Kesiapan Pemerintah Kota Binjai Terhadap Binjai Smart City

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak Permasalahan kota yang muncul seiring dengan pesatnya
kepadatan penduduk yang terus bertambah, membuat kota harus siap menghadapi
permasalahan-permasalahan akibat kepadatan penduduk yang timbul. Masalah
kelangkaan sumber daya, kemacetan lalu lintas, munculnya pemukimanpemukiman kumuh, masalah limbah dan polusi, degradasi lingkungan, merupakan
beberapa masalah fisik kota yang ditimbulkan. Tidak hanya itu saja,
permasalahan-permasalahan kota juga bukan hanya dari segi fisik saja, sejalan
dengan terus menurunnya kualitas fisik kota, ketidakmampuan suatu kota untuk
memperbaiki kondisi akan menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap
pemerintah yang akan memicu masalah – masalah sosial. Masalah-masalah sosial
ini berkaitan dengan berbagai stakeholder, tidak hanya dapat diselesaikan oleh
pemerintah sendiri, namun dalam penyelesaiannya membutuhkan peran dari
berbagai pihak, sehingga semakin rumit untuk diselesaikan.
Munculnya permasalahan fisik dan ditambah dengan permasalahan sosial
ini membuat kota semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan kota dan menjaga performanya, berbagai konsep
pembangunan maupun pengelolaan kota terus dikembangkan oleh para akademisi
maupun praktisi. Berbagai konsep yang muncul terus dikembangkan agar dapat
memperoleh formulasi yang tepat mengenai konsep pembangunan dan


1

Universitas Sumatera Utara

pengelolaan kota yang dapat memberikan kenyamanan bagi penduduknya dan
dapat terus berkelanjutan.
Konsep-konsep

yang

muncul

tersebut

bisa

merupakan

konsep


pengembangan kota secara keseluruhan, maupun konsep muncul dengan berdasar
pada prioritas permasalahan tertentu, seperti kemunculan konsep green city yang
memprioritaskan keberadaan ruang terbuka hijau yang berkaitan erat dengan
masalah degradasi lingkungan.
Seiring dengan kemajuan zaman, kemajuan teknologi pun tak urung juga
menjadi suatu terobosan baru yang digunakan oleh kota untuk memberikan
layanan yang semaksimal mungkin bagi penduduknya. Sehingga muncul konsep
Intelligent City, Ubiquitos City, Digital City, Wired City, Information City, dan
Smart City. Konsep - konsep tersebut berkembang dengan mendasarkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam mengelola kota. Dari
beberapa literatur, dapat diketahui bahwa konsep Smart City merupakan ujung
dari pengembangan konsep pembangunan dan pengelolaan kota berbasis
teknologi informasi dan komunikasi (Deakin and Allwinkle, 2007) 1. Konsep
Smart

City

merupakan


konsep

yang

telah

melalui

penyempurnaan-

penyempurnaan dari konsep yang telah terlebih dahulu berkembang dengan
menambal kekurangan-kekurangan yang ada dan mempertimbangkan aspek-aspek
yang mungkin belum ada pada konsep-konsep berbasis Teknologi Informasi dan

1

Allwinkle, Sam & Cruickshank, Peter (2011). Creating Smart-er Cities: An Overview. Journal of
Urban Technology, Vol. 18, No. 2, April 2011, 1–16.Routledge

2


Universitas Sumatera Utara

Komunikasi (TIK) yang telah muncul sebelumnya. Konsep ini pada akhirnya
tidak hanya mendasarkan pembangunan dan pengelolaan kota dalam dimensi
teknologi, namun juga mencakup dimensi manusia dan dimensi institusional
(Nam & Pardo, 2011) 2. Sehubungan dengan berkembangnya konsep Smart City,
pemahaman terhadap konsep Smart City ini belum jelas dan konsisten. Kota –
kota yang disebut Smart City pada awalnya memiliki terobosan baru dalam
penyelesaian – penyelesaian masalah di Kotanya, yang kemudian sukses
meningkatkan performa kotanya. Pada umumnya, pembangunan kota – kota ini
menuju Smart City diawali dengan penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi yang biasanya bersifat parsial, pada masalah – masalah prioritas.
Sebagai contoh, Kota Amsterdam yang mendasarkan penggunaan TIK untuk
mengurangi polusi, atau Kota Songdo di Korea Selatan yang mendasarkan
pengembangan kota berbasis TIK untuk mengembangkan Songdo sebagai pusat
bisnis internasional.
Konsep Smart City adalah sebagai Kota yang dapat menyediakan berbagai
informasi yang dibutuhkan oleh warga yang tinggal tetap atau pendatang yang
tinggal tetap atau pendatang yang tinggal sementara di Kota tersebut untuk

berbagai keperluan. Informasi Kota atau “Information City” ini dibentuk dengan
mengimplementasikan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi secara
menyeluruh, dan digunakan untuk berbagai pelayanan yang dapat diberikan oleh
2

Nam, Taewoo; & Pardo, Theresa A. (2011). “Conceptualizing Smart City with Dimensions of
Technology, People, and Institutions”, The Proceedings of the 12th Annual International
Conference on Digital Government Research.

