BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS - BAB II Kompre
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori
1. Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance dan sering disingkat performance dalam English Indonesian Dictionary yang ditulis oleh John M.Echols dan Hasan Shadily (2007:425) disebutkan bahwa
performance adalah (1) the act of performing, (2) execution, (3) functioning
usually with regard to effectiveness. Dengan demikian kinerja merupakan
kegiatan atau aktivitas yang berkaitan erat dengan efektifitas. Kinerja merupakan ukuran hasil atau manfaat dari suatu proses aktivitas dan fungsi tertentu, yang dilaksanakan oleh individu maupun kelompok pada kurun waktu tertentu.
Timpe (1999:32) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran tentang keberhasilan seseorang dalam melakukan sesuatu. Gambaran ini menunjukkan sejauhmana keberhasilan seseorang dalam melakukan sesuatu. Menurut Hasibuan (2001:94) kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Dari kedua pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan seorang atau organisasi dalam mencapai tujuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja senantiasa berorientasi kepada keberhasilan mencapai suatu tujuan dan sasaran seseorang, organisasi atau perusahaan.
Sementara menurut Pamungkas (2000) dalam Budiman (2006) bahwa kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan sesuatu yang diperoleh dengan aktivitas yang dicapai dalam suatu unjuk kerja tertentu. Dengan kata lain kinerja adalah suatu konsep yang menunjukkan seberapa jauh tingkat pelaksanaan tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Timpe (1999:32) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu lingkungan kerja, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, perilaku, sikap dan tindakan rekan-rekan. Lebih lanjut Zenger dan Folkman (2004:63) mengatakan bahwa penilaian kinerja karyawan dapat dilakukan dengan cara melihat produktivitas pekerja atau dapat dilakukan dengan penilaian sendiri, di samping penilaian yang dilakukan oleh kelompok.
Selain itu Dharma (1991) mengemukakan bahwa faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi kerja adalah kemampuan, sikap, minat, persepsi.
Sedangkan faktor eksternal yaitu struktur tugas, iklim organisasi, gaya kepemimpinan dan imbalan. Lebih lanjut Anoraga (1995:50) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah pekerjaan yang menarik, gaji, keamanan dan perlindungan dalam bekerja, penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, lingkungan atau suasana kerja, promosi dan pengembangan diri pegawai, keterlibatan dalam organisasi, pengertian dan simpati pemimpin, kesetiaan dan disiplin kerja.
Flippo (1993:14) menyatakan bahwa seseorang agar mencapai kinerja yang tinggi tergantung pada kerjasama, kepribadian, kepandaian yang beraneka ragam, kepemimpinan, keselamatan, pengetahuan pekerjaan, kehadiran, kesetiaan, baik kerjasama antara atasan dan bawahan maupun kerjasama antar bawahan dengan bawahan. Kepribadian dari para pegawai sangat menentukan baik buruknya hasil kerja. Pegawai yang mempunyai kepribadian yang baik tentunya akan mempunyai kinerja yang optimal. Kepandaian akan menjadikan seorang pegawai cepat dan tepat dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, baik kepandaian itu berasal dari pendidikan ataupun dari pengalaman. Demikian halnya kepemimpinan, kepemimpinan yang mengakomodasi bawahan akan lebih kondusif dalam pelaksanaan pencapaian tujuan suatu organisasi. Inisiatif para pegawai dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya juga sangat mempengaruhi hasil kerja, semakin tinggi daya inisiatif dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya maka hasil kerja juga bisa optimal.
Sementara itu Robbins (1996:218) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah sebagai fungsi dari interaksi antar kemampuan dan motivasi, jika ada yang tidak memadai , kinerja itu akan dipengaruhi secara negatif. Kecerdasan dan keterampilan (yang digolongkan dalam label kemampuan) haruslah dipertimbangkan selain motivasi. Namun dalam teori Robbins tersebut juga ditambahkan kesempatan untuk berkinerja, yang di artikan sebagai tingkat-tingkat kinerja yang tinggi sebagian merupakan fungsi dari absennya rintangan-rintangan yang memberikan kendala pada seorang karyawan, adapun rintangan yang memberikan kendala kinerja adalah berupa lingkungan kerja yang kurang mendukung, peralatan, bahan, suplai yang kurang memadai, rekan sekerja, maupun prosedur yang kurang mendukung.
Jadi menurut Robbins kinerja karyawan itu di pengaruhi oleh kemampuan, motivasi dan kesempatan, baik kemampuan itu atas dasar kecerdasan maupun
Kemudian oleh Stoner et.al. (1996:134) disampaikan bahwa disamping motivasi penting juga faktor-faktor lain seperti kemampuan, sumberdaya, dan kondisi tempat kerja dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Seorang pegawai mungkin mempunyai motivasi kerja yang cukup tinggi untuk menyelesaikan pekerjaannya, tetapi pada motivasi seperti itu harus ditambahkan kemampuan ilmiah, seperti menganalisa suatu pekerjaan yang perlu pemikiran, mengoperasionalkan perangkat komputer, kemudian fasilitas kerja yang memadai seperti mesin tik, komputer dan fasilitas lain, selain itu kondisi seperti dapat menghubungi atasan dengan mudah juga harus kondusif. Dari teori Stoner terlihat jelas bahwa selain motivasi, kemampuan, sumberdaya dan kondisi tempat kerja juga mempengaruhi kinerja. Dalam hal ini kondisi bisa diartikan sebagai iklim yang ada dalam suatu organisasi.
