Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Video untuk Meningkatkan Hasil Belajar Muatan IPA Di Kelas 4 SD Negeri Mangunsari 01 Semester II

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific

2.1.1.1.Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

  Kurikulum 2013 yang sekarang ini mulai digunakan yaitu pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran ini tidak lagi disajikan secara terpisah melainkan mata pelajaran dipadukan menjadi satu dan diikat oleh tema. Pembelajaran tematik terpadu tidak hanya di kelas rendah saja melainkan semua kelas (dari kelas I sampai kelas VI), menggunakan tematik terpadu. Pembelajaran tematik dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema- tema tertentu. Tema dapat ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Menurut Tabany (2011: 157) mengemukakan bahwa dalam dinamika pendidikan, pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum serta memberi kesempatan siswa untuk menggali pengetahuaan. Pembelajaran tematik memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan dari seluruh bahasa pembelajaran yang dimunculkan sendiri dan membangun rasa ingin tahu siswa secara alamiah tentang dunia disekitar.

  Menurut Depdiknas (2006: 5) pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang termasuk model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk menghubungkan beberapa mata pelajaran, sehingga siswa mendapat pengalaman yang bermakna. Kurikulum terpadu merupakan kurikulum yang menghasilkan pengalaman pembelajaran yang diperoleh siswa tidak hanya mencakup pengetahuan umum saja, namun dapat memberi motivasi dan mengembangkan kekuatan pembelajar untuk memahami hubungan baru dan menciptakan struktur baru. Istilah lain yang sering digunakan untuk kurikulum terpadu yaitu kurikulum interdisipliner. Kurikulum interdisipliner adalah pendekatan kurikulum dan pandangan pengetahuan yang menerapkan metodologi dan bahasa dari lebih dari satu disilpin ilmu untuk mengkaji tema, permasalahan, Selain itu, kurikulum interdisipliner sebagai kurikulum yang memadukan beberapa mata pelajaran ke tempat yang membuat siswa aktif dengan menggabungkan dunia nyata dalam satu aktivitas.

  Kurikulum terpadu melahirkan model pembelajaran yang disebut dengan pembelajaran terpadu. Menurut Kemendikbud (2013: 7), pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran dengan memadukan beberapa mata pelajaran melalui penggunaan tema. Pembelajaran terpadu merupakan suatu konsep yang dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi, sehingga dapat memberi pengalaman bermakna kepada siswa. Inti dalam pengembangan kurikulum yaitu mengeksplorasi suatu topik secara aktif yang melibatkan siswa saat proses belajar mengajar berlangsung dari beberapa studi dalam waktu bersamaan. Pembelajaran tematik menyediakan beberapa model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam aktivitas pembelajaran yang relevan dan penuh makna, baik formal maupun non formal.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu pembelajaran yang memadukan dari beberapa materi pembelajaran yang terdiri dari beberapa mata pelajaran sehinggga peserta didik tidak mempelajari materi mata pelajaran secara terpisah, namun semua mata pelajaran yang ada di sekolah dasar sudah melebur menjadi satu menjadi kegiatan pembelajaran yang diikat dengan tema.

2.1.1.2. Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu

  Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembahasan. Adapun pembelajaran tematik dikembangkan untuk mencapai pembelajaran yang ditetapkan. Menurut Sukayati (2013: 140) tujuan pembelajaran terpadu adalah 1) meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna; 2) mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah dan memanfaatkan informasi; 3) menumbuh kembangkan sifat positif, kebiasaan baik, dan nilai- nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan; 4) menumbuh kembangkan keterampilan sosial secara kerja sama, toleransi, serta menghargai pendapat orang lain; 5)

  2.1.1.3. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu

  Menurut (Trianto , 2009: 95) mengemukakan pembelajaran tematik memiliki beberapa karakteristik antara lain : 1) Pembelajaran tematik berpusat pada siswa, hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih mengutamakan siswa sebagai subjek, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja; 2) Pembelajaran tematik memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa. pengalaman langsung dapat menumbuhkan pemahaman siswa dari hal yang abstrak ke konkrit; 3) Pembelajaran tematik pemisahan anatara mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Siswa diarahkan pada pembahasan tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan siswa; 4) Pembelajaran tematik menyediakan konsep- konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suau proses pembelajaran; 5) Pembelajaran tematik bersifat luwes (Fleksibel) dimana guru dapat mengaitkab bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya; 6) Pembelajaran Tematik mengadopsi prinsip belajar PAKEM yaitu pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

  Berikut penjabaran dari PAKEM yaitu a) aktif : pembelajaran siswa aktif secara fisik dalam mengemukakan penalaran, menemukan kaitan yang satu dengan yang lain, mengkomunikasikan ide, mengemukakan bentuk representasi yang tepat dan menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah; b) efektif artinya berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan; c) kreatif artinya dalam pembelajaran siswa, melakukan serangkaian proses pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan yang mencakup: memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan memeriksa ulang pelaksanakan pemecahan masalah; d) menyenangkan berarti sifat terpesona dengan keindahan, kenyamanan dan kemanfaatannya sehingga siswa terlibat asyik dalam belajar sampai lupa waktu.