3

Universitas Sumatera Utara

sebuah sistem Kota. Dengan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) juga mendorong transparansi publik pada sistem tata kelola pemerintahan
dan perencanaan yang melibatkan warga Kota dan juga stake holder. Konsep
Smart City dibangun dan dikembangkan dalam enam dimensi, yang meliputi:
dimensi ekonomi (Smart Economy), manusia (Smart People), Tata Kelola (Smart
Governance), Mobilitas (Smart Mobility), Lingkungan (Smart Environment), dan
Kehidupan (Smart Living).

Smart City awalnya diterapkan di negara Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada mulanya Smart City bertujuan untuk menciptakan kemandirian daerah dan
meningkatkan layanan publik. Konsep dan implementasinya pun makin
berkembang. Kini Smart City sudah diterapkan di banyak negara di berbagai
belahan dunia, salah satunya yaitu Indonesia. Implementasi Smart City juga
terjadi di sejumlah kota dan daerah di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu
negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Sebagaimana kota-kota besar
lainnya di dunia, di Indonesia pun kota-kota besar memiliki jumlah penduduk
yang lebih banyak. Hal ini dipicu dengan pemusatan fasilitas hidup yang lebih
baik di daerah perkotaan. Jumlah penduduk yang besar, tidak merata, dan tidak
dikelola dengan baik, akan menimbulkan beragam masalah. Pemasalahan yang
muncul bukan saja terkait dengan masalah sosial, tapi juga lingkungan hidup dan
kualitas hidup masyarakat.
Fakta yang terjadi adalah kecenderungan manusia untuk memadati kotakota besar, sehingga kota-kota besar berpotensi memiliki permasalahan

4

Universitas Sumatera Utara

permasalahan ini. Makin banyaknya kota atau daerah di Indonesia yang

menerapkan Smart City di berbagai bidang kehidupan, diharapkan mampu
mengurangi permasalahan-permasalahan yang terjadi di perkotaan. Beberapa
masalah tersebut antara lain pemukiman kumuh, layanan publik yang tidak
memuaskan, angka kejahatan yang meningkat, sampah, banjir, kemacetan dan
lain-lain. Dalam skala yang lebih besar, diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta menjadikan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang lebih baik lagi. Walau begitu, Kota Surabaya menjadi salah satu Kota di
Indonesia yang telah memenangkan predikat Smart City yang diperoleh pada
ajang Smart City Award 2011 yang diadakan oleh majalah Warta Ekonomi. Smart
City Awards dari majalah Warta Ekonomi ini merupakan penghargaan yang
diberikan kepada kota yang sukses membangun sistem teknologi informasi dan
komunikasi yang terintegrasi sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan
publik 3. Kemudian Kota yang juga sudah menerapkan konsep Smart City adalah
Kota Bandung yang sekarang dipimpin oleh Ridwan Kamil, pemerintah kota
Bandung melakukan manajemen-manajemen kota yang lebih baik dari pada kotakota lain di Indonesia sehingga dapat meningkatkan performa Kota yang pada
akhirnya mengantarkan kota Bandung menjadi finalis World Smart City Award
2015. Kota Bandung masuk kedalam finalis di ajang tersebut atas inovasi
pembangunan dan pengelolaan kota dengan atau lewat berbasis teknologi.

3


Surabaya.go.id diakses 22 September 2011

5

Universitas Sumatera Utara

Daerah – daerah yang menerapkan konsep Smart City menunjukkan
perubahan yang sangat baik, maka dari itu Pemerintah Kota Binjai juga sudah
memulai persiapan untuk membuat konsep Smart City yang merupakan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Binjai tahun 2016-2021. 4
Kota Binjai sebagai salah satu Kota di Provinsi Sumatera Utara yang hanya
berjarak 22 km dari Kota Medan, bahkan batas terluar Kota Medan hanya berjarak
8 km. Sebelum berstatus Kota Madya, Binjai adalah Ibukota Kabupaten Langkat
yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan
Kabupaten langkat disebelah Barat dan Utara serta Kabupaten Deli Serdang di
sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek
pembangunan transportasi Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan
Deli Serdang.
Kota Binjai terdiri dari 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Binjai Selatan,

Binjai Kota, Binjai Timur, Binjai Utara, dan Binjai Barat dengan 37 kelurahan 5.
Letak Kota Binjai juga sangat strategis dengan adanya transportasi yang
mempermudah

masyarakat

untuk

memobilitas

kedaerah

lain

sehingga

perkembangan yang diharapkan bisa terwujud dengan dukungan yang diberikan
Pemerintah Kota Binjai dalam hal pelayanan publik yang semakin baik. Saat ini,
Binjai dan Medan dihubungkan oleh jalan raya lintas Sumatera yang
menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh.


4

http://sipd.bangda.kemendagri.go.id/dokumen/uploads/visimisi_51_2016.pdf diakses 21 Januari
2017 pukul 09.18 WIB
5
binjai-kota.blogspot.co.id diakses Rabu, 01 Agustus 2012.