Menurut Litwin dan Striger (French, 1995:136) menyatakan bahwa iklim organisasi yang didalamnya terdapat struktur organisasi, tanggung jawab, penghargaan, resiko, perhatian, dukungan, standar kerja, konflik, juga sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Struktur organisasi artinya para pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaan bertumpu pada aturan-aturan yang dikenakan terhadap anggota organisasi, sehingga dengan bekerja sesuai dengan prosedur dan struktur maka kinerja karyawan juga akan sesuai dengan harapan organisasi. Tanggung jawab adalah rasa tanggung jawab yang tinggi dari para pegawai sehingga pekerjaan akan dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik, dan secara tidak langsung kinerja pegawai akan meningkat. Selain tanggung jawab tentu harus ada penghargaan, dengan penghargaan dan imbalan/upah yang diberikan kepada karyawan maka semangat dan motivasi kerja karyawan akan pengambilan keputusan akan mempengaruhi baik dan buruknya kinerja pegawai, karena semua pekerjaan berdasarkan kebijakan pimpinan organisasi dan besar kecilnya resiko yang akan terjadi akibat penerapan kebijakan tersebut akan mempengaruhi kinerja karyawan. Di samping itu semakin pegawai mendapat perlakuan atau perhatian yang baik dari pimpinan pada saat melaksanakan pekerjaan, maka pegawai merasa mendapat perlindungan dan pengayoman sehingga pegawai akan berusaha pula untuk memaksimalkan suasana dan situasi kerja yang kondusif. Dengan mendapatkan dukungan tersebut kinerja pegawai akan terpacu lebih baik. Standar kerja dan kualitas pekerjaan merupakan tantangan bagi semua pegawai untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan standar tersebut kinerja pegawai harus dapat disesuaikan dengan spesifikasi pekerjaan yang telah ditentukan organisasi. Konflik yang berupa persaingan antar pegawai dalam suatu organisasi dalam rangka mencari kemenangan ataupun keuntungan masing-masing akan merugikan organisasi karena prestasi yang diraih oleh karyawan tidak maksimal. Jadi dari pendapat Litwin dan Stringer dapat diartikan bahwa iklim organisasi mempengaruhi kinerja karyawan.
Ruky (2002:7) juga menyatakan pendapatnya tentang kinerja, ia menuliskan bahwa : Elemen, unsur atau input yang harus didayagunakan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja adalah manusia, teknologi (peralatan metode kerja), kualitas lingkungan fisik (keselamatan dan kesehatan kerja, layout tempat kerja dan kebersihan), kualitas dari input (termasuk material), iklim dan budaya organisasi (termasuk supervisi dan kepemimpinan) dan sistem kompensasi dan imbalan. Dari teori Ruky dapat di lihat dengan jelas bahwa kinerja di pengaruhi oleh manusia yang melakukan kerja itu sendiri, teknologi yang mendukungnya,
Lebih lanjut Gibson (1994) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah variabel individu dikelompokkan menjadi variabel kemampuan, keterampilan fisik maupun mental yang di peroleh melalui pendidikan dan pelatihan yang dipengaruhi pula latar belakang keluarga, tingkat sosial, pendidikan dan pengalaman. Variabel organisasi, digolongkan pada subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dari pekerjaan. Lebih lanjut Batermann dalam Timpe (2000:32) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah perilaku, sikap, tindakan-tindakan kerja, motivasi bawahan, kepemimpinan, kendala-kendala yang dihadapi dan keadaan ekonomi.
Menurut Dessler (1998:6) aspek kinerja meliputi : 1) Mutu, yaitu hasil kerja yang meliputi kecermatan dalam mengerjakan dan penuntasan suatu pekerjaan, kecepatan penggunaan metode kerja (sesuai perintah atasan)
2) Produktivitas, meliputi mutu dan efisiensi dari kerja yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu.
3) Pengetahuan jabatan, meliputi keterampilan dan informasi praktis/teknis yang digunakan pada jabatan 4) Kehandalan, yaitu dapat diandalkan (mampu) menyelesaikan suatu pekerjaan 5) Ketersediaan, meliputi keberadaan karyawan pada saat jam kerja, catatan kehadiran, melakukan istirahat sesuai dengan waktu yang ditentukan 6) Ketidaktergantungan menjalankan suatu pekerjaan dengan sedikit atau tanpa supervisi.
Menurut Alewine dalam Timpe (2000:248) ukuran kinerja meliputi : 1) Pekerjaan reguler, bidang yang menunjukkan kepada aktivitas yang menjadi kualitas produk atau jasa serta beroperasi dengan lebih efisien dan memperbesar hasil.
