BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

  2.1.1 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan sangat penting adanya, hal ini karena dengan nilai perusahaan yang tinggi maka akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham, 2006). Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005).

  Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Menurut Nurlela (2008) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

  Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek antara lain adalah harga pasar saham dan nilai aset perusahaan. Untuk mengukur nilai perusahaan ada beberapa rasio yang dapat digunakan, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan rasio Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh Profesor James Tobin (1967) dan dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam perusahaan seperti terjadinya perbedaan cross sectional dalam pengambilan keputusan investasi. Rasio-Q mempresentasikan nilai perusahaan dari segi aspek harga saham maupun nilai aset perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena dapat menunjukan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian setiap dana yang diinvestasikan. Jika rasio-Q di atas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi sehingga akan menarik munculnya investasi baru sedangkan jika rasio-Q di bawah satu menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva tidak menarik investor untuk memberikan investasinya yang baru.

  2.1.2 Kinerja Keuangan perusahaan untuk menilai keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba.

  Kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu.

  Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan elemen keuangan maupun non keuangan. Menurut Harahap (2002 : 53) jenis rasio keuangan yang sering sekali digunakan adalah: rasio likuiditas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya.

  a) Rasio solvabilitas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi.

  b) Rasio rentabilitas/ profitabilitas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah karyawan dan sebagainya.

  c) Rasio leverage, rasio ini menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun aset.

  d) Rasio aktivitas, rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian atau kegiatan lainnya.

  e) Rasio pertumbuhan, rasio ini menggambarkan persentasi kenaikan penjualan tahun ini dibanding dengan tahun lalu. Semakin tinggi berarti semakin baik.

  f) Penilaian pasar, rasio ini merupakan rasio yang khusus dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi perusahaan di pasar modal.

  g) Rasio produktivitas, rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai.

  Terdapat keragaman pendapat mengenai analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan ekonomi, mulai dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut dijadikan indikator paling penting hingga yang beranggapan minimalis terhadap rasio keuangan tersebut. Kenyataannya, praktek bisnis satu model analisis keuangan, meskipun relevansinya tentu bersifat sangat subyektif, tergantung kepada tujuan dan kepentingan masing-masing analis.

  Dalam penelitian ini , peneliti menggunakan rasio laba berih setelah pajak terhadap penjualan (Net Profit Margin). Menurut Darsono (2005) Net

  Profit Margin adalah laba bersih dibagi penjualan bersih. Rasio ini

  menunjukkan seberapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar Net Profit Margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.

  2.1.3 Profitabilitas Profitabilitas menurut Brigham dan Houston (2006) adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan.

  Rasio profitabilitas (profitability ratio) akan menunjukkan kombinasi efek dari likuiditas, manajemen aktiva dan utang pada hasil – hasil operasi.

  Profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan keuangan yang terdiri dari laporan neraca dan rugi-laba perusahaan. Berdasarkan kedua laporan keuangan tersebut akan dapat ditentukan hasil analisis sejumlah rasio dari operasi perusahaan.

  Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets, maupun modal sendiri. Sehingga hasil profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolak ukur ataupun gambaran tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi perusahaan.

  Kemampuan dalam menghasilkan laba merupakan signal positif bagi investor karena dapat mengindikasikan kelangsungan hidup (going concern) perusahaan dalam jangka panjang yang artinya bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek pertumbuhan yang baik di masa depan. Perusahaan yang berlaba juga mengindikasikan kesejahteraan para pemiliknya karena dengan memperoleh laba, perusahaan akan mampu memenuhi kewajibannya terhadap kreditor dalam bentuk bunga dan pelunasan hutang, dan pemegang saham melalui dividen. Kedua signal tersebut akan direspon secara positif oleh investor sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan.

  Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Standar Akuntansi Keuangan Paragrap Tujuh Belas menyatakan bahwa informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghsilkan arus kas dari sumber daya yang ada.

  (Brigham dan Houston, 2006) :

  a) Margin laba atas penjualan (Net Profit Margin)

  b) Rasio ini mengukur laba bersih per penjualan, dihitung dengan membagi laba bersih terhadap penjualan.

  c) Pengembalian atas total aset

d) Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap total aset.

  f) Rasio ini menunjukkan kemampuan aset perusahaan dalam menghasilkan laba operasi, dihitung dengan membagi laba operasi terhadap total aset.

  g) Pengembalian atas ekuitas biasa

  h) Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa, dihitung dengan membagi laba bersih terhadap total ekuitas biasa.

  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rasio laba bersih setelah pajak terhadap penjualan bersih (net profit margin). Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan. Net profit margin adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai penjualan yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya termasuk bunga dan pajak. Net profit margin merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Net profit margin selain digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Semakin besar net profit margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.

  Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh para praktisi keuangan sebagai penentu nilai (value drive) kunci yang perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukan seberapa besar kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan untuk mengendalikan pabrik, operasi dan pinjaman

  • – pinjaman perusahaan. Laba bersih yang diperoleh juga tergantung pada
kebijakan pemerintah mengenai tingkat suku bunga dan pajak penghasilan yang akan mengurangi laba bersih yang diperoleh perusahaan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  laba bersih setelah pajak Net Profit Margin (NPM) = X 100% penjualan bersih

  2.1.4 Agency Theory Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu corporate governanace dan nilai perusahaan. Dimana isu

  agency theory merupakan bidang popular akhir – akhir ini. Agency theory

  menjelaskan hubungan atau kontrak antara principal dengan agent. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency relationship sebagai suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (principal) menyuruh orang lain (agent) untuk melakukan tindakan atas namanya dan mendelegasikan sebagian wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (investor) dengan pihak yang menerima wewenang (manajer). Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimalkan nilai perusahaan, maka diyakini agent akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal, namun menurut teori ini hubungan antara principal dengan agent pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya tujuan yang saling bertentangan.

  Masalah keagenan dapat terjadi dalam dua bentuk hubungan, yaitu (1) pemegang saham dengan manajer (pemegang saham sebagai principal, manajer sebagai agent); dan (2) kreditor dengan pemegang saham (kreditor sebagai principal, pemegang saham sebagai agent). Hubungan pemegang saham dengan manajer disebabkan adanya pemisahan kepemilikan dan kontrol. Hubungan antara pemegang saham dengan kreditor disebabkan oleh adanya dana kreditor yang digunakan pemegang saham untuk mendanai proyek perusahaan di bawah kendali manajer.

  Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggung jawaban kinerjanya,

  

principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agent

  tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar

  Good corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan

  pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan.

  2.1.5 Good Corporate Governance

  Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI, 2001)

  mendefinisikan good corporate governance sebagai suatu perangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.

  Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2004) menyatakan bahwa

  

corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan

  oleh organ perusahaan untuk memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan peundang-undangan dan norma yang berlaku. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M- MBU/2002, good corporate governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang – undangan dan nilai etika.

  

corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan

  di antara berbagai pihak dalam perusahaan sehubungan dengan hak dan kewajiban mereka dengan tujuan mencapai kepentingan pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan semua pihak.

  Good corporate governance muncul karena terjadi pemisahan kepentingan

  antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan yang sering disebut sebagai masalah keagenan. Permasalahan yang dihadapi oleh para pemegang saham adalah bagaimana mereka dapat memastikan bahwa dana yang telah mereka investasikan dalam perusahaan akan digunakan secara tepat oleh manajer dan tidak digunakan untuk proyek yang tidak menguntungkan sehingga akan menghasilkan keuntungan seperti yang mereka harapkan. Good corporate

  governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan yang terjadi di antara pemilik dan manajer.

  Dalam corporate governance terdapat beberapa prinsip dan prinsip prinsip good corporate governance ini dipastikan dapat diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Secara umum terdapat lima prinsip dasar good corporate governance yaitu Transparency,

  Accountability and Responsibility, Responsiveness, Independency, dan Fairness.

  1. Transparency (transparasi) Dalam menjalankan fungsinya, semua partisipan dalam perusahaan harus menyampaikan informasi yang material sesuai dengan substansi yang sesungguhnya, dan menjadikan informasi tersebut dapat diakses dan dipahami secara mudah oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan. Accountability and Responsibility (akuntabilitas dan pertanggungjawaban)

  Dalam menjalanakan fungsinya, semua partisipan dalam perusahaan harus mempertanggungjelaskan amanah yang diterima sesuai dengan hukum, peraturan, standar moral/ etika maupun best practices yang berlaku, dan mengantisipasi pertanggungjawaban yang diperlukan jika pertanggungjelasan yang diajukan ditolak.

  3. Responsiveness (ketanggapan) Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan dalam perusahaan pihak-pihak yang berkepentingan dan menanggapi berbagai perubahan di dunia usaha yang dapat mempengaruhi perusahaan secara signifikan.

  4. Independency (kemandirian) Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan dalam perusahaan harus membebaskan diri dari kepentingan pihak-pihak lain yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan, dan menjalankan fungsinya sesuai kompetensi yang memadai.

  5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan dalam perusahaan harus memperlakukan pihak lain secara adil berdasarkan ketentuan- ketentuan yang berterima umum.