6

Universitas Sumatera Utara

Binjai terletak dikawasan yang memiliki banyak potensi untuk menjadi
daerah yang lebih maju lagi, dimana merupakan Kota transit yang dilalui jalan
dari Kota Medan menuju Provinsi Aceh. Kemudian, banyak masyarakat yang
memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, terutama di tempat persinggahan
bus lintas yang melewati Kota Binjai. Selain itu, Kota Binjai juga dikenal sebagai
kota penghasil rambutan yang merupakan buah khas daerah Kota Binjai. Tidak
sedikit masyarakat yang menjadi petani rambutan dan menjual hasilnya dipinggir
jalan yang dilalui bus lintas Sumatera, hal ini membuat ciri khas Binjai sangat

terlihat ketika para petani menjual rambutan pada musimnya di sepanjang jalan.
Walaupun hasil pertanian ini cukup potensial, namun demikian sektor yang lebih
menonjol dalam kegiatan perekonomian daerah adalah sektor Home Industri.
Banyak terdapat industri pengolahan di Kota Binjai seperti pembuatan tahu,tempe
ataupun kerupuk.
Walaupun Kota Binjai memiliki modal untuk menjadi daerah yang lebih
sejahtera, tetapi masih banyak permasalahan masyarakat Kota Binjai yang masih
belum bisa diselesaikan oleh Pemerintahannya, seperti dalam bidang ekonomi,
pelayanan publik yang tidak memuaskan, angka kejahatan yang meningkat,
sampah, banjir, kemacetan, maupun birokrasi pemerintahan. Sebagian masyarakat
Binjai yang memiliki rumah di sempadan sungai masih sering terkena banjir dan
juga pernah jalanan Kota di Binjai digenang-in oleh air banjir yang meluap dari
sungai, sehingga terjadinya kemacetan lalu lintas yang tidak bisa dihindari.

7

Universitas Sumatera Utara

Kemacetan merupakan masalah yang setiap hari dirasakan masyarakat,
karena itu menjadi persoalan yang harus diselesaikan Pemerintah Kota Binjai,
walaupun kebijakan Pemerintah membuat jalur satu arah di Kota Binjai tetapi
tetap saja hal tersebut belum bisa diselesaikan. Dewasa ini, selain kemacetan yang
merupakan persoalan penting yang harus diselesaikan, keamanan masyarakat juga
perlu untuk ditingkatkan mengingat tingkat kriminalitas yang ada di Kota Binjai
semakin meningkat. Kemudian Pelayanan yang diberikan Pemerintah tehadap
pelayanan publik masih jauh dari kata nyaman dan tidak transparan. Hal ini tidak
terlepas dari konsep pemerintahan yang selama ini dijalankan, jika konsep
pemerintah diubah maka akan menjadi pemerintahan yang cerdas melalui
birokrasi yang berkesinambungan guna mewujudkan tata kelola pemerintahan
kota yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Untuk itu, Pemerintah Kota
Binjai sudah mempersiapkan konsep Smart City yang akan diterapkan di Kota
Binjai yang diharapkan dapat membawa Kota Binjai menjadi lebih baik dan
menyelesaikan masalah masyarakat .
Pemerintah mempersiapkan pembangunan Kota Binjai dalam lima tahun
ke depan akan dibangun dalam totalitas perwujudan Kota Cerdas (Smart City)
yang melingkupi pemerintahan yang cerdas, sumber daya manusia yang cerdas,
infrastruktur pendukung mobilitas masyarakat yang produktif dan akan membuka
peluang masyarakat lebih banyak lagi untuk kesejahteraan, perekonomian tinggi
dengan dukungan pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan. Dalam
mewujudkan pemerintahan yang cerdas maka arah kebijakan pembangunan ke

8

Universitas Sumatera Utara

depan diarahkan kepada pembinaan aparatur pemerintahan yang profesional,
berkompetisi dan memiliki integritas, sehingga dapat mewujudkan birokrasi yang
transparan. Kemudian mewujudkan penegakan hukum dan penerbitan keamanan,
peningkatan kehidupan beragam melalui penciptaan suasana kehidupan yang
nyaman dan aman.
Pemerintah Kota Binjai mempersiapkan untuk menerapkan Smart City
dengan terwujudnya kota layak huni yang akan mengoptimalisasi pembangunan
aspek fisik fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang dan lain – lain dan aspek non
fisik (interaksi sosial, ekonomi, hukum dan politik) yang terwujud dari indikator
seperti tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan dalam
terpenuhinya air bersih, listrik, dan hunian yang layak.
Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti
transportasi publik, taman kota, fasilitas ibadah dan kesehatan. Tersedianya ruang
dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi, keamanan dengan bebas
dari rasa takut. Pemerintah juga mendukung fungsi ekonomi, sosial, budaya dan
sanitasi lingkungan yang baik serta keindahan lingkungan fisik. Menurut berita
yang diterbitkan oleh Portal Pemerintah Kota Binjai, Gubernur Sumatera Utara
sudah melakukan Soft Launching Binjai Smart City serta penandatanganan
komitmen bersama antara Pemerintah Kota Binjai dengan Politeknik Negeri
Medan dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Pemerintah Juga sudah
mendatangani perjanjian dengan hal ini merupakan langkah awal Pemerintah