2) Pemecahan masalah, bidang ini menunjukkan kepada definisi-definisi masalah utama yang ditemui atau diperkirakan, tujuannya untuk menghilangkan masalah yang ditemukan. 3) Inovasi, bidang ini menunjukkan kepada cara penilaian. Gagasan baru dari pada karyawan, juga merujuk pada pertumbuhan karyawan yang berkesinambungan dalam bidang-bidang teknis dan dalam perhubungan dengan bidang-bidang lain secara eksekutif.
Di samping itu untuk memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja karyawan juga perlu diperhatikan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan seperti yang dikemukakan oleh Flippo (1990:249) yang terdiri dari : 1) Kualitas kerja meliputi ketepatan waktu, ketelitian, ketrampilan dan ketepatan sasaran 2) Kuantitas kerja meliputi keluaran yang tidak hanya berupa tugas rutin dan reguler tetapi juga tugas-tugas ekstra dan mendesak 3) Hubungan kerja yang meliputi perubahan pekerjaan, teman kerja dan kerja sama dengan rekan kerja serta atasan 4) Ketangguhan kerja meliputi kedisiplinan, inisiatif, loyalitas dan ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan.
Maka berdasarkan uraian diatas kinerja dipengaruhi oleh banyak faktor. Pendapat Flippo, Timpe, dan Gibson diatas memiliki suatu persamaan tentang kinerja yaitu bahwa kinerja pegawai itu dipengaruhi oleh kepemimpinan. Stonner juga memiliki kesamaan tentang kinerja yaitu bahwa kinerja dipengaruhi oleh motivasi.
Berdasarkan Sistem Manajemen Performansi Karyawan PT. Putra Mustika Prajasa Cargo (PMPC) Jakarta, indikator dari kinerja karyawan yang dinilai meliputi standar sasaran kerja individu dan kontribusi pencapaian
sasaran kerja individu yang terdiri antara lain yaitu kecepatan kerja, orientasi
pada pelanggan, inisiatif, kerjasama tim dan kualitas pekerjaan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan karyawan dalam melakukan pekerjaan yang ditunjukkan dengan pencapaian suatu tugas yang telah ditetapkan atau ditargetkan. Kinerja karyawan akan sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi yang dijalankan. Pembinaan terhadap peningkatan kinerja perlu dilakukan untuk mengikuti perubahan yang terjadi demi tercapainya suatu keberhasilan perusahaan.
Pada penelitian ini penulis akan melihat bagaimana kinerja karyawan PT. Putra Mustika Prajasa Cargo (PMPC) Jakarta, berdasarkan beberapa teori yang telah diuraikan dan pendapat para ahli di atas, maka indikator yang penulis gunakan adalah :
a. Kualitas kerja
b. Kuantitas kerja
c. Hubungan kerja
d. Ketangguhan kerja
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia pegang pada organisasi tersebut. Namun, tidak semua pemimpin adalah manajer, dan begitu juga sebaliknya, tidak semua manajer merupakan pemimpin. Hanya karena hak tertentu diberikan oleh organisasi terhadap manajerial tidak menjamin bahwa mereka mampu memimpin secara efektif (Stephen P. Robbins. 2002:164- 165).
Menurut Wahjusumidjo (1994:47) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan salah satu aspek manajerial dalam kehidupan organisasi yang memegang peranan kunci. Dengan kepemimpinan yang baik seorang pimpinan akan mampu mengarahkan bawahannya agar bekerja lebih maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Kirkpatrick dan Locke (2004:87) ada 6 ciri-ciri yang mengemukakan kepemimpinan yaitu : 1) Menggerakkan. Mereka memiliki keinginan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi, ambisius dan memiliki banyak energi, memiliki aktivitas dan punya banyak inisiatif. 2) Gairah memimpin. Para pemimpin memiliki gairah yang kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain 3) Kejujuran dan integritas. Para pemimpin membangun kepercayaan yang berhubungan antara diri mereka dengan para pengikutnya, dengan menjadi kata dan tindakan, sehingga dapat dikatakan bahwa sama antar kata dengan perbuatan.
4) Percaya diri. Para pengikut melihat para pemimpin yang tidak memiliki keragu-raguan terhadap dirinya. Para pemimpin perlu untuk menunjukkan kepercayaan diri dalam rangka meyakinkan pengikutnya atas ketepatan tujuan dan keputusan.
5) Inteligensi. Para pemimpin perlu untuk memiliki inteligensi yang cukup untuk mengumpulkan, memformulasikan, mengintegrasikan dan menginterpretasikan informasi dalam jumlah banyak. Juga perlu mampu untuk menciptakan visi, memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat, sehingga tidak mudah dipengaruhi orang. 6) Memiliki pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Para pemimpin yang efektif memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang perusahaan, industri dan masalah teknis. Dengan pengetahuan yang memadai memungkinkan seorang pemimpin untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang baik dan memahami implikasi dari keputusan tersebut.
Lebih lanjut Handoko (2001:294) mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang- orang lain, agar dapat bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan adalah inti dari manajemen. Jadi, kalau seseorang pemimpin ingin berhasil dalam menjalankan tugasnya, maka ia harus memiliki kepemimpinan yang baik. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan adalah aspek penting yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan.
