PENGEMBANGAN MEDIA VIRTUAL REALITY ADENG

PENGEMBANGAN MEDIA VIRTUAL REALITY
ADENGAN BISU UNTUK PEMBELAJARAN
MENULIS TEKS CERITA PENDEK PADA
PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 15
SURABAYA

OLEH
INDRIA WULANDARI
14020074101

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembelajaran Bahasa Indonesia terdiri atas empat aspek

keterampilan.
Keempat
keterampilan
itu
antara
lain:
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Keempat
keterampilan
tersebut
berkesinambungan
dan
berurutan serta wajib dimiliki oleh peserta didik. Keterampilan
berbicara dan menulis merupakan keterampilan produktif.
Keterampilan berbicara menghasilkan lisan dan keterampilan
menulisa
menghasilkan
tulisan.
Berbicara
merupakan

keterampilan umum bagi peserta didik karena keterampilan
tersebut merupakan alat komunikasi. Namun, kemampuan
menulis di kalangan peserta didik masih lemah. Menulis adalah
suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan
bahasa tulis sebagai medianya (Suparno dan Yunus, 2005:1.4).
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
perlu dikuasai dengan baik bagi setiap orang, terutama bagi
civitas academica.
Civitas academica adalah kaum intelektual yang mampu
mengembangkan ilmu penngetahuan, teknologi dan seni (ipteks)
demi kemajuan bangsa. Segala bentuk pengembangan ipteks
yang
dihasilkan
tidak
akan
ada
artinya
jika
tidak
didokumentasikan dalam bentuk tulisan. Oleh sebab itu,

kemampuan menulis penting.Kenyataanya peserta didik tidak
mampu bahkan sama sekali tidak menyukai kegitan menulis.
Peserta
didik
zaman
sekarang
lebih
memerhatikan
perkembangan teknologi dan media sosial dibandingkan dengan
membuat karya tulis. Kenyataan buruk itu dapat disebabkan oleh
berbagai hal. Salah satu penyebabnya adalah perasaan kuang
percaya diri untuk berkarya serta tidak tahu cara dan kegunaan
menulis. Alasan itu sebenarnya tidak terlepas dari pengalaman
belajar yang dialami di sekolah. Lemahnya pendidikan pendidik,
kurangnya media pembelajaran yang menarik, dan kekeliruan
memilih metode pembelajaran membuat kegiatan menulis
merupakan kegiatan yang memberatkan peserta didik Menulis
bukan pekerjaan yang sulit melainkan juga tidak mudah.
Sebagai permulaan menulis, orang tidak perlu menunggu
menjadi penulis yang terampil. Belajar teori menulis itu mudah,

tetapi untuk memraktikkannya tidak cukup sekali-dua kali.

Frekuensi pelatihan menulis akan membuat seseorang terampil
dalam bidang tulis-menulis. Untuk menggugah minat berlatih
tersebut dibutuhkan media yang merangsang kreativitas
menulis. Keberadan media pembelajaran tidak dapat dipisahkan
dalam proses pembelajaran di sekolah. Hal ini telah dikaji dan
diteliti bahwa pembelajaran menggunakan media hasilnya lebih
optimal. Seperti yang dikemukakan oleh Mc Kenzie (Musfiqon,
2012: 32) “Multiple Intelligences and instructional Technology”
media memiliki peran penting dalam pembelajaran di kelas, yang
mempengaruhi
kualitas
dan
keberhasilan
pembelajaran.
Sedangkan menurut Gagne (Sadiman dkk, 2010: 6) media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang
dapat merangsangnya untuk belajar. Jadi, media dapat
membantu peserta didik untuk merangsang kreativitas guna

mengoptimalkan kemampuan dalam belajar.
Pendidik sebagai fasilitator seharusnya memberikan
kemudahan bagi peserta didik untuk berinteraksi dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, pengembangan media ini
bertujuan untuk memermudah peserta didik menulis, khususnya
menulis teks cerita pendek. Media yang dianggap cocok untuk
pembelajaran menulis teks cerita pendek adalah media yang
menyenangkan dan menarik minat peserta didik. Peserta didik
zaman sekarang gemar akan teknologi yang canggih, maka dari
itu media yang dipilih adalah Virtual Reality Adengan Bisu.
Virtual Reality adalah teknologi yang memungkinkan seseorang
melakukan suatu simulasi terhadap suatu objek nyata dengan
menggunakan komputer atau handphone yang mampu
membangkitkan suasana tiga dimensi sehingga membuat
pemakai seolah-olah terlibat secara fisik. Pemilihan media juga
dikaitkan dengan kebutuhan peserta didik agar media yang
digunakan sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik
dalam pembelajaran menulis teks cerita pendek.
Media Virtual Reality Adengan Bisu diplih karena alat
ini menarik dan menyenangkan. Alat ini mampu membuat kesan

nyata (tiga dimensi) yang akan membawa peserta didik untuk
masuk ke dalam video (Adegan Bisu) sehingga peserta didik
mampu merasakan alur. Media Virtual Reality belum pernah
digunakan di dunia pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti ingin
mengembangkan media Virtual Reality Adengan Bisu sebagai
media yang menyenangkan dan menumbuhkan minat menulis
peserta didik agar karya dan keterampilan literasi anak lebih

berkembang. Untuk membuat suatu eksperimen, media tersebut
dijadikan bahan penlitian pengembangan.
Penelitian pengembangan (Research and Development)
dapat berupa penciptaan produk baru atau penyempurnaan
produk yang sudah ada. Pengembangan adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu
dan menguji keefektifan produk (Sugiyono, 2012: 407). Dalam
penelitian ini, peneliti memfokuskan pada pengembangan media
pembelajaran yang merupakan penyempurnaan produk yang
sudah ada berupa Virtual Reality untuk pembelajaran menulis
teks cerita pendek. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi
masalah dalam proses pembelajaran di kelas yang diduga

penyebab rendahnya hasil belajar peserta didik dalam
pembelajaran
menulis
adalah
kurangnya
media
yang
mendukung. Oleh sebab itu, media Virtual Reality Adengan Bisu
dipilih untuk memerbaiki kekurangan tersebut. Media tersebut
menyenangkan, inovatif, dan akan membuat peserta didik
menjadi aktif.
Tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk
mengetahui keefektifan media Virtual Reality Adengan Bisu pada
hasil pembelajaran peserta didik dalam kompetensi dasar
menulis. Berdasarkan masalah tersebut peneliti mengangkat
judul “Pengembangan Media Virtual Reality Adengan Bisu untuk
Pembelajaran Menulis Teks Cerita Pendek pada Peserta didik
Kelas XI SMA Negeri 15 Surabaya”. Media yang dikembangkan ini
semoga dapat membantu proses pembelajaran di kelas dan juga
menjadi sumber pertimbangan atau referensi bagi pendidik

bahasa dan sastra Indonesia dalam memilih media pembelajaran
menulis.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah ini sebagai
berikut:
1)

Bagaimana proses Pengembangan Media Virtual Reality
Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis Teks Cerita
Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 15
Surabaya?