9

Universitas Sumatera Utara

Binjai dalam mempersiapkan Binjai Smart City (BSC) 6. Dengan adanya langkah
awal yang akan membuat kemajuan Kota Binjai diarahkan kepada peningkatan
daya saing pada sektor permukiman, jasa, perdagangan dan industri dan
meningkatnya investasi sehingga masyarakat menjadi sejahtera mengandung
pengertian terwujudnya peningkatan pendapatan, peningkatan kesejahteraan sosial
masyarakat, meningkatkan daya saing pada sektor pemukiman, jasa, perdagangan,
dan industri. Juga penyediaan dan perluasan kesempatan kerja, pemerintahan yang
cerdas, sumber daya manusia yang cerdas, infrastruktur pendukung mobilitas
masyarakat yang produktif dan akan membuka peluang masyarakat lebih banyak
lagi untuk kesejahteraan, perekonomian tinggi dengan dukungan pengelolaan
sumber daya alam berwawasan lingkungan.
Penerapan konsep Smart City yang dilakukan Pemerintah Kota Binjai
memerlukan persiapan yang sangat matang, terutama dalam mendisiplinkan
aparatur pemerintahan yang akan menjalankannya perlu diteliti karena merupakan
kota yang memiliki potensi dan seharusnya bisa membuat masyarakat menjadi
sejahtera dan dengan program inovasi yang dipersiapkan pemerintah Kota Binjai.
Berdasarkan latar belakang Kota Binjai yang menjadi kota transit, juga
memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi sejahtera, dan juga mobilitas
masyarakat didukung dengan transportasi yang cukup membantu seperti adanya
bus MEBIDANG. Dalam hal ini pelayanan yang diberikan pemerintah dalam
pelayanan publik belum memuaskan masyarakat sehingga pemerintah Kota Binjai
6

Binjaikota.go.id diakses Jumat, 02 December 2016.

10

Universitas Sumatera Utara

akan menerapkan konsep Smart City. Maka penulis tertarik dalam penulisan
penelitian yang berjudul : Kesiapan Pemerintah Kota Binjai Terhadap Binjai
Smart City
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya di latar belakang,
maka rumusan masalah dari peneliti ini adalah bagaimana persiapan Pemerintah
Kota Binjai dalam menuju Binjai Smart City dalam waktu 5 tahun (2016-2021)?
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membuat batasan masalah yang akan dibahas
agar tujuan dari hasil penelitian ini tidak menyimpang dari judul yang telah
dibuat. Oleh sebab itu batasan penelitian ini berfokus kepada:
1. Bagaimana langkah – langkah yang dipersiapkan menuju Binjai Smart
City?.
2. Hambatan apa saja yang dialami menuju Binjai Smart City?
3. Faktor – faktor pendukung menuju Binjai Smart City?

1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui langkah – langkah pemerintah Kota Binjai menuju
Binjai Smart City.
2. Untuk mengetahui hambatan yang dialami Pemerintah Kota Binjai menuju
Binjai Smart City.

11

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui faktor – faktor pendukung Pemerintah Kota Binjai
menuju Binjai Smart City.

1.5 Manfaat penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah
pengetahuan di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara tentang pembangunan politik di kota Binjai
dengan studi tentang Smart City pada tahun 2016-2021. serta dapat
menjadi rujukan dan referensi bagi peneliti lainnya,
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan mengenai strategi – strategi pembangunan kota menuju konsep
Smart City dan menjadi refrensi bagi kota lain untuk menerapkan konsep
yang sama.
3. Secara pribadi, penelitian ini sebagai salah satu syarat yang harus
dikerjakan sebagai skripsi untuk lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.

12

Universitas Sumatera Utara

1.6 Kerangka Teori
1.6.1 Teori Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan suatu ilmu multidisipliner karena melibatkan
banyak disiplin ilmu seperti ilmu politik, sosial, ekonomi, dan psikologi. Studi
kebijakan berkembang pada awal 1970-an terutama melalui tulisan Harold D.
Laswell. Definisi dari kebijakan publik yang paling awal dikemukakan oleh
Harold

Laswell

dan

Abraham

Kaplan

yang

mendefinisikan

kebijakan

publik/public policy sebagai “suatu program yang diproyeksikan dengan tujuantujuan, nilai-nilai, dan praktik-praktik tertentu (aprojected of goals, values, and
practices)”. Menurut Thomas R. Dye dalam kebijakan publik adalah “segala yang
dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan perbedaan yang
dihasilkannya (what government did, why they do it, and what differences it
makes)”. Dalam pemahaman bahwa “keputusan” termasuk juga ketika pemerintah
memutuskan untuk “tidak memutuskan” atau memutuskan untuk “tidak
mengurus” suatu isu, maka pemahaman ini juga merujuk pada definisi Thomas R.
Dye yang menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan “segala sesuatu yang
dikerjakan dan tidak dikerjakan oleh pemerintah”. 7 Senada dengan definisi Dye,
George C. Edwards III dan Ira Sharkansky juga menyatakan bahwa kebijakan
publik merupakan:

7

H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008),
hal. 185.