  2.1.1.4. Pendekatan Scientific Kurikulum 2013 sangat identik dengan pendekatan ilmiah (scientific).

  Adapun aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran saintifik yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengkomunikasikan. Kemendikbud (2013: 201) penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan ilmiah

  

(scentific) adalah suatu pendekatan untuk memperoleh pengetahuan yang landasi

  pada struktur logis dengn tahapan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan menciptakan.

2.1.2. Hakikat Pembelajaran IPA SD

  Salah satu disiplin ilmu yang ada di pembelajaran terpadu yaitu muatan

  IPA. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan sangat tergantung dari alam, zat terkandung di alam dan segala jenis gejala yang terjadi di alam. IPA merupakan ilmu yang memiliki karakteristik yaitu belajar tentang fenomena alam. Biologi, Fisika, IPA, Astronomi dan Geologi merupakan cabang ilmu dari rumpun IPA.

  Wisudawati (2014: 22) menjelaskan bahwa IPA merupakan ilmu yang awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) dan dikembangkan lagi berdasarkan teori (deduktif). Menurut Putrayasa (2014: 2) IPA merupakan salah satu muatan pelajaran yang penting dan selalu diberikan pada setiap jenjang pendidikan. Namun pembelajaran IPA di SD, sering melupakan dimensi proses dan lebih mengutamakan dimensi hasil. Padahal dimensi proses sangat dibutuhkan untuk menunjang perkembangan siswa dalam memperoleh serta menggali pengetahuan.

  Palupi (2017: 116) menjelaskan IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya. Menurut Hamdu & Agustina (2011: 82) mengemukakan bahwa dalam hal menggali pengetahuan pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan berbagai upaya, salah satunya melalui peningkatan motivasi belajar pada diri setiap individu. Saat belajar siswa akan berhasil jika didalam dirinya ada kemauan, keinginan serta dorongan untuk belajar dengan meningkatkan motivasi belajar. Menurut Maimunah (2013: 1) mengemukakan bahwa pembelajaran IPA sangat berperan penting dalam proses kemampuan seseorang untuk mengembangkan teknologi dan pemahaman tentang alam yang mengandung banyak fakta, konsep dan prinsip-prinsip yang belum ditemukan.

  Wisudawati (2014: 26) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA merupakan interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi. Tugas utama guru IPA yaitu melaksanakan proses pembelajaran IPA. Proses pembelajaran IPA dibagi menjadi tiga, yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Proses pembelajaran IPA harus mengutamakan karakteristik IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk. IPA terpadu diberikan di SD sebagai mata pembelajaran IPA terpadu.

  Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar menurut kurikulum 2013 Kemendikbud (2013) yaitu, 1) memperolah keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikappositif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

  Berdasarkan uraikan diatas dapat disimpulkan bahwa IPA bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan yang hanya sekedar dihafal. Melainkan harus ada pengguasaan keterampilan berupa fakta-fakta, konsep atau prinsip yang kemudian dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek yaitu : 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan; 2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas; 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana; 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit Pembelajaran IPA sebaiknya penyampaian materi dimulai dari hal-hal yang kongkrit dan kemudian baru mengarah ke hal-hal yang abstrak. Pengalaman langsung yang dialami siswa akan membawanya pada tingkat pemahaman. Cara yang digunakan untuk mengajar dan pembelajaran IPA di SD/MI , bahwa pembelajaran IPA mencakup apa yang diajarkan dalam pembelajaran IPA dan cara bagaimana supaya siswa dan memahami konsep yang dipelajari dengan baik dan terampil untuk mengaplikasikan secara logis konsep pada situasi yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

  Dalam penelitian ini variabel X yang digunakan adalah model

  1

  pembelajaran Problem Based Learning. Model pembelajaran Problem Based Learning akan dikaji pada sub bab berikut.

