upaya dan kendala dalam penanggulangan seks bebas pada anak jalanan.

  Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : a. Manfaat teoritis 1.

  Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah, menyumbangkan konsep-konsep pemikirian bagi pengembangan hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan perilaku seks bebas pada anak jalanan.

  2. Dapat memberikan masukan dan menciptakan asumsi serta pengertian kepada masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum tentang tinjauan yuridis perilaku seks bebas pada anak jalanan ditinjau dari aspek kriminologi b.

  Manfaat praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan pada setiap masyarakat serta pemerintah dan aparat penegak hukum harus waspada terhadap perilaku seks bebas pada anak jalanan.

D. KEASLIAN PENULISAN

  Penulisan skripsi ini berjudul: “Tinjauan Yuridis Perilaku Seks Bebas Pada Anak Jalanan Dalam Perspektif Kriminologi” , merupakan hasil pemikiran penulis sendiri, isi dari skripsi ini penulis ambil dari beberapa buku, Undang- Undang, media cetak maupun media elektronik dan melakukan penelitian ke PKPA (Pusat Kajian Perlindungan Anak). Setelah itu penulis memeriksa judul- judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, maka judul skripsi ini belum ada yang membuatnya, walapun ada sudut pandang dan pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1.

  Teori-Teori Kriminologi Bonger mengemukakan teori-teori kriminlogi tentang kejahatan, sebagai

  

  berikut: 1.

  Teori klasik Teori ini muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan tersebar di

  Eropa dan Amerika.Teori ini berdasarkan psikologi hedonistic.Menurut psikologi hedonistic setiap perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang mendatangkan kesenangan dan mana

   yang tidak.

  Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut setiap hukuman yang dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah diperhitungkan sebagai kesenangan yang diperolehnya, sehingga maksud pendapat Beccaria adalah untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman. Konsep keadilan menurut teori ini adalah suatu hukuman yang pasti untuk perbuatan-perbuatan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari sifat si pembuat dan tanpa memperhatiukan pula kemungkinan adanya peristiwa-peristiwa tertentu yang memaksa terjadinya perbuatan tersebut. 11 W. A. Bonger., Pengantar Tentang Kriminologi, (Terjemahan R.A.Koesnoen) PT.

  Pembangunan Graha Indonesia, Jakarta, 1981, halaman 21 12 Ibid.,

  2. Teori Neo Klasik Teori ini merupakan teori revisi dari teori klasik. Adapun ciri khas dari

   Neon Klasik menurut Made Darma Weda, 1996:30) adalah sebagai berikut: A.

  Adanya perlunakan/perubahan pada doktrin kehendak bebas. Kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh:

  1. Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa, atau lain-lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya.

  2. Premiditasi niat, yang dijadikan ukuran deari kebebasan kehendak, tetapi hal ini menyangkutterhadap hal-hal yang aneh, sebab jika benar, maka pelaku pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih bebas untuk memilih daripada resedivis yang terkait dengan kebiasaan-kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum dengan berat.

  B.

  Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang merubah ini dapat berupa fisik (cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan-keadaan lingkungannya atau keadaan mental dari individu.

  C.

  Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagaian saja. Sebab-sebab utama untuk me mpertanggung jawabkan seseorang untuk sebagian saja adsalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu melakukan kejahatan.

13 Darma Weda, Kriminologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996, halaman 1

  D.

  Dimasukkan persaksian/keterangan ahli didalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab, untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah.

  Berdasarkan cirri khas teori neo-klasik tampak bahwa teori neo klasik menggambarkan dittinggalkannya kekuata yang supra-natural, yang ajaib (gaib), sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing terbentuknya pelaksanaan hukum pidana. Dengan demikian teori neo-klasik menunjukkan permulaan pendekatan yang naturalistic terhadap perilaku/tingkah laku manusia. Gambaran mengenai manusia sebagai boneka yang dikuasi oleh kekuatan gaib digantinya de gan gambaran manusia sebagai makhluk yang berkehendak sendiri, yang bertindak atas dasar rasio dan intelegensia dank arena itu bertanggung jawab atas

   kelakuanya.

3. Teori kartografi/Geografi

  Teori ini berkembang di Prancis, Inggris, Jerman. Teori ini mulai berkembang pada tahun 1830-1880 M. teori ini sering pula disebut sebagai ajaran ekologis.Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara social.