13

Universitas Sumatera Utara

“Apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah
yang dapat ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan atau dalam
policy statement yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang
diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintah yang segera
ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan pemerintah.” 8

Kedua definisi baik dari Dye dan Edwards III dan Sharkansky sama-sama
menyetujui bahwa kebijakan publik juga termasuk juga dalam hal “keputusan
untuk tidak melakukan tindakan apapun”. memberi contoh bahwa keputusan
pemerintah untuk menunda pelaksanaan Undang-Undang Anti Pornografi dan
Pornoaksi sehingga dalam hal ini pemerintah tidak melakukan tindakan apapun
untuk menjalankan Undang-Undang tersebut juga termasuk kebijakan publik. 9
Berdasarkan definisi-definisi kebijakan publik yang dipaparkan di atas, maka
kebijakan publik memiliki konsep-konsep sebagai berikut :
a. Kebijakan publik berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktik/pelaksanaannya.
b. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi
swasta.
c. Kebijakan publik tersebut menyangkut pilihan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Subarsono kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah
Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati. Berdasarkan Peraturan Menteri
ini, pernyataan pejabat publik juga merupakan bagian kebijakan publik. Hal ini
8
9

Sri Suwitri, Konsep Dasar Kebijakan Publik, (Universitas Diponegoro Semarang), hal. 9.
Ibid., Sri Suwitri, hal. 11.

14

Universitas Sumatera Utara

dapat dipahami karena pejabat publik adalah salah satu aktor kebijakan yang turut
berperan dalam implementasi kebijakan itu sendiri. 10
Kebijakan dapat juga dipandang sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang
sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya.
Menurut Thomas R. Dye terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem
kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai
kebijakan publik/public policy, pelaku kebijakan / policy stakeholders, dan
lingkungan kebijakan/policy environment. 11
Ketiga elemen ini saling memiliki andil, dan saling mempengaruhi.
Sebagai contoh, pelaku kebijakan dapat mempunyai andil dalam kebijakan,
namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.
Lingkungan kebijakan juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat
kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri. Dalam Bukunya Dunn menyatakan,
“Oleh karena itu, sistem kebijakan berisi proses yang dialektis, yang berarti
bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuat kebijakan tidak tepisahkan di
dalam prakteknya” 12. Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka
kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan,
Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan

10

A.G Subarsono, Analisa Kebijakan Publik, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), hal. 3.
William N Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, (Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press), hal. 110.
12
Ibid., William N Dunn, hal. 111.
11

15

Universitas Sumatera Utara

oleh David Easton. David Easton menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat
dianalogikan dengan sistem biologi :
“Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk
hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan
perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton
menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik
dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil
atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari dalam ilmu politik,
sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output.” 13

Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses
kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa
tuntutan (demand) dan dukungan (support). Model Easton ini tergolong dalam
model yang sederhana, sehingga model Easton ini dikembangkan oleh para
akademisi lain seperti Anderson, Dye, Dunn, serta Patton dan Savicky.
Selanjutnya Baik Dunn maupun Patton & Sawicky mengemukakan model-model
proses kebijakan yang lebih bersifat siklis daripada tahap-tahap/stages. Dunn
menambahkan proses forecasting, recommendation, dan monitoring. Hampir
sama seperti Anderson, dkk. Dye, Dunn membuat analisis pada tiap tahap dari
proses kebijakan dari model Anderson, dkk. dan Dye. Dunn menjelaskan Pada
tiap tahap kebijakan Dunn mendefinisikan analisis kebijakan yang semestinya
dilakukan. Pada tahap penyusunan agenda/agenda setting, analisis yang mesti
dilakukan adalah perumusan masalah/identification of policy problem. Dalam hal
ini Dunn membuat sintesis dari model Anderson, dkk. dan Dye yaitu

13

Riant Nugroho, Public Policy, (Jakarta, PT Elex Media Komputindo), hal. 383.

16

Universitas Sumatera Utara

menggabungkan tahapan antara identification of problem dan agenda setting dari
Dye dengan tahap policy agenda dari Anderson. Pada tahap formulasi
kebijakan/policy formulation, terdapat langkah analisis yang seharusnya
dilakukan yaitu peramalan/forecasting. Dunn menjelaskan :
“Peramalan dapat menguji masa depan yang plausibel, potensial, dan
secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau
yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi
dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan
dan oposisi) dari berbagai pilihan.”

Dunn memberi contoh forecasting pada kebijakan asuransi kesehatan di
AS dengan proyeksi statistik yang menyebutkan bahwa pemerintah AS akan
kehabisan dana asuransi kesehatan masyarakat pada tahun 2005 jika tidak ada
pendapatan tambahan. Pada tahap adopsi kebijakan/policy adoption yang
merupakan tahap yang dikemukakan Anderson, dkk. seharusnya dilakukan
analisis rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari
analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut
diestimasikan melalui peramalan. 14 Mengenai implementasi kebijakan, Nugroho
menyatakan :
“Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya,
20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi.
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini
masalah-masalah yang 23 kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di
lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi.” 15

14
15

Ibid., William N Dunn, hal. 27.
Ibid., Riant Nugroho, hal. 50.

