Pemberian Biochar Dari Beberapa Bahan Baku Untuk Mengurangi Pencemaran Logam Berat Cd Di Tanah

4

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Tercemar
Tanah dapat didefinisikan dari dua pandangan, yaitu (1) tanah sebagai
bahan lepas (as a material) atau soil material, dan (2) tanah sebagai tubuh alam
(natural bodies) atau soils. Dalam konsep pertama, tanah merupakan bahan
(material) yang mengandung mineral, bahan organik dan biota tanah. Dalam
konsep kedua, tanah tidak bisa dilihat sebagai bahan (material) lepas saja, tetapi
sebagai tubuh alam tiga dimensi di dalam suatu lanskap tertentu yang berbeda satu
sama lainnya yang terdiri dari tanah (bahan lepas, konsep pertama) plus akar,
fauna, batuan artefak, dan lain-lain (Utomo dkk., 2016). Sehingga secara umum
dapat dikatakan, tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik
yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor genesis dan lingkungan, yakni : bahan induk, iklim, organisme hidup
(mikro dan makro), topografi dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang
sangat panjang, yang dapat dibedakan dari ciri-ciri bahan induk asalnya baik
secara fisik, kimia, biologi, maupun morfologinya(Winarso, 2005).
Tanah sebagai tubuh alam yang tidak terlepas dari ekosistem dan
interaksinya dengan makhluk hidup, memiliki peluang untuk mengalami
perubahan bahkan pencemaran. Perubahan pada tingkat tertentu sebagai akibat

dari masuk dan dimasuknnya suatu zat atau benda asing ke dalam, yang terjadi di
dalam tanah dan bagian-bagian dari siklus di dalamnya menunjukkan bahwa tanah
tersebut sudah mengalami pencemaran. Selain itu, perubahan tersebut
memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang sudah ada dan
hidup dengan baik di dalamnya (Palar, 1994).

Universitas Sumatera Utara

5

Pencemaran tanah terutama terjadi karena aktivitas manusia yang secara
langsung maupun tidak langsung mencemari tanah, yaitu kegiatan industri,
penambangan, pertanian, kehutanan dan aktivitas komersial termasuk transportasi
dan jasa (White, 2006). Aktivitas tersebut biasanya menghasilkan bahan buangan
yang biasanya menjadi polutan bagi tanah karena pada dasarnya tanah yang akan
menjadi penerima utamanya. Menurut Palar (1994) limbah atau polutan dapat
dikelompokkan berdasarkan jenis, sifat dan sumbernya.Berdasarkan pada jenis,
limbah dikelompokkan atas golongan limbah padat dan limbah cair.Berdasarkan
pada sifat yang dibawanya, limbah dapat dikelompokkan atas limbah organik dan
limbah an-organik.Sedangkan bila berdasarkan pada sumbernya, limbah

dikelompokkan atas limbah rumah tangga atau limbah domestik dan limbah
industri.
Tanah sebagai penerima utama dari limbah-limbah tersebut akan
memprosesnya dalam siklus yang telah ada sebelumnya di dalam tanah dan
lingkungan. Secara alami, tanah akan mendaur ulang dan mengurangi sifat
meracun dari limbah sehingga menurunkan resiko cemaran masuk ke dalam
sungai, danau atau bagian lingkungan lainnya. Hal ini berhubungan dengan
fungsi

tanah

sebagai

penyaring

untuk

berbagai

polutan.


Menurut

(Connell dan Miller, 1995) pergerakan pencemar melalui tanah meliputi dua
mekanisme yaitu difusi spesies zat kimia, terutama pada fase gas dan cair , dan
pengangkutan massa. Pergerakan yang nyata menyebabkan pencucian dapat
mengurangi kepekatan pencemar dalam tanah dan sedimen dan dapat
menyebabkan masalah peracunan air tanah, sebagai contoh pencucian ion-ion dan
senyawa organik dari tempat pembuangan tanah. Namun, pada kondisi tertentu,

