BAB I - BEDAH DAN PERAWATANNYA.doc

BAB I ANTISEPSIS DAN ASEPSIS Waktu ilmu bedah baru mulai dikenal di Eropa pada abad ke-19, orang belum

  mengetahui adanya mikroorganisme (kuman, virus, riketsia, spora, jamur, dan sebagainya) yang dapat menyebabkan infeksi. Oleh karena itu, cara bekerja secara asepsis dan antisepsis pun belum dikenal, sehingga hampir setiap luka bedah mengalami infeksi dan pernanahan.

  Mikroorganisme baru dikenal setelah Louis Pasteur pada tahun 1857 menemukan adanya kegiatan mikroorgnisme pada proses peragian. Ia menyimpulkan bahwa proses pembusukan disebabkan oleh adanya mikroorganisme. Proses pembusukan pada luka bedah dapat dicegah dengan cara mencegah masuknya mikroorganisme kedalam luka bedah. Mikroorganisme ini, Menurut Posteur, dapat dibunuh dengan cara pemanasan.

  Seorang ahli bedah dari Inggris, Joseph Lister, pada tahun 1867 mencoba mencegah terjadinya pembusukan dan pernanahan dengan cara mematikan organisme dengan asam karbol. Caranya adalah, sebelum melakukan pembedahan, tangan ahli bedah dan pembantunya serta alat-alat bedah dicuci dengan asam karbol.

  Pada saat itulah baru diketahui bahwa infeksi luka bedah dapat dicegah bila kulit dan alat-alat yang dipakai untuk melakukan pembedahan harus dibersihkan lebih dulu dengan larutan pembunuh kuman (desinfektans) dengan cara asepsis dan antisepsis Lister. Sekarang asam karbol sebagi larutan pembunuh kuman sudah tidak dipakai lagi karena dapat merusak jaringan luka bedah sendiri.

  Ada dua macam asepsi yaitu sepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis adalah suatu cara untuk membatasi jumlah pertumbuhan dan penyebaran mikroorganisme, sedangkan asepsis bedah adalah segala usaha untuk membunuh semua mikroorganisme termasuk sporanya dengan cara mekanis dan atau termis pada saat pembedahan akan dimulai. Membersihkan dan mengganti perban pada luka bedah harus dilakukan secara asepsis bedah sehingga mikroorganisme tidak dapat masuk kedalam luka dan tidak terjadi infeksi.

  Antisepsis adalah segala usaha untuk membunuh semua mikroorganisme dengan bahan kimia. Dalam tindakan antisepsis, dikenal pemakaian bahan-bahan kimia seperti asam karbol, yodium tingtur 3 – 5%, alcohol 70%, larutan lisol, larutan sublimate 1%, kalium permanganate 1:10.000, hibiscrub, savlon, hibitane, dettol, resiguard, betadin, phisoHex, dan sebagainya. Jadi, segala usaha untuk memperoleh keadaan suci hama atau steril sebelum operasi adalah tindakan asepsis atau antisepsis. Zat yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme tanpa perlu memusnahkannya disebut zat antiseptic. Sedangkan zat yang dapat membunuh mikroorganisme disebut germisida atau bakterisida.

  INFEKSI

  Tidak semua mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit, demikian pula tidak semua sama ganasnya (virulensinya). Ada lima golongan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan penyakit yaitu kuman bakteri, jamur, protozoa, virus, dan riketsia. Infeksi hanya terjadi bila mikroorganusme yang ganas (pathogen) masuk ke dalam badan.

  Pada saat ini, di rumah sakit besar sering terjadi infeksi kuman nasokomial. Infeksi nasokomial sulit dicegah maupun diobati. Timbulnya pun secara mendadak karena biasanya kuman yang ada di rumah sakit sudah kebal antibiotika dan lebih ganas.

  STERILISASI

  Dalam ilmu bedah, sterilisasi berarti memusnahkan semua mikroorganisme beserta sporanya, sedangkan desinfeksi berarti memusnahkn semua mikroorganisme yang tidak mempunyai spora, misalnya kuman-kuman. Desinfeksi biasanya dilakukan pada pakaian, alat-alat linen, tempat tidur, alat buang air kecil dan besar, dan sebagainya.

  Sterilisasi Termis (Panas)

  Sterilisasi panas dipakai untuk mensterilkan alat-alat bedah, pakaian, dan kain-kain operasi. Sebelum dilakukan sterilisasi panas ini, alat-alat bedah dan perlengkapan dari kain harus dicuci dulu hingga bersih. Sterilisasi panas dapat dilakukan dengan memakai udara kering, uap air, atau air panas.

  Otoklaf adalah salah satu alat yang dipakai dalam sterilisasi panas ini.

  Otoklaf

  Otoklaf adalah suatu bejana yang dapat ditutup mati, yang diisi dengna uap panas dengan tekanan tinggi. Suhu di dalamnya dapat mencapi 115 c hingga 125 c dan tekanan uapnya mencapai 2 hingga 4 atm. Uap yang bersuhu dan bertekanan tinggi itu akan membunuh semua kuman beserta spor yang ada.

  Cara Memakai Otoklaf

  Sebelum peralatan dimasukan ke dalam otoklaf, perlu diperhatikan bahwa: o Semua peralatan harus dicuci bersih dan keringkan. o Semua alat tenun harus dilipat sedemikian rupa agar mudah membukanya, yaitu diusahakan agar pinggir alat tenun berada dipinggir lipatan.

  Susunlah alat-alat tenun diatur agar yang dipakai terlebih dahulu berada di atas.

  o

  Alat tenun untuk keperluan suatu operasi dibungkus menjadi satu, tetapi perlu dijaga agar

  o ukuran bungkusnya tetap dapat masuk dengan mudah ke dalam otoklaf.

  Setelah peralatan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam otoklaf, otoklaf ditutup

  o rapat-rapat dengan mengunci semua sekrupnya.

  o Jika listrik dinyalakan, klep yang ada pada otoklaf akan mengeluarkan udara secara otomatis.

  Setelah suhu mencapai 112 c – 125 c dan tekanan uap telah mencapai 1 – 4 atm, barulah

  o

  dihitung lamanya pemanasan yang dilakukan, bisanya 30 – 60 menit. Sesudah itu listrik dimatikan dan klep dibuka untuk menurunkan tekanan dan suhu didalam otoklaf.