17

Universitas Sumatera Utara

Melihat bahwa implementasi merupakan tugas yang memakan sumber
daya/resources paling besar, maka tugas implementasi kebijakan juga sepatutnya
mendapatkan perhatian lebih. Terkadang dalam praktik proses kebijakan publik,
terdapat pandangan bahwa implementasi akan bisa berjalan secara otomatis
setelah

formulasi

kebijakan

berhasil

dilakukan.

Nugroho

menyatakan

implementation myopia yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah
“Selama ini kita anggap kalau kebijakan sudah dibuat, implementasi akan jalan
dengan sendirinya”. Terkadang sumber daya sebagian besar dihabiskan untuk
membuat perencanaan padahal justru tahap implementasi kebijakan yang
seharusnya memakan sumber daya paling besar, bukan sebaliknya.
1.7 Kerangka Konsep
1.7.1 Kerangka Konsep Smart City
Konsep Smart City atau Kota Pintar pada dasarnya telah digagas dan mulai
diterapkan di kota-kota negara maju sejak awal milenium baru yang lalu.
Fenomena ini tidak lepas dari kemajuan teknologi internet yang mulai digunakan
dalam banyak aspek kehidupan pada saat itu. Internet dengan fitur World Wide
Web-nya yang pada awalnya hanya digunakan oleh kalangan pemerintah dan
akademisi, kemudian berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini menjadi

18

Universitas Sumatera Utara

media komunikasi dan transaksi massal yang mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan. 16
Menurut R. Bintarto, kota merupakan suatu bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala pemusatan
penduduk yang cukup besar, corak kehidupan yang lebih heterogen dan
materialistis dibandingkan dengan daerah disekitarnya. 17

Menurut Peraturan menteri dalam negeri nomor 2 Tahun 1987, Pasal 1,
kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan
administrasi yang diatur dalam perundang-undangan, serta pemukiman yang telah
memperhatikan watak dan ciri kehidupan perkotaan. 18Ada banyak definisi dari
Smart City diantaranya yang menyebutkan bahwa kota akan menjadi pintar
apabila investasi pada sumber daya manusia dan modal sosial serta infrastruktur
sistem komunikasi tradisional dan modern dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan kehidupan yang berkualitas, dengan pengelolaan
sumber daya alam yang bijaksana, melalui tata pemerintahan yang partisipatif.
Ada juga yang menjelaskan bahwa kota pintar adalah area geografis tertentu
dimana teknologi canggih seperti ICT, logistik, produksi energy, dan lain-lain,
saling melengkapi dalam rangka untuk menciptakan manfaat bagi penduduk kota
dalam hal kesejahteraan, partisipasi, kualitas lingkungan hidup, pembangunan

16

Coe, A., Paquet, G., & Roy, J. E-governance and smart communities: A social learning
challenge. (Social Science Computer Review, 19(1), 2001), hal. 80.
17
Bintarto. 1982. Interaksi Desa Kota Dan Permasalahannya. Indonesia: Ghalia. hal 72
18
Peraturan menteri dalam negeri nomor 2 Tahun 1987, Pasal 1

19

Universitas Sumatera Utara

yang cerdas, yang dikelola oleh tata pemerintahan yang tertib dengan kebijakankebijakan yang baik 19.

Pada intinya yang dimaksud dengan konsep Kota Pintar ini adalah
penggunaan data digital dan sistem informasi teknologi dalam skala besar untuk
perencanaan dan manajemen perkotaan. Dalam definisi ini sebenarnya kota-kota
di Amerika pada akhir abad ke-20 sudah mulai mengenal dan menggunakan data
digital sebagai input dalam pengelolaan Kota. Namun, seiring perkembangan
zaman, konsep Kota Pintar ini pun mengalami perubahan dan variasi. Ada yang
terfokus pada pengembangan infrastruktur Information Teknologi pada area
tertentu saja, sehingga muncul istilah Smart Communities. Tapi ada juga yang
coba menerapkannya dalam skala kota yang lebih luas namun disinilah muncul
masalah-masalah seperti nilai investasi yang sangat tinggi, sumber daya manusia
yang tidak mendukung, kondisi sosial politik yang tidak stabil, sampai kepada
bencana-bencana alam yang terjadi. Sehingga kemudian berkembang konsep Kota
Pintar dalam konteks yang lebih luas.
Konsep ini juga mempunyai beberapa elemen sebagai ciri khas dalam
Smart City, untuk mewujudkan hal tersebut perlu membangun enam unsur
dimensi dari Smart City yaitu: 20

19

Dameri R.P, “Defining an evaluation framework for digital cities implementation”,
(IEEE International Conference on Information Society (i-Society), 2012), hal. 64.
20
Prof.Dr.Suhono Harso Supangkat, Pengenalan dan Pengembangan smart city, (Bandung, eindonesia initiatives), hal. 12.