2)

Bagaimana kualitas produk Pengembangan Media Virtual
Reality Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis Teks

Cerita Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 15
Surabaya?
a) Bagaimana validitas produk Pengembangan Media Virtual

Reality Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis Teks
Cerita Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 15
Surabaya?
b) Bagaimana keefektivan produk Pengembangan Media
Virtual Reality Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis
Teks Cerita Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA
Negeri 15 Surabaya?
c) Bagaimana kepraktisan produk Pengembangan Media
Virtual Reality Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis
Teks Cerita Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA
Negeri 15 Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
tentang

ini

adalah

menghasilkan


deskripsi

1)

Pengembangan Media Virtual Reality Adengan Bisu untuk
Pembelajaran Menulis Teks Cerita Pendek pada Peserta didik
Kelas XI SMA Negeri 15 Surabaya;

2)

Kualitas produk Pengembangan Media Virtual Reality
Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis Teks Cerita
Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 15 Surabaya:
a) Validitas produk Pengembangan Media Virtual Reality
Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis Teks Cerita
Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 15
Surabaya;
b) Keefektifan produk Pengembangan Media Virtual Reality
Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis Teks Cerita

Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 15
Surabaya;
c) Kepraktisan produk Pengembangan Media Virtual Reality
Adengan Bisu untuk Pembelajaran Menulis Teks Cerita

Pendek pada Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 15
Surabaya.

1.4. Manfaat Hasil Penelitian
Secara operasional, manfaat hasil penelitian ini dibagi
menjadi dua jenis: teoretis dan praktis.
1.4.1.
Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitan ini bagi dunia pendidikan,
memberikan kontribusi dalam upaya pengembangan media
pembelajaran inovatif, kreatif, dan bermanfaat dalam proses
pembelajaran terutama pembelajaran menulis tek cerita pendek.
1.4.2.

Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini dibagi menjadi tiga:

1)

Bagi penulis, memberikan pengetahuan tentang penelitian
pengembangan serta pengalaman belajar untuk masa yang
akan datang.

2)

Bagi pendidik, dengan adanya media pembelajaran Virtual
Reality Adengan Bisu diharapkan mampu memberikan
masukan kepada pendidik di sekolah atau dosen pengampu
mata pelajaran bahasa Indonesia agar menjadikan media ini
sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan serta
penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik yang diajarkan.

3)

Bagi sekolah, penelitian yang akan dilakukan ini sangat
bermanfaat bagi sekolah dalam rangka peningkatan
perbaikan mutu pembelajaran di sekolah.

1.5. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran
istilah dalam makalah penelitian ini, peneliti menjelaskas
beberapa istilah penting yang akan sering ditemukan. Berikut
definisi operasional yang dapat dibatasi:
1)

Pengembangan adalah suatu usaha untuk menyusun
program pembelajaran berupa media dengan tujuan untuk
mencapai tujuan pembelajaran direncanakan dan dirancang
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

2)

Media adalah komponen-komponen pembelajaran
dapat merangsang peserta didik untuk belajar.

yang

3)

Virtual
Reality
Adegan
Bisu
adalahalat
untuk
menggambarkan keadaan yang sebenarnya tidak nyata
tetapi dibuat seperti nyata agar kita merasakan pengalaman
atau sensasi dari keadaan suatu babak penampilan tokoh
atau beberapa tokoh tanpa adanya suara dari dialog
(percakapan). Dengan kata lain, Virtual Reality Adegan Bisu

4)

Pembelajaran Menulis atau pembelajaran keterampilan
menulis adalah proses mengajar dan belajar menyusun,
mencatat, dan mengomunikasikan bahasa ke dalam bentuk
tulis untuk mencapai tujuan tertentu.

5)

Teks cerita pendek adalah sebuah teks atau karangan yang
kurang dari sepuluh ribu (10.000) kata yang berisi tentang
cerita fiktif yang memberikan kesan tunggal dominan dan
memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi dan kondisi.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Pustaka-pustaka dalam penelitian ini tidak terlepas dari
adanya
penelitian
terdahulu
yang
relevan.
Penelitian
pengembangan sebelumnya yang mengambil topik menulis
cerpen adalah penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat
Pembelajaran
Menulis
Cerpen
yang
Berorientasi
pada
Pembentukan Karakter Peserta didik Kelas X SMA Negeri 1 Gedeg
Mojokerto" yang dilakukan oleh Neri Damayanti (2011).
Penelitian
pengembangan
ini
mengacu
pada
model
pengembangan Thiagarajan, yakni model 4-D. Model ini terdiri
atas empat tahap pengembangan, yaitu tahap pendefinisian
(difine), tahap perancangan (design), tahap pengembangan
(develope), dan tahap pendiseminasian (disseminate). Namun
karena keterbatasan waktu, tahap pendiseminasian atau
penyebaran tidak dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkankan
nilai pada interval 89-91, 17,5% peserta didik mendapat nilai
pada interval 86-88, sedangkan pada interval 83-85 dan 80-82
diperoleh 32,5% dan 15% peserta didik. Selain itu, 15% dan 7,5%
peserta didik mendapat nilai pada interval 77-79 dan 74-76. Pada
interval 71-73 dan 65-67 diperoleh 7,5% dan 2,5% dari
keseluruhan jumlah peserta didik. Pada tahap implementasi
perangkat pembelajaran LKS juga dapat diketahui rata-rata nilai
peserta didik yakni 79,72. Efektivitas perangkat pembelajaran
pada penelitian ini ditentukan oleh empat indikator, diantaranya
adalah keterlaksanaan RPP, aktivitas peserta didik, respon
peserta didik, dan hasil belajar peserta didik. Keterlaksanaan RPP
selama pembelajran adalah “sangat baik” dengan rata-rata
persentase 98,52%. Selain itu, peserta didik juga dikatidakan
antusias pada pembelajaran menulis cerpen karena aktivitas
peserta didik muncul sebesar 87,30%. Respon peserta didik juga
menunjukkan bahwa peserta didik sangat tertarik dengan
perangkat pembelajaran yang dikembangkan, yang dibuktikan
pada rata-rata persentase 93%. Selanjutnya efektivitas
perangkat pembelajaran ditenukan melalui uji “t” yang
menunjukkan perbedaan signifikan dengan nilai t, yakni
2,022,71.