  Sterilisasi dengan Menggunakan Air Panas

  Untuk mensterilkan alat bedah dapat dengan cara merebus. Cara ini dipakai untuk alat-alat operasi kecil dan bila otoklaf tidak ada. Merebus hanya mematikan kuman tetapi tidak untuk membunuh spora karena untuk membunuh spora diperlukan paling sedikit 30 menit setelah air mendidih terus-menerus.

  Sterilisasi dengan Api

  Peralatan bedah dapat pula disterilkan melalui nyala api, terutama bila hendak dilakukan pembedahan kecil dengan cepat. Caranya: Alat-alat bedah dimasukkan kedalama baskom lalu dituangi spiritus bakar secukupnya (5 – 10 ml) kemudian dibakar lalu diangkat.

  Sterilisasi dengan Udara Panas

  Beberapa alat bedah tidak dapat disterilkan dalam otoklaf maupun direbus, misalnya minyak, vaselin, dan talk, maka dipakailah sterilisator kering. Sterilisator kering ini prinsipnya sama dengan oven, tempat orang membakar roti dan kue. Alat-alat disterilkan dengan membunuh kumannya melalui udara panas. Bahan-bahan yang hendak disterilkan dimasukkan ke dalam sterilisator kering, bila suhunya mencapai suhu 160 c ditahan selama 1 jam atau pada suhu 120 c selama 4 jam.

  Sterilisasi Dengan Sinar Ultra Violet

  Dipakai untuk desinfeksi kulit dan luka bedah.

  5. Suhu.

  Ada jasad renik yang mudah sekali dibunuh, ada pula yang sulit. Jasad renik yang sulit dibunuh adalah: virus hepatitis, basil TBC, dan basil yang berspora.

  4. Jenis jasad renik.

  Beberapa kuman sudah mati setelah 30 menit berada dalam desinfektans, tetapi ada pula yang baru mati setelah beberapa jam atau beberapa hari.

  3. Waktu.

  Makin pekat larutan yang dipakai makin kuat daya kerjanya, kecuali alcohol, yang terkuat adalah yang berkonsentrasi 70%. Akan tetapi, beberapa bahan dapat merusak jaringan pada konsentrasi yang tinggi.

  2. Kepekatan.

  Adanya darah, nanah, minyak, dan kotoran dapat melemahkan daya kerja desinfektans.

  Hal-Hal yang Dapat Mempengaruhi Daya Kerja Desinfektan 1. Kebersihan.

  7. Betadin.

  Sinar ultra violet sering dipakai untuk mensterilkan kamar bedah. Akan tetapi perlu diingat bahwa sinar ultra violet tidak dapat menembus butir karena sinar itu dipantulkan. Oleh karena itu, sebelumnya ruangan harus dipel sampai kering. Bila menyinari secara terus- menerus, sinar ultra violet dapat merusak kulit dan mata.

  6. Resiguard Sebagai ntiseptik dan desinfektans.

  Larutan phisoHex dipakai untuk mencuci tangan ahli bedah dan pembantunya, membersihkan kulit pasien yang akan dioperasi.

  5. PhisoHex.

  Dipakai untuk desinfeksi alat-alat rumah sakit, menyimpan alat-alat steril, membersihkan kulit sebelum operais, membersihkan luka sayat dan luka baker.

  4. Larutan savlon.

  Dipakai untuk menyimpan alat-alat steril dan untuk menyikat atau mencuci tangan ahli bedah dan pembantunya serta membersihkan kulit sebelum operasi.

  3. Larutan hibitane 5%.

  2. Larutam sublimate 1/1000.

  Zat kimia yang dapat dipakai adalah: 1. Uap formalin. Tablet formalin dimasukkan kedalam tempat yang hendak disterilkan.

  Sterilisasi Dengan Zat Kimia (Desinfektan)

  Suhu yang tinggi lebih mudah membunuh jasad renik, tetapi biasanya desifektans dipakai pada suhu kamar. Mensterilkan Sarung Tangan

  Sarung tangan dapat disterilkan dengan uap formalin atau dengan otoklaf. Sebelum sarung tangan disterilkan, terlebih dahulu harus dibersihkan dengan jalan mencuci dengan air dan sabun. Sarung tangan yang terkena nanah, setelah dicuci bersih,dibersihkan lagi dengan lison 0,5% atau larutan betadin ( 1 gelas air ditambah 1 sendok teh betadin ). Setelah dibilas dengan air bersih, keringkan dan periksa apakah ada yang bocor atau tidak. Yang bocor dipisahkan. Sarung tangan yang telah bersih itu dikiringkan dengan kain bersih, baik luar maupun dalamnya. Setelah kering, bagian luar dan dalam diberi talk, dilipat, dan dimasukkan sepasang (kiri dan kanan) kedalam kantong sarung tangan, dengan terlebih dahlu diberi ukuran dan dimasukkan pula tambahan talk yang dibungkus dengan kasa kecil.

  Bila hendak memakai uap formlun, sarung tangan yang telah siap, dimasukkan kedalam tromol atau stoples, lalu dimasukkan beebrapa tablet formalin. Sarung tangan baru suci hama (steril) setelah terkena uap formalin paling sedikit 24 jam. Sebaiknya disediakan beberapa buah stoples atau tromol agar selalu ada sarung tengan yang steril. Sarung tangan dapat pula dimasukkan ke dalam otoklaf untuk disterilkan. Sarung tangan yang baru keluar dari otoklaf, talknya menjadi basah sehingga memerlukan beberapa waktu untuk mengeringkan talk itu.

BAB II PERSIAPAN DAN PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI PERSIAPAN MENTAL Pasien yang akan dioperasi biasanya menjadi agak gelisah dan takut. Perasaaan

  gelisah dan takut kadang-kadang tidak tampak jelas. Tetapi kadang-kadang pula, kecemasan itu dapat terlihat dalam bentuk lain. Pasien yang gelisa dan takut sering bertanya terus- menerus dan berulang-ukang, walaupun pertanyan telah dijawab. Ia tidak mau berbicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi berusaha menghalihkan perhatiannya pada buku. Atau sebaliknya, ia bergerak trus-menerus dan tidak bisa tidur.