  Menurut teori ini, kejahatan merupakan perwujudan kondisi-kondisi social yang ada. Dengan kata lain bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena factor dari luar manusia itu sendiri.

14 Ibid.,

  4. Teori Sosialis Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. para tokoh aliran ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari marx dan engels, yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi. Menurut para tokoh ajaran ini, kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarkat.

  Sajipto Rahardjo (A.S Alam, 2010) berpendapat bahwa, kejahatan itu merupakan bayang-bayang manusia maka dari itu makin tinggi peradaban manusia makin tinggi pula cara melakukan kejahatan.

  Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi.

  5. Teori Tipilogis Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan teori topilogis atau bio-typologis.Keempat aliran tersebut mempunyai kesamaan pemikiran dan metodologi.Mereka mepunyai asumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang tidak jahat. Keempat teori tipilogis tersebut adalah sebagai berikut:

a. Teori lambroso/mazhab antropologis

  Teori ini dipelopori oleh Casare Lambroso. Menurut Lambroso, kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan bahwa cirri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya. Adapun beberapa proporsi yang dikemukakan oleh Lambroso (Made Darma Weda, 1996:16) yaitu: (a)

  Penjahata dilahirkan dan mempunyai tipe-tipe yang berbeda;

  (b) Tipe ini biasa dikenal dari beberapa cirri tertentu seperti tengkorak yang asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut yang jarang, dan tahan terhadap rasa sakit;

  (c) Tanda-tanda lahiriah ini bukan merupakan penyebab kejahatan tetapi merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai perilaku criminal;

  (d) Karena adanya kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari melakukan kejehatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan;

  (e) Pengenut aliran ini mengemukakan bahwa penjahat seperti pencuri, pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh cirri-ciri tertentu.

  Aliran Lambroso ini bertujuan untuk membantah aliran klasik dalam persoalan determinasi melawan kebebasan kemauan dan kemudian membantah teori Tarde tentang theoru of imitation (Le lois de’I imitation). Teori Lambroso ini, dibantah oleh Goring dengan membuat penelitian perbandingan.Hasil penelitiannya tersebut, Goring meanrik kesimpulan bahwa tidak ada tanda-tanda jasmaniah untuk disebut sebagai tipe penajat, demikian pula tidak ada tanda-tanda rohaniah untuk menyatakan penjahat itu memiliki suatu tipe. Menurut Goring (Made Darma Weda, 1996:18) menyatakan bahwa: “kuasa kejahatan timbul karena setiap manusia mempunyai kelemahan/cacat yang dibawa sejak lahir, kelemahan/cacat inilah yang menyebabkan orang tersebut melakukan kejahatan”. Dengan demikian Goring dalam mencari kausa kejahatan kembali pada factor psikologis, sedangkan factor lingkungan sangat kecil pengaruhnya terhadap kejahatan.

  b. Teori Mental

  Teori mental Tester ini muncul setelah runtuhnya teori Lambroso.Teori ini dalam metodolonginya menggunakan tes mental untuk membedakan penjahat dan bukan penjahat. Menurut Goddard (Made Darma Weda, 1996:18) bahwa: Setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai perbuatannya, dan dengan demikian tidak dapat pula menilai akibat dari perbuatannya tersebut atau menangkap serta menilai arti hukum.

  c. Teori Psikiatrik

  Teori psikiatrik merupakan lanjutan Lombroso dengan melihat tanpa adanya perubahan pada cirri-ciri morfologi (yang berdasarkan struktur).Teori ini lebih menekankan pada unsure psikologi, epilepsy dan moral instanity sebagai sebab-sebab kejahatan.

  Teori psikiatrik ini, memberikan arti penting kepada kekacauan emosional, yang dianggap timbul dalam interaksi social dan bukan pewarisan. Pokok teori ini adalah organisasi tertentu dari pada kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan menghasilkan kelakuan jahat tampa mengingat situasi-situasi social.

  d. Teori Sosiologis

  Teori Sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi Analisi sebab- sebab kejahatan secara sosiologis banyak dipengaruhi oleh teori kartografik dan sosialis.Teori ini menafsirkan kejahatn sebagai fungsi lingkungan social (crine as

  

a funcation of social enviromrnt). Pokok pangkal ajaran ini adalah, bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses=proses yang sama seperti kelakuan social. Dengan demikian proses terjadinya tingkah laku kejahatan tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya temasuk tingkah laku yang baik. Orang melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.