Dalam konteks ini kepemimpinan mempunyai hubungan yang kuat dengan motivasi kerja. Hal ini berarti dengan gaya kepemimpinan yang efektif dapat meningkatkan motivasi kerja seseorang. Sedangkan Hines dalam Timpe (2000:122) mengemukakan gaya kepemimpinan ada 3 macam : 1) Gaya kepemimpinan otokratis
Pemimpin dalam gaya ini membuat keputusan dilakukan sendiri karena kekuasaan terpusat pada satu orang yang memikul tanggung jawab dan kewenangan penuh. 2) Gaya kepemimpinan demokratis
Pemimpin yang demokratis (partisipatif) berkonsultasi dengan kelompok atau bawahan mengenai masalah yang menarik perhatian mereka dan dimana mereka dapat menyumbangkan sesuatu dalam rangka menyelesaikan masalah yang timbul.
3) Gaya kepemimpinan kendali bebas Pemimpin penganut kendali bebas memberi kekuasaan kepada kelompok atau bawahan dan kelompok atau bawahan dapat mengembangkan sasarannya sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri.
Menurut Thoha (2003) gaya dasar kepemimpinan dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin ada dua hal yang dilakukan terhadap bawahannya yaitu (1) Perilaku mengarahkan, perilaku ini dapat dilihat dari sejauhmana keterlibatannya dalam komunikasi satu arah yang terdiri dari menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan bawahan, memberitahukan bawahan tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan, dimana melakukan pekerjaan, bagaimana melakukan
(2) Perilaku mendukung adalah perilaku yang dapat dilihat sejauhmana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, diantaranya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan bawahan dalam membuat keputusan.
Menurut pendapat Schriesheim, Tolliver, dan Behling dalam Timpe (2000:58) kepemimpinan merupakan jenis kegiatan manajerial lebih terbatas, dan memusatkan perhatian pada interaksi antar pribadi, antar pimpinan dan salah satu atau lebih bawahan, dengan maksud memperbesar efektifitas sosial didalam mana manajer mencari keikutsertaan sukarela dari bawahan dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Selanjutnya Saydam (2005:702) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimiliki seseorang baik dalam organisasi atau tidak untuk mempengaruhi orang-orang yang ada dalam lingkungannya agar mereka bersedia bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan sipemimpin.
Dalam hal ini kepemimpinan mengandung makna antara lain: 1) Kepemimpinan merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang berupa sifat-sifat tertentu seperti kepribadian (personality), Kemampuan
(ability), Kesanggupan (capability) 2) Kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan pimpinan yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukannya, dan perilaku pimpinan itu sendiri.
3) Kepemimpinan merupakan proses antara hubungan atau interaksi antara pimpinan, pengikut, dan situasi.
Lebih lanjut Saydam (2005:705) menyatakan fungsi kepemimpinan dalam dunia
1) Fungsi hubungan antar manusia yang berperan selaku tokoh, pimpinan dan penghubung 2) Fungsi sumber informasi yang berperan sebagai pemantau, penyebar informasi dan hubungan masyarakat.
3) Fungsi pembuat keputusan yang berperan sebagai wiraswastawan, penanggung resiko, pembagi sumber daya, dan selaku wakil perunding perusahaan.
Menurut Rivai (2004:50) kepemimpinan akan mengembangkan kemampuan mengenali kebutuhan budaya yang relevan atas pegawainya saat ini dan membuat upaya yang bermakna untuk memainkan budaya organisasi untuk kinerja yang unggul dan pengembangan manusia. Pimpinan harus memperhatikan perkembangan budaya, dimana budaya yang dikembangkan menjadi lingkungan yang akan terintegrasi. Menciptakan, menempatkan, dan mempertahankan nilai- nilai organisasi menjadi salah satu dari pekerjaan yang paling penting. Khusus didalam menimbulkan minat pribadi untuk mau bekerja secara optimal, ada beberapa prinsip yang bisa diikuti oleh seorang pemimpin yaitu : 1) Prinsip partisipasi
Kita sebagai atasan sebaiknya memberikan kesempatan kepada bawahan untuk ikut berpartisipasi didalam menentukan tujuan kerja yang ingin dicapai.
2) Prinsip komunikasi Bawahan sebaiknya diberikan informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas.
3) Prinsip mengakui andil bawahan Motivasi kerja bawahan dapat ditingkatkan apabila kita sebagai atasan selalu bersedia mengakui bawahan mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. 4) Prinsip pendelegasian wewenang
Sebagai atasan ada perlunya memberikan otoritas kepada bawahan untuk memutuskan sesuatu yang mempengaruhi hasil kerja.
5) Prinsip memberikan perhatian timbal balik Dengan menunjukkan perhatian yang tulus terhadap keinginan dan tujuan yang ingin dicapai bawahan, kita telah membantu menaikkan keinginan mereka untuk menolong mereka untuk menolong kita mencapai tujuan.
Sedangkan menurut Siagian (2002:23) fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki semuanya berkisar tentang pengambilan keputusan sebagai inti efektivitas kepemimpinan seseorang yang meliputi : 1) Penentuan arah yang hendak ditempuh oleh organisasi dalam upaya pencapaian tujuan dengan berbagai sasaran yang digariskan.