  Perawat mempunyai tugas untuk menjelaskan apa yang akan dihadapi pasien jika ia akan dioperasi. Pasien sebaiknya diberi tahu bahwa selama diopersi ia tidak akan merasa sakit karena ahli bius akan selalu menemaninya dan berusaha agar selama operasi berlangsung, penderita tidak akan merasa apa-apa. Perawat harus mau mendengarnya semua keluhan dan sekaligus memperhatikan semua keperluan pribadi pasien. Perlu menjelaskan kepada pasien bahwa semua oparasi besar memerlukan transfuse darah untuk mengganti darah yang hilang selama operasi dan tranfusi darah bukanlah berarti keadaan sangat gawat. Perlu pula dijelaskan bahwa besok pagi pasien akan dibawa ke kamar operasi dan diletakkan di meja operasi, yang berada tepat dibawah lampu yang sangat terang, agar okter bedah dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Beritahu pula bahwa sebelum operasi dimulai, pasien akan dianestesi umum, lumbal, atau local.

PERSIAPAN FISIK

  Makanan

  Pasien yang akan dioperasi diberi makanan yang berkadar lemak rendah, tetapi tinggi karbohidrat, protein, vitamin, dan kalori. Pasien yang kadar protein darahnya rendah, biasanya akan mengalami syok bila dibius dan dioperasi.

  Untuk mempertahankan masuknya makanan di dalam tubuh sampai saat operasi tiba dan segera setelah operasi, pasien perlu diberi makanan secara parenteral atau sering pula disebut di infuse. Ini perlu dilakukan karena sewaktu pasien di bawa ke kamar bedah, perutnya dalam keadaan kosong. Keadaan perut kosong diperlukan bila operasi dilakukan dengan pembiusan umum memakai gas yang di isap. Gas yang dipakai bisa merangsang batuk, sehingga pasien bisa tercekik dan muntah. Muntahan isi lambung ini bisa masuk keparu-paru. Tercekik isi lambung (aspirasi) ini dapat menyebabkan kematian di meja operasi.

  Pasien harus puasa 12 – 18 jam sebelum operasi di mulai. Jika operasi dilakukan secara darurat dan pasien tak sempat puasa terlebih dahulu, harus diusahakan agar pasien dapat memuntahkan isi perutnya. Pasien yang dipuasakan selama 18 jam akan mengalami dehidrasi bila tidak diberi cairan dan makanan secara parenteral. Untuk itu, turutilah perintah ahli bedah, infus apa yang harus diberikan.

  Lavamen/Klisma

  Klisma dilakukan untuk mengosongkan usus besar agar tidak mengeluarkan faeces di meja operasi.

  Kebersihan Mulut

  Mulut harus dibersihkan dan gigi disikat untuk mencegah terjadinya infeksi terutama bagi paru-paru dan kelenjar ludah. Gigi palsu yang bisa dilepaskan harus dilepas dan disimpan.

  Mandi

  Sebelum dioperasi, pasien harus mandi atau dimandikan. Kuku disikat dan cat kuku harus dibuang agar ahli bius dapat melihat perubahan warna kuku dengan jelas.

  Rambut harus dicuci dengan sampo karena setelah dioperasi, pasien berada dalam keadaan kesakitan sehingga tidak dapat mencuci rambut dalam beberapa hari. Pasien dalam keadaan syok, yang akan dioperasi darurat tidak boleh dimandikan atau dicuci rambutnya.

  Daerah yang Akan Dioperasi

  Tempat dan luasnya daerah yang harus dicukur tergantung dari jenis operasi yang akan dilakukan. Pada operasi laparatomi atau histerektomi yang akan membuka dinding perut, kulit perut harus dibersihkan. Bulu kemaluan dan bulu kulit perut dicukur bersih. Pada operasi kepala, diusahakan mencukur rambut seperlunya dan alis mata tidak boleh dicukur karena tumbuhnya lama. Rambut yang tidak dicukur, dicuci dengan sampo dan antiseptic. Pusar harus dibersihkan dengan kapas yang dicelupkan ke dalam bensin untuk melarutkan lemak di dalamnya.

  Isterahat dan Tidur Malam sebelum dioperasi, diusahakan agar pasien dapat isterahat dan tidur nyenyak.

  Perasaan nyeri dapat mengganggu pasien. Bila perlu, diberi satu tablet parasetamol dan pasien yang tidak bisa tidur diberi satu tablet luminal.

  Sebelum Masuk Kamar Bedah

  Persiapan fisik pada hari operasi, seperti biasa harus diambil catatan suhu, tensi, nadi, dan pernapasan. Bila suhu meningkat, perawat harus melaporkan kepada dokter melalui kepala bangsal. Sewaktu mengukur suhu, perhatikan pula apakah pasien kedinginan, sakit perut, atau sesak napas. Operasi yang bukan darurat, bila ada demam, penyakit tenggorakan, atau sedang haid, biasanya ditunda oleh ahli bedah atau ahli anestesi.

  Paien yang dioperasi harus dibawa tepat pada waktunya. Jangan dibawa ke kamar tunggu terlalu cepat, sebab terlalu lama menunggu tibanya waktu operasi, akan menyebabkan pasien gelisah dan takut.

  Pagi-pagi pasien disuruh mandi. Rambut diikat dan rambut wanita yang panjang dikuncir dan diperiksa apakah ada kutunya. Tidak boleh pakai jepit rambut. Setelah rambut dirapihkan, ditutup dengan kain bersih atau topi bedah. Baju pasien diganti baju khusus untuk operasi. Barang berharga seperti uang, jam tangan, cincin, giwang, gelang, dan anting- anting haru dilepaskan dan disimpan dengan baik atau diserahkan kepada keluarganya.

  Sebelum dibawa kekamar bedah, pasien disuruh buang air kecil (kencing) agar tidak membasahi meja operasi atau tersayat kandung kencingnya sewaktu membuka dinding perut. Bila pasien tidak bisa kening karena ketakutan, maka perlu dikateter.

  Sebelum pembiusan dimulai, gigi palsu harus dilepaskan agar tidak tertelan. Kaca mata harus dibuka sebelum operasi dimulai.

  Premedifikasi

  Premedifiksi yang sering dipakai ialah morfin-atropin yaitu 10 mg morfin ¼ mg atropine. Morfin gunanya untuk mengurangi perasan sakit, sedangkan atropine untuk mengurangi sekresi dari mulut dan saluran pernapasan. Kerugian morfin ialah menyebabkan mual, mual dan menghilangkan nafsu makn. Suntukan morfin-atropin biasanya diberikan 30 menit sebelum operasi dimulai. Obat premedifikasi lain adalah BDP (antimuntah) 2,5 mg, petidin atau valium (penenang). Sehabis suntikan premedifikasi, biasanya pasien measa pusing, sehingga sewaktu sewaktu dibawa kekamar bedah ada kemungkinan terbentur dinding gang (koridor). OLeh karena itu, harus dijaga.