Universitas Sumatera Utara

6

seperti jumlah polutan yang sangat banyak, tingkat toksisitas bahan pencemar
yang tinggi dan kondisi lain, tanah tidak mampu lagi menyaring polutan karena
kemapuan tanah terbatas dalam melakukan fungsinya tersebut. Dengan demikian
berbagai dampak akan timbul dan mempengaruhi komponen yang ada di tanah
(Utomo dkk., 2006).
Pada tanah pertanian, pencemaran tanah akan berdampak pada kualitas

produk pertanian yang dihasilkan. Terkhusus pada produk pangan, dampaknya
akan secara langsung dapat dialami oleh konsumen, yaitu hewan dan manusia.
Proses dari masuknya pencemaran hingga mengakibatkan produk yang tercemar
tergantung dari banyak faktor yang mempengaruhi, seperti jenis pencemar, lama
mencemari, jenis tanah, faktor lingkungan dan lain-lain.
Logam Berat Kadmium (Cd)
Logam berat adalah unsur-unsur yang memiliki kerapatan lebih dari 6
mg/m3 dan berat atom lebih besar dari berat atom Fe (Mukhlis dkk., 2011). Selain
itu, suatu unsur disebut sebagai logam berat karena posisinya di dalam tabel
periodik, sebagai contoh, unsur dengan jumlah atom 22-34 dan 40-52 serta
lantanida dan aktinida, kemudian pertimbangan lain sehingga sebuah unsur
disebut logam berat adalah tanggapan spesifik biokimiawi bila unsur tersebut
masuk ke dalam tubuh makhluk hidup (Connell dan Miller, 1995).
Beberapa logam dikatakan logam berat terutama logam transisi seperti Pb,
Cd dan Hg yang dapat menyebabkan masalah toksisitasdan tidak diketahui adanya
fungsi biologis penting untuk tubuh makhluk hidup. Salah satu daintaranya adalah
Cd yang terletak di ujung baris kedua elemen transisi dengan nomor atom 48,
berat atom 112,4, densitas 8,65 g cm-3, titik leleh 320,9 °C, dan titik didih 765 °C.

Universitas Sumatera Utara


7

Cd merupakan ion divalen Cd (II). Di tabel periodik, kadmium berada tepat di
bawah

Zn

dan

memiliki

kemiripan

sifat

kimia

dengan


Zn

(Asrari, 2014).
Cd merupakan salah satu yang penyebarannya cukup luas di alam. Hanya
ada satu jenis mineral Cd di alam yaitu greennockite (CdS)

yang selalu

ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Seperti halnya unsur-unsur
kimia lainnya terutama golongan logam, logam Cd mempunyai sifat fisika dan
kimia tersendiri, seperti berwarna putih perak, cepat mengalami kerusakan bila
dikenai oleh uap ammonia dan sulfur hidroksida. Logam Cd sangat banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia seperti sebagai bahan pewarna
untuk industri plastik dan pada elektroplating (Palar, 1994).
Konsentrasi Cd dalam kerak bumi (litosfer) secara alamiah adalah 0,098
mg/kg. Konsentrasi Cd pada tanah pertanian yang masih bersih (non-polusi)
berkisar antara 0,1-1 mg/kg, tetapi beberapa jenis tanah sangat mempengaruhi
kandungan Cd. Misalnya tanah yang mengandung bahan organik (Histosol)
biasanya mengandung Cd yang paling tinggi, dan sebaliknya tanah jenis Ultisol
dan Alfisol mengandung Cd yang paling rendah. Secara tidak alami, sumber

logam berat Cd di tanah adalah melalui mineral yang ditambahkan pada tanah
sebagai pupuk (Darmono, 2010). Selain itu juga berasal dari limbah industri
seperti plastik, electroplating, limbah cair seperti limbah pengolahan roti, ikan,
lemak, pencelupan tekstil, minuman ringan, dan bahan kimia serta pertambangan
(Palar, 1994).Untuk kadar yang lebih tinggi, Cd berasal dari emisi industri, antara
lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn) dan timbal (Pb)

Universitas Sumatera Utara

8

selain itu juga dari penggunaan sisa lumpur kotor sebagai pupuk tanaman yang
kemudian terbawa oleh aliran air dan angin(Widowati dkk., 2008).
Kadmium di dalam tanah berada dalam bentuk kation yang berbentuk
bebas (mobil) maupun yang tidak bebas (immobil) (Dewi, 2004). Dalam bentuk
bebas, kadmium di tanah hampir selalu ada pada keadaan oksidasi Cd (II) dan
masuk ke dalam golongan logam kelas B dalam klasifikasi logam Schwarzenbach,
oleh karena itu Cd2+ berpartisipasi dalam pengikatan kovalen dengan permukaan
dan oleh karena itu, kurang mudah larut daripada kation yang lebih keras . Kation
Kelas B seperti Cd2+ membentuk ikatan kompleks bagian dalam dengan