2) Wakil dari juru bicara organisasi dalam berhubungan dengan berbagai pihak diluar organisasi terutama yang tergolong sebagai stake-holder 3) Komunikator yang efektif 4) Mediator yang handal, khususnya dalam mengatasi berbagai situasi konflik yang mungkin timbul antar individu dalam satu kelompok kerja dan antar berbagai kelompok kerja yang terdapat dalam organisasi yang dipimpinnya. 5) Integrator yang rasional dan objektif
Menurut Rivai (2006:53) secara operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi : 1) Fungsi Instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
2) Fungsi Konsultasi Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pemimpin kerap kali berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Selanjutnya pimpinan melakukan konsultasi dengan orang-orang yang dipimpin setelah keputusan telah ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif diharapkan keputusan-keputusan akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.
3) Fungsi Partisipasi Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin yang bukan pelaksana 4) Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.
5) Fungsi Pengendalian Fungsi Pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Untuk mengetahui kemampuan seorang pimpinan, Kartono (1994:53) mengemukakan rumusan tipe dan indikatornya yang terdiri dari pemberian arahan, pemberian motivasi, memfasilitasi, penetapan keputusan, dan mengembangkan hubungan kekeluargaan.
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan ini merupakan suatu kemampuan dalam memberdayakan seluruh sumberdaya untuk dapat bekerja secara optimal. Ketidakberhasilan suatu organisasi juga disebabkan ketidakberhasilan kepemimpinan dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya. Untuk itu kemampuan kepemimpinan sangat diperlukan untuk mampu mengoptimalkan sumberdaya untuk mencapai kepentingan atau tujuan organisasi.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan indikator untuk mengukur kepemimpinan adalah : a. Fungsi Instruksi
b. Fungsi Konsultasi
c. Fungsi Partisipasi
d. Fungsi Delegasi
e. Fungsi Pengendalian
3. Iklim Organisasi
Konsep Iklim Organisasi menurut Gibson dalam Afrinaldi (2006:20) adalah suatu set perangkat yang dimiliki oleh lingkungan kerja yang diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh karyawan yang bekerja dalam lingkungan tersebut dan dianggap sebagai kekuatan besar dalam mempengaruhi tingkah laku mereka.
Menurut Housser dan Wisler (Wirawan, 2002:136) yang dimaksud dengan iklim organisasi adalah suasana kerja yang diciptakan oleh hubungan antar pribadi yang berlaku dalam organisasi. Hubungan ini berjalan melalui beberapa faktor tertentu dimana faktor ini akan menciptakan mutu kebijakan dan pelaksanaannya.
Menurut Betlis (Suyanto, 2000:43) iklim organisasi adalah suatu sifat atau ciri-ciri yang relatif tetap pada lingkungan internal organisasi dan yang membedakan dengan organisasi lain, sedangkan ciri-ciri tersebut dihasilkan oleh tingkah laku dan kebijakan organisasi, dirasakan oleh organisasi, dapat dipergunakan untuk menafsirkan organisasi dan sebagai sumber untuk mengarahkan aktivitas pegawai.
Sedangkan Steers (1985:187) menyatakan bahwa iklim organisasi adalah suatu proses dengan mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan- kesan indra mereka agar memberi makna bagi lingkungan mereka.
Iklim kerja dalam suatu organisasi menurut Mill dalam Timpe (2000:4) adalah serangkaian sifat lingkungan kerja yang dapat diukur berdasarkan persepsi kolektif dari orang-orang yang hidup dan bekerja didalam lingkungan tersebut dan diperlihatkan untuk mempengaruhi motivasi, disiplin serta perilaku manusia.
Menurut Ansar dan Jackson (1996:10) mengatakan bahwa untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis adalah dengan memanfaatkan sebaik-baiknya sumber daya manusia yang tersedia. Ini dapat terjadi dalam suatu atmosfir saling menghargai, bila semua pegawai mendapatkan manfaat dari lingkup pengalaman dan sudut pandang yang luas.
Menurut Rahmat (1992:46) bahwa iklim organisasi menunjukkan persepsi orang tentang kebebasan individual, keketatan pengawasan, kemungkinan kemajuan dan tingkat keakraban. Banyak faktor mempengaruhi iklim organisasi. Menurut Mangkunegara (2000:55) banyak faktor yang mempengaruhi iklim organisasi, diantaranya adalah kepemimpinan, lingkungan fisik organisasi, komitmen, norma-norma, sikap, tingkah laku, dan hubungan kerja. Sementara itu menurut Rivai (2004:305) ada beberapa faktor yang dapat dipengaruhi oleh iklim organisasi yaitu motivasi kerja, kinerja dan produktivitas kerja yang ada didalam organisasi.
Sebagai tolok ukur untuk mengetahui besarnya pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja, maka penulis coba sampaikan pendapat para ahli mengenai indikator tersebut .
Steers (1985:120) menyatakan bahwa : Elemen-elemen seperti sikap, nilai-nilai serta motif-motif yang dimiliki seseorang individu mempunyai peranan penting, dalam proses konseptual iklim organisasi. Apabila iklim organisasi dirasakan sebagai suatu yang bermanfaat bagi kebutuhan individu, misalnya memperhatikan kepentingan karyawan dan berorientasi pada prestasi, maka dapat diharapkan tingkat perilaku karyawan mengarah pada tujuan yang tinggi. Demikian pula apabila iklim organisasi yang timbul bertentangan dengan tujuan, kebutuhan dan motivasi pribadi, akan dapat mengakibatkan kepuasan dan kinerjanya menurun.