2.1.3.1. Pengertian Model Problem Based Learning

  Menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:133) “model pembelajaran merupakan rencana yang digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing proses belajar di kelas ”. Model pembelajaran bertujuan untuk memgarahkan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

  Arends dalam Trianto (2011: 22) menyatakan “model pembelajaran menitik beratkan pada pendekatan pembelajaran yang didalamnya terdapat tujuan, sintas, da n sistem pengelolaannya”. Menurut Trianto (2011:23) “strategi, metode atau prosedur lebih sempit dibanding model pembelajaran”. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu: “ 1) Rasional teoritis logis. 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar. 3) Tingkah laku. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan.

  Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based sebagai model pembelajaran. Diharapkan model Problem Based

  Learning

Learning dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah sehingga dapat

  meningkatkan hasil belajar siswa dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Model yang disingkat PBL, model ini dikembangkan

  Problem Based Learning berbasis masalah (PBL) dilandasi atas teori psikologi kognitif, yang paling utama yaitu teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme).

  Menurut Sani (2014: 127) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dengan menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan berdiskusi. Permasalahan yang dikaji harus permasalahan kontekstual yang ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Problem Based

  

Learning pertama kali digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di

  Southern Illionois University School of Medicine. Model PBL dapat diterapkan pada kelas yang kreatif dan siswa yang memiliki akademik yang tinggi. Kelebihan model ini yaitu dapat mengembangkan kemandirian siswa melalui pemecahan masalah yang bermakna bagi kehidupan siswa.

  Mendukung pendapat diatas, menurut Sani (2014: 138) mengemukakan bahwa Problem Based Learning (PBL) akan dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan mengatasi masalah. Hal ini menunjukkan bahwa Problem Based Learning (PBL) termasuk model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Model ini tidak hanya sekedar tranfer

  

of knowledge dari guru ke siswa, melainkan kolaborasi antara guru dan siswa,

maupun siswa dengan siswa yang lain untuk memecahkan masalah yang dibahas.

  Model Problem Based Learning (PBL) meliputi situasi kehidupan yang tidak sederhana. Peran guru dalam model ini yaitu menyediakan berbagai masalah autentik dan memfasilitasi siswa untuk mengidentifikasi permasalahan, memfasilitasi penyelidikan dan mendukung pembelajaran yang dilakukan siswa.

  Pembelajaran ini cocok digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Model pembelajaran ini, guru harus memadukan siswa untuk menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi lengkap-langkah kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan yang dibutuhkan agar tugas yang diberikan dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas menjadi mudah untuk penyelidikan siswa.

  Dari beberapa pendapat mengenai definisi Problem Based Learning

  

Learning menggarisbawahi pada keaktifan siswa dalam memecahkan suatu

  masalah terutama masalah kehidupan nyata sebagai pembelajaran oleh siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah dan dapat mengetahui konsep-konsep penting.

2.1.3.2. Sintak Model Problem Based Learning

  Sintak dalam suatu pembelajaran merupakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Model PBL mempunyai langkah yang paling mendasar yaitu siswa mulai diperkenalkan dalam situasi masalah dan mencari pemecahan masalah dengan penyajian dan analisis hasil kerja.

  Terdapat beberapa sintak pada pembelajaran PBL. Sintak tersebut diantaranya : “1) orientasi siswa kepada masalah; 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; 3) membantu penyelidikan mandiri dan kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya; 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan ma salah.”

  Hampir sama menurut Nur (dalam Hosnan, 2014:302) langkah-langkah PBL yaitu : “1) mengorientasikan peserta didik terhadap masalah; 2) mengorganisasi peserta didik untuk belajar; 3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.”

  Sejalan dengan pendapat di atas menurut Arends (dalam Warsono dan Haryanto, 2014; 151) mengemukakan beberapa sintaks dalam model pembelajaran PBL sebagai berikut: “1) melakukan orientasi masalah kepada siswa; 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; 3) mendukung kelompok investigasi; 4) mengembangkan dan menyajikan artefak dan memamerkannya; 4) menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan masalah.

  Langkah-langlah model PBL yang telah diuraikan oleh tiga ahli secara keseluruhan, Nur dan Arends mengemukakan langkah-langkah PBL hampir sama. Berdasarkan pendapat dari tiga tokoh yang telah diuraikan diatas, dapat ditarik benang merahnya bahwa langkah-langkah PBL sebagai berikut:

Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning Fase/ Langkah-langkah Penjelasan

  

1. Membahas tujuan pembelajaran, memaparkan

Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa kebutuhan logistik untuk pembelajaran, memotivasi siswa untuk terlibat aktif

  2. Membantu siswa dalam mendefinisikan dan Mengorganisasikan siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar/penyelidikan penyelidikan utnuk menyelesaikan permasalahan

  

3. Mendorong siswa untuk memperoleh informasi

Pelaksanaan investigasi yang tepat, melaksanakan penyelidikan, dan mencari penjelasan solusi

  4. Membantu siswa merencanakan produk yang Mengembangkan dan menyajikan hasil tepat dan relevan, seperti laporan, rekaman video, dan sebagainya untuk keperluan penyampaian hasil.