Persamaan dengan penelitian ini adalah materi yang
digunakan, yakni materi menulis cerpen. Perbedannya terdapat
pada produk yang dikembangkan, yakni pada penelitian
sebelumnya mengembangkan perangkat pembelajaran menulis
cerpen yang berorientasi pada pembentukan karakter peserta
didik SMA kelas X sedangkan pada penelitian ini, media yang
dikembangkan adalah virtual reality adegan bisu untuk
pembelajaran menulis teks cerita pendek pada peserta didik SMA
kelas IX. Metode yang digunakan juga berbeda, penelitian ini
menggunakan metode Sadiman (2009), namun penelitian
sebelumnya menggunakan metode yang mengacu pada model
pengembangan Thiagarajan.
.
Penelitian sebelumnya yang juga mengambil materi
menulis teks cerpen adalah penelitian berupa jurnal yang
dilakukan oleh Arina Rohinawati dengan materi menulis cerpen
yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Menulis Cerpen
dengan Memanfaatkan Ungkapan Proses Kreatif Sastrawan”.
Subjek penelitian ini yaitu peserta didik SMA Laboratorium UM
kelas X yang diketahui bahwa selama ini minat terhadap
pembelajaran menulis cerpen mash rendah. Hal tersebut
disebabkan karena kela stersebut adalah kelas heterogen. Di
dalam kelas heterogen tersebut, hanya sebagian kecil peserta
didik yang menaruh minat pada pembelajaran menulis cerpen.
Dilihat dari minat peserta didik yang masih tergolong rendah,
hasil belajar peserta didik pun kurang memuaskan. Penelitian ini
menggunakan metode pengembangan model prosedural atau
bertahap yang diadaptasi dari model desain penelitian Borg and
Gall.
Berdasarkan hasil uji coba, kemenarikan bahan ajar
tergolong cukup danperlu direvisi. Kemenarikan bahan ajar
dilihat dari aspek kebahasaan dan aspektampilan bahan ajar.
Skor
rata-rata
yang
diperoleh
mengenai
kemenarikan
yaitu74,55%. Kelayakan bahan ajar dilihat dari aspek
kelengkapan materi, kedalamanmateri, keakuratan materi,
efektivitas dan efisiensi bahan ajar, kebahasaan, sistematika
penulisan, dan tampilan bahan ajar. Skor rata-rata yang
diperolehmengenai kelayakan bahan ajar sebesar 77,27%.
Artinya, bahan ajar tergolonglayak dan dapat diimplementasikan.
Selain skor, juga didapat saran perbaikanmengenai kemenarikan
dan kelayakan bahan ajar. Saran perbaikan itu digunakansebagai
landasan menyempurnakan bahan ajar.Walaupun tergolong
layak, bahan ajar perlu diperbaiki pada beberapa aspek.
Subaspek yang memperoleh skor kurang dari 75% harus
direvisiberdasarkan catatan-catatan yang diperoleh dari subjek
uji coba. Subaspek yangperlu direvisi yaitu (a) kesesuaian

contoh-contoh dan latihan-latihan dengankebutuhan peserta
didik, (b) kesesuaian contoh dengan prinsip penulisan cerpen, (c)
bahasa yang digunakan dalam contoh, dan (d) desain sampul.
Persamaan dengan penelitian ini adalah materi yang
digunakan yakni materi menulis cerpen. Perbedaannya terdapat
pada bentuk penelitian, yakni pada penelitian terdahulu ketiga
ini ini berbentuk jurnal ilmiah sedangkan penelitian ini berbentuk
skripsi. Metode yang digunaka dalam penelitian ketiga ini adalah
metode pengembangan model prosedural Borg and Gall
sedangkan penelitian ini menggunakan metode pengembangan
media Sadiman. Perbedaan yang paling menonjol terletidak pada
produk yang dikembangkan, yakni pada penelitian ketiga ini
mengembangkan bahan ajar sedangkan pada penelitian ini
media yang dikembangkan adalah virtual reality adegan bisu.
Kedua
penelitian
yang
relevan
tersebut
mampu
meningkatkan kemampuan menulis cerpen. Berdasarkan judul
penelitian yang relevan di atas, diketahui bahwa penelitian
tentang menulis dengan menggunakan media virtual reality
adegan bisu belum pernah dilakukan. Setiap penelitian
menggunakan produk yang berbeda-beda untuk menghasilkan
peningkatan yang berbeda-beda pula. Tetapi upaya peningkatan
menulis cerpen masih perlu dikembangkan dan dilakukan melalui
berbagai cara. Salah satu cara meningkatkan keterampilan
menulis yang dipilih oleh penulis adalh dengan menerapkan
media Virtual Reality Adegan Bisu dalam pembelajaran menulis
cerpen.
2.2. Menulis
2.2.1.
Pengertian Menulis
Menulis merupakan salah satu aspek yang berperan
penting dalam pertukaran informasi. Dengan menulis, seseorang
dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus bertatap
muka secara langsung. Menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang atau grafik yang menggambarkan
bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka
memahami bahasa dan gamabran grafik itu (Tarigan, 1983:21).
Pendapat lain dikemukakan oleh Akhadiah (1998:9) bahwa
menulis merupakan bentuk komunikasi untuk menyampaikan
gagasan kepada khalayak pembaca dengan dilengkapi “alat-alat”
penjelas serta ejaan dan tanda baca tanpa memerhatikan
intonasi, ekspresi wajah, gerak fisik, serta situasi yang menyertai

percakapan. Berdasarkan dua pendpaat tersebut, peneliti
mengambil kesimpulan bahwa menulis merupakan kegiatan
menggambarkan lambang-lambang bahasa yang dibentuk
menjadi sebuah kalimat yang ditujukan kepada pembaca untuk
menyampaikan maksud tau tujuan tertentu. Dengan demikian,
dapat dikatidakan bahwa menulis adalah suatu proses penyajian
ide-ide secara jelas dan efisien.
Sebagai keterampilan yang produktif, menulis menulis
memunyai peran pemindahan informasi ke dalam tulisan. Agar
maksud dan tujuan sang penulis tercapai, sang pembaca perlu
memberikan responsi yang diinginkan sang penuls terhadap
tulisannya. Maka dari itu, penulis harus menyajikan tulisan yang
menarik. Adapun ciri-ciri tulisan yang baik menurut Adel Stein &
Pival (Tarigan, 1983:7), antara lain:
1) Tulisan yang baik menceriminkan kemampuan sang penulis
mempergunakan nada yang serasii.
2) Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis
menyusun bahan-bahan yang tersedia menjadi suatu
keseluruhan yang utuh.
3) Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis
untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar:
memanfaatkan struktur kalimat, abahsa, dan contoh-contoh
sehingga maknanya sesuai dengan yang digunakan oleh sang
penulis.
4) Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis
untuk menulis secara meyakinkan: menarik minat para
pembaca
terhadap
pokok
pembicaraan
serta
mendemonstrasikan suatu pengertian yang masuk akal dan
cermat-teliti mengenai suatu hal.
5) Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis
untuk mengkritik naskah tulisannya yang pertama serta
perbaikannya.
6) Tulisan yang baik mencerminkan kebanggaan sang penulis
dalam naskah atau manuskripsi: kesudian mepergunakan
ejaan dan tanda baca secara seksama, memeriksa makna
kata dan hubungan ketatabahasaan dalam kalimat-kalimat
sebelum menyajikannya kepada para pembaca.
Sebagai proses, menulis melibatkan kegiatan yang terbagi
atas tahap prapenulisan, penulisan, dan pascapenulisan. Fase
prapenulisan merupakan tahap persiapan yang mencakup
kegiatan pemilihan topik, penentuan tujuan, penentuan pembaca
dan corak karangan, pengumpulan bahan informasi atau bahan

