Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Materi Energi Kelas IV Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakekat IPA

  Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu tentang alam atau cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga tujuan pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep- konsep, tetapi untuk mengembangkan ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk mencapai pengetahuan itu, hal ini dikemukakan oleh Powler (Khalimah, 2010). Dengan kata lain hasil belajar IPA bukan hanya sebagai produk, tetapi juga pengembangan proses. Mata palajaran IPA di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan potensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pada Mata

  pelajaran IPA, siswa diarahkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Untuk mempelajari hakikat IPA perlu kita kaji kembali ketiga contoh definisi IPA. IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk, proses dan penerapan dengan penjelasan sebagai berikut:

  a. IPA sebagai suatu produk atau hasil. IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep-konsep dan bagan konsep yang merupakan hasil suatu proses tertentu.

  b. IPA sebagai suatu proses . Yaitu proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk IPA. Dalam Proses ini digunakan metode ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan eksperimen (dalam definisi pertama dan kedua). c. IPA sebagai sikap ilmiah Beberapa aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada diri anak SD yakni: sikap ingin tahu, sikap ingin mendapatkan sesuatu, sikap kerja sama, sikap tidak putus asa, sikap tidak berprasangka,sikap mawas diri, sikap bertanggung jawab,sikap berpikir bebas, dan sikap kedisiplinan diri.

  Ilmu pengetahuan alam yang bahasa asingnya

  “science” berasal dari kata

  latin

  “Scientia” yang berarti saya tahu. Kata “science” sebenarnya semula berarti

  ilmu pengetahuan yang meliputi baik ilmu pengetahuan sosial (Social science) maupun ilmu pengetahuan alam (natural science). Lama kelamaan, bila seseorang mengatakan

  “science” maka yang dimaksud adalah “natural science” atau dalam

  bahasa Indonesia disebut ilmu pengetahuan alam dan disingkat IPA. sedangkan IPA sendiri terdiri dari ilmu-ilmu fisik (Physical science) yang natara lain kimia, fisika, astronomi dan geofisika, serta ilmu-ilmu biologi (life science).

  Untuk mengidentifikasikan IPA dengan kata-kata atau dengan kalimat yang singkat tidak mudah, karena sering kurang dapat menggambarkan secara lengkap pengertian IPA tersebut

  Definisi IPA menurut ahli

  a. James B. Conant, mendeskripsikan IPA sebagai rangkaian konsep dan pola konseptual yang saling berkaitan yang dihasilkan dari eksperimen dan observasi.

  Hasil-hasil eksperimen dan observasi yang diperoleh sebelumnya menjadi bekal bagi eksperimen dan observasi selanjutnya, sehingga memungkinkan ilmu pengetahuan tersebut untuk terus berkembang.

  b. Carin & Sound (1989) adalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol.

  c. Abruscato (1996) dalam bukunya yang berjudul

  “Teaching Children Science”

  mendefinisikan tentang IPA sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta. d. The Harper Encyclopedia of Science mendefinsikan IPA sebagai suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan didukung secara sistematis oleh bukti-bukti yang dapat diamati.

  Dari pengertian beberapa ahli diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa IPA adalah ilmu yang diperoleh dari berobservasi dan bereksperimen untuk mendapatkan bukti- bukti yang akurat.

  2.1.2 Ruang Lingkup IPA

  Dalam standar isi Permendiknas no 22 tahun 2006, ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: a.

  Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

  b.

  Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

  c.

  Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan energi.

  d.

  Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

  2.1.3 Tujuan Pengajaran IPA

  Dalam standar isi di Permendiknas no 22 tahun 2006, disebutkan bahwa mata

pelajaran IPA di SD//MI bertujuan untuk: a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  b.

  Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c.

  Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  d.

  Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  e.

  Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

  f.

  Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan .

  g.

  Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.4 Manfaat Pengajaran IPA

  IPA menolong siswa untuk dapat berfikir secara logis terhadap kejadian-kejadian sehari-hari dan memecahkan masalah sederhana yang dihadapinya.

  Adapun manfaat mempelajari IPA yang dikemukakan oleh UNESCO yang diikuti Budiningsih (2002: 47) sebagai berikut: a.

  Aplikasi IPA dalam teknologi dapat menolong dan meningkatkan kualitas hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

  c.

  Dunia semakin berorientasi pada kehidupan dan teknologi melalui IPA siswa memperoleh bekal yang sangat penting.

  d.