  6. Teori Lingkungan Teori ini biasanya juga disebut sebgai mazhab Perancis. Menurut teori ini, seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleg factor di sekitarnya/lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, social, budaya, pertahanan keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta penemuan teknologi. Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televise, buku-buku serta film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan. Menurut Tarde (Made Darma Weda, 1996:20) bahwa “orang menjadi jahat disebabkan karena pengaruh imitation, berdasarkan pendapat Tarde tersebut, seseorang melakukan kejahatan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.

  7. Teori Biososiologis Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain- lain. Aliran biososiologis ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap- tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.

  Faktor lingkungan itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, temperamen, dan kesehatan.Keadaan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan polotik suatu Negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum dan mengahadapi siding MPR.

  2. Gambaran Kenakalan Anak Jalanan Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi.

  Tidak seorangpun yang tidak melewati tahap/fase negative, atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak jalanan terbagi

  

  mengikuti 3 kriteria, yaitu : “kebetulan, kadang-kadang dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patah yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis, instinctual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab-sebab terjadinya kenakalan instiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, perpecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan berkelompok”.

  Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak

  

  dibedakan menjadi beberapa macam : 1.

  Kenakalan biasa 2. Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal 15 Harkisnowo, Kenakalan-kenakalan Anak, http::// www. situskespro.info/gendervaw.

  Com ( diakses 25 April 2008) 16 Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, cetakan pertama, Kenakalan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Humum , Liberti, Yogyakarta, 1985

3. Kenakalan khusus.

  Ad. 1 Kenakalan biasa

  Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit kepada kedua orangtuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, dan lain sebagainya.

  Ad.2 kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal

  Adalah suatu bentuk kenakalan anak jalanan yang merupakan perbuatan pidana, berupa kenakalan yang meliputi : mencuri, menganiaya, menodong, mencopet, menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi, menonton, dan mengedarkan film porna, atau menggandakan serta mengedarkan obat-obat terlarang, dan lain sebagainya.

  Ad.3 Kenakalan khusus

  Kenakalan khusus adalah kenakalan yang diatur dalam undang-undang pidana khusus, seperti kenakalan di internet (Cyber Crime), kenakalan terhadap HAM. Bentuk lain dari kenakalan anak jalanan berdasarkan ciri kepribadian, yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol. Anak-anak muda ini umumnya bersifat labil, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya.

  Seiring dengan berkembangnya zaman, tidak dapat kita pungkiri kenakalan anak jalanan pun semakin berkembang. Masa sekarang ini remaja lebih cenderung berani mengutarakan keinginan hatinya dan berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin.

  Kenakalan anak jalanan yang sedang popular di zaman ini adalah kenakalan perilaku ngelem, mencopet, menonton film-film porno di internet, dan melakukan seks bebas. Ini merupakan perilaku menyimpang yang sering sekali dilakukan oleh anak-anak jalanan. Ada beberapafaktor mengapa anak-anak jalanan melakukan perilaku seperti yang di atas yakni dapat memberikan rasa tenang dengan melakukan ngelem, terpengaruh oleh teman sebaya, keingintahuan, dan ingin mencoba.

  Anak jalanan berbeda dengan anak-anak yang tinggal yang hidup bersama dengan orangtua yang memberikan perhatian dan kasih saying. Anak jalanan merupakan anak-anak yang termarginalisasi karena tidak menerima perlakuan yang baik dari keluarga, lingkungan, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

  Kehidupan tanpa aturan sering kali menjadi perlakuan yang mereka perlihatkan akibatnya kurangnya pendidikan yang mereka terima. Gaya hidup anak jalanan mendidik mereka untuk menjual rasa iba, melahirkan mental-mental yang rusak

   yang semakin kental ketika kita dewasa nantinya.