tulisan, serta menyusun kerangka karangan. Berdasar kerangka
tersebut, maka pengembangan karangan pun dimulai. Inilah fase
penulisan. Setiap butir ide yang telah direncakan dikembangkan
secara bertahap dengan memerhatikan jenis informasi yang
disajikan, pola pengembangan, pembahasan, dan sebagainya.
Setelah frase tersebut selesai, maka penulis membaca kembali,
memeriksa, dan memperbaiki karangan (Yunus, 2010:29—30).
Berdasarkan uraian mengenai pengertia menulis serta ciriciri tulisan yang baik, dapat disimpulkan bahwa menulis
merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasan dengan
melukiskan lambing-lambang bahasa yang dipahami oleh
seseorang yang peranannya penting sebagai alat untuk
pertukaran informasi.
2.2.2.
Unsur Menulis
Menurut Nurudin (2007:5) unsur menulis setidak-tidaknya
terdiri atas gagasan, tuturan (narasi, dskripsi, eksposisi,
argumentasi, peruasi) tataran, dan wahana.
1) Gagasan
Gagasan dapat berupa pendapat, pengalaman, atau
pengetahuan yag ada dalam pikiran seseorang. Setiap orang
pasti memiliki gagasan, apapun bentuk gagasannya. Gagasan
seseorang akan sangat bergantung pada pengalaman masa
lalu, pegetahuan yang akan dimiliki, latar belakang hidup,
kecenderungan personal, dan tujuan apa gagasan itu ingin
dikemukakan.
2) Tuturan
Tuturan adalah pengungkapan gagasan sehingga dapat
dipahami oleh pembaca. Ada bermcam-macam tuturan,
anara lain:
a. Narasi (penceritaan)
b. Deskripsi (pelukisan)
c. Eksposisi (pengungkapan berdasar fakta secara teratur,
logis, dan padu)
d. Argumentasi (meyakinkan)
e. Persuasi (pembujukan)
3) Tatanan
Tatanan adalah tertib pengaturan dan penyusunan gagasan
dengan mengindahkan berbagai asas, aturan, dan teknik
sampai merencanakan rangka dan langkah. Ini bearti menulis
tidak sekadar menulis, tetapi menulis disertai sebuah aturan.
4) Wahana

Wahana sering disebut dengan alat yang berarti sarana
pengantar gagasan berupa tulis yang menyangkut kosakata,
gramatika, dan retorika (seni memakai bahasa).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebuah tulisan setidaknya
harus berisi gagasan, tuturan, tatanan, dan wahana. Gagasan
berasal dari pemikiran penulis yang nantinya akan menjadi ide
pokok pada tulisannya, tutuan merupakan pengungkapan
gagasan tersebut, tatanan adalah aturan penyusunan gagasan
agar menjadi tulisan yang padu, sedangkan wahana adalah alat
atau sarana bahasa sebagai wujud dari gagagasan.
2.2.3.

1)

2)

3)

4)

5)

6)

7)

Tujuan Menulis
Sebagai keterampilan berbahasa yang paling
kompleks, menulis memiliki beberapa tujuan. Menurut
Hugo Hartig (Tarigan, 2008:25) terdapat 7 tujuan penulisan
sesuatu tulisan, diantaranya:
Assignment purpose (tujuan penugasan)
Tujuan penugasan merupakan tujuan untuk memenuhi suatu
tugas penulisan, bukan karena keinginan sendiri. Misalnya,
mahapeserta didik yang diberi tugas oleh dosen, sekretaris
yang diberi tugas untuk membuat laporan atau notulen rapat,
dll.
Altruistic purpose (tujuan altruistik)
Tujuan altruistik merupakan tujuan penulis untuk membuat
hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan
dengan adanya karyanya itu.
Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Tujuan persuasif merupakan tujuan penulis untuk meyakinkan
pembaca akan kebenaran gagasan yang dituliskannya.
Informational
purpose
(tujuan
informasional,
tujuan
penerangan)
Tujuan informasional atau tujuan penerangan merupakan
tujuan penulis untuk memberikan informasi atau keterangan
penerangan kepada pembaca.
Self-ekspressive purpose (tujuan pernyataan diri)
Tujuan pernyataan diri merupakan tujuan penulis untuk
memperkenalkan atau menyatidakan diri sang penulis kepada
pembaca.
Creative purpose (tujuan kreatif)
Tujuan kreatif merupakan tujuan penulis untuk mencapai
nilai-nilai artistic dan nilai-nilai kesenian.
Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah)

Tujuan pemecahan masalah merupakan tujuan penulis untuk
memecahkan masalah dengan menjelaskan, menjernihkan,
menjelajahi, dan meneliti secara cermat pikiran dan
gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh
pembaca.
Sebenarnya banyak terdapat tujuan dalam menulis, namun
menurut Hugo hartig terdapat tujuh tujuan dalam menulis yang
terdiri atas tujuan penugasan, tujuan altruistic, tujuan
persuasive, tujuan informasional, tujuan pernyataan diri, tujuan
kreatif, dan tujuan pemecahan masalah. Dengan adanya tujuan
penulisan suatu tulisan, kita dapat menyesuaikan ide dan bahasa
dalam tulisan yang akan kita buat.
2.2.4.
Tahap Menulis
Tahap-tahap menulis menurut Akhaidah (1996: 3—5) dibagi
menjadi 3, yaitu:
1) Prapenulisan
Prapenulisan merupakan tahap perencanaan yang mencakup
langkah-langkah kegiatan seperti pemilihan topik, tema,
membuat kerangkan karangan, dan menentukan bahan atau
materi penulisan.
2) Penulisan
Setelah persiapan tahap penulisan telah cukup, penulis telah
siap untuk memulai tulisannya. Dengan ide-ide yang telah
terkumpul, penulis dapat memanfaatkan dan mengmbangkan
beban informasi yang telah dipilih dan dikumpulkannya.
3) Revisi
Kegiatan revisi terdiri atas penyuntingan dan perbaikan.
Tahap ini dibuat juga sebagai tahap penyempurnaan.
Berdasarkan uraian di atas, setidaknya kita dapat
mengetahui bahwa ada tiga tahap dalam menulis yakni, tahap
pertama disebut dengan prapenulisan adalah tahan perencanaan
sebelum menulis, tahap kedua yakni penulisan yang merupakan
tahan lanjutan dari tahap pertama sebagai pemantapan
kerangka dan gagasan, sedangkan tahap ketiga adalah tahap
revisi
yakni
tahap
yang
berisi
penyuntingan
atau
penyempurnaan tulisan.
2.3. Media
2.3.1.
Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin ‘medius’ yang secara
harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata media berarti alat (sarana)

komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster,
dan spanduk”. Rohman (2013: 129) membatasi pengertian
media yang sangat luas yakni alat dan bahan dalam kegiatan
pembelajaran.
Pengertian media pembelajaran banyak dikemukakan oleh
para ahli pendidikan dengan pandangan yang bervariasi. Ada ahli
media yang memgemukakan definisi media pembelajaran hanya
mengacu pada alat atau perangkat keras, ada juga yang
mengemukakan media pembelajaran sebagai perangkat lunak
pembelajaran. Seperti definisi yang dikemukakan oleh Schramm
dan Briggs (Sudjana & Rivai, 2002: 4). Schramm mendefinisikan
media pembelajaran sebagai teknologi pembawa informasi yang
dapat dimanfaatkan untuk proses pembelajaran; sedangkan
Briggs
mendifikasikannya
sebagai
sarana
fisik
untuk
menyampaikan bahan ajar. Arsyad (2013: 4) menjelaskan
pengertian “media” dalam pembelajaran adalah komponen
sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi
instruksional di lingkungan peserta didik yang dapat merangsang
peserta didik untuk belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat atau sarana
penyampaian informasi atau pesan kepada peserta didik yang
berguna untuk merangsang siwa untuk belajar
2.3.2.

Fungsi Media
Seperti yang telah dijelaskan di muka, media
pembelajaran
digunakan
sebagai
alat
untuk
menyampaikan pesan atau informasi dalam proses
pembelajaran. Maka dari itu, tujuan media yang paling
utama adalah untuk membantu peserta didik agar lebih
mudah menerima pesan atau informasi yang disampaikan
oleh pendidik. Alhasil, media pembelajaran dapat
memberikan manfaat bagi peserta didik.
Sudjana & Rivai (2002;2), mengemukakan manfaat
media pembelajaran dalam proses belajar peserta didik,
yaitu :
a) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik
sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
b) Bahan atau materi pembelajaran akan lebih jelas maknanya
sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta didik dan
memungkinkan peserta didik dapat menguasai dan mencapai
tujuan pembelajaran.

c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh pendidik
sehingga peserta didik tidak bosan dan pendidik tidak
kehabisan tenaga.
d) Peserta didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar
sebab tidak hanya mendengarkan uraian pendidik, tetapi juga
aktivitas
lain
seperti
mengamati,
melakukan,
mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
Encyclopedia of Educational Research
dalam Hamalik
(1994:15)
mengemukakan manfaat media pendidikan
sebagai berikut:
a) Meletidakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh
karena itu mengurangi verbalisme.
b) Memperbesar perhatian peserta didik.
c) Meletidakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan
belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.
d) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan
kegiatan berusaha sendiri di kalangan peserta didik.
e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu,
terutama melalui gambar hidup.
f) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu
perkembangan kemampuan berbahasa.
g) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan
cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih
banyak dalam belajar.
Walaupun manfaat media dalam pembelajaran
sangat banyak, tetapi media tidak bisa menggantikan
pendidik sepenuhnya. Artinya media tanpa pendidik adalah
suatu hal yang mustahil untuk dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran. Peranan pendidik masih tetap
diperlukan sekalipun media telah merangkum semua
bahan pembelajaran yang diperlukan oleh peserta didik.
2.3.3.
Jenis Media
Menurut bentuk informasi yang digunakan, media
pembelajaran dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok besar,
yaitu media visual diam, media visual gerak, media audio, media
audio visual diam, dan media audio visual gerak. Sedangkan, jika
diklasifikasikan melalui bentuk penyajian dan cara penyajiannya,
media dapat dibedakan atas tujuh kelompok media penyaji,
yaitu:
1) Grafis, bahan cetidak, dan gambar diam
2) Media proyeksi diam,

3)
4)
5)
6)
7)

Media audio,
Media audio visual diam,
Media Audio visual hidup/film,
Media televisi, dan
Multi media.
Berdasarkan uraian di atas kita dapat mengetahui jenisjenis media yakni media grafis, proyeksi diam, audio, audio visual
diam, audio visual hidup, televise, dan multimedia. Dengan
begitu, dalam menggunakan media pembelajaran harus
diperhatikan jenis medianya sehingga tujuan dan manfaat dapat
tercapai.
2.3.4.

1)

2)

3)

4)

Kriteria Pemilihan Media
Media pembelajaran memiliki jenis-jenis yang dapat
membedakan bentuk dan cara penyajiannya. Kriteria
dalam memilih media pembelajaran sangat menentukan
keberhasilan proses pembelajaran. Heinich, Molenda, dan
Russel (1982) dalam bukunya “Instructional Media and The
New Technologies of Instructions” menyusun suatu model
prosedural yang diberi nama akronim “ASSURE”. Model
ASSURE ini dimaksudkan untuk menjamin penggunaan
media
pembelajaran
yang
efektif.
Model
yang
diakronimkan dengan ASSURE itu meliputi 6 langkah dalam
perencanaan sistematik untuk penggunaan media, yaitu:
Analyze Learner Characteristics, State Objectives, Select,
Modify Or Design Materials, utilize materials, require
learner response, evaluate.
Identifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik
Sebuah perencanaan media didasarkan atas kebutuhan
(need), Salah satu indikator adanya kebutuhan yaitu
kemampuan, keterampilan dan sikap peserta didik yang kita
inginkan agar dapat dikuasai peserta didik.
Perumusan Tujuan
Media pembelajaran harus dibuat sedemikian rupa sehingga
akan membantu dan memudahkan peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Memilih, Merubah dan Merancang Media Pembelajaran
Untuk membuat media yang tepat bagi kegiatan
pembelajaran biasanya akan meliputi salah satu dari tiga
kemungkinan yaitu (1) Memilih media pembelajaran yang
sudah tersedia; (2) Merubah media yang sudah ada; dan (3)
Merancang pembuatan media yang baru.
Perumusan Materi