  Jika IPA diakarkan dengan baik akan menghasilkan pola pikir siswa yang baik pula.

  e.

  Melalui IPA secara positif membantu siswa untuk dapat mempelajari mata pelajaran lain terutama bahasa dan matematika.

  f.

  Karena sifat-sifat anak yang selalu tertarik dengan lingkungannya, melalui IPA potensi anak akan dikembangkan.

  b.

  Berdasarkan pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran

  IPA mempunyai manfaat untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan nilai positif melalui proses pembelajaran IPA dalam memecahkan masalah, serta menjadikan siswa cinta akan lingkunganya.

2.2 Modul

2.2.1 Pengertian Modul

  Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandari tanpa atau dengan bimbingan guru. Sementara, dalam pandangan lainnya, modul dimaknai sebagai seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis, sehingga penggunaanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru. Dengan demikian sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti fungsi pendidik.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga ditemukan pengertian yang hampir serupa bahwa modul adalah kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh peserta didik dengan bantuan yang minimal dari guru atau dosen pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang bibutuhkan dan alat untuk penilai, serta pengukuran keberhasilan peserta didik dalam penyelesaian pelajaran.

  Sementara, Surahman (2010) mengatakan bahwa modul adalah suatu program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh peserta didik secara perseorangan (self intructional); setelah peserta menyelesaikan satu satuan dalam modul, selanjutnya peserta dapat melangkah maju dan mempelajari satuan modul berikutnya. Sedangkan modul pembelajaran, sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia, merupakan suatu paket bahan pembelajaran yang memuat diskripsi tentang tujuan pembelajaran, lembaran petunjuk pengajar atau instruktur yang menjelaskan cara mengajar yang efisien, bahan bacaan bagi peserta, lembar kunci jawaban pada lembar kertas kerja pesrta, dan alat evaluasi pembelajaran.

  Dari pengertian beberapa tokoh diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Modul adalah sebuah panduan bahan ajar cetak untuk peserta didik yang berisi materi pelajaran, contoh soal, dan langkah- langkah penyelesaian, serta untuk mengefisiensikan waktu dalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian dengan modul peserta didik juga dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan mereka terhadap materi yang sedang dibahas, kemudian pembelajaran dengan modul memungkinkan peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Oleh karena itu, modul harus menggambarkan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik, serta disajikan dengan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan ilustrasi.

2.2.2 Fungsi danTujuan Modul.

  Sebagai salah satu bentuk bahan ajar, modul memiliki fungsi sebagai berikut: a. Bahan ajar mandiri. Maksudnya penggunaan modul dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan peserta didik untuk belajar sendiri tanpa tergantung tanpa kehadiran pendidik.

  b.

  Penganti fungsi pendidik. Maksudnya harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka.

  c.

  Sebagai alat evaluasi. Maksudnya peserta didik dituntut untuk dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang sudah dipelajari.

  d.

  Sebagai bahan rujukan bagi peserta didik. Maksudnya karena modul mengandung berbagi materi yang harus dipelajari oleh peserta didik, maka modul juga memilih fungsi sebagai bahan rujukan bagi peserta didik.

  Dari beberapa poin fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi modul adalah memberikan kebebasan siswa untuk belajar mandiri dan menemukan permasalahan yang ada serta siswa diharapkan untuk mampu memecahkan atau memjawab dari permasalahan yang ditemukan sehingga siswa tidak bergantung pada guru.

  Adapun tujuan pembuatan modul, antara lain: a. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik.

  b.

  Agar peran peserta didik tidak terlalu dominan dan oteriter dalam kegiatan pembelajaran.

  c.

  Melatih kejujuran peserta didik.

  d.

  Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik.

  e.

  Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang dipelajari.

  Dari beberapa poin tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan modul adalah supaya dalam pembelajaran terjadi interaksi dua arah tidak hanya terpusat pada guru atau siswa saja, sehingga siswa juga bisa dapat mengukur sampai mana tingkat penguasaan materi yang dipelajarinya, meskipun ada kekurangan pengetahuan pada siswa, peran guru berfungsi untuk menyampaikan materi yang belum di kuasai oleh siswa sehingga waktu pembelajaran lebih efektif

2.2.3 Struktur Modul

  Dalam pandangan Surahman (2010: 2), ternyata modul dapat disusun dala struktur sebagai berikut: a.

  Judul modul, bagian ini berisi tentang nama modul dari suatu pembelajaran tertentu.

  b.