  Pencatatan Sebelum Operasi

  Semua tindakan penting yang dilakukan pada pasien harus dicatat, misalnya sudah dilakukan lavamen pukul berapa, jumlah kencingnya berapa millimeter. Premedifikasi obat apa dan pukul berapa diberikan. Catat juga bila penderita mempunyai gigi palsu dan lain-lain yang dianggap perlu.

  Pasien di Kamar Bedah

  Pasien yang datang dari bangsal untuk dioperasi, dibawa langsung ke kamar bius dan disambut ramah dengan menyebut nama pasien, sehingga pasien merasa diperhatikan secara khusus.

  Kamar tunggu pasin sebelum operasi haruslah tenang dan tidak boleh terdengar suara- suara dentingan unstrumen, alat bedah, atau percakapan paien lain yang bersifat menakutkan. Bila memungkinkan, di kamar tunggu pasien dimainkan musik yang berirama tenang.

  Air muka perawat yang bekerja di kamar bedah haruslah cerah. Jangan dibuat sikap yang tegang atau menyeramkan walaupun mengetahui operasi yang dilakukan itu berbahaya. Sedapat mungkin, dikamar tunggu selalu ada seorang perawat yang menjaga pasien-pasien.

  Bila ada sesuatu yang mau dibicarakan dengan pasien, lakukanlah dengan tenang dan perlahan agar pasien lain tidak mendengarkannya.

  PERSIAPAN INSTRUMEN

  Jenis instrument yang akan dipakai tergantun jenis operasi yang akan dilakukan. Dirumah sakit besar yang banyak melalukan operasi terdapat beberapa kamar operasi.

  Alat-alat bedah yang dipakai dibungkus dengan kain dan disterilkan dalam bungkusan, misalnya untuk laparatomi, untuk seksiosesaria, untuk operasi mata, atau untuk operasi mastoid mempunyai bungkusan tersendiri yang telah diberi nama tiap bungkusnya. Penyediaan jenis benang dan kat gut disesuaikan pula dengan jenis operasi.

  Baju steril untuk dokter dan pembantunya harus sudah di meja tersendiri. Juga disiapkan cairan antiseptic untuk membersihkan kulit yang akan disayat. Instrumen dasar yang diperlukan pada semua operasi adalah sebagai berikut:

  1. Tangkai pisau (scalpel) dengan pisau yang dapat ditukar --- 1 buah

  2. Pengait luka Langenbeck --- 2 buah

  3. Pengait luka Tritsch, tumpul, lebar --- 2 buah

  4. Pengait luka Middledorpf, 2 besar 2 kecil --- 4 buah

  5. Pengait Trakea dari Luer, dubbel --- 2 buah

  6. Pengait luka, bergerigi tajam satu --- 2 buah

  7. Pengait luka: 2 bergerigi enam, 2 bergerigi empat, tajam --- 4 buah

  8. Spekulum dinding perut Doyen (Buikwandspeculum) --- 1 buah

  9. Pipa pengisap --- 1 set

  10. Pinset Sirurgis --- 2 buah

  11. Pinset anatomi biasa --- 4 buah

  12. Pinset anatomi 20 cm --- 1 buah

  13. Blad sonde Myrten --- 1 buah

  14. Sleuf sonde --- 1 buah

  15. Sonde berpentol dua --- 1 buah

  16. Krod sonde Kocher --- 1 buah

  17. Sendok tajam Volkman --- 1 buah

  18. Spatel ---1 buah

  19. Jarum bertangkai kiri dan kanan (Onderbindingsnaalden Deschamps) --- 2 buah

  20. Korentang --- 1 buah

  21. Gunting Metzenbaum 18 cm, gunting Krod sonde dari Schoemaker, Mayo bengkok, Mayo lurus (untuk jahitan) --- 5 buah

  22. Peniti --- 4 buah

  23. Penjepit nadi dari Kocher, tanpa gigi (Arterieklem) --- 2 buah

  24. Penjepit kain dari Backhaus --- 4 buah

  25. Klem peritoneum Schindler --- 4 buah

  26. Pengantar jarum (Naald Voerder) dari Mathieu dan Hegar-Ochsner --- 3 buah

  27. Kotak berisi jarum-jarum --- 1 buah

  28. Penjepit nadi Kocher --- 6 buah

  29. Penjepit nadi bengkok dari Dandy --- 6 buh

  30. Penjepit nadi halus dengan gigi --- 4 buah

  31. Penjepit kasa pengisap darah (depper) ---- 3 buah

  32. Mangkok kecil dari logam --- 3 buah Selain alat-alat tersebut diatas, pada operasi khusus masih diperlukan beberapa alat tambahan.

  

BEBERAPA CONTOH OPERASI DENGAN INSTRUMEN YANG

DIPERLUKAN Operasi Buka Perut

  Operasi buka perut disebut laparatomi. Alat yang akan dipakai adalah: 4 pinset anatomis, 2 pinset sirurgis, 2 klem peritoneum, 1 gunting bengkok tumpul, 2 gunting lurus, 18 klem arteri besar, 12 klem arteri kecil, 1 retraktor (pembuka) dinding abdomen aotomatis, 1 set retractor biasa, klem jaringan, duk klem, jarum aneurisma, jarum biasa, pemegang jarum (naald voerder/needle holder).

  Selain alat-alat bedah tersebut, masih ada alat-alat lain yang diperlukan sesuai dengan jenis operasi, misalnya pada jenis operasi ileus yang kemungkinan harus memotong dan menyambung usus harus ditambah 2 klem khusus yang mengeper untuk usus, 2 klem kecil keras untuk mengencet usus.

  Untuk operasi kandung empedu masih perlu spoit 20 ml dengan jarum eksplorasi, 4 pasang klem cholesistektomi, sonde Moynihan, klem usus kecil, klem batu empedu, jarum lengkung kecil untuk peritoneum, kateter karet no. 6 – 12, selang drain yang berbentuk T.

  Seksio Alta

  Operasi membuka kandung kencing disebut seksio alta. Untuk mengeluarkan batu di vesica urinaria diperlukan alat bedah: 2 skapel, 2 pinset anatomis, 2 pinset sirurgis, gunting, 12 klem arteri, 2 buah retractor, duk klem, jarum, naad voerder, diatermi, dan pompa pengisap. Untuk mengangkat batu dipakai klem litotomia.

  Hemoroidektomi

  Operasi membuang ambeien/wasir disebut hemoroidektomi. Alat yang diperlukan: duk klem, skapel, gunting bengkok dan lurus tumpul, 2 pinset anatomis, 2 pinset sirurgis, 3 klem hemoroidektomi, benang sutera, 4 lembar kasa bulat panjang, veselin, benang kat gut.

  Tonsilektomi

  Operasi yang mengangkat tonsil yang membesar disebut tonsilektomi. Ada 2 macam cara operasi tonsil yaitu: dengan guillotine dan dengan cara mengupas.

  Operasi dengan guillotine:

  Alat yang dipakai adalah: 1 pembuka mulut (month spreder), guillotine tonsil, klem pemegang kasa, naald voerder, jarum, benang kat gut, dan pompa pengisap darah.

  Dengan cara mengupas

  Alat yang diperliukan adalah: pembuka mulut, tong spatel, 2 klem tonsil, 4 klem arteri bengkok panjang, 6 klem pemegang kasa, gunting bengkok, pengupas tonsil, jarum, naald voerder, pisau khusus, vaselin, kawat tonsil, duk klem, klem kasa, pompa penyedot. Bila adenoid hendak diangkat sekaligus, ditambah kuret adenoid.

  Meja Operasi

  Meja operasi dibuat sedemikian rupa sehingga mudah meletakkan pasien dalam berbagai sikap operasi. Sewaktu meletakkan pasien dalam sikap tertentu harus dijaga agar tidak menekan saraf besar, sehingga tidak menimbulkan kelumpuhan. Lengan pasien bisa lumpuh bila tergatung dan tertekan pada sisi meja operasi. Sikap Trendelenburg dapat merusak pleksus bronkhialis bila lengan terjepit.

  Pasien diletakkan diatas meja operasi dalam sikap terlentang, pergelangan tangan diikat agak longgar disamping pantat. Pergelangan kedua lutut diikat dengan tali lebar yang melingkar sampai ke bawah meja operasi. Ikatan ini pula dipasang agak longgar.

PERAWATAN SESUDAH OPERASI

  Sesudah pasien dioperasi, harus diusahakan agar keadan pasien pulih kembali seperti semula. Selesai dioperasi, pasien harus segera diangkat dan dipindahkan ke ”recovery room”. Sewaktu mengangkat pasien, harus diperhatikan luka operasi.

  Pasien yang dioperasi lehernya, harus dijaga agar kepala dan badan diangkat serentak, sehingga tidak merenggangkan luka jahitan. Pada operasi ginjal diusahakan agar tidak mengangkat dari sisi jahitan luka.

  Harus pula diigat bahwa memindahkan pasien dari sikap litotomia menjadi sikap horizontal, dari sikap miring ke terlentang, dari tengkurap ke terlentang dapat menimbulkan hipotensi, sehingga setiap perubahan sikap yang lama harus dilakukan secara perlahan-lahan dan hati-hati

  Memindahkan pasien dari kamar bedah merupakan tanggung jawab ahli bius dibantu oleh perawat bedah. Rumah sakit yang mempunyai ICU (Intensive CareUnit) akan merawat pasien yang membutuhkan perawat khusus di ICU. Pasien pascabedah yang telah keluar dari ”recovery room” tetapi masih memerlukan perawatan khusus lebih lanjut, dapat dimasukkan ke ICU. Semua alat yang diperlukan harus berada diICU, misalnya tabung oksigen, laringoskop, trakheostomiset, kateter, pompa penyedot, tensi meter, stetoskop, standar infuse set, plasma ekspander, peralatan cardiac arrest, defibrillator, turniker, obat-obatan yang perlu untuk mengatasi keadaan darurat.

  Tempat tidur pasien dalam ”recovery room” harus mudah dipindahkan, enak, dan aman dipakai. Seorang perawat di kamar bedah wajib mengetahui operasi yang akan dilakukan terhadap pasien, mengetahui kesulitan apa yang terjadi selama operasi, dan apakah ada tanda-tanda keganasan. Perawat perlu mengetahui keadaan pasien sebelum dan pada saat operasi, serta komplikasi apa yang timbul selama operasi.

RUANG PEMULIHAN

  ”Recovery room” adalah suatu ruangan yang terletak dekat kamar bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anestesi dan ahli bedah sendiri, sehingga bila timbul keadaan gawat pascabedah, pasien dapat segera diberi pertolongan.

  Selama belum sadar betul, pasien dibiarkan tinggal di ”recovery room”. Pasien sehabis operasi, harus diberikan perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang ahli dan berpengalaman.

  Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang dan alat-alat yang tidak berguna disingkirkan. Sebaliknya semua alat yang diperlukan harus berada di ”recovery room”. Peredaran udara harus lancar dan suhu kamar harus sejuk. Di daerah panas di pasang AC.

  Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah sudah bagus dan mantap, pernapasan lancar dan kesadaran sudah cukup, barulah pasien dipindahkan ke kamar semula.

  Tugas Perawat ”Recovery Room”

  1. Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernapasan setiap 15 menit, lalu setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik, pemeriksaan dapat diperlambat, tekanan darah diperiksa sesuai dengan perintah. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukanlah setiap 30 menit sekali. Bila tensi sistolik kurang dari 90 per menit dan pernapasan kurang dari 16 kali per menit atau lebih dari 30 kali per menit, perlu segera di laporkan pada dokter. Perhatikan pula apakah ada tanda-tanda syok, perdarahan, dan menggigil.

  2. Infus, kateter, drain yang terpasang perlu juga diprhatikan.

  3. Jagalah agar saluran pernapasan tetap lancar. Pasien yang muntah dimiringkan kepalanya, lalu bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila perlu, sedot sisa muntahan dari Tenggo rokan dengan pompa penyedot.

  4. Pasien yang belum sadar, jangan beri bantal agar tidak menyumbat saluran pernapasan.

  Bila perlu, dapat di pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala berada dalam sikap mendongkak. Pada pasien laparatomi, bengkokkan sedikit lututnya agar dinding perut menjadi lemas dan tidak merenggang jahitan luka.

  5. Usahakan agar pasien bersikap tenang dan enak.

  6. Bila ada hal-hal yang meragukan, jangan segan-segan menanyakan kepada dokter.

  Demikian juga jangan segan melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu termasuk gejala yang tidak berbahaya daripada tidak melaporkan gejala yang sebenarnya berbahaya.

  Pasien sadar kembali

  Pada saat pasien sadar, biasanya dia akan menanyakan hasil operasinya dan mulai merasa nyeri pada luka operasi. Bila keadaan memungkinkan, izinkanlah keluarganya menjenguk sebentar, sehingga mereka tenang dan pasien merasa aman.

PERAWATAN PASIEN PASCABEDAH DI BANGSAL

  Untuk mengurangi perasaan sakit, dapat diberi suntikan analgetik sesuai dengan perintah dokter. Jelaskan pada pasien bahwa sakit luka akan berkurang setelah 24 jam. Untuk mengurangi perasaan nyeri, lakukanlah usaha sebagai berikut:

  1. Ubah sikap Beri tambahan bantal dan ganjallah pinggang pasien dengan bantal.

  2. Napas dalam-dalam Untuk mencegah komplokasi paru-paru akibat pembiusan, suruhlah pasien menarik napas dalam-dalam. Bila pasien merasakan ada lendir yang menyumbat tenggorokannya, suruhlah dia batuk agar lendir dapat keluar.

  3. Cuci muka dan tangan pasien Mencuci muka dan tangan pasien akan menyejukkan perasaan pasien yang baru di operasi.

  4. Basahi bibir Bila pasien belum di izinkan minum, basahilah bibir dengan kapas basah.

  5. Gosok pinggang pasien dengan alkohol atau odokolonye (eau de cologne).

  Pinggang dan tungkai bila di olesi dengan alkohol atau odokolonye akan terasa enak.

6. Bila pasien sudah platus, berilah minum sesendok air putih

  7. Buang air kecil Pada umumnya operasi di daerah perut dan operasi kebidanan, setelah 8 – 10 jam pasien disuruh buang air kecil sendiri. Usahakan agar pasien buang air kecil sendiri. Bila perlu, siram dengan air dingin, kompres hangat, atau mengubah sikap tidur pasien. Seandainya semua usaha itu gagal dan pasien sudah merasa kesakitan karena kandung kemihnya penuh, barulah dilakukan kateterisasi urine. Semua air seni yang keluar harus di ukur jumlahnya.

  8. Buang air besar Setiap buang air besar harus dicatat. Bila pasien tidak buang air besar selama 2 hari, perlu dilakukan klisma dengan gliserin hangat. Jangan di beri obat pencuci perut, terutama pada pasien pasca laparatomi.

  9. Sikap tidur pasien Sikap tidur pasien perlu diperhatikan agar tidak terjadi komplikasi paru-paru yang tidak dapat berkembang dengan baik dapat menimbulkan pneumonia; pantat yang tidak bergerak-gerak dapat menimbulkan dekubitus karena peredaran darah terganggu. Semuanya itu dapat memperlambat penyembuhan operasi.

  Mobilisasi Pasien Pascabedah

  Hampir pada semua jenis operasi, setelah 24 – 48 jam, pasien dianjurkan meninggalkan tempat tidur. Tujuan mobilisasi (duduk dan jalan) yang cepat adalah untuk mengurangi komplikasi pasca bedah, terutama atelektasis dan pneumonia hipostatis. Buang air kecil (bak) dan buang air besar (bab) juga akan lebih cepat terjadi spontan. Luka operasi lebih cepat sembuh bila pasien cepat jalan. Perasaan sakit pertama jalan memang lebih terasa, tetapi nyeri luka itu ternyata lebih cepat menghilang pada pasien yang berjalan dalam waktu 24 – 48 jam pasca bedah.

  Pada umumnya usus-usus akan bekerja seperti biasa dalam waktu 2 – 3 hari, hal ini dapat diperiksa dengan adanya bising usus dan flatus. Pasien yang sakit keras dengan keadaan umum yang lemah dan jelek, di izinkan tidur lebih lama. Mobilisasi pasien demikian dilakukan secara bertahap, mula-mula diberikan bantal lebih tinggi, keesokan lagi di izinklan berdiri di samping tempat tidur beberapa menit. Bila cukup kuat, belajar jalan bebrapa langkah dan akhirnya berjalan tanpa di jaga perawat.

  Pasien yang memerlukan tidur lebih lama disuruh menarik napas dalam-dalam agar paru-paru dapat berkembang dengan baik. Lengan, kaki, dinding perut, dan otot pantat di gerak-gerakkan. Latihan otot demikian diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

  Luka operasi tetap di jaga agar tetap asepsis, terutama sewaktu mengganti perban.

  Makanan

  Bila pasien tidak di izinkan makan dalam waktu yang lama, dokter akan mmrintahkan pemberian makanan melalui parenteral. Biasanya cairan infuse itu mengandung asam amino, glucose dan garam mineral, kadang-kadang diperlukan juga transfuse darah.

  Operasi yang tidak menyangkut perut seperti mastektomi, tiroidektomi, herniotomi, dan amputasi boleh diberi makanan biasa setelah bising usus terdengar. Pada hari-hari pertama sebaiknya di beri dalam bentuk bubur dulu. Bila tidak tampak gejala apa-apa, barulah di beri nasi.

  Muntah

  Pasien yang di bius dengan eter biasanya pada hari-hari pertama, merasa mual dan muntah. Muntah dapat timbul bila diberi minum atau makan sebelum bising usus terdengar, sehingga cairan dan makanan tertimbun di lambung. Muntah yang terjadi sesaat penderita sadar, biasanya karena pasien banyak menelan lendir dan ludah selama pembiusan. Umumnya akan hilang sendiri dalam beberapa jam. Muntah yang terjadi sepanjang hari, mungkin disebabkan pengaruh obat bius, usus lumpuh, sehingga cairan tertimbun di lambung. Untuk menghentikan muntah demikian di masukkan slang melalui lubang hidung, lalu cairan dari lambung di sedot sebanyak mungkin. Muntah dapat pula timbul karena tidak tahan terhadap obat.

  Muntah yang berlangsung beberapa hari, mungkin disebabkan ada sumbatan (obstruksi usus), lambung mendadak melebar, gangguan ginjal, sehingga terjadi uremi, perdarahan di lambung, dan peritonitis.

  Perut Gembung Operasi yang membuka dinding perut, paling sering menyebabkan gembung perut.

  Hal ini disebabkan kelumpuhan usus selama 1 atau 2 hari. Dengan adanya kelumpuhan usus walaupun tidak diberi minum, cairan lambung yang biasa dikeluarkan akan tertimbun, sehingga menyebabkan perut gembung. Udara yang ditelan pula menyebabkan perut gembung.

KOMPLIKASI PASCA BEDAH

  Perdarahan

  Perdarahan dapat terjadi pada saat operasi atau beberapa jam setelah operasi. Hali ni disebabkan tekanan darah, yang selama operasi agak turun, beberapa jam setelah operasi menjadi normal kembali, sehingga sumbatan darah terlepas, dengan demikian terjadilah perdarahan. Mungkin pula terjadi perdarahan karena ikatan kat gut pada pembuluh darah terlepas karena ikatannya kurang keras atau terjadi infeksi.

  Bila terjadi perdarahan, segera lapor kepada dokter bedah. Sementara menunggu tibanya dokter, perdarahan yang berasal dari permukaan dapat dicoba dihentikan dengan jalan menekan dengan kasa steril. Bila perdarahan banyak sekali, pasanglah infuse plasma expander (dextran) lebih baik lagi bila ada transfuse darah.

  Syok (shock)

  Salah satu komplikasi pasca bedah yang gawat dan dapat membawa kematian adalah syok, dengan penyebab sebagai berikut:

  1. Kehilangan darah terlalu banyak.

  2. Terjadi vasodilatasi yang disebut syok neurogen.

  3. Gangguan fungsi jantung.

  4. Syok vasogen yaitu terjadi pelebaran pembuluh darah kapiler sehingga seakan-akan pembuluh darah menjadi lebih besar di bandingkan dengan pembuluh darah yang tersedia. Syok anafilaksis sering berifat vasogen.

  

5. Syok bakteremi atau syok toksik, terjadi karena perubahan dinding endotel kapiler

sehingga cairan dalam kapiler menembus ke jaringan sekitarnya.

  6. Syok psikis dapat terjadi bila pasien sangat ketakutan, kesakitan yang hebat, atau keadaan emosi yang hebat.

  Gejala syok Semua syok, apa pun penyebabnya menimbulkan gangguan pada peredaran darah.

  Kulit menjadi pucat dan dingin, bibir membiru, nadi cepat dan halus, pernapasan cepat dan dangkal, dan suhu badan menurun. Tekanan sistolik turun dibawah 90 mmHg dan diastolic di bawah 60 mmHg.

  Pengobatan syok

  Pengobatan syok harus berdasarkan penyebabnya. Pengobatan terbaik adalah mencegah terjadinya syok, dengan jalan mengadakan persiapan operasi yang teliti dan baik. Bila terjadi banyak perdarahan, cepat beri transfuse darah. Transfusi darah diberikan secepat mungkin sebab bila diberikan terlalu lama, keadaan syok tidak dapat diperbaiki lagi

  (irreversible). Pada operasi darurat, bila darah tidak dapat di peroleh dalam waktu singkat, untuk sementara diberi expander plasma (dextran); atau ringer bila tidak ada expander plasma. Oksigen diperlukan karena pada pasien syok terjadi pula anoksia. Syok yang timbul karena perasaan sakit, harus dihilangkan perasaan sakitnya itu dengan menyuntukkan morfin dan lain-lain. Adrenalin dapat meninggikan tekanan darah untuk sementara dan cepat.

  Gangguan Paru-Paru Bronkhitis Penderita batuk dengan mengeluarkan banyak lendir, tetapi tidak disertai demam.

  Bronkopneumonia

  Penderita batuk dengan mengeluarkan banyak lender yang disertai demam tinggi, nadi cepat, serta pernapasan cepat dan dangkal.

  Emboli paru-paru

  Emboli adalah suatu gumpalan yang terdapat didalam peredaran darah dan akhirnya menyumbat pembuluh darah. Gumpalan itu bisa terjadi dari darah, kuman atau lemak. Emboli paru-paru menyebabkan perasaan sakit yang hebat dan mendadak di dada, menjadi sesak napas, membiru dan ketakutan akan mati, pupil melebar, keringat dingin, dan nadi cepat. Kematian dapat timbul dalam waktu beberapa menit. Berikan segera oksigen dan segera laporkan kepada dokter bedah.

PERAWATAN LUKA OPERASI

  Luka perlu di tutup dengan kasa steril, sehingga sisa darah dapat diserap oleh kasa tadi. Dengan menutup luka itu kita mencegah terjadinya kontaminasi (kemasukan kuman), tersenggol, dan memberi keprcayaan pada pasien bahwa lukanya di perhatikan perawat.

  Sehabis operasi, luka yang timbul langsung ditutup dengan kasa steril selagi dikamar bedah dan biasanya tidak perlu diganti sampai di angkat jahitannya, kecuali bila terjadi perdarahan sampai darahnya menembus ke atas kasa, barulah diganti dengan kasa steril, atau bila ada perintah khusus dari dokternya. Sewaktu mengganti kasa lama dengan yang baru, perhatikan betul agar di kerjakan secara asepsis supaya tidak terjadi infeksi. Mengganti perban sebaiknya dilakukan sebelum jam kunjungan keluarga. Bila ada gordyn, tutuplah gordyn itu. Pada pasien yang lukanya berbau, membersihkan dan mengganti perban sebaiknya di lakukan dikamar balut agar teman sekamarnya tidak terganggu.

  Jahitan luka biasanya di buka setengahnya pada hari kelima dan sisanya di buka pada hari keenam atau ketujuh, kecuali bula ada perintah lain dari dokternya. Plester harus dilepaskan sejajar dengan kulit, jangan diangkat tegak lurus agar pasien tidak merasa sakit. Dapat pula dipakai cairan pelepas plester, misalnya bensin iodine, dan cairan gas semprot. Plester dan kasa lama diangkat dengan pingset (tidak usah steril) lalu di buang ke dalam kantong untuk di bakar supaya tidak terjadi penularan kuman.

  Perlengkapan untuk mengganti perban terdiri dari: pinset anatomis, gunting tumpul, gunting perban, kasa steril, perban steril, plester, cairan pelepas plester, cairan antiseptic, bengkok, kantong untuk membuang kasa dan plester kotor.

  Bila telah tiba waktunya membuka jahitan, bersihkanlah luka dan kulit sekitarnya dengan antiseptic, peganglah ujung benang dengan pinset anatomis steril, lalu guntinglah benang itu tepat dibawah ikatan, sehingga benang yang berada di luar tidak masuk ke dalam luka sewaktu benang di angkat.