Dari pendapat Steers diatas dapat diambil kesimpulan bahwa indikator yang menentukan iklim organisasi adalah sikap, nilai-nilai serta motif-motif yang dimiliki seseorang individu.
Menurut Litwin dan Stringer, seperti yang dikutip Steers (Steers, 1985:124) menunjukkan bahwa :
Iklim yang otoriter dengan sentralisasi pengambilan keputusan serta sebagian perilaku karyawan ditentukan oleh peraturan atau prosedur standar, bukan hanya menjurus pada produktifitas yang rendah, tetapi juga menghasilkan sedikit sekali kepuasan kerja dan kreatifitas sikap terhadap kelompok yang negatif Dengan demikian dari pendapat Litwin dan Stringer dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi merupakan karakteristik yang menggambarkan lingkungan psikologis organisasi yang menunjukkan isi dan kekuatan dari pengaruh antara nilai, norma, sikap, perilaku dan perasaan anggota organisasi.
Lebih lanjut menurut Sugiyono (1999) hal-hal yang diukur dalam iklim
1) Otonomi dan Fleksibilitas Artinya karyawan diberikan kewenangan untuk mengambil tindakan atau langkah dalam rangka penyelesaian pekerjaan dan tidak kaku dalam menjalankan aturan. 2) Kepercayaan dan Keterbukaan
Artinya karyawan diberikan kepercayaan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan diberikan kebebasan membicarakan hal-hal yang menyangkut masalah pekerjaan kepada rekan- rekan maupun pimpinan.
3) Simpatik dan Memberikan dukungan Karyawan mendapat perhatian atas masalah yang dihadapi dalam menyelesaikan pekerjaan dan kontribusi yang diberikan mendapat tanggapan positif dari pimpinan. 4) Jujur dan Menghargai
Pimpinan melaksanakan tugasnya dan memenuhi perjanjian kerja yang disepakati dan menghargai kemampuan yang dimiliki karyawan 5) Kejelasan Tujuan
Tujuan pekerjaan yang dikerjakan karyawan telah didefenisikan (diuraikan dengan jelas) 6) Pekerjaan yang Beresiko
Karyawan diberikan dorongan untuk tidak merasa takut mempunyai pendapat yang berbeda dengan atasan dalam menerapkan metode kerja yang dianggap lebih efisien.
7) Pertumbuhan Kepribadian Karyawan diberikan kesempatan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan
Menurut Dessler (1998) menyatakan bahwa sebagai hasil dari iklim organisasi akan timbul sesuatu yang dirasakan, suatu pandangan tentang sistem formal organisasi, kepemimpinan dan faktor lingkungan lainnya terhadap sikap, nilai kepercayaan, dan motivasi orang-orang yang bekerja dalam organisasi.
Dengan kata lain iklim organisasi dipandang sebagai milik tersendiri bagi suatu lembaga atau organisasi seperti yang terlihat dan dirasakan oleh para anggotanya.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat terlihat bahwa iklim organisasi dalam suatu perusahaan ataupun organisasi dapat tercipta apabila manajer puncak atau pimpinan dapat menjalankan fungsi kepemimpinan. Sehingga apabila fungsi tersebut dapat berjalan maka akan terciptalah suatu iklim organisasi yang baik dan kondusif. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi merupakan serangkaian sifat lingkungan kerja yang dapat diukur berdasarkan persepsi kolektif dari orang- orang yang hidup dan bekerja didalam lingkungan tersebut, diperlihatkan untuk mempengaruhi motivasi serta perilaku mereka. Disamping itu iklim organisasi dipandang sebagai suatu kepribadian organisasi yang diekspresikan oleh anggotanya dan merupakan tempat dimana karyawan melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa indikator yang dipergunakan untuk mengukur iklim organisasi adalah : a. Otonomi dan fleksibilitas
b. Kepercayaan dan keterbukaan d. Jujur dan menghargai
e. Kejelasan tujuan
4. Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu Mover yang berarti menggerakkan. Motivasi berhubungan erat dengan keberhasilan seseorang, organisasi, atau masyarakat didalam mencapai tujuan-tujuannya. Banyak istilah atau defenisi tentang motivasi ini. Mitchell dalam Thoha (2003:1) mengatakan motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan pada tujuan tertentu. Para manajer perlu memahami proses psikologikal apabila mereka berkeinginan untuk membina karyawan agar berhasil dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Rivai (2004:455), motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai- nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku mencapai tujuan. Selain itu motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan suatu tindakan karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu termotivasi, mereka akan membuat pilihan positif untuk melakukan sesuatu, karena dapat memuaskan keinginan mereka.
Menurut Robbins (2003:55), motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu. George R.Tery dalam Ridwan (2004:154) motivasi kerja adalah melakukan tindakan-tindakan. Edwin B. Flippo dalam Ridwan (2004:260) motivasi kerja adalah suatu keahlian , dalam menggerakkan karyawan dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para karyawan dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.