  Utama (2003) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar corporate

  governance yang diterapkan dapat memberikan manfaat diantaranya :

  a. Meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen.

  b. Meminimalkan Cost of Capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal.

  c. Meningkatkan citra perusahaan.

  d. Meningkatkan Nilai Perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah.

  e. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik. Ada beberapa indikator dalam mengukur mekanisme penerapan good

  corporate governance yaitu sebagai berikut : 1.

  Kepemilikan Manajerial Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan - kepentingan manajer dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial diukur dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki manajer, direksi, komisaris, maupun pihak lain yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Mereka menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan memperbesar kepemilikan manajerial dalam perusahaan.

  Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Sehingga apabila perilaku opurtunistik manajer meningkat maka nilai perusahaan akan menurun.

2. Kepemilikan Institusional

  Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir tahun (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Yang dimaksud institusi adalah perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi, maupun lembaga lain yang bentuknya seperti perusahaan. Sedangkan yang dimaksud blockholders adalah kepemilikan individu atas nama perorangan di atas 5% yang tidak termasuk dalam kepemilikan manajerial. Pemegang saham blockholders dimasukkan dalam kepemilikan institusional karena pemegang saham blockholders dengan dibandingkan pemegang saham institusional dengan kepemilikan saham di bawah 5%.

  Investor institusional sebagai investor yang sophisticated seharusnya dapat mengelola informasi sekarang dan memprediksi laba masa depan dibandingkan dengan investor non institusional. Dengan adanya investor institusional yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif, maka manajer akan mengurangi earnings management dalam pelaporan keuangan.

  Tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya pada kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Hal ini didukung dengan penelitian dari Smith (1996) dalam Suranta dan Midiastuty (2004) yang menunjukan bahwa efektifitas monitoring institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

3. Komisaris Independen

  Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham mayoritas, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau sematamata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Dalam menjalankan fungsinya, dewan berpotensi memunculkan konflik kepentingan dan menjalankan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang memadai. Perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris independen akan meningkatkan pengawasan sehingga akan mengurangi tindakan manajer dalam melakukan manajemen laba sehingga hal tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mengetahui adanya hubungan antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan, seperti yang telah seperti yang telah dilakukan oleh Bethseba (2010) dalam penelitiannya berjudul pengaruh return on asset terhadap nilai perusahaan dengan good corporate governance sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah asosiatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pooling, yang merupakan kombinasi antara data cross section dan data time series yang diambil dari laporan tahunan 23 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 yang ditentukan dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan

  good corporate governance dengan proksi kepemilikan manjerial tidak

  Pamungkas, Dyas (2012) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh

  earnings management terhadap nilai perusahaan dengan corporate governance sebagai variabel pemoderasi. Sampel yang digunakan di dalam

  penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2007-2010 dengan metode random sampling berdasarkan beberapa kriteria dan diperoleh 140 perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Hasil penelitian membuktikan bahwa earnings management dapat menurunkan nilai perusahaan. Variabel moderasi yang mempengaruhi hubungan dari

  

earnings mangement terhadap nilai perusahaan adalah kepemilikan

  manajerial. Sedangkan kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan kualitas audit bukan merupakan variabel moderasi.

  Mesrawati (2010) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial sebagai

  

variabel moderating di perusahaan manufaktur dalam sektor barang konsumsi

  yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Populasi penelitian ini yaitu sebanyak yaitu 35 perusahaan yang merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2008-2011. Sampel dipilih dengan menggunakan metode

  

purposive sampling berjumlah 14 perusahaan. Hasil Penelitian ini

  membuktikan pada hipotesis pertama bahwa earning per share, return on

  

equity, net cash flow, dividend payout ratio dan net profit margin

  berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui uji faktor, dan pada hipotesis

  

payout ratio, net profit margin secara simultan berpengaruh terhadap nilai

  perusahaan secara parsial hanya variabel return on equity yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Ketika kepemilikan manajerial digunakan sebagai

  

variabel moderating pada pengujian ketiga, variabel kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel moderating yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara earning per share, return on equity, net cash

  flow, dividend payout ratio, net profit margin dengan nilai perusahaan pada

  proksi kepemilikan manjerial tidak mampu memoderasi hubungan antara ROA dengan nilai perusahaan.

  earnings mangement terhadap nilai

  Hasil penelitian membuktikan bahwa earnings management dapat menurunkan nilai perusahaan. Variabel moderasi yang mempengaruhi hubungan dari

  Variabel independen: earnings management. Variabel dependen: nilai perusahaan. Variabel moderasi: praktik corporate

  sebagai Variabel Pemoderasi

  Corporate Governance

  terhadap Nilai Perusahaan dengan

  Earnings Management

  Pengaruh

  2.Pamungkas, Dyas (2012)

  corporate governance dengan

  perusahaan manufaktur yang bergerak dalam sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI.

  ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan good

  Variabel independen: ROA. Variabel dependen: Nilai Perusahaan. Variabel moderasi: GCG (proksi kepemilikan manajerial).

  sebagai Variabel Pemoderasi pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia

  Corporate Governance

  Nilai Perusahaan dengan Good

  Return On Asset terhadap

  Pengaruh

  1. Bethseba (2010)

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  perusahaan adalah kepemilikan manajerial. Sedangkan kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan kualitas audit bukan merupakan variabel moderasi.

  (proksi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, kualitas audit). Variabel kontrol: ukuran perusahaan.

  3. Mesrawati Faktor-Faktor Variabel Pada hipotesis pertama terbukti (2010) yang independen: bahwa earning per share, return on

  Mempengaruhi EPS, ROE, equity, net cash flow, dividend Nilai NPM, Ukuran payout ratio dan net profit margin Perusahaan Perusahaan, berpengaruh terhadap nilai dengan DER, Net perusahaan melalui uji faktor, dan Kepemilikan Cash Flow, pada hipotesis kedua bahwa Manajerial Dividend earning per share, return on equity, sebagai Payout Ratio , net cash flow, dividend payout

  Variabel ROA. ratio, net profit margin secara Moderating di Variabel simultan berpengaruh terhadap nilai

  Perusahaan dependen: perusahaan secara parsial hanya Manufaktur nilai variabel return on equity yang dalam Sektor perusahaan. berpengaruh terhadap nilai Barang perusahaan. Ketika kepemilikan Konsumsi manajerial digunakan sebagai yang Terdaftar variabel moderating pada di Bursa Efek pengujian ketiga, variabel Indonesia kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel moderating

2.3 Kerangka Konseptual

  Semakin ketatnya persaingan tersebut dan ditambah dengan situasi perekonomian negara yang tidak menentu mendorong manajemen perusahaan untuk bekerja lebih efektif dan efisien dalam melakukan aktivitas operasi yang semakin ketat ini, menuntut perusahaan untuk lebih meningkatkan nilai perusahaannya (firm value). Hal ini sangat penting bagi perusahaan karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan sama halnya dengan memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham, 2006).

  Peneliti memiliki asumsi awal bahwa kinerja keuangan yang diukur melalui NPM akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Peneliti beranggapan bahwa dengan semakin baiknya net

  

profit margin , maka investor memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi

  terhadap kinerja keuangan perusahaan di mana hal tersebut juga akan meningkatkan nilai perusahaan. Terdapat beberapa perbedaan berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang meneliti pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan terdapat variabel lain yang ikut mempengaruhi. Oleh sebab itu, dalam hal ini penulis memasukkan variabel

  Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel pemoderasi yang

  nantinya akan dapat dilihat apakah variabel ini dapat mempengaruhi hubungan net profit margin terhadap nilai perusahaan atau tidak. pemikiran yang digambarkan dalam bentuk diagram skematik :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual H

  1 H 2,3,4,5

  H 2,3,4,5

  • Struktur Kepemilikan Manajerial • Struktur Kepemilikan Institusional • Proporsi Dewan Komisaris Independen

  Berdasarkan kerangka konseptual yang didukung dengan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H 1 Net profit margin berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H

  2 Struktur kepemilikan manajerial memoderasi hubungan antara net profit

  H

  3 Struktur kepemilikan institusional memoderasi hubungan antara net profit margin dan nilai perusahaan.

  H

  4 Proporsi dewan komisaris independen memoderasi hubungan antara net profit margin dan nilai perusahaan.

  Net Profit Margin Nilai Perusahaan

  (Tobin’s Q)

  Good Corporate Governance

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Return Saham, Volume Perdagangan dan Varian Return Terhadap Bid-Ask Spread Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

0 8 13

Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Serdang Bedagai)

0 9 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 KualitasAnggaran - Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Ser

0 10 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Serdang Bedagai)

0 10 9

Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Serdang Bedagai)

1 23 12

Analisis Komparasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Fees Selama Masa Pengadopsian Ifrs Di Indonesia Dan Malaysia

0 0 38

Analisis Komparasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Fees Selama Masa Pengadopsian Ifrs Di Indonesia Dan Malaysia

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory) - Analisis Komparasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Fees Selama Masa Pengadopsian Ifrs Di Indonesia Dan Malaysia

0 22 36

Analisis Komparasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Fees Selama Masa Pengadopsian Ifrs Di Indonesia Dan Malaysia

0 0 13

LAMPIRAN 1 Proses Pengambilan Sampel No Nama Perusahaan Kriteria Perusahaan Sampel

0 3 16