  Petunjuk umum, bagian ini memuat penjelasan tentang langkah- langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran, meliputi:

  2) Pokok bahasan

  Menurut (Prastowo, 2011: 141)selain tampilan modul, format modul juga menjadi hal yang harus benar-benar dipertimbangkan. Berkaitan dengan hal itu, ada dua hal penting yang perlu kita perhatikan dalam penentuan format modul. Pertama, frekuensi dan kosistensi harus benar-benar diperhatikan. Kedua, kemudahan kepada pembaca.

  Tes mandiri 18. Post tes 19. Tindak

  12. Materi pokok 17.

  Kompetensi dasar

  Kata pengantar 3. Daftar isi 11.

  Sebelum mulai materi Saat pemberian materi Setelah pemberian materi

  Berikut adalah salah satu contoh format modul yang di kembangkan dengan memperhatikan kebutuhan pembaca akan keteraturan strukturnya, dapat dilihat pada gambar 2.1

  Evaluasi semester, evaluasi ini terdiri atas evaluasi tengah semester dan akhir semester dengan tujuan untuk mengukur kompetensi peserta didik sesuai materi yang telah diberikan

  3) Indikator pencapaian

  d.

  Materi modul, bagian ini berisi penjelasan secara rinci tentang ,materi yang diberikan pada setiap pertemuan.

  8) Evaluasi c.

  7) Petunjuk bagi siswa untuk memahami langkah-langkah dan materi pembelajaran

  6) Lembar kegiatan pembelajaran

  5) Strategi pembelajaran (menjelaskan pendekatan, metode, langkah yang dipergunakan dalam proses pembelajaran)

  4) Referensi (diisi petunjuk dosen tentang buku-buku referensi yang dipergunakan)

1. Judul 2.

  4. 13. lanjut Latar belakang Uraian materi 5.

  14.

  20. Deskripsi singkat Heading Harapan 6.

  15.

  21. Standar kompetensi Ringkasan Glosarium 7.

  16.

  22. Peta konsep Latihan atau Daftar 8. tugas pustaka

  Manfaat 9.

  23. Tujuan pembelajaran Kunci 10. penggunaan jawaban

  Petunjuk modul Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam membuat modul harus menggunakan format yang tepat supaya isi dalam modul atau materi dalam modul dapat tersampaikan dengan jelas, dan siswa bisa jelas dalam mempelajari atau menggunakan modul.

2.2.4 Kelebihan dan kekurangan pembelajaran dengan modul

  Santyasa (Suryaningsih, 2010: 31), menyebutkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan modul adalah sebagai berikut:

  1. Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.

  2. Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil.

  3. Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester.

  4. Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik.

  Selain dari beberapa poin kelebihan pembelajaran dengan modul diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menggunakan modul pembelajaran motivasi belajar siswa dapat meningkat karena berisi materi- materi yang jelas sehingga memudahkan siswa untuk belajar mandiri, selain itu juga dapat mengefisiensikan waktu.

  Belajar dengan menggunakan modul juga sering disebut dengan belajar mandiri. Menurut Suparman (1993: 197), menyatakan bahwa bentuk kegiatan belajar mandiri ini mempunyai kekurangan-kekurangan sebagai berikut: 1.

  Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama.

2. Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki oleh siswa pada umumnya dan siswa yang belum matang pada khususnya.

  3. Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus menerus mamantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan konsultasi secara individu setiap waktu siswa membutuhkan.

  Dari beberapa poin kekurangan yang disampaikan diatas dapat disimpulkan dari sisi siswa harus meluangkan waktu untuk mempelajari atau membaca materi dalam modul, biasanya pada siswa kegiatan membaca kurang diminati selain itu dari sisi guru harus memantau dan mengingatkan siswa agar mau mempelajari atau membaca materi dalam modul.

2.2.5 Langkah-langkah penyusunan modul

  Dalam menyusun sebuah modul ada 4 tahapan yang mesti kita lalui yaitu (Prastowo, 2011: 118): a.

  Analisis kurikulum, dalam tahap ini bertujuan untuk menentukan materi mana yang memerlukan bahan ajar. Dalam menentukan materi, analisis dilakukan dengan cara melihat inti materi yang akan diajarkan serta kompetensi dan hasil belajar kritis yang harus dimiliki peserta didik.

  b.

  Menentukan judul modul, untuk menentukan judul modul kita harus mengacu pada kompetensi dasar yang ada didalam kurikulum.

  c.