Materi berkaitan dengan substansi isi pelajaran yang harus
diberikan. Sebuah program media di dalamnya haruslah berisi
materi yang harus dikuasai peserta didik.
5) Pelibatan peserta didik
Situasi belajar yang paling efektif adalah situasi belajar yang
memberikan
kesempatan peserta didik merespon dan
terlibat dalam pembelajaran. Oleh karena itu peserta didik
harus dilibatkan semaksimal mungkin dalam pemanfaatan
penggunaan media.
6) Evaluasi (Evaluation)
Tujuan evaluasi media pembelajaran adalah untuk memilih
media pembelajaran yang akan dipergunakan dikelas, untuk
melihat prosedur penggunaan media, untuk memeriksa
apakah tujuan penggunaan media tersebut telah tercapai,
menilai kemampuan pendidik menggunakan
media,
memberikan informasi untuk kepentingan administrasi, dan
untuk memperbaiki media itu sendiri.
Dengan adanya klasifikasi kriteria pemilihan media
pembelajaran, kita sebagai pendidik harus dapat memilih
media pembelajaran sesuai dengan klasifikasi kriteria
pemilihan media agar proses pembelajaran dengan media
akan berjalan dengan baik. Apa yang diinginkan oleh
peserta didik dapat terwujud, tujuan pembelajaran dapat
tercapai, materi pembelajaran tersampaikan dengan jelas
dan baik, peserta didik terlibat aktif dalam proses
pembelajaran, dan dapat melihat keefektifan media
pembelajaran melalui evaluasi.
2.4. Virtual Reality Adegan Bisu
2.4.1.
Pengertian Virtual Reality Adegan Bisu
Virtual Reality adalah teknologi yang memungkinkan
seseorang melakukan simulasi terhadap suatu objek nyata
dengan menggunakan computer yang dengan menggunakan
computer yang mampu membangkitkan suasana tiga dimensi
(3D) sehingga membuat pemakai seolah-olah terlibat secara
fisik. Adegan bisu adalah sebuah adegan atau tindak laku para
tokoh tanpa adanya suara dari dialog dalam suatu babak dalam
sebuah penampilan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Virtual Reality
Adegan Bisu adalah alat untuk menggambarkan keadaan yang
sebenarnya tidak nyata tetapi dibuat seperti nyata agar kita
merasakan pengalaman atau sensasi dari keadaan suatu babak

penampilan tokoh atau beberapa tokoh tanpa adanya suara dari
dialog (percakapan).
2.4.2.
Piranti Virtual Reality Adegan Bisu
Untuk mewujudkan suasana yang menyerupai dunia nyata,
virtual
reality
menggunakan
peralatan-peralatan
yang
dinamakan glove, headset, dan walker.
1) Virtual Reality,alat atau teknologi yang mebuat pengguna
dapat
berinteraksi
dengan
suatu
lingkungan
yang
disimulasikan oleh ponsel, yang terdiri atas:
a. Camera slot, celah VR yang berguna sebagai tempat
smartphone.
b. Adjustable distance, tombol pengatur jarak antara lensa
dan smartphone.
c.
Features Adjustable Optical Axis, pengatur posisi lensa
dengan mata dan ukuran smartphone.
d. Leather pad, tali elasis pengait VR ke kepala.
e. Magnet for control, tombol dari magnet yang berfungsi
sebagai kendali untuk mengendalikan aplikasi-aplikasi
smartphone.
2) Video Adegan Bisu, sebuah video yang berisi potongan cerita
(satu babak) tanpa mengeluarkan suara dari dialog dalam
video tersebut.
3) Ponsel, ponsel digunakan sebagai media video adegan bisu
yang akan diproyeksikan dengan virtual reality.
2.4.3.
Cara Kerja Virtual Reality Adegan Bisu
1) Masukkan video adegan bisu ke dalam smartphone.
2) Masukkan smartphoneke camera slot virtual reality.
3) Atur jarak antara lesan dengan smartphonemenggunakan
adjustable distance..
4) Atur posisi lensa susai dengan bola mata dan ukuran
smartphonemenggunakan features adjustable optical axis.
5) Pakaikan virtual reality di kepala dengan mengaitkan leather
pad melingkari kepala.
6) Putar
atau
control
video
dengan
menu
dari
smartphonemenggunakan magnet for control.
2.5. Cerita Pendek (Cerpen)
2.5.1.
Pengertian Cerpen
Cerpen adalah akronim dari cerita pendek, Menurut Najid
(2009: 18) cerpen adalah prosa fiksi yang relative pendek.
Meskipun demikian, sebuah cerpen tidak dapat dikatidakan
sebagai novel yang dipendekkan dan bukan pula sebagai bagian

atau fragmen dari sebuah novel. Sedangkan menurut Edgar Allan
Poe (Nurgiyantoro, 2005: 10) cerpen adalah sebuah cerita yang
selesai dibacaa sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah
sampai dua jam suatu hal yang kiranya tidak munking dilakukan
untuk novel.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
cerpen bukan merupakan sebuah novel yang dipendekknya.
Cerpen merupakan cerita yang menyuguhkan sebagian kecil
peristiwa tokoh yang ceritanya dapat dibaca dengan waktu yang
tidak terlalu lama aau falam sekali duduk, tidak seperti novel.
2.5.2.
Unsur Cerpen
Cerpen terusun atas unsur-unsur pembangunan cerita yang
saling berkaitan. Unsur-unsur dalam cerpen terdiri atas: tema,
alur atau plot, tokoh dan penokohan, latar (setting), sudut
pandang (point of view), dan gaya bahasa, sebagai berikut:
1) Tema
Menurut Stanton, tema adalah makna sebuah cerita yang
secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya
dengan cara yang sederhana (Nurgiyantorom 2007: 70). tema
sering juga dikatidakan sebagai dasar cerita. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tema merupakan pokok yang mendasari
sebuah cerita yang di dalamnya mengandung sebuah makna
dan khusus menguraikan jalannya cerita dengan cara yang
sederhana.
2) Alur
Alur atau plot adalah rangkaian cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton dalam
Nurgiyantoro, 2007: 113). Jadi, alur atau plot merupakan
jalannya cerita yang mengaitkan peristiwa atau kejadian satu
ke kejadian lainnya, jadi alur inilah yang mengantarkan
kejadian satu ke kejadian selanjutnya. Sebuah cerpen dapat
berisi alur maju, alur mundur, maupun alur campuran.
3) Tokoh dan Penokohan
Suatuperistiwa dalam prosa fiksi selalu didukung oleh
sejumlah tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang
mendukung peristiwa sehingga mampu menjalin suatu cerita
disebut tokoh (Najid, 2009: 23). Menurut Aminudin (2010: 79)
ragam tokoh atau pelaku dibagi menjadi tujuh (7) yakni
pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku protagonist, pelaku

antagonis, Character, Complex character, pelaku dinamis, dan
pelaku statis.
Penokohan juga termasuk dalam unsur cerpen. Menurut
Aminudin (2010: 29) penokohan adalah cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku. Jones (Nurgiyantoro, 2007:
165) menyatidakan bahwa penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tokoh
adalah pelaku atau pemeran yang menjalankan cerita sesuai
dengan alur cerita sedangkan penokohan adalah watidak
atau sifat tokoh yang digambarkan untuk mendukung
jalannya cerita.
4) Latar
Najid (2009: 25) menyatidakan bahwa penempatan waktu
dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi disebut
latar cerita atau setting. Jadi, dapat dikatidakan bahwa waktu,
tempat, dan keadaan dalam sebuat cerita disebut dengan
latar atau setting, maka dari itu dikenallah latar tempat,latar
waktu, dan latar suasana.
5) Sudut pandang
Aminuddin (2010: 90) berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan sudut pandang atau point of view adalah cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang
dipaparkan point of view pada dasarnya adalah visi
pengarang, artinya sudut pandang yang diambil pengarang
untuk melihat suatu kejadian cerita. Najid (2009: 2006—27)
mengemukakan bahwa sudut pandang adalah cara
memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya
pada posisi tertentu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sudut
pandang adalah cara yang digunakan pengarang untuk
menceritidakan kejadi atau menuliskan ceritanya dalam
sebuah cerpen.
6) Gaya bahasa
Gaya erat hubungannya dengan nada cerita. Gaya
merupakan bahasa yang spesifik dari seseorang pengarang.
Aminuddin (2010: 72) mengemukakan bahwa gaya bahasa
mengandung pengertian cara pengarang menyampaikan
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah
dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan
suasana yang dapat menyentuh intelektual dan emosi
pembaca. Jadi, gaya bahasa merupakan wahana berupa
variasi bahasa yang digunakan penulis untuk menceritidakan

jalnnya cerita serta makna untuk membangkitkan intelektual
dan emosi pembaca.
2.6. Menulis Cerpen
2.6.1.
Pengertian Menulis Cerpen
Menurut Widyamartaya (2005: 102) menulis cerpen adalah
menulis tentang sebuah peristiwa atau kejadian pokok. Menulis
cerpen merupakan dunia alternatif pengarang. Menurut
Sumardijo (2001: 84) menulis cerita pendek adalah seni,
keterampialan menyajikan cerita. Berdasarkan pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa menulis cerpen adalah seni atau
keterampilan menyajikan cerita dari kreasi dunia alternatif
pengarang tentang sebuah peristiwa atau kejadian pokok.
Jadi, menulis cerpen merupakan keterampilan mengkreasi
peristiwa atau kejadian pokok berdasarkan improvisasi
pengarang sesuai dengan unsur-unsur cerita pendek itu sendiri.
2.6.2.
Langkah Menulis Cerpen dengan Media Virtual
Reality Adegan Bisu
Menurut Frank Bernen (Diponegoro, 1994: 121—122), ada
lima langkah dalam membuat sebuah cerita. Kelima langkah
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Menghadapkan tokoh cerita dengan masalah atau beberapa
masalah untuk diselesaikannya.
2) Menciptidakan penyelesaian logis dan memuaskan dari
masalah tersebut bagi tokoh cerita.
3) Menulis penutup cerita. Menurut Bernett dnegan demikian ia
akan tahu benar apa yang akan dikatidakannya dalam cerita
itu. Tujuan ceritanya sudah jadi jelas dan karenanya ia dapat
yakin bahwa cerita itu berharga untuk ditulis.
4) Menulis satu atau dua paragraph pembukaan dari cerita.
5) Barulah disusun sebuah plot atau alur, yaitu pengatur adegan
dan insiden, dengan cara bagaimana sang tokoh
menyelesaikan masalahnya tersebut pada langkah ke-2.
Langkah-langkah menulis cerpen dengan menggunakan
Virtual Reality Adegan Bisu, antara lain:
1) Masukkan video adegan bisu satu babak ke dalam
smartphone.
2) Masukkan smartphoneke camera slot virtual reality.
3) Atur jarak antara lesan dengan smartphone.
4) Atur posisi lensa susai dengan bola mata dan ukuran
smartphone.
5) Pakaivirtual reality di kepala dengan mengaitkan leather pad
melingkari kepala.

6) Putar
atau
control
video
dengan
menu
dari
smartphonemenggunakan magnet for control.
7) Setelah video satu babak selesai, peserta didik dapat
menentukan tema dan judul cerpen.
8) Setelah video satu babak selesai, peserta didik dapat
menentukan tokoh dan perwatidakan sesuai dengan cuplikan
adegan yang telah ditonton dan dinikmati.
9) Setelah itu, peserta didik diminta untuk menentukan alur
keseluruhan
cerita,
mulai
dari
pengenalan
hingga
penyelesaian dengan memerhatikan unsur instrinsik dan
ekstrinsik yang ada dalam cerpen.
10) Peserta didik menentukan sesuai kreativitas sendiri untuk
menentukan akhir dari cerita dalam cerpen.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu peneltian pengembangan yang
menghasilkan sebuah produk berupa media pembelajaran. Media
tersebut dikembangkan dalam bentuk produk baru yaitu media
Virtual Reality Adengan Bisu untuk pembelajaran menulis teks
cerita pendek pada peserta didik SMA kelas XI. Tujuan utama
penelitian dan pengembangan yaitu untuk mengembangkan
produk-produk baru yang efektif untuk digunakan dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Terdapat banyak langkah-langkah penelitian menurut
beberapa ahli, antara lain langkah peneltian pengembangan
menurut
Sugiyono
dan
Sadiman.
Langkah
penelitian
pengembangan menurut Sugiyono (2013: 409) yaitu (1) potensi
dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desai produk, (4)
validasi desain, (5) revisi desain, (6) ujicoba produk, (7) revisi
produk, (8) ujicoba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10)
produksi masal.
Langkah-langkah pengembangan menurut Sadiman (2012:
100) yakni: (1)menganalisis kebutuhan dan karakteristik peserta
didik, (2) merumuskan tujuan instruksional (instructional
objective) dengan operasional dan khas, (3) merumuskan butirbutir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya
tujuan, (4) mengembangkan alat pengukur keberhasilan, (5)
menulis naskah media, (6) mengadakan penilaian (evaluasi
media) dan revisi.
Model pengembangan menurut Sadiman dijelaskan secara
skematis dan terperinci tahap per tahap yang dilakukan untuk
mengembangkan sebuah media pembelejaran. Tahap tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut

Perumusan
Butir-Butir
Materi

Identifikasi
Kebutuhan

Perumusan
Tujuan

Perumusan
Alat Pengukur
Keberhasilan

Ya
Revisi

Tidak

Penulisan
Naskah Media

Tes/Uji Coba
Gambar
pembelejaran
(2012: 101)