Menurut Robbins (2003:208) motivasi sebagai suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan. Ketiga unsur kunci dalam defenisi adalah intensitas, tujuan, dan ketekunan. Intensitas menyangkut seberapa kerasnya seseorang berusaha. Ini adalah unsur yang paling difokuskan oleh kebanyakan kita bila kita berbicara tentang motivasi. Akan tetapi, intensitas yang tinggi tidak akan membawa hasil yang diinginkan kecuali kalau upaya itu diarahkan ke suatu tujuan yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu kita harus memperhitungkan kualitas dari upaya itu maupun intensitasnya. Akhirnya motivasi memiliki dimensi ketekunan. Ini adalah ukuran tentang berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu yang termotivasi tetap bertahan pada pekerjaan cukup lama untuk mencapai tujuan mereka.
Siswanto (1990:82), menulis bahwa motivasi adalah sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberi energi, dorongan, dan mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tercapainya kebutuhan yang memberikan kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Dari pengertian motivasi yang diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa bila karyawan telah terdorong untuk melaksanakan sesuatu maka dia akan memberikan hasil terbaik sesuai dengan kemampuannya kepada organisasi. Akan memperlihatkan perilaku positif seperti berdisiplin, dan memperlihatkan kecintaan kepada organisasi sehingga kinerja juga akan meningkat.
Wahjusumidjo (1994:19) mengemukakan faktor yang mempengaruhi motivasi dapat dikelompokkan atas dua macam yaitu faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi antara lain lingkungan kerja, pemimpin dan kepemimpinan, kebijakan organisasi, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi motivasi adalah pendidikan, pengalaman, keinginan dan harapan masa depan. Lebih lanjut Wahjusumidjo mengemukakan bahwa motivasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Pengertian lingkungan kerja dalam kehidupan organisasi adalah iklim dalam organisasi dan wibawa pemimpin. Munandar (2003:329) mengemukakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu gaya kepemimpinan, peran diri sendiri dan peran organisasi.
Menurut Saydam (2000:232) pimpinan yang gagal memberikan motivasi kepada bawahannya tentulah akan dapat menciptakan kondisi kerja ”demotivasi” (tidak adanya motivasi). Dalam kondisi seperti ini, para karyawan akan bekerja tanpa motivasi maka yang akan terjadi adalah : a. Menurunnya semangat dan gairah kerja
b. Merosotnya prestasi kerja
c. Sering terjadi kesalahan yang diperbuat karyawan
d. Berkembangnya rasa tidak puas
e. Merosotnya produktivitas kerja f. Membesarnya konflik antar karyawan.
Selanjutnya dikatakannya , sebenarnya banyak faktor penyebab timbulnya kegagalan supervisi atau kegagalan pimpinan memberikan motivasi bawahannya disamping faktor-faktor : a. Kompensasi yang tidak memadai
b. Kondisi pekerjaan yang tidak mendukung gairah kerja
c. Peraturan dan kebijakan yang kaku
d. Hubungan kerja yang tidak harmonis e. Kehidupan pribadi yang tidak stabil, dan sebagainya.
Menurut Robert (1992:32) seseorang yang mempunyai motivasi tinggi dapat dilihat dengan indikator sebagai berikut : a. Dapat memotivasi diri sendiri, mengambil inisiatif, dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan memacu diri sendiri, mempunyai perasaan komitmen yang tinggi.
b. Tekun, bekerja secara produktif pada suatu tugas sampai selesai dengan baik, dapat menyelesaikan pekerjaan walaupun mendapat rintangan.
c. Mempunyai kemauan yang keras untuk bekerja
d. Bekerja dengan atau tanpa pengawasan e. Melihat hal-hal yang harus dikerjakan dan mengambil tindakan yang perlu.
f. Suka tantangan, ingin menguji kemampuannya dan menyukai pencarian intelektual.
g. Memperagakan ketidakpuasan yang konstruktif, selalu memikirkan perbaikan sesuatu.
h. Berorientasi pada sasaran / pencapaian hasil i. Selalu tepat waktu, disiplin j. Tingkat energi tinggi, dan selalu dapat mengarahkan energi tersebut secara efektif k. Merasa puas jika telah mengerjakan pekerjaan dengan baik l. Percaya bahwa kerja perlu diimbangi dengan gaji yang wajar m. Memberi andil lebih dari yang diharapkan
Teori Kebutuhan yang dikemukakan oleh David Mc.Clelland dalam Robbins (2003:216) menyatakan bahwa ada tiga macam kebutuhan manusia yaitu:
a. Kebutuhan akan prestasi (nAch) : dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, berusaha keras untuk sukses.
b. Kebutuhan akan kekuasaan (nPow): kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang diinginkan c. Kebutuhan akan afiliasi (nAff) : hasrat untuk membentuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab Kebutuhan berprestasi cenderung mempunyai perilaku : 1) Mempunyai keinginan untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan dalam pekerjaan 2) Berorientasi terhadap tujuan 3) Mencari tantangan dan membuat tujuan yang realistis 4) Ingin umpan balik dalam pelaksanaan pekerjaan
Jadi karyawan yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi lebih cenderung untuk mencapai tujuan dan juga mempunyai keinginan untuk mendapatkan umpan balik atau penilaian terhadap pekerjaan yang telah diselesaikan. Dorongan untuk bekerja dan berprestasi akan mempengaruhi kepadanya. Apabila mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya maka karyawan yang mempunyai motivasi yang tinggi akan berusaha mencari kiat agar dapat keluar dari kesulitan yang dialaminya
Dari paparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktu untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila seorang karyawan telah termotivasi maka dia akan memberikan hasil yang terbaik, berperilaku positif, memperlihatkan kecintaannya kepada organisasi sehingga diharapkan akan meningkatkan kinerjanya.