  Pemberian kode modul, dalam tahapan ini bertujuan untuk memudahkan kita dalam pengelolaan modul, maka sangat diperlukan adanya kode modul. Pada umumnya, kode modul adalah angka yang diberi makna.

  d.

  Penulisan modul, ada lima hal penting yang hendaknya kita jadikan acuan dalam

  1) Perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai

  2) Penentuan alat evaluasi atau penilaian

  3) Penyusunan materi

  4) Urutan pengajaran

  5) Struktur bahan ajar (modul)

2.3 Model Ikuiri Terbimbing

  Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru menyediakan unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat generalisasi, menurut Sanjaya (2008: 200) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.

  Inkuiri terbimbing merupakan proses pembelajaran berdasarkan penemuan dan pencarian melalui proses berpikir secara sistematis, dimana guru memimpin murid-murid dengan tahapan-tahapan yang benar, mengijinkan adanya diskusi, menanyakan pertanyaan yang menuntun, dan memperkenalkan ide pokok bila dirasa perlu. Ini merupakan kerja sama yang semakin menyenangkan karena hasil akhirnya dapat diperoleh (Udin Syaefudin Sa’ud, 2009: 169 dan Evan M. Maletsky, 2004: 15)

  Trianto (2007: 136) lebih lanjut menyatakan bahwa untuk menciptakan suasana inkuiri, peranan guru adalah sebagai berikut: 1) motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir. 2) Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa. 3) Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri. 4) Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas. 5) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan. 6) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas. 7) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

  Dari pengertian beberapa tokoh diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa inkuiri terbimbing adalah kegiatan belajar mengajar di mana guru masih membimbing sepenuhnya supaya peserta didik lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.

2.3.1 Langkah- langkah Inkuiri Terbimbing

  Menurut Hartono (2014: 67) secara umum, ada beberapa langkah pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu:

  1. Orientasi. Pada tahap ini, guru bertanggung jawab untuk membina suasana pembelajaran yang responsif. Kalau dalam strategi ekspositori guru berupaya untuk mengkondisikan siswa agar siap dalam menerima pelajaran, maka dalam strategi ini guru akan merangsang dan mengajak siswa untuk berfikir dalam memecahkan suatu masalah. Itulah perbedaan preparation dalam strategi ekspositori dengan orientasi dalam strategi inkuiri. Orientasi ini menjadi tahapan yang paling menentukan keberlangsungan proses pembelajaran. Strategi inkuiri akan berjalan dengan baik ketika siswa mempunyai dorongan yang kuat untuk menggunakan kemampuan berpikirnya dalam memecahkan masalah. Kalau siswa tidak mempunyai motivasi untuk menggunakan kemampuan berpikirnya dengan baik, maka strategi inkuiri tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu, tahapan orientasi menjadi penting untuk merangsang kemampuan berpikir siswa. Berikut adalah beberapa tahapan langkah orientasi ini.

  a.

  Menjelaskan tujuan dari topik yang akan dibahas dan capain- capaian yang bisa didapat siswa dari proses belajar itu.

  b.

  Menerangkan poin- poin kegiatan yang mesti dilakukan siswa untuk mencapai tujuan itu. Guru bisa menjelaskan beberapa langkah- langkah itu secara lebih terperinci.

  c.

  Menjelaskan tentang pentingnya topik yang akan menjadi pokok pembahasan. Ini menjadi penting agar dalam diri siswa termotivasi.

  2. Merumuskan masalah. Merumuskan masalah adalah tahapan ini dimana siswa akan diajak untuk memecahkan dengan proses berpikir. Ketika masalah sudah dirumuskan, siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat dengan melibatkan kemampuan berpikir. Inilah proses yang paling penting dalam strategi inkuiri. Siswa akan mendapatkan pengalaman yang cukup berharga. Kemampuan berpikir akan diasah melalui proses pencarian jawaban ini. Berikut beberapa poin penting dalam merumuskan masalah.

  a.

  Siswa terlibat aktif dalam merumuskan masalah. Dalam proses merumuskan masalah, siswa hendaknya juga terlibat aktif. Guru hanya memberikan topik yang akan menjadi bahan untuk dikaji.

  b.

  Guru mengawasi siswa saat membuat rumusan masalah. Jangan sampai rumusan masalah itu melebar dan mempunyai jawaban yang tidak pasti.