3.1

Siap
Produksi
Prosedur Pengembangan Media
menurut Sadiman, dkk

3.1.1. Identifikasi Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan proses sistematis yang
mengkaji tujuan yang ingin dicapai, dengan mengidentifikasi
kesenjangan antara kondisi nyata dan yang diharapkan, serta
memilih/menetapkan prioritas tindakan. Penetapan tujuan yang
ingin dicapai dapat didasarkan pada standar normative yang
ditetapkan di sekolah atau lembaga masing-masing, atau bisa
didasarkan pada kebutuhan pengguna (user), bahkan bisa pula
didasarkan pada kebutuhan masa datang (future need).
Analisis kebutuhan ini dilakukan dengan metode
wawancara dan angket analisis kebutuhan yang diberikan
kepada peserta didik SMA dan pendidik Bahasa Indonesia SMA.
Hasil wawancara dan analisis angket ini kemudia dijadikan
sebagai landasan dalam penyusunan latar belakang dan
gamabaran kebutuhan sekolah.
3.1.2. Perumusan Tujuan Pembelajaran
Merumuskan tujuan adalah tahap yang sangat penting
dalam merencanakan pengembangan media pembelajaran,
karena tujuan merupakan arah dan target kompetensi akhir yang
ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran. Perumusan tujuan
ini berdasarkan indikator yang sebelumnya telah disesuaikan

dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Tujuan ini
nantinya akan menajdi acuan dalam merumuskan materi dan
instrumen penilaian.
3.1.3. Perumusan Butir-butir Materi
Materi untuk media pembelajran disesuaikan dengan
tujuan pembelajran. Perumusan butir materi didasarkan pada
rumusan tujuan yang sebelumnya telah disesuaikan dengan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Butir materi yang
dirumuskan, dimasukkan dalam modul multi representasi.
3.1.4. Perumusan Alat Pengukur Keberhasilan
Tahap
berikutnya
adalah
perumusan
alat
ukur
keberhasilan. Penrumusan alat ukur keberhasilan diperlukan
untuk mengetahui ketercapaian peserta didik terhadap tujuan
instruksional. Alat pengukur keberhasilan peserta didik perlu
dirancang dengan seksama dan sepantasnya dikembangkan
sebelum naskah program media ditulis ata sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Alat ini dapat berupat tes,
penugasan, ataupun daftar cek perilaku.
Alat pengukur keberhasilan dikembangkan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai pada pembelajran teks cerita pendek
dan pokok-pokok materi pembelajran yang akan disajikan kepada
peserta didik. Pada tahap penyusunan alat ukur ini akan
menghasilkan penyusunan alat ukur berupa LKS (Lembar Kerja
Peserta didik) yang berisi soal-soal latihan untuk mengukur
kemampuan peserta didik dalam pembelajran teks cerita
pendek.
3.1.5. Penulisan Naskah Media
Penulisan naskah media digunakan sebagai penuntun
dalam memroduksi media. Naskah media dibuar dengan
mengacu pada analisis kebutuhan, tujuan, dan materi
pembelajaran. Naskah media pengembangan ini ditulis dengan
tujuan untuk memerjelas pesan yang disampaikan apakah materi
yang disajikan sudah sesuai dengan tujuan dan dapat diterima
dengan kemampuan sasaran atau belum. Media Virtual Reality
Adegan Bisu ini dikembangkan berdasarkan kemampuan peserta
didik tentang teks eksposisi sesuai dengan Kompetensi Dasar
yang ada.
Tahap penulisan naskah media ini akan menghasilkan
produk berupa draf 1 media Virtual Reality Adegan Bisu yang
didasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan karakteristik

peserta didik, perumusan tujuan, perumusan
perumusan alat pengukur keberhasilan.

materi,

dan

3.1.6. Melakukan Tes/Uji Coba
Media pembelajaran diujikan kepada para pakar yang
memvalidasi materi dan media. Proses validasi dilakukan dengan
cara metode angket yang disertai rubrik. Uji coba pengembangan
media ini dilakukan saat media sedang dikembangkan sebelum
kemudian digunakan sebagai media pembelajaran. Media
pembelajaran juga diujikan kepada kelompok kecil yaitu peserta
didik dari sekolan lain selain itu juga dilakukan uji lapangan
kepada para peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak
pada sekolah lain. Pada tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui
aspek isi dan tampilan media menurut pendapat peserta didik.
Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari media
Virtual Reality Adegan Bisu untuk pembelajaran menulis teks
cerita pendek pada peserta didik elas XI SMA Negeri 15
Surabaya.
3.1.7. Revisi
Berdasarkan hasil uji coba media, diperoleh komentar dan
saran dari angket. Komentar dan saran untuk melakukan revisi
diperoleh dari validator media, materi, kelompok kecil dan uji
lapangan. Revisi dilakukan untuk perbaikan media dari
kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan sehingga
menghasilkan media pembelajaran yang benar-benar efektif,
menarik, dan tepat sasaran. Proses revisi yang dilakukan terkait
komentar dan saran validator tersebut akan menghasilkan draf 2.
3.1.8. Naskah Siap Produksi
Setelah revisi dilakukan dan tidak ada revisi lagi, maka
media pembelajaran siap untuk digunakan dalam proses
pembelajaran. Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif
dan data kualitatif. Data kuantitatif penelitian pengembangan ini
adalah penilaian media pembelajaran oleh subjek uji coba
berupa skor 1 sampai 4. Sedangkan data kualitatif berupa
tanggapan yang diberikan oleh validator yang berupa kritikan
maupun saran tentang media belajar yang dikembangkan. Teknik
analisis menggunakan teknik persentase pada persamaan rumus
I dan data keseluruhan dengan rumus II.
x
P=
� 100%……………....…. (I)


P=

∑x
� 100%………………… (II)
∑ xi

Keterangan:
P = Persentase validitas
X = Skor jawaban responden per item
Xi = Skor maksimal per item
Σx = Jumlah skor jawaban responden per item
Σxi = Jumlah skor maksimal per item
3.2. Subyek dan Data Penelitian
3.2.1. Subyek Penelitian
Penelitian pengembangan ini dilaksanakan pada semester
genap tahun ajaran 2016/2017 di SMPA Negeri 15 Surabaya.
Peneliti memilih sekolah tersebut didasarkan pada hasil
observasi pada tahap analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan
menunjukan bahwa pendidik dan peserta didik membutuhkan
media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik dalam menulis cerita pendek dan media yang dijukan yakni
Virtual Reality Adegan Bisu. Sedangkan subjek dalam penelitian
ini adalah para ahli yang menguji kevalidan Virtual Reality
Adegan Bisu yang terdiri ahli media, 2 peserta didik kelas XI
sebagai pengguna untuk melihat kesesua