selektivitas tinggi ke permukaan sedangkan kation yang lebih keras dapat
berikatan sebagai kisi luar. Cd2+ membentuk batas yang secara definitif lebih kuat
dengan partikel tanah atau koloid tanah daripada dengan Ca2+, namun batas ini
tidak sekuat logam transisi seperti Cu2+. Sedangkan kadmium bentuk tidak bebas
(immobil) sulit untuk diserap oleh perakaran tanaman.Karena konsentrasi Cd
alamiah (pada tanah yang tidak tercemar) yang sangat sedikit di larutan tanah,
maka mekanisme yang paling memungkinkan bagi Cd berikatan dengan tanah
adalah melalui penyerapan dan kompleksasi, dan bila memungkinkan

reaksi

presipitasi terjadi pada pH tanah > 7(Alloway, 2012).
Di dalam tanah, sebagian besar Cd dikendalikan oleh pH.Cd dapat
teradsorpsi pada mineral lempung, karbonat atau hidroksida besi dan mangan atau
dapat diendapkan sebagai kadmiumkarbonat, hidroksida, dan fosfat. Dalam
kondisi asam,kelarutan Cd meningkat, dan sangat sedikit Cdyang diadsorpsi oleh
koloid tanah, oksida hidro, dan bahan organik.Toksisitas dan bioavailabilitas Cd
dipengaruhi oleh karakteristiktanah. Mobilitas dan bioavailabilitastanah akan

Universitas Sumatera Utara


9

lebih tinggi ditanah yang lebih asam dan lebih rendah pada tanah berkapur. Salah
satu cara untuk mengurangibioavailabilitas Cd adalah pemberian kapur
(Science Communication Unit, 2013).
Perilaku Cd di tanah akan berpengaruh pada siklus yang ada di tanah.
Bila tanah melakukan perannya sebagai pengangkut dan penghilang pencemar,
memang dapat mengurangi kepekatan Cd di tanah, namun hal ini memungkinkan
kation-kation Cd yang mengalami pencucian akan masuk ke air tanah, sehingga
air tanah tercemar (Connell dan Miller, 1995). Air tanah yang sudah tercemar Cd
akan mengubah susunan kimia tanah sehingga meracuni jasad hidup di dalam
maupun permukaan tanah (Sastrawijaya, 2000).
Pengaruh Cd terhadap makhluk hidup yang ada di permukaan atau di
dalam tanah berkaitan dengan kemampuan Cd terserap oleh jaringan tanaman
(bioavailabilitas). Dalam Alloway (2012) dikatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi bioavailabilitas Cd sangat kompleks dan namun masih banyak
faktor yang belum diketahui, beberapa yang sudah diketahui adalah kadar Cd total
di dalam tanah dan pH tanah. Kondisi kadar Cd total tanah belum mampu
menggambarkan serapan Cd oleh tanaman sesungguhnya karena masih ada faktor

tanah lain yang mempengaruhi, namun demikian dapat dikatakan bahwa semakin
banyak konsentrasi Cd total di tanah, maka kemungkinan serapan Cd oleh tanah
juga meningkat. Hal ini karena pengambilan Cd tidak diatur oleh batas fisiologis
(permintaan tanaman). Kondisi pH tanah juga mempengaruhi penyerapan Cd oleh
akar tanaman, semakin tinggi pH maka semakin kecil kemungkinan Cd dapat
diserap oleh tanaman. Hal ini disebabkan pada pH yang tinggi kadmium dapat
membentuk kompleks dalam larutan dengan ligan, yaitu ligan anorganik atau

Universitas Sumatera Utara

10

bahan organik. Namun demikian, meskipun logam Cd sudah terserap oleh
jaringan tanaman, masalah utama bukan karena logam Cd dapat mengakibatkan
tanaman menjadi rusak atau mati, tetapi karena adanya akumulasi logam berat
pada produksi pangan, yang selanjutnya akan masuk ke dalam siklus rantai
makanan dan akan terakumulasi pada tingkat yang lebih tinggi yaitu hewan dan
manusia (Charlena, 2004).
Biochar
Biochar adalah produk pirolisis biomassa yang kaya karbon yang biasa