  Menelusuri lebih jauh lagi apa sebabnya yang mendasari anak khususnya anak jalnan hingga memiliki kebiasaan dan menjadi ketergantungan terhadap seks, ada beberapa faktor. Pertama, melakukan seks merupakan sebagai pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri si anak. Kedua, dengan melakukan seks membuktikan bahwa anak tersebut dapat diterima dalam pergaulan ataupun komunitas. Ketiga, karena rasa keingintahuan terhadap hubungan badan

  17 diakses pada tanggal 27 April 2012

  (seksualitas). Hal-hal tersebut diatas merupakan gambaran besar perilaku anak

   jalanan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual

  Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh anak jalanan

  

  adalah: 1.

   Masturbsi

  Masturbasi atau sering disebut onani berasal dari bahasa lain yaitu masturbatio. Mastur berarti tangan dan batio berarti menodai. Secara luas berarti pemuas seksual dalam diri sendiri dengn menggunakan tangan. Atau pengertian lain adalah menodai diri sendiri dengan tangan nya sendiri. Kebiasaan onani secara terus-menerus dan berlebihan akan mengakibatkan gejala-gejala fisik yang melelahkan karena menyerap banyak energi.

  Umumnya pelaku masturbasi kekurangan zat besi sehingga kelelahan itu nampak manakala dia melakukan aktifitas seperti belajar dan bekerja. Untuk menghentikan perbuatan ini perlu adanya antisipasi semenjak dini terutama pengenalan terhadap norma-norma agama. Dengan demikian para remaja bisa membentengi diri dengan keimanan. Selain itu sedapat mungkin menghindari buku atau tontonan yang berbau pornografi. Jika telah mencapai dewasa

   sebaiknya lekas menikah atau menghindari godaan dari perilaku ini.

  2. Transeksualisme 18 19 Ibid., Nasrudin Toha, Gelombang Free Sex Di Era Modern, Bandung, Forum Remaja 21, 1997, halaman 16 20 Ibid.,

  Transeksualisme adalah perilaku yang menunjukkan keenganan untuk menerima jenis kelamin yang dimiliki, mereka menginginkan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena menurut perasaannya dirinya cocok menjadi laki-laki atau wanita. Fenomena seperti ini sering dialami oleh laki-laki yang segi fisik secara umum memang laki-laki tapi sebagian perilaku baik gaya bicara atau berjalan menyerupai wanita namun ada perilaku atau sebagian anggota badannya menyerupai laki-laki. Bagi mereka yang tabah akan mempertahankan posisi apa adanya. Tapi bagi mereka yang kelebihan uang akan berusaha merubah dengan operasi kelamin.

  Transeksual atau pemindahan jenis kelamin ini untuk masa sekarang tidak terbatas kepada mereka yang menginginkan perubahan wujud. Yang menjadi permasalahan adalah manakala mereka melakukan hubungan kelamin. Hal in tidak ada bedanya dengan kaum homoseksual atau biseksual sekalipun dengan

   format berbeda.

  3. Samen leven

  Perilaku samen leven adalah perilaku hidup bersama atau kelompok tanpa ada sedikitpun niat untuk melangsungkan pernikahan. Dasar pijakan mereka adalah kepuasan seksual baik secara suka sama suka atau mungkin hanya sekedar memenuhi kebutuhan seks tanpa adanya dasar cinta sama sekali. Perilaku seperti ini hamper mirip dengan kumpul kebo, bedanya samen leven biasanya terhadap

   temen dan tidak pada keluarga sendiri.

  4. Exibiosinisme 21 22 Ibid., Ibid.,

  Exibiosinisme adalah perilaku yang mendapat kepuasan seksual dengan cara menampakkan alat kelaminnya pada orang dikenal atau pada orang yang tidak dikenalnya pada sejenis atau jenis berbeda tanpa ada kelanjutan hubungan seksual langsung. Perilaku seperti ini dimana mereka merasa bangga jika kelaminnya diekspos di media massa.

  5. Voyeurisme

  Voyeurism adalah perilaku yang mendapat kepuasaan seksual hanya dengan melihat aurat orang lain yang sedang terbuka atau tidak sengaja dibuka.

  Perilaku ini seperti mengintip orang mandi atau lewat film atau gambar porno atau dengan membaca cerita porno.

  6. Fethisisme

  Fethisisme adalah perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan seksual hanya memegang, memiliki atau melihat benda-benda atau pakaian yang sering dipakai perempuan. Perilaku seperti ini tidak lepas dari keinginan pemuas

   seksual yang sesungguhnya.