20

Universitas Sumatera Utara

1. Ekonomi Pintar (Smart Economy)
Smart Economy atau ekonomi cerdas mencakup inovasi dan persaingan,
jika semakin banyak inovasi-inovasi baru yang dikembangkan maka akan
menambah peluang usaha baru dan meningkatkan persaingan pasar usaha/modal.
2. Mobilitas Pintar (Smart Mobility)
Smart mobility termasuk pada transportasi dan pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur diwujudkan melalui penguatan system perencanaan
infrastruktur kota, pengembangan aliran sungai, peningkatan kualitas dan
kuantitas air bersih, pengembangan system transportasi, pengembangan
perumahan dan permukiman, dan peningkatan konsistensi pengendalian
pembangunan infrastruktur.
3. Lingkungan Pintar (Smart Environment)
Lingkungan pintar berarti lingkungan yang bisa memberikan kenyamanan,
keberlanjutan sumber daya, keindahan fisik maupun non fisik, visual maupun
tidak,bagi masyarakat dan publik. Menurut undang-undang tentang penataan
ruang, mensyaratkan 30 % lahan perkotaan harus difungsikan untuk ruang terbuka
hijau baik privat maupun publik. Lingkungan yang bersih tertata merupakan
contoh dari penerapan lingkungan yang pintar.

21

Universitas Sumatera Utara

4. Masyarakat Pintar (Smart People)
Pembangunan senantiasa membutuhkan modal, baik modal ekonomi
(economic capital), modal manusia (human capital) maupun modal sosial (social
capital). Kemudahan akses modal dan pelatihan-pelatihan bagi UMKM dapat
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mereka dalam mengembangkan
usahanya.
5. Kehidupan Pintar (Smart Living)
Berbudaya, berarti bahwa manusia memiliki kualitas hidup yang terukur
(budaya). Kualitas hidup tersebut bersifat dinamis, dalam artian selalu berusaha
memperbaiki dirinya sendiri. Pencapaian budaya pada manusia, secara langsung
maupun tidak langsung merupakan hasil dari pendidikan. Maka kualitas
pendidikan yang baik adalah jaminan atas kualitas budaya, dan atau budaya yang
berkualitas merupakan hasil dari pendidikan yang berkualitas.
6. Pemerintah Pintar (Smart Governance)
Kunci utama keberhasilan penyelengaraan pemerintahan adalah Good
Governance. Yaitu paradigma, sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan yang mengindahkan prinsip-prinsip supremasi hukum,
kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi, profesionalitas, dan
akuntabilitas ditambah dengan komitmen terhadap tegaknya nilai dan prinsip

22

Universitas Sumatera Utara

“desentralisasi, daya guna, hasil guna, pemerintahan yang bersih, bertanggung
jawab, dan berdaya saing”.
Ciri-ciri kota antara lain:
1. Masyarakatnya heterogen artinya masyarakat yang terdiri dari berbagai
kelompok etnis, ras, strata sosial, bahasa dan dialek, serta tradisi kultural yang
berbeda.
2. Bersifat individualistis dan materialistis yaitu sikap kehidupan masyarakat
kota cenderung pada individualisme, yaitu masing-masing anggota masyarakat
berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh orang lain. Selain itu, persaingan di
kota sangat ketat sehingga penduduknya lebih memikirkan kepentingan
sendiri dan cara untuk memenuhi kebutuhan hidup.
3. Mata pencaharian non agraris, artinya masyarakat kota tidak lagi bermata
pencaharian di bidang pertanian, melainkan

sebagai pedagang, karyawan

swasta, PNS penjual jasa dan professional.
4. Corak kehidupan bersifat gesselchaft artinya hubungan kekeluargaan antara
masyarakat kota mulai pudar. Masyarakat kota senangtiasa merasa hanya satu
ikatan dengan seprofesi, dan anggota sekumpulan dan sekepentingan saja.
5. Terjadi kesenjangan social antara golongan masyarakat kaya dan masyarakat
miskin artinya kelompok yang berpenghasilan besar mempunyai celah yang
sangat besar dengan kelompok penduduk yang berpenghasilan rendah bahkan
kurang.

23

Universitas Sumatera Utara

6. Norma-norma agama tidak begitu ketat artinya penduduk yang individualistis
dan materialistis tidak lagi memperhatikan norma-norma agama diakibatkan
kesibukan dan persaingan yang terlalu padat di kota. Sehingga tidak
menyempatkan waktu untuk mengikuti kajian-kajian agama.
7. Pandangan hidup lebih rasional artinya keadaan kota yang begitu ketat
sehingga penduduk lebih dituntut untuk bersifat rasional daripada mengikuti
perasaan.
8. Menerapkan strategi keruangan artinya adanya pemisahan antara kelompok
kelas social atas dan kelompok social bawah. Kelompok social atas yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap sedangkan kelompok
kelas bawah menempati perumahan kumuh. 21
Berdasarkan fungsinya:
1. Kota pusat produksi, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat produksi
atau pemasok, baik yang berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun
barang jadi. Contoh (batubara), Arun dan Bontang (LPG), dan lain-lain.
Contoh kota produsen barang setengah jadi dan barang jadi, yaitu kota-kota
industri seperti Jakarta, Bandung, Cilegon, Gresik, surabaya, dan lain-lain.
2. Kota pusat perdagangan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
perdagangan, baik untuk domestik maupun internasional, misalnya Jakarta,
Singapura, Hongkong, Rotterdam, dan Bremen.