diperoleh dari serasah tanaman maupun kotoran hewan. Biomassa tersebut
dipanaskan dalam kondisi wadah tertutup atau dengan kata lain dengan sedikit
atau tanpa oksigen. Perbedaan biochar dengan arang yang lainnya adalah tujuan
pemanfaatannya. Biochar diterapkan di tanah sebagai sarana pembenah tanah,
meningkatkan produktivitas, menyimpan karbon di dalam tanah, meresap air
tanah dan berbagai tujuan lainnya (Lehmann and Joseph, 2009).
Biochar dapat dihasilkan dari sistempirolisis atau gasifikasi. Pada
sistempirolisis, biochar yang dihasilkan sebagian besar dalamkeadaan tanpa
oksigendan paling sering dengan sumber panas dari luar, sedangkan pada sistem
gasifikasi hanya sedikit biochar yang dihasilkan. Produksi biochar yang optimal
adalah dalam keadaan tanpa oksigen. Bila biomassa mengalamipembakaran dalam
keadaan tanpa oksigen akan dihasilkan tiga substansi,yaitu; a)bio-gas dan
hidrogen, keduanya dapat dijadikan bahan bakar hayati;b) bio-oilyang dapat
diperbaharui; dan c) arang (char) yang sebagian besarterdiri atas kandungan
karbon bahan dasar yang digunakan (Gani, 2009).

Universitas Sumatera Utara

11

Biochar yang dihasilkan dari proses pirolisis memiliki karateristik yang
berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama faktor bahan baku.
Namun secara umum biochar merupakan bahan pembenah tanah yang memiliki
kandungan karbon tinggi dan pH yang tinggi sehingga ini mendukung fungsi
biochar dalam menampung C di tanah dalam jangka wangku yang lama dan
menaikkan pH tanah-tanah yang masam (Lehmann and Joseph, 2009). Penelitian
tentang karakteristik biochar dari berbagai biomasa telah banyak dilakukan.
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan Sun et al. (2014) menyatakan bahwa
dari 4 jenis bahan baku biochar yaitu jerami padi, jagung, kapas dan kayu
diperoleh sifat yang berbeda-beda seperti kandungan abu, volume pori, luas
permukaan, tingkat alkalinitas, gugus fungsional dan kandungan unsur hara yang
ada di dalamnya. Selanjutnya, dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara
karakteristik biochar tersebut dengan kandungan kimiawi dari bahan baku biochar
yaitu kandungan selulosa dan lignin. Jenis senyawa kimia berkolerasi dengan
jenis gugus fungsional yang dihasilkan biochar. Biomassa yang mengandung
lignin akan menghasilkan biochar dengan kandungan karbon aromatik dan fenolik
yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan biomassa yang lebih banyak
mengandung selulosa.
Selain jenis bahan baku, volume pirolisis juga berpengaruh terhadap
karakteristik dari biochar. Suhu pirolisis yang lebih tinggi seringkali menaikkan
atau memperluas area permukaan dan fraksi karbon dari biochar dengan
kemampuan penyerapan yang tinggi untuk polutan(Tang et al., 2013). Dalam
Li et al. (2017) dinyatakan bahwa ada beberapa karakteristik biochar yang
mengalami peningkatan kualitas sejalan dengan kenaikan suhu pirolisis yaitu, luas

Universitas Sumatera Utara

12

permukaan, porositas, pH dan muatan permukaan. Sedangkan karakteristik
biochar yang berbanding terbalik dengan peningkatan suhu pirolisis adalah jumlah
gugus funsional dan kandungan mineral dari biochar. Lehmann and Joseph (2009)
juga menyatakan bahwa komposisi kimia dari biomassabahan baku dan suhu
pirolisis memiliki dampak langsung terhadap fisiksifat biochar yang dihasilkan.
Di suhu di atas 120 °C, bahan organikmulai mengalami beberapa dekomposisi
termal,kehilangan kelembaban kimia terikat. Hemiselulosa terdegradasi pada suhu
200 °C sampai 260 °C, selulosa pada 240 °C sampai 350 °C, dan lignin pada 280
°C sampai 500 °C.
Berbagai karakteristik biochar tersebut mempengaruhi peran biochar
sebagai pembenah tanah. Menurut Wang dan Liu (2017) peran penting biochar
dalam tanah adalah meningkatkan penyerapan karbon, penghapusan polutan
organik dan anorganik serta peningkatan kesuburan tanah. Banyak penelitian
sudah membuktikan bahwa biochar yang diaplikasikan ke tanah berperan dalam
memperbaiki sifat-sifat tanah dan kemudian dapat memperbaiki pertumbuhan dan
produksi tanaman seperti, biochar dari sekam padi dan serbuk gergaji teruji
mampu meningkatkan % kadar air tanah, bulk density, % porositas dan pori-pori
air tanah. Selain itu juga mampu memperbaiki sifat kimia tanah seperti pH, KTK,
kadar unsur hara N, P-tersedia, K, Ca, Mg, Na serta meningkatkan produksi wijen
dan bobot benih wijen pada 2 tahun musim tanam (Ndor et al., 2015). Dalam
penelitian Sujana (2014) telah dilakukan penelitian pemberian biochar dari
kotoran ayam dan sekam padi yang mampu mengurangi kadar logam berat Pb,
Cd, Cu dan Cr di larutan tanah sejalan dengan waktu inkubasi biochar dalam
tanah, sehingga semakin lama waktu inkubasi, semakin rendah kadar logam berat