  

5. Membantu siswa melakukan refleksi terhadap

Menganalisis dan mengevaluasi proses

penyelidikan penyelidikan dan proses yang mereka lakukan

2.1.3.3.

   Ciri-ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning

  Pembelajaran dengan menerapkan model PBL memiliki beberapa ciri- ciri. Menurut Ibrahim dan Nur dalam Putra (2013:73) yaitu pengajuan masalah; fokus pada keterkaitan anatardisiplin ilmu; menghasilkan produk kemudian mempresentasikannya; kerjasama.

  Amir. Taufik (2009: 12) menjelaskan bahwa ciri-ciri atau karakteristik PBL antara lain: 1) pemberian masalah.; 2) berkelompok secara aktif merumuskan masalah; 3) mempelajari dan mencari sendiri materi yang berhubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya.

  Rizema. Putra (2013:72) mengemukakan bahwa model PBL memiliki beberapa karakteristik yaitu berorientasi pada masalah; mengorganisasi peljaran seputar masalah; siswa diberi tanggung jawab dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung; bekerja dengan kelompok; siswa harus mempresentasikan hasil kerjanya.

  Rusman (2011:233) model PBL memiliki karakteristik yaitu masalah menjadi nomer satu; mengidentifikasi masalah yang nyata di kehidupan siswa membutuhkan sikap siswa dan kompetensi serta pengetahuan siswa untuk mengidentifikasi permasalahan yang baru dalam belajar; bersumber pada informasi yang esensial; membutuhkan pengalaman dan evaluasi dalam proses

  Berdasarkan uraian diatas, model Problem Based Learning dimulai dari memunculkan masalah, baik dari siswa maupun guru, siswa kemudian memecahkan masalah sehingga motivasi siswa dapat tumbuh dan aktif dalam belajar.

  2.1.3.4. Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

  Adapun manfaat dari pembelajaran berbasis masalah diataranya sebagai berikut, 1) pembelajaran berbasis masalah akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya; 2) dalam situasi pembelajaran berbasis masalah, siswa akan mengitegrasikan pengetahuan dan keterampilan dan dapat mengaplikasikan dalam konteks yang relevan; 3) pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa, motivasi internal untuk belajar dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam belajar kelompok.

  Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak mungkin kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah. Hal ini dapat mengembangkan rasa percaya diri siswa atas kemampuan yang dimilikinya sendiri, untuk berfikir dan menjadi pelajar yang mandiri.

  2.1.3.5. Tahapan Pembelajaran Dalam Problem Based Learning (PBL)

  Pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan menyajikan permasalahan kepada siswa. Tahap pertama yang perlu dilakukan dalam pembelajaran yaitu memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan penyelesaian masalah, sehingga siswa akan bertindak aktif membangun pengetahuannya. Keingintahuan siswa dapat terbangun jika pemilihan permasalahan yang tepat dan dapat menimbulkan inkuiri dalam pikiran siswa. Penyelesaian masalah memerlukan analisis permasalahan dan identifikasi pengetahuan yang telah dimiliki, serta pengetahuan yang belum dikuasai. Tahapan awal yang dilakukan setelah siswa dihadapkan pada permasalahan yaitu ide untuk menyelesaikan permasalahan, tahapan ini bisa dilengkapi dengan perumusan hipotesis; mengidentifikasi isu pembelajaran.

  Tahapan mendefinisikan permasalahan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan lebih rinci tentang kasus yang dibahas agar dapat diperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang persoalan yang dihadapi. Setelah mendefinisikan permasalahan dan memperoleh informasi yang dibutuhkan, selanjutnya dilakukan analisis permasalahan dan penyelesaian masalah. Komponen PBL terdiri atas penyajian masalah, penyelesaian masalah, dan pemaparan solusi.

2.1.3.6. Keunggulan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

  Layaknya tiap pembelajaran, Problem Based Learning memiliki keunggulan dan kekurangan, demikian juga dengan model Problem Based

  

Learning. Menurut Rizema. Putra (2013:82) menjelaskan bahawa model PBL

  memiliki beberapa kelebihan, yaitu siswa lebih memahami konsep sehingga siswa terlibat secara aktif untuk memecahkan masalah, siswa mendapat pengetahuan yang tertanam sehingga pembelajaran lebih bermakna, dapat menyelesaikan masalah yang terkait dalam kehidupan nyata, siswa dapat bertukar pendapat saat memecahkan masalah sehingga siswa menjadi mandiri dan dewasa, model ini dapat menumbuhkan kreativitas siswa baik secara individu maupun kelompok.