  Siswa tinggal mencarai jawaban dari rumusan masalah yang telah dibuat.

  c.

  Guru mesti menjelaskan konsep- konsep masalah. Siswa harus terlebih dahulu memahami konsep- konsep yang ada dalam rumusan masalah sebelum lebih jauh guru membawa pada tahapan inkuiri. Kalau siswa belum memahami dan beralih pada tahapan inkuiri selanjutnya, maka proses pembelajaran tak akan berjalan maksimal.

3. Merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara dari

  sesuai dengan kapasitas kemampuan berpikirnya. Pada prinsipnya, setiap siswa mempunyai potensi untuk melakukan hipotesis. Agar siswa terdorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, guru bisa melontarkan pertanyaan yang mampu merangsang siswa agar mencari dan menemukan jawaban sementara, dan siswa juga bisa mencari alternatif jawaban lain yang ditopang dengan cara berpikir yang rasional, sistematis, serta didukung data dan informasi yang kuat. Siswa dilatih menggunakan pikirannya untul menganalisis suatu masalah hingga menemukan jawabannya.

  4. Mengumpulkan data. Mengumpulkan data adalah aktivitas mengambil informasi dalam rangka menguji kebenaran hipotesis. Aktivitas mengumpulkan data mempunyai manfaat yang cukup urgen dalam proses pengembangan berpikir siswa. Dalam mengumpulkan data, ketekunan dan kegigihan mencari informasi siswa diuji. Ketekunan siswa mengumpulkan data itu juga bisa dipengaruhi oleh pertanyaan guru. Prertanyaan guru yang baik dapat merangsang siswa untuk mencari jawabannya dengan baik.

  5. Menguji hipotesis. Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan informasi yang didapat dari upaya siswa untuk mengumpulkan data. Menguji hipotesis adalah proses mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara benar. Bagaimana argumentasi siswa dan dari mana data serta informasi yang menjadi landasan argumentasi itu benar- benar dapat dipertanggung jawabkan dengan benar.

  6. Merumuskan kesimpulan. Merumuskan kesimpulan merupakan proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berlandaskan pada hasil pengujian hipotesis. Dalam pembelajaran, merumuskan kesimpulan merupakan keharusan agar siswa mampu menemukan jawaban setelah melalui prosaes berpikir dalam mencari data. Kesimpulkan akan mengantarkan siswa pada sebuah bentuk pengetahuan yang akurat. Guru harus harus mampu merumuskan kesimpulan dengan akurat. Guru harus bisa memilah mana data sebelumnya telah dipaparkan oleh siswa. Guru harus bisa memberikan kesimpulan yang akurat di hadapan siswa.

  2.3.2 Keunggulan Metode Inkuiri Terbimbing

  Suryosubroto (2009: 185) mengemukakan bahwa inkuiri memiliki keunggulan yaitu: (a) membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa, (b) Pengetahuan yang diperoleh bersifat sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari pengertian; referensi, dan transfer, (c) membangkitkan gairah pada siswa, (d) memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri (e) menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, (f) membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan diri siswa, (g) metode ini berpusat pada siswa sehingga guru hanya menjadi teman belajar.

  Dari beberapa poin diatas dapat disimpulkan bahwa keunggulan inkuiri terbimbing adalah siswa lebih mempunyai daya pikir yang luas baik untuk gaya belajarnya sendiri bahkan untuk memgembangkan dan memperbanyak pengetahuan untuk melengkapi materi yang belum ada dalam modul pembelajaran.

  2.3.3 Kelemahan Metode Inkuiri Terbimbing

  Suryosubroto (2009: 186) lebih lanjut menyatakan bahwa metode inkuiri memiliki kelemahan antara lain: (a) dipersyaratkan keharusan persiapan mental untuk cara belajar ini, (b) metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar, (c) Harapan yang ditumpahkan mungkin mengecewakan bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

  Tidak cocok diterapkan di kelas rendah tetapi cocok diterapakan di kelas tinggi karena dalam inkuiri terbimbing siswa harus mempunyai persiapan mental yang cukup selain itu dalam inkuiri terbimbing ini siswa di tuntut untuk bisa memecahkan segala permasalahan yang ada dalam modul pembelajaran.

2.4 Kajian Hasil Penelitian Relevan

  Pengembangan Modul Mata Pelajaran IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing. Hal ini pernah diteliti oleh Budisetyawan dengan judul penelitian “Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Inkuiri Terbimbing pada Tema Sistem Kehidupan Dalam Tumbuhan Kelas VIII SMPN 2 Playen, Yogyakarta”.

  Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Inkuiri Terbimbing, hasil pengembangan Modul tersebut memenuhi kriteria kelayakan sebagai media pembelajaran yang baik. Perolehan penilaian dari dosen ahli, teman sejawat, dan guru IPA termasuk dalam kategori sangat baik (A) dengan jumlah skor masing- masing 166,5; 164; 177 . Pada uji lapangan terbatas mendapat rata-rata nilai 91,55 dan termasuk dalam kategori nilai (B) atau baik. Sedangkan pada uji operasional kelas VIII A juga mendapat nilai 97,15 dalam kategori (B) atau baik. Tapi pada kelas

  VIII B terdapat peningkatan dari kelas A, nilai yang didapat 102,09 masuk dalam kategori nilai sangat baik atau (A).

  Hastuti dalam penelitannya yang berjudul Pengembangan Modul Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Aktivitas Pembelajaran IPA di SMP ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas Modul hasil pengembangan serta peningkatan aktivitas pembelajaran IPA di SMP yang menggunakan Modul hasil pengembangan. Penelitian ini merupakan penelitian R&D yang menggunakan langkah pengembangan Borg and Gall yang dibatasi hingga 5 tahap. Pengumpulan data dilakukan melalui lembar penilaian produk dan lembar observasi. Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan mengkonversi skor pada lembar penilaian produk menjadi skala lima serta mempresentase skor yang diperoleh dari lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas Modul hasil pengembangan berdasarkan penilaian dosen ahli, peer viewer, dan guru IPA berada dalam kategori “baik” untuk aspek pendekatan penulisan, aspek penyajian tema, aspek kejelasan kalimat, aspek kegiatan/eksperimen, dan aspek penampilan fisik, dan berada pada kategori “sangat baik” untuk aspek kebahasaan dan keterlaksanaan. Kualitas Modul hasil pengembangan berdasarkan hasil uji respon siswa berada dalam kate gori “baik” untuk aspek pendekatan penulisan, aspek penyajian tema, aspek kejelasan kalimat, aspek kebahasaan aspek kegiatan/eksperimen, dan aspek penampilan fisik, dan berada dalam kategori “sangat baik” untuk aspek keterlaksanaan. Peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan Modul hasil pengembangan adalah berupa berupa visual activities sebesar 3,97%, oral activities sebesar 2,73%, listening activities sebesar 12,07%, writing activities sebesar 13,64%, drawing ativities sebesar 19,09%, motor activities sebesar 13,64%, mental activities sebesar 9,70%, dan emotional activities sebesar 6,66%.

  Dari kedua penelitian yang telah dilakukan tentang pengembangan modul berbasis model inkuiri terbimbing sudah layak karena masing- masing memperoleh penilaian dari dosen ahli, teman sejawat, dan guru IPA dalam katagori baik sekali dan baik, sedangkan untuk respon siswa sendiri juga sudah baik keistimewaan dari dari modul yang dikembangkan oleh peneliti adalah mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses percobaan yang di sertai langkah- langkahnya baik secara mandiri ataupun kelompok, sehingga dikembangkan sebuah modul berbasis inkuiri terbimbing memenuhi kriteria kelayakan sebagai media pembelajaran yang interaktif pada mata pelajaran IPA kelas IV di sekolah dasar.

2.5 Asumsi pengembangan dan Keterbatasan Pengembangan

2.1.5.1 Asumsi Pengembangan

  Pengembangan Modul IPA materi energi yang berbasis Model Inkuiri bermaterikan tentang energi dapat digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran secara mandiri maupun secara berkelompok pada siswa SD N Janti Kelas IV Semester II Tahun Ajaran 2014-2015.

2.1.5.2 Keterbatasan Pengembangan

  Pengembangan Modul IPA materi energi yang berbasiskan dengan Model Inkuiri terbimbing ini hanya membahas materi pokok tentang energi.

2.1.6 Kerangka Berfikir

  Dalam proses belajar di sekolah, guru masih menggunakan buku paket atau LKS konvensional. LKS konvensional adalah LKS yang tinggal pakai, tinggal beli, serta tanpa upaya merencanakan, menyiapkan, dan menyusun sendiri. Untuk itu diperlukan pengembangan modul dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan modul berbasis inkuiri terbimbing dapat membantu siswa dalam proses kegiatan pembelajaran sehingga siswa akan lebih menjadi aktif.