  7. Sadisme

  Sadisme yaitu suatu penyimpangan yang merasa mendapat kepuasan dengan menyakiti pasangannya. Sekalipun ia tidak melakukan hubungan intim namun ia mendapat kepuasan dengan melukai atau memukul pasangannya. Latar belakang munculnya perilaku sadism adalah mungkin dalam masa kanak- kanaknya mendapat perlakuan yang bertentangan dengan nuraninya baik dari

23 Ibid.,

  lingkungan keluarga ataupun masyarakat sehingga secara psikologis ia merasa

   tertindas dan ketertindasannya itu terbawa sampai dewasa.

  8. Masokisme

  Perilaku sebaliknya dari sadisme yaitu perilaku yang mendapatkan kepuasan seksual dengan cara melukai dirinya sendiri atau meminta dilukai.

  Perilaku ini dimana ia memukuli dirinya sendiri di wilayah perut, tangan, dada,

   dan lain-lain, bahkan bisa menjurus pada bunuh diri.

  9. Freeseks

  Free seks lebih luas dan tidak terbatas. Kelompok free seks menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tak terbatas pada kelompok orang.

  Sewaktu-waktu mereka bisa melakukan seksual dengan orang lain dan dilain waktu mereka juga bisa menggauli keluarganya sendiri baik adik, kakak atau keluarga terdekat bahkan mungkin orangtua dan anaknya sendiri. Dimana free seks ini sering dilakukan dengan adanya suatu perkumpulan (kumpul kebo) tanpa adanya memiliki moral.

F. METODE PENELITIAN

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.

  Metode pendekatan Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normative dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normative dimaksudkan untuk melakukan pengkajian terhadap hukum pidana dan penerapan pidana badan sebagai sarana kebijakan hukum pidana, dalam rangka pembangunan dan 24 25 Ibid., Ibid., pembaharuan hukum pidana di Indonesia, yaitu : pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang-undang dan diteliti dilapangan untuk

  

  memperoleh faktor pendukung dan hambatannya. Pendekatan yuridis normative ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas.

  Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang Undang-Undang No.22 tahun 2002 tentang perlindungan Anak yang dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian terhadap perilaku seks anak jalanan melalui wawancara pada lembaga perlindungan anak jalanan yakni PKPA ( Pusat Kajian Perlindungan Anak.

  2. Jenis Penelitian Jenis penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian ini bertujuan mendiskripsikan atau menggambarkan tentang suatu peristiwa yang lebih luas dan umum. Sehingga penelitian ini mencoba menggambarkan dan menjelaskan perilaku seks bebas yang dilakukan oleh anak anak jalanan dalam perspektif kriminologi.

  3. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer, sumber data sekunder, dan sumber data tersier. Sumber data primer adalah asal data yang 26 Soerjono soekanto dan Sri Mumujdi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

  Singkat, Jakarta : rajawali, 1985, halaman 17 diperoleh langsung dari sumbernya, sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya, dan sumber data tersier adalah data yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan dan bahan hukum sekunder. Dalam hal ini sumber data primernya adalah bang Iwan S.H, selaku salah satu pegawai di PKPA (pusat kajian perlindungan anak). Sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa buku-buku literatur tentang seks bebas pada anak jalanan, catatan-catatan yang relevan,Koran, majalah, serta hasil riset yang berhubungan dengan permasalahan yang dikemukakan, dan sumber data tersiernya adalah seperti Kamus Besar Indonesia, serta kamus-kamus keilmuan lainnya.

4. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data

  Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan, dengan memperoleh data-data tentang perilaku seks bebas pada anak jalanan di PKPA (pusat kajian perlindungan anak), kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. “wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara ini pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal.

  “wawancara saya lakukan dengan bang Iwan, SH selaku staf pegawai di PKPA

  

  (pusat kajian dan perlindungan anak) di Medan. Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung 27 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 1996,

  halaman 72 dari sumbernya dengan metode documenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku litaratur, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentang perlindungan anak, serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi saya ini.

5. Analisis data

  Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan pekerjaan seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal,

  

  dan secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji. Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan karakteristik dari data-data yang sudah terkumpul dan sudah dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.

28 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002,

  halaman 7