  Sejalan dengan pendapat diatas, Sanjaya (2007:170) menjelaskan bahwa keunggulan model Problem Based Learning (PBL), dapat pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pembelajaran, pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentranfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

  Trianto (2011: 96-97) model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai kelebihan yaitu “(1) real dengan kehidupan siswa; (2) mempunyai konsep yang sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) meningkatkan daya kreativitas;

  (4) pemahaman siswa dapat meningkat; (5) meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah”.

  Disamping kelebihan, model pembelajaran Problem Based Learning memiliki beberapa k ekurangan, antara lain: “(1) harus mempersiapkan pembelajaran dengan matang, seperti alat, masalah, konsep yang kompleks; (2) sulitnya mencari problem yang relevan; (3) membutuhkan waktu yang banyak; (4) sering terjadi pemahaman konsep.”

  Selain beberapa kelebihan menurut Rizema Putra (2013:84) menjelaskan model Problem Based Learning memiliki beberapa kekurangan, yaitu model ini memakan banyak waktu dan biaya; siswa yang malas tidak cocok untuk menggunakan model PBL karena tujuan dari model tidak tercapai; tidak semua mata pelajaran dapat menerapkan model PBL. Kekurangan model PBL juga dijelaskan oleh Sanjaya (2007:170) diantaranya: 1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajarai sulit utnuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba; 2) keberhasilan model Problem Based Learning (PBL) sangat membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; 3) tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha untuk memecahkan masalaah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang siswa ingin pelajari. Agar dapat mengetahui berhasil atau tidaknya model PBL, maka harus dilakukan evaluasi yaitu penilaian seperti pengetahuan yang diperoleh siswa setelah pembelajaran.

  Dari uraian diatas mengenai kelebihan dan kekurangan model PBL, kelebihan yang paling menonjol yaitu siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran khususnya dalam pemecahan masalah. Sedangkan kelemahan yang paling utama adalah sulitnya mencari masalah dalam pembelajaran. Disamping itu model ini juga memerlukan waktu yang tidak sedikit.

Tabel 2.2 Sintaks Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Video Pada Pembelajaran IPA Berdasarkan Standar

  12 Guru membimbing siswa berdikusi untuk siswa merencanakan kegiatan untuk menyelesaikan

masalah

  21 Guru melibatkan siswa dalam membuat refleksi pembelajaran

  20 Membimbing siswa membuat kesimpulan hasil presentasi siswa

  19 Menganalisis hasil diskusi tiap kelompok

  Tahap 5 (Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan)

  18 Guru mengarahkan siswa lain untuk bertanya atau menanggapi hasil hasil kelompok yang sudah mempresentasikan hasil diskusi di depan.

  17 Guru membimbing siswa dalam menyampaikan hasil diskusi

  16 Guru memantau siswa dalam mengolah data dari hasil diskusi

  (Mengembang kan dan menyajikan hasil)

  15 Guru menunjukan sikap terbuka terhadap respon

siswa

Tahap 4

  14 Guru membantu penyelidikan kelompok dengan menyediakan fasilitas untuk membantu siswa memecahkan masalah melalui penyelidikan

  13 Guru mengarahkan jalannya diskusi

  Tahap 3 (Pelaksanaan investigasi)

  11 Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, sesuai dengan kelompok belajar.

  Proses No Indikator Langkah- langkah PBL No Aspek yang Diamati

  (Mengorganisa sikan siswa untuk penyelidikan

  10 Guru mengkonfirmasi jawaban siswa Tahap 2

  9 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti tentang permasalahan

  8 Guru memberikan suatu permasalahan pada siswa

  7 Guru bertanya jawab tentang materi yang akan

dipelajari

  2 Inti Tahap 1 (Memberikan orientasi permasalahan K epada siswa)

  6 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

  5 Siswa diajak bernyanyi bersama dengan guru

  4 Guru memotivasi siswa agar siap untuk belajar

  3 Guru melakukan presensi kepada siswa

  2 Guru meminta salah seorang siswa memimpin doa menurut agama dan keyakinan masing-masing.

  1 Guru memberikan salam pembuka

  1 Awal

3 Penutup

2.1.4. Media

2.1.4.1. Pengertian Media Pembelajaran

  Media merupakan salah satu alat pembelajaran yang mempermudah interaksi dengan siswa. Menurut Anitah (2013:243) “kata media berasal dari bahasa latin, yaitu medius yang artinya perantara atau pengantar. Sedangkan menurut Rayanda Asyar (2012 : 8) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Munadi (2008:7) mendefinisikan media pembelajaran sebagai “segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Sedangkan menurut Syaful Bahri Djamarah dan Azwan Zain (2010:121) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan agar tercapai tujuan pembelajaran.

  Munadi (2018: 5) mengemukakan media pembelajaran merupakan sumber-sumber belajar, selain guru yang dinamakan pennyalur atau penghubung pesan, dapat juga sumber belajar direncanakan atau diciptakan secara terencana oleh para pendidik sehingga dapat terc ipta istilah “media pembelajaran”. Media akan membantu guru dalam berinteraksi kepada siswa saat proses pembelajaran.

  Handani (2013:243) mengemukakan “media pembelajaran adalah salah satu perangkat belajar yang didalamnya terdapat materi instruksional di lingkungan siswa, sehingga dapat menarik siswa untuk belajar.”

  Dari beberapa pendapat tentang pengertian media dan media dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu untuk menyampaikan dan menginfomasikan pesan dari sumber secara terencana sehingga dapat mewujudkan lingkungan belajar secara efisien dan efektif.

  2.1.4.2. Jenis dan Karakteristik Media

  Dalam proses pembelajaran, media mrupakan alat untuk merangsang siswa untuk terjadinya proses belajar. Seels (dalam Azhar, 2011:29) mengyatakan bahwa dengan perkembangan peradaban manusia saat ini, media pembelajaran dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok, yaitu 1) media hasil teknologi cetak; 2) media hasil teknologi yang berdasarkan audio-visual; 3) media hasil teknologi yang berdasarkan komputer; 4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. Hampir sama pendapat Sanjaya (2011:204) menyatakan bahwa “media pembelajaran merupakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dapat menyampaikan pesan serta mengandung pesan. Media meliputi beberapa jenis yaitu dari barang-barang elektronik seperti TV, radio, komputer, Handphone bahkan juga manusia sebagai sumber belajar atau kegiatan seperti saat berbincang-bincang, seminar dan sebagainya.

  Selain itu, Sanjaya (2007:170) menjelaskan jenis-jenis media antara lain: 1) media auditif, yaitu media yang dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki suara, seperti radio dan rekaman suara; 2) media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara, seperti film slide, foto, lukisan, gambar dan grafik; 3) media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dll.

  Suprihatingrum (2014:81) menyatakan bahwa jenis-jenis media pembelajaran meliputi: media grafis (meliputi gambar, sketsa, diagram, grafik, poster, kartun, bagan dan buletin), media audio ( yaitu radio), dan multimedia ( meliputi program komputer multimedia).

  Dari contoh pengelompokan yang diadakan oleh para ahli, dapat dilihat dari pengelompokkan media dari aspek fisik dan panca indra. Pemilihan media dapat disesuaikan dengan materi, tujuan serta kemampuan dan karakteristik siswa sehingga dapat mengefisiensi serta efektivitas dalam proses pembelajaran.

  2.1.4.3. Ciri-ciri Media Pembelajaran

  Suprihatiningrum (2014: 81) menyatakan bahwa media pembelajaran

  1) Ciri fiksatif, bahwa media memiliki kemampuan untuk merekam, menyimpan serta merekontruksi kejadian. Seperti, video, tape, foto, audio tape;

  2) Ciri manipulatif, media haurs mempunyai kemampuan memanipulasi kejadian;

  3) Ciri distributif, bahwa media memiliki kemampuan untuk diproduksi dalam jumlah besar.

  Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran harus memiliki ciri-ciri yaitu mempunyai kemampuan untuk merekam, menyimpan dan merekonstruksi kejadian, media harus memiliki fungsi memanipulasi keadaan dan peristiwa tertentu, serta mempunyai kemampuan untuk diproduksi dalam jumlah besar sehingga dapat disebarluaskan.

2.1.4.4. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

  Pada hakikatnya proses belajar mengajar merupakan proses dimana guru melakukan komunikasi dengan siswa, dimana guru berperan sebagai pengantar pesan sedangkan siswa sebagai penerima pesan. Dalam penerimaan pesan biasanya memanfaatkan media pembelajaran untuk alat komunikasi.

  Menurut Munadi (2013:36-57) menguraikan bahwa fungsi media pembelajaran yaitu: Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar, yakni sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain, fungsi sematik, media pembelajaran dapat menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik

  Sedangkan menurut Sanaky (2009:6) Media pembelajaran berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan adanya objek, membuat tiruan objek, membuat konsep abstrak menjadi konsep real, memberi pendapat yang sama, mengatasi waktu, tempat dan jumlah serta jarak, menyajikan ulang informasi, serta memberi suasana belajar yang menarik sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

  Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Livie dan Lentz dalam Sanaky (2009:6) bahwa media pembelajaran memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi afektif, fungsi kognitif, fungsi atensi, fungsi kompensatoris.

  Dari beberapa pendapat para ahli, dapat ditarik benang merahnya bahwa fungsi dari media pembelajaran yaitu sebagai penyalur, pengantar dan penyampai pesan dalam proses pembelajaran yang dapat menghadirkan objek sehingga dapat menarik perhatian siswa dala belajar.

2.1.4.5. Media Video Video adalah salah satu media yang paling efektif dalam pembelajaran.

  Video merupakan bahan ajar noncetak yang mengandung banyak pengetahuan yang belum didapat siswa secara langsung serta dapat menghadirkan kejadian atau objek yang diluar batas inderawi manusia. Didalam video dapat menghadirkan tidak hanya gambar yang diam, namun dapat menghadirkan gambar yang bergerak dan memiliki suara sehingga siswa dapat tertarik. Salah satu media audiovisual yaitu video.

  Menurut Munadi (2013:56) menguraikan bahwa media yang melibatkan panca indera pendengaran dan penglihatan bersamaan dapat disebut dengan media audiovisual. Video merupakan ciri dari sistem komunikasi dalam audio. Melalui media dapat berupa pesan verbal dan non verbal. Didalam audiovisual terdapat perangkat soundsistem yang dilengkapi dengan penampilan gambar, seperti digunakan di presentasi, home theater dan sebagainya.

  Prastowo (2013:302) menjelaskan bahwa bahan ajar audiovisual didalamnya terdapat video. Didalam bahan ajar audiovisual terdapat dua materi secara bersamaan yaitu visual dan auditif. Tujuannya untuk merangsang indera pendengaran dan indra penglihatan sehingga dapat efektif dalam menciptakan media pembelajaran.

  Sanaky (2009:100) menjelaskan bahwa kelebihan yang dimiliki media video, seperti dapat menggantikan objek secara real dalam pembelajaran, menarik siswa agar mengikuti pembelajaran dengan baik, dapat tercapainya tujuan pembelajaran, menumbuhkan motivasi siswa agar saat pembelajaran tidak jenuh. Dari uraian diatas merupakan salah satu cara guru agar pembelajaran lebih efektif namun materi pembelajaran dapat tersampaikan. Disamping kelebihan pasti ada kelemahan yaitu media video memerlukan biaya yang mahal dan membutuhkan video dalam proses pembelajaran yaitu video bersifat hanya satu arah sehingga guru harus mampu memancing siswa agar dapat memberikan umpan balik, objek yang akan ditampilkan kurang detail, sehingga guru harus menjelaskan ulang, selain itu video juga memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks, seperti sound, LCD dan proyektor. Video termasuk bahan ajar noncetak yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat melihat objek walaupun tidak real. Selain itu, siswa dapat termotivasi ketika belajar, melihat gambar bergerak dan suara yang menyertainya.

2.1.5. Hasil Belajar IPA

2.1.5.1. Hakikat Hasil Belajar

  Kegiatan pembelajaran dapat menghasilkan sesuatu yang disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar menurut Sjukur (2012: 372) mengemukakan bahwa kemampuan belajar yang didapatkan seseorang setelah proses belajar berlangsung yang dapat memberikan perubahan tingkah laku seseorang, baik pengetahuan, pemahaman, dan sikap serta keterampilan sehingga seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

  Soegandini (2017: 49) hasil belajar merupakan kemampuan yang didapat siswa meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar menurut (Yupita & S, 2013) adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melakukan kegiatan pembelajaran mecakup nilai dari ranah afektif, kognitif maupun psikomotor dari proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam waktu tertentu.

  Mubarok (2014:5) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan peserta didik yang didapatkan dengan cara tes kognitif yang dilakukan di akhir proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peserta didik menerima dan menyerap materi pembelajaran yang di sampaikan guru. Pendapat diatas diperkuat dengan (Faizin & Sudarso, 2014) yang mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah akibat dari proses belajar mengajar di sekolah yang telihat dari perubahan-perubahan imu pengetahuan peserta didik yang lebih matang, akan tetapi peningkatan peningkatan sikap, keterampilan dan

  Indikator-indikator ketercapiannya hasil belajar meliputi tiga aspek yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Bukan hanya aspek kognitif saja yang menadi tolak ukur peningkatan hasil belajar peserta didik melainkan aspek afektif dan psikomotor juga harus diukur. Dengan melakukan penilaian dari ketiga aspek diatas maka penilaian akan menjadi penilaian yang autentik. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik di bagi menjadi dua yaitu faktor interinsik dan eksterinsik. Pertama faktor interinsik meliputi ketiga aspek yang dinilai terdapat aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Sedangkan faktor ekterinsik yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik meliputi lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah peserta didik.