  Model inkuiri terbimbing adalah salah satu model dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran yang dapat digunakan juga beragam. Ada model pembelajaran untuk siswa kelas 4 SD khususnya pada materi energi.

  Untuk itu model Inkuiri terbimbing yang dihadirkan melalui pengembangan Modul pembelajaran sebagai inovasi dalam pembelajaran IPA dirasa perlu untuk dikembangkan agar guru memperhatikan kebutuhan belajar siswa, dengan pembelajaran yang berdasarkan pada dunia nyata disekitar siswa dan pemahaman dirasakan secara langsung oleh siswa agar pembelajaran lebih bermakna.

  Berdasarkan alasan yang telah disebutkan maka dilakukan perancangan produk yang sesuai dengan kondisi siswa di kelas 4 SD. Setelah melakukan analisa kebutuhan produk di SD, dan juga mencari referensi maka dilakukan perancangan produk, kemudian dilakukan uji coba produk dan perbaikan. Adapun skematis kerangka berfikir dalam penelitian ini sebagai berikut:

  Meningkatkan Pencapaian hasil yang sesuai motivasi siswa dengan kemampuannya

Modul

  Beban belajar terbagi merata Pendidikan lebih berdaya sepanjang semester guna Melibatkan siswa Keterarahan kegiatan secara maksimal. secara logis dan sistematis Model inkuiri terbimbing Mengembangkan sikap percaya pada diri siswa

Gambar 2.1 kerangka berfikir

  26

2.1.7 Pertanyaan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori dan kerangka berpikir maka peneliti dapat mengambil pertanyaan sebagai berikut: a)

  Pengembangan modul 1. Bagaimana materi untuk Modul IPA Berbasis Inkuiri Terbimbing Materi

  Energi Kelas IV Sekolah Dasar? 2. Bagaimana soal materi untuk Modul IPA Berbasis Inkuiri Terbimbing Materi

  Energi Kelas IV Sekolah Dasar? 3. Bagaimana rangkuman untuk Modul IPA Berbasis Inkuiri Terbimbing Materi

  Energi Kelas IV Sekolah Dasar? 4. Bagaimana tes formatif untuk Modul IPA Berbasis Inkuiri Terbimbing Materi

  Energi Kelas IV Sekolah Dasar? 5. Bagaimana praktikumnya untuk Modul IPA Berbasis Inkuiri Terbimbing

  Materi Energi Kelas IV Sekolah Dasar?

  b) Kualitas modul 1.

  Apakah teks dalam modul dapat terbaca dengan baik? 2. Apakah kejelasan materi dan instruksi dalam modul sudah jelas? 3. Apakah gambar ilustrasi sudah sesuai dengan materi?

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara hukum, menurut perspektif keadilan bermartabat, Indonesia - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Pengguna E-Banking Menurut Sistem Huku

0 0 10

BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Pengguna E-Banking Menurut Sistem Hukum Indonesia dalam Perspektif Keadilan Bermartabat: Putusan N

0 0 64

A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Polisi dalam Penanganan Praktek Balap Liar di Kecamatan Ambarawa: Studi Kasus di Polsek Ambarawa, Kabupaten Semarang

0 0 13

SURVEI PELAKSANAAN EKSTRA KURIKULER FUTSAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI SEKECAMATAN UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Survei Pelaksanaan Ekstra Kurikuler Futsal di Sekolah Menengah At

0 0 37

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Data Template dengan Melakukan Migrasi Menggunakan Format JSON (JavaScript Object Notations): Studi Kasus PT. Asuransi Sinar Mas, Jakarta

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Sistem Monitoring Suhu dalam Rumah Kaca Menggunakan Wireless Sensor Network dan Web Server

0 0 22

BAB III PERANCANGAN SISTEM - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi antar Robot R2C-Warrior Menggunakan UDP (User Datagram Protocol) Multicast

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi antar Robot R2C-Warrior Menggunakan UDP (User Datagram Protocol) Multicast

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Vertical Garden - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Evaluasi Vertical Garden Bertema “Golden Year” = Design and Evaluation of “Golden Year” Themed Vertical Garde

0 0 15

4.1 Hasil Perancangan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Evaluasi Vertical Garden Bertema “Golden Year” = Design and Evaluation of “Golden Year” Themed Vertical Garden

0 0 29