BAB III ANESTESI Anestesi atau pembiusan merupakan pembantu operasi yang sangat penting karena

  tanpa anestesi tidaklah mungkin dilakukan pembedahan. Obat yang dipakai merupakan zat kimia untuk menekan pekerjaan jaringan saraf sentral, memblok atau bekerja pada ujung saraf.

  Ada 2 macam anestesi, yaitu anestesi umum dan anestesi local (setempat). Anestesi local dibedakan lagi menurut tempat diberikan anestesi, yakni anestesi apinal, epirudal, paravertebral, blok cabang saraf, dan permukaan kulit (topical).

  Setiap anastesi harus memenuhi dua syarat, yaitu menghilangkan refleks dan melemaskan otot, sedangkan pada bius umum diperlukan pula untuk menghilangkan kesadaran.

  ANESTESI UMUM (BIUS) Obat untuk anestesi umum ada yang berupa gas dan ada pula yang berupa cairan.

  Cara pemberian obat bius dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu melalui isapan gas obat bius, menyuntikkan cairan obat bius, dan memasukkan obat bius ke dalam rectum.

  Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke jaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa induksi harus di beri cukup banyak obat bius karena sebagian obat bius beredar pula di dalam darah dan tinggal di dalam jaringan tubuh. Setelah semua jaringan badan terisi penuh obat bius, barulah pemberian obat bius dapat diperkcil agar keadaan pembiusan dapat di pertahankan.

  Tahapan pembiusan

  Kedalaman anestesi umum di bagi dalam 4 stadium, yaitu stadium I, II, III, dan IV, sedangkan stadium III dibagi dalam empat plein (plane).

  Stadium I atau stadium Analgesia

  Stadium ini tercapai pada saat pasien menghirup obat bius. Saat ini pasien merasa pusing dan seakan-akan melayang, Telinga merasa berdenging, dan bising. Kesadaran pasien masih ada, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa, merasa seakan-akan seluruh badan lumpuh, pasien menjadi sangat perasa terhadap suara, suara bisikan terdengat sebagai teriakan yang menggaum. Karena itu, petugas di kamar bedah tidak boleh berbicara sewaktu pasien berada dalam tadium I.

  Tanda-tanda stadium I: ukuran pupil masih seperti biasa, refleks pupil masih kuat, pernapasannya tidak teratur, nadi tidak teratur sedangkan darah tidak berubah, seperti biasa. Bila obat bius diteruskan pemberiannya, pasien masuk ke stadium II.

  Stadium II atau Stadium Delirium

  Pada saat ini pasien berontak, ia berusaha melepaskan kap bius, berteriak, berbicara, menyanyi, ketawa, atau menangis. Keadaan berontak ini dapat dicegah bila sebelum pembiusan di mulai, sudah diberikan pengertian dan di minta pada pasien agar menghirup obat bius sedalam-dalamnya dan bila mencium bau yang tidak enak, jangan berontak.

  Pada stadium ini ahli bius harus selalu didampingi oleh perawat agar dapat menahan pasien bila ia berontak. Operasi belum boleh dimulai. Ukuran pupil seperti biasa atau agak membesar, refleks pupil kuat, pernapasannya tidak teratur, nadi tidak teratur dan cepat, tekanan darah meninggi. Pemberian obat selanjutnya menyebabkan pasien masuk ke dalam stadium III.

  Stadium III atau Stadium Pembedahan

  Pada stadium ini setelah tercapai mati rasa sempurna. Semua refleks permukaan telah hilang, tetapi refleks vital seperti denyut jantung dan pernapasan seperti biasa. Ukuran pupil mulai mengecil, tidak bergerak bila di beri cahaya dan refleks bola mata tidak ada walaupun bulu mata atau kornea mata disentuh. Pernapasan teratur dan dalam. Denyut nadi agak lambat, tetapi mantap dan tekanan darah normal. Stadium III ini karena cukup lebar di bagi lagi menjadi empat substadium atau tingkatan yang disebut plein (plane).

  Plein 1:

  Tanda-tandanya: tegangan otot masih tetap biasa, sifat pernapasan adalah pernapasan dada lebih besar daripada pernapasan perut, bola mata masih bergerak bila bulu matanya disentuh atau diberi sinar lampu. Bila pembiusan ditambah terus, maka pasien masuk ke plein 2.

  Plein 2:

  Tanda-tandanya: tegangan otot menghilang dan bola mata tidak bereaksi lagi terhadap sentuhan maupun cahaya, refleks pupil juga hilang, sifat pernapasan adalah pernapasan dada sama dengan pernapasan perut. Bila pembiusan ini di tambah terus, maka pasien masuk ke plein 3.

  Plein 3: Pada saat ini pernapasan tetap teratur tetapi dalam, seakan-akan sedang tidur nyenyak.

  Sifat pernapasan adalah pernapsan perut lebih besar daripada pernapasan dada karena otot- otot sela iga telah hilang tegangan. Ukuran pupil membesar sedikit, refleks kornea hilang, nadi agak cepat dan tekanan darah agak menurun. Operasi besar dilakukan dalam plein 3 sebab semua refleks telah hilang dan otot-otot sudah melemas. Pemberian obat bius mulai dikurangi dan hanya diberikan sekadar untuk mempertahankan stadium III plein 3 saja. Bila pembiusan ini ditambah lagi, maka pasien masuk ke dalama plein 4.

  Plein 4:

  Tanda-tandanya: semua otot dan semua refleks hilang, termasuk otot sekat dada (diafragma), sehingga pernapasan perut mulai terganggu dan terlihat inspirasi cepat dan tersendat-sendat, sedangkan ekspirasi diperpanjang.

  Stadium IV atau Stadium Keracunan

  Pusat pernapasan yang terletak di batang otak (medulla oblongata) menjadi lumpuh, sehingga pernapasan berhenti sama sekali. Bila pembiusan tidak segera di hentikan dan dibuat pernapasan buatan, jntung pun akan segera berhenti, disusul dengan kematian.

  Cara Pemberian Anestesi Anestesi Isap Obat yang dipakai adalah berupa cairan yang mudah menguap.

  Ada 4 cara pemberian bius isap:

  

1. Open Drop atau dengan cara meneteskan cairan bius di atas kap atau masker. Masker