  Dari pengertian hasil belajar dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang didapat setelah proses belajar mangajar. Dalam kegiatan belajar siswa berusaha untuk memperoleh perubahan perilaku yang menetap. Sebelum proses pembelajaran guru biasanya menetapkan tujuan pembelajaran. Siswa yang mencapai tujuan pembelajaran dinamakan siswa yang berhasil dalam belajar.

2.1.5.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa Belajar merupakan suatu perkembangan. Menurut Anggrayanthi (2016: 2) hasil belajar anak tidak dapat hanya dilihat melalui pengetahuan saja melainkan dilihat melalui perubahan perilaku. Hasil belajar siswa, tidak selalu baik bisa juga hasil belajar siswa rendah. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor.

  Suprayanti (2016: 32) faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa salah satunya adalah masih banyak guru yang cenderung menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut, menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus berusaha memperbaiki pengajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat menjadikan siswa sebagai pembelajar aktif.

  Slameto (2015: 54) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. terbagi menjadi tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat

  Syaifulloh (2014: 174) dengan menjadikan siswa sebagai pembelajar aktif diharapkan mampu meningkatkan pemahaman serta pengetahuan siswa yang dapat diidentifikasi melalui hasil belajar siswa. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Berdasarkan pengertian faktor hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi siswa setelah menerima pengalaman belajarnya mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2.1.5.3. Ranah Hasil Belajar

  Menurut Gagne terdapat lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Dalam bukunya, Muhibbin Syah membagi hasil belajar kedalam tiga ranah yaitu 1) Ranah cipta (kognitif), terdiri dari: pengamatan, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti), sintesis (membuat paduan baru dan utuh); 2) Ranah rasa (afektif), terdiri dari: penerimaan, sambutan, apresiasi (sikap menghargai), internalisasi (pendalaman), karakterisasi (penghayatan); 3) Ranah karsa (psikomotorik), terdiri dari: keterampilan bergerak dan bertindak, dan kecakapan ekspresi verbal dan non verbal.

  Dunia pendidikan di Indonesia jenis-jenis hasil belajar yang paling dikenal dan paling sering digunakan adalah jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom atau yang sering dikenal dengan “Taksonomi Bloom”. Benyamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokkan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu pada tiga domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: ranah proses berpikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap (affaective domain), ranah keterampilan (psychomotor domain).

  Bloom ranah kognitif merupakan ranah yang mencakup kegiatan mental termasuk dalam ranah kognitif. Domain kognitif merupakan proses pengetahuan yang lebih banyak didasarkan perkembagannya dari persepsi, intropeksi, atau memori siswa. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sementara itu ranah afektif adalah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, yang terdiri dari lima aspek, yaitu menerima, menanggapi, mengharga, mengorganisasikan,dan karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai. Untuk ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu: 1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); 2) Keterampilan pada gerakan- gerakan dasar; 3) Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain; 4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; 6) Kemampuan yag berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretative.

  Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hasil belajar tidak dapat hanya diukur dengan menggunakan aspek pengetahuan saja, melainkan harus melibatkan segala aspek perubahan tingkah laku, baik secara intelektual, fisik, dan psikologis.

2.1.6. Hubungan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Hasil Belajar

  Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pendidikan. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran dikelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Sehingga, ketika anak didik lulus sekolah, mereka pintar teoritis tetapi mereka miskin aplikasi. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu cara untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru dalam mengajar dapat menggunakan beberapa perkembangan ilmu IPA adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL).

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dan PBL Ditinjau dari Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas 5 SD

0 4 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dan PBL Ditinjau dari Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas 5 SD

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dan PBL Ditinjau dari Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas 5 SD

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dan PBL Ditinjau dari Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas 5 SD

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dan PBL Ditinjau dari Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas 5 SD

0 12 112

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Tematik Terpadu Melalui PI-MTPS Kelas IV SD Semester 2 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Tematik Terpadu Melalui PI-MTPS Kelas IV SD Semester 2 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 20

33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

0 2 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Tematik Terpadu Melalui PI-MTPS Kelas IV SD Semester 2 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Tematik Terpadu Melalui PI-MTPS Kelas IV SD Semester 2 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 91