21

Bintarto. 1982. Interaksi Desa Kota Dan Permasalahannya. Indonesia: Ghalia. hal 79

24

Universitas Sumatera Utara

3. Kota pusat pemerintahan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
kesehatan dan rekreasi, umumnya terletak di daratan tinggi yang sejuk atau di
tepi pantai, misalnya Cipanas, Kaliurang, Monoco, Palm Beach, dan Florida.

1.8 Metodologi Penelitian
1.8.1 Metode Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada
pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini
dibuat untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau
fenomena. 22
Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini
tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antara variabel yang ada, tidak
dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variable-variabel yang
menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian
deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti

22

Bambang Prasetyo dkk, Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi, (Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2005), hal. 42.

25

Universitas Sumatera Utara

yang dilakukan pada penelitian ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk
membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori. 23
1.8.2 Jenis Penelitian
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi
penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologi dari penggunaan metode
deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif”
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 24
Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses
penjaringan informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek,
dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis
maupun praktis. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena bisa
menjelaskan permasalahan yang terjadi dengan jelas.
1.8.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian
tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
mengambil lokasi di kota Binjai provinsi Sumatera Utara khusunya pemerintah
kota Binjai. Dalam perkembangannya Kota Binjai sebagai salah satu Daerah
Tingkat II di Propinsi Sumatera Utara telah membenahi dirinya dengan
23

Sanafiah Faisal, Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada), hal. 20.
24
Mohammad Natsir, Metode Penelitian, (Jakarta, Ghalia Indonesia), hal. 105.

26

Universitas Sumatera Utara

melakukan pemekaran wilayahnya. Semenjak ditetapkan Peraturan Pemerintah
No.10 Tahun 1986 wilayah Kota daerah Kota Binjai telah diperluas menjadi 90,23
Km2 dengan 5 wilayah kecamatan yang terdiri dari 11 desa dan 19 kelurahan.
Setelah diadakan pemecahan desa dan kelurahan pada tahun 1993 maka jumlah
desa menjadi 17 dan kelurahan 20. Perubahan ini berdasarkan keputusan
Gubernur Sumatera Utara Nomor 140-1395/SK/1993 tanggal 3 Juni 1993 tentang
Pembentukan 6 desa persiapan dan 1 kelurahan persiapan di Kota Binjai.
Berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara No.146/2624/SK/ 1996 tanggal 7
Agustus 1996, 17 desa menjadi kelurahan. 25
1.8.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan adalah data primer dan data
sekunder. Dimana data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui
wawancara mendalam kepada sumbernya, adapun yang menjadi narasumber yaitu
sebagai berikut :
1. Iedya Fadillah, S.Pd (Kepala Seksi Pengelolaan dan Komunikasi).
2. Amransyah (Kabid Perekonomian dan Budaya Bappeda).
3. Saumanda Tazilio Ierhasy, SE (Staf ahli Binjai Smart City).
4. Suhandoko (Tokoh Masyarakat Kota Binjai,dan Kepala Lingkungan daerah
Binjai Barat).

25

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Binjai Tahun 2016-2021. Tentang
Gambaran Umum Kondisi Daerah. Bab II Hal.2

27

Universitas Sumatera Utara

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui berbagai sumber seperti
buku, majalah, laporan, jurnal, dan dokumen lainnya. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dengan cara observasi langsung kinerja yang dilakukan.
1.8.5 Teknik Analisa Data
Teknik data yang digunakan dalam penelitian ini adala dengan
menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini
melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran jelas
tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.
1.9 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan suatu penjabaran secara deskriptif
tentang hal – hal yang akan ditulis,yang secara garis besar terdiri dari bagian awal,
bagian isi dan bagian akhir. Dalam Penulisan Penelitian ini penulis membaginya
ke dalam empat bab. Adapun susunan penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan menguraikan dan menjelaskan mengenai latar

belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian
BAB II

: Profil Dan Konsep Pembangunan Politik Pemerintah Kota Binjai

Dalam Menuju Smart City.

28

Universitas Sumatera Utara

Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek
penelitian yaitu profil tentang kota Binjai dan konsep pembangunan politik dalam
menuju smart city di kota Binjai.
BAB III

: Menganalisis Kebijakan Politik Pemerintah Kota Binjai Dalam
Menyikapi Faktor-Faktor yang Menghambat dan Mendukung
Dalam Proses Pembangunan Di Kota Binjai Dalam Program Binjai
Smart City.

Bab ini membahas data dan fakta yang diperoleh dari wawancara, buku,
jurnal, majalah, koran, serta internet dan juga akan menyajikan pembahasan dan
analisis data dan fakta tersebut.
BAB IV

: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh
dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi kemungkinan adanya
saran-saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.

29

Universitas Sumatera Utara