Motivasi merupakan faktor yang penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai kinerja maksimal. Satu hal yang dapat mendukung timbulnya motivasi karyawan adalah adanya faktor kepemimpinan. Pimpinan mempunyai fungsi sentral dalam organisasi. Suatu organisasi memerlukan pemimpin yang handal, yang dapat diharapkan bagi anak buahnya. Seorang pimpinan harus mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang yang menjadi bawahannya, mengatur, dan mengelola dengan power yang dimilikinya.
Juga seorang pimpinan harus dapat membuat rencana kedepan dalam memajukan organisasi yang dipimpinnya.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan hal yang mendasar dalam mampu diselaraskan dengan tujuan organisasi. Motivasi ini sangat menentukan tingkat keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Untuk itu motivasi harus dijadikan salah satu variabel yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya manusia.
Dari kajian teori di atas dapat disimpulkan bahwa indikator yang dipergunakan untuk mengukur motivasi adalah : a. Mampu memotivasi diri sendiri
b. Mempunyai komitmen
c. Ketekunan
d. Bekerja tanpa pengawasan
e. Menghadapi tantangan
f. Memikirkan perbaikan
g. Berorientasi pada hasil
B. Kerangka Konseptual
1. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Iklim Organisasi
Kepemimpinan merupakan suatu upaya dalam mengarahkan orang-orang untuk mau dan mampu bekerja dalam suatu organisasi. Tugas dari pimpinan yang baik adalah mampu menciptakan iklim organisasi yang baik pula.
Dengan kepemimpinan yang baik maka lingkungan organisasi yang kondusif dan dinamis akan dapat diciptakan, antara lain pimpinan akan mengarahkan karyawannya dengan baik, membangun tim kerja yang solid dan dapat menjalin hubungan komunikasi yang terbuka dua arah serta menghargai untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih baik dan lebih nyaman, karena pimpinan memberikan kepercayaan atas pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawannya, kemudian karyawan juga merasa dihargai atas hasil kerjanya yang baik, dan jika timbul permasalahan dalam pekerjaan akan diselesaikan secara terbuka dan bersama-sama dengan pimpinan. Manfaat bagi perusahaan dengan baiknya iklim organisasi ini adalah baiknya juga tingkat ”operation handling
performance” sehari-hari dengan tercapainya target bisnis perusahaan.
Namun sebaliknya jika kepemimpinannya tidak baik maka akan menciptakan iklim organisasi yang buruk pula serta tidak kondusif untuk bekerja, antara lain pimpinan tidak fleksible dalam mengarahkan karyawannya sehingga karyawan tidak bisa berinovasi dan berinisiatif dalam bekerja, pimpinan tidak menepati ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama sehingga pimpinan tidak menanamkan prinsip jujur dan menghargai kepada karyawannya dan pimpinan juga tidak pernah membicarakan tentang kemajuan perusahaan kepada karyawannya sehingga pimpinan tidak membangun jiwa semangat bekerja pada karyawannya. Hal ini akan menimbulkan efek negatif yang membuat tidak baiknya suasana untuk bekerja dan lama kelamaan dampaknya karyawan menjadi malas untuk pergi bekerja karena suasana di kantor tidak menyenangkan, timbul saling curiga antara pimpinan, bawahan dan sesama karyawan dan karyawan juga tidak akan pernah melapor pada pimpinan jika timbul permasalahan dalam pekerjaannya yang pada akhirnya karyawan tidak akan mempunyai kejelasan tujuan dalam bekerja. Bagi perusahaan dampaknya adalah akan memiliki karyawan yang malas untuk bekerja, sehingga mengakibatkan ”operation
handling performance” sehari-hari yang rendah dan tidak tercapainya target
bisnis perusahaan.Untuk itulah pentingnya iklim organisasi harus diciptakan dan dibentuk dengan baik oleh pimpinan untuk mengarahkan individu maupun kelompok kerja untuk berkinerja tinggi dan mempunyai lingkungan kerja yang mampu untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya secara maksimal.
Jadi dapat disimpulkan kepemimpinan yang diterapkan pada perusahaan akan dapat menciptakan iklim organisasi yang kondusif sehingga semua karyawan memiliki kemauan dan motivasi kerja yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
2. Pengaruh Kepemimpinan dan Iklim Organisasi terhadap Motivasi Kerja
KaryawanKepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang atau sekelompok orang agar dapat bekerja mencapai tujuan atau sasaran. Pemimpin dapat memberikan motivasi ataupun dorongan yang besar terhadap karyawan agar mau dan mampu mengembangkan dirinya.