Universitas Sumatera Utara

13

di larutan tanah. Kemudian penelitian Xu et al., (2016) menyatakan bahwa
penberian biochar dari bambu, jerami padi, dan jerami gandum bukan hanya
mampu menurunkan logam berat Cd dan Pb di larutan tanah, tetapi juga
menurunkan serapan Cd dan Pb oleh tanaman jagung.
Salah satu peran biochar sebagai penyerap logam berat di tanah
memerlukan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang
berasal dari dalam tanah maupun dari biochar. Biochar memiliki mekanisme
tertentu dalam melakukan perannya dalam meremediasi logam berat. Terdapat
beberapa mekanisme biochar dalam menyerap logam berat di tanah, beberapa
diantaranya sebagai berikut. 1.) Kompleksitas dengan gugus fungsional. 2.)
Pertukaran kation. 3.)Presipitasi. 4.) Interaksi elektrostatik. 5.) Reduksi kimiawi
(Gambar 1) (Li et al., 2017).
Beberapa mekanisme tersebut belum tentu terdapat pada semua jenis
biochar, karena setiap mekanisme dipengaruhi oleh karakteristik dari biochar
seperti pH, luas permukaan, porositas, gugus fungsional, muatan permukaan dan
kandungan mineral biochar. Selain itu, jenis logam berat yang akan diserap juga
mempengaruhinya. Menurut Li et al., (2017) terdapat perbedaan mekanisme
penyerapan logam oleh biochar yang mendominasi berdasarkan jenis logamnya.
Logam As didominasi oleh interaksi kompleks dengan gugus fungsional dan
ikatan elektrostatik, Cr didominasi oleh interaksi elektrostatik, reduksi, dan
kompleksasi dengan gugus fungsional, Cd dan Pb didominasi oleh kompleksasi
dengan gugus fungsional, pertukaran kation, dan presipitasi, serta Hg didominasi
oleh kompleksasi dengan gugus fungsional dan reduksi.

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 1. Ilustrasi konseptual mekanisme penyerapan logam berat pada biochar
Sumber : (Li et al., 2017)
Meskipun biochar memiliki banyak fungsi bagi tanah, namun dalam
beberapa kasus, pemberian biochar juga memiliki efek negatif terhadap tanah
maupun tanaman. Sebagian besar kasus penurunan pertumbuhan tanaman karena
aplikasi biochar dapat dikaitkan dengan kadar pH dan/atau ketidakseimbangan
nutrisi yang terkait dengan biochar. Biochar biasanya memiliki pH (basa) yang
sangat tinggi, yang baik diaplikasikan ke tanah asam dan terdegradasi. Namun,
jika pH tanah menjadi terlalu basa, tanaman mungkin mengalami kekurangan
nutrisi, karena ada beberapa hara tanaman yang menjadi tidak tersedia bagi
tanaman pada pH yang terlalu basa. Selain itu juga terdapat suatu zat yang
mengacu pada tars, resin, dan zat berumur pendek lainnya yang tetap berada di
permukaan biochar segera setelah produksi dan dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Praktik produksi biochar yang baik dapat menurunkan jumlah

Universitas Sumatera Utara

15

zattersebut dalam biochar. Aktivitas mikroba dapat membusukkan dan mengubah
zat kaya karbon tersebut menjadi nutrisi bagi tanaman. Namun, dalam prosesnya,
mikroorganisme membutuhkan unsur nitrogen dan unsur tanah lainnya, sehingga
membuatnya tidak tersedia untuk sementara oleh tanaman (Hunt et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara