BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Stres 1.1. Defenisi Stres - Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Stres

1.1. Defenisi Stres

  Stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman atau tuntutan non-spesifik yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia. Stres pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia dalam melakukan tindakan. Perasaan stres terhadap situasi atau kondisi lingkungan ditempat kerja dapat diekspresikan sebagai: sikap yang pesimis, tidak puas, produktivitas rendah, dan sering absen (National Safety Council, 2003 ; Potter & Perry, 2005).

  Imogene King dalam Asmadi (2008) mengatakan bahwa stres adalah suatu keadaan yang dinamis yang berlangsung setiap kali manusia berinteraksi dengan lingkungan yang bertujuan memelihara keseimbangan pertumbuhan, perkembangan dan perbuatan yang meliputi pertukaran energi dan informasi antara individu dan lingkungannya guna mengatur stresor.

1.2. Sumber Stres

  Sumber stres merupakan asal penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat stresor seperti individu, keluarga, dan lingkungan.

  Sumber stres yang berasal dari dalam diri individu umumnya dikarenakan adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi maka dapat menimbulkan stres. Sumber stres dari masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga.

  Permasalahan ini akan selalu menimbulkan keadaan yang dinamakan stres begitu juga dengan sumber stres dalam masyarakat dan lingkungan umumnya, yang dapat dilihat dari hubungan pekerjaan yang secara umum disebut dengan stres pekerja karena lingkungan fisik, hubungan interpersonal serta kurang adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang (Hidayat, 2007).

1.3. Tahapan Stres

  Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan. Menurut van Amberg (1979), tahapan stres dapat dibagi menjadi enam tahap. Tahap pertama merupakan tahapan yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja keras, penglihatannya tajam tidak sebagaimana biasanya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, kemudia n merasa senang akan pekerjaan akan tetapi kemampuan yang dimilikinya semakin berkurang. Tahap kedua, pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri-ciri adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung, denyut jantung berdebar-debar lebih keras dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang dan tidak bisa santai.

  Tahap ketiga, pada tahap ini seseorang memiliki ciri-ciri adanya gangguan lambung dan usus seperti buang air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak senang, gangguan pola tidur seperti sukar untuk memulai waktu tidur, terbangun tengah malam, lemah dan terasa seperti tidak memiliki tena ga. Tahap keempat, pada tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari- hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, daya konsentrasi dan daya ingat menurun, dan adanya rasa ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.

  Tahap kelima, stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat. Tahap keena m, tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati dengan ditemukannya gejala seperti detak jantung semakin keras susah bernafas, terasa gemetar dan seluruh tubuh berkeringat, serta kemungkinan terjadi pingsan (Hidayat, 2007).

1.4. Tingkatan Stres

  Potter & Perry (2005) membagi tingkatan stres menjadi tiga situasi yaitu situasi stres ringan, situasi stres sedang dan situasi stres berat. Situasi stres ringan merupakan stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, stres ini berlangsung beberapa menit atau jam.

  Sementara situasi stres sedang, berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari, misalnya perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga, sedangkan situasi stres berat, merupakan situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus- menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan.

1.5. Tanda-tanda stres

  Agoes, dkk (2003) menjelaskan bahwa ada beberapa tanda atau gejala yang dapat menunjukkan ada tidaknya seseorang sudah atau belum terkena stres. Tanda-tanda stres pada umumnya dapat dilihat melalui perasaan, pikiran, perilaku, tubuh. Pada perasaan, tanda atau gejala yang dapat dilihat meliputi merasa khawatir, cemas, gelisah, merasa ketakutan, mudah marah, merasa suka murung, dan merasa tidak dapat menanggulanginya.

  Tanda-tanda pada pikiran, hal ini meliputi penghargaan atas dirinya akan masa depannya, emosi dan tidak stabil. Pada perilaku, hal ini meliputi sulit bekerja sama, tidak mampu rileks, menangis tanpa alasan yang jelas, bertindak menurut kata hati, mudah terkejut, penggunaan obat-obatan dan alkohol meningkat, kehilangan nafsu atau selera makan. Pada tubuh, hal ini meliputi berkeringat, serangan jantung meningkat, menggigil atau gemetar, gelisah, mulut dan kerongkongan kering, sering buang air kecil, sakit kepala, tekanan darah tinggi, rentan terhadap penyakit, dan sulit tidur.

2. Stres Kerja 2.1. Defenisi Stres Kerja

  Rini (2004) mengatakan stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu.Istinjo (2006) mengatakan bahwa stres pekerjaan dapat diartikan tekanan yang dirasakan karyawan karena tugas- tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres muncul saat karyawan tidak mampu melawan apa yang menjadi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Ketidakjelasan apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan, kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas, tidak ada dukungan fasilitas untuk menjalankan pekerjaan, tugas-tugas pekerjaan yang saling bertentangan, merupakan contoh pemicu stres.

  Ilmi (2003) mengatakan bahwa stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan , organisasi dan individu.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja

  Griffin (2004) mengatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain tuntutan fisik, tuntutan peran, dan tuntutan interpersonal. Tuntutan fisik yang terkait dengan lingkungan kerja misalnya bekerja diluar ruangan dalam suhu yang sangat dingin atau panas,atau bahkan didalam ruangan yang tidak mempunyai AC, cahaya ruangan yang buruk, lingkungan kerja yang bising dan ruangan kerja yang sempit desain rua ngan yang buruk yang membuat pegawai kurang memiliki privasi atau menghambat interaksi sosial yang bisa menimbulkan stres. Tuntutan peran, tuntutan peran bisa terkait dengan ketidakjelasan peran atau konflik peran yang mungkin dialami individu dalam kelompok misalnya seorang pegawai yang merasa ditekan atasannya unt uk bekerja lebih panjang. Tuntut an interpersonal, merupakan stresor yang dikaitkan dengan hubungan dalam organisasi, walaupun dalam beberapa kasus hubungan interpersonal dapat mengurangi stres, hal ini juga dapat menjadi sumber stres ketika kelompok menekan individu atau ketika terjadi konflik. Konflik interpersonal terjadi ketika dua atau lebih individu merasakan bahwa sikap atau tujuan berbeda, kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk juga dapat menimbulkan stres yang cukup besar.

  Dewe (1989, dikutip dalam Abraham, 1997) menyatakan bahwa penyebab stres kerja perawat terdiri dari beban kerja yang berlebihan seperti merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman dalam bekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain seperti mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan dan gagal membentuk tim kerja dengan staf. Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis seperti menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.

  Kemudian dalam hal berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misalnya bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga dan merawat pasien sulit atau tidak kerjasama. Serta merawat pasien yang gagal untuk membaik, misalnya pasien lansia, pasien nyeri kronis atau mereka yang meninggal selama dirawat.

  Menurut National Safety Council (2004), penyebab atau sumber stres kerja dikelompokkan dalam tiga kategori. Penyebab organisasional, penyebab individual dan penyebab dari lingkungan. Faktor penyebab organisasional tenggat waktu dan kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, karier yang melelahkan, hubungan dengan majikan (penyelia yang buruk), selalu mengikuti perkembangan teknologi (mesin faks,voice mail,dll),

  Downsizing (bertambahnya tanggung jawab tanpa penambahan gaji),

  pekerjaan dikorbankan (penurunan laba yang didapat). Penyebab Individual, antara lain pertentangan antara karier dan tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja, kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan, perawatan anak yang tidak adekuat, konflik dengan rekan kerja. Penyebab dari lingkungan yang bisa menjadi penyebab stres karena adanya kondisi lingkungan kerja yang buruk (pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu, dll), diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, serta kemacetan saat berangkat dan pulang kerja.

2.3. Dampak Stres Kerja

  Rini (2004) mengatakan bahwadampak stres kerja bagi individu adalah munculnya masalah- masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis, dan interaksi interpersonal. Dampak bagi kesehatan, tubuh akan mudah terserang penyakit. Dampak psikologis, stres yang berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus- menerus, dan dampak secara interaksi interpersonal, akan sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik,

2.4. Cara Mengatasi Stres Kerja

  Yates (1979, dikutip dari Rini 2004) mengatakan stres kerja sekecil apapun juga harus ditangani dengan segera. Ada delapan aturan main yang harus diikuti dalam mengatasi stres yaitumempertahankan kesehatan sebaik mungkin, dengan berbagai cara agar individu tidak jatuh sakit, menerima diri apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan serta kegagalan maupun keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan yang dialami, tetap memelihara hubungan persahabatan yang indah dengan seseorang yang dianggap paling bisa untuk curhat.

  Melakukan tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stres di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan, tetap selalu memelihara hubungan stres dengan orang-orang diluar lingkungan pekerjaan, misalnya, tenaga atau kerabat dekat, berusaha mempertahankan aktivitas yang kreatif diluar pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi, selalu melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya kegiatan stres dan keaga maan, serta menggunakan metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam melihat atau menganalisa masalah stres kerja.

3. Kinerja 3.1. Defenisi Kinerja

  Gordon dalam Nawawi (2006), kinerja merupakan suatu fungsi kemampuan pekerja dalam menerima tujuan pekerjaan, tingkat pencapaian tujuan dan interaksi antara tujuan dan kemampuan pekerja.

  3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain pengetahuan, pengalaman dan kepribadian. Pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dalam bekerja, mencakup jenis dan jenjang pendidikan serta pelatihan yang pernah diikuti dibidangnya.

  Pengalaman, berkaitan dengan jumlah waktu atau lamanya dalam bekerja, tetapi berkenaan juga dengan substansi yang dikerjakan yang jika dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama akan meningkatkan kemampuan dalam mengerjakan suatu bidang tertentu. Kepribadian, berupa kondisi didalam diri seseorang dalam menghadapi bidang kerjanya, seperti minat, bakat, kemampuan bekerjasama/ keterbukaan, ketekunan, kejujuran, motivasi kerja, dan sikap terhadap pekerjaan (Nawawi, 2006).

  3.3. Evaluasi kinerja Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer

  perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi (Nursalam, 2008).

  Menurut Nawawi (2006), mengatakan bahwa evaluasi kinerja merupakan kegiatan mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan yang hasilnya dijadikan umpan balik (feed back) untuk membuat keput usan mengenai keberhasilan atau kegagalan seseoarang pekerja dalam melaksanakan tugas pokoknya

3.4. Proses Keperawatan

  Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan. Ada lima tahap proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi.

  Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan, dimulai perawat dengan menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk menyimpulkan data tentang klien. Pengkajian digunakan dalam peran kolaboratif perawat. Perawat membuat pengamatan klinis tentang klien, melaporkan situasi klien yang berhubungan degan masalah medis. Dalam peran mandiri memberikan perawatan kesehatan, perawat mengaji kebutuhan kesehatan klien dan melakukan intervensi.Pengkajian yang akurat penting untuk memastikan kebutuhan klien telah diidentifikasi dengan tepat.

  Diagnosa keperawatan, setelah menyelesaikan pengkajian keperawatan, perawat melanjutkan pada diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian khusus tentang respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan yang menguraikan respon actual atau potensial terhadap masalah kesehatan, perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya.

  Perencanaan merupakan kategori dari prilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan diintervensi keperawatan dipilih untuk tujuan tersebut. Selama perencanaan dibuat prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarga klien, perawatan berkolaborasi dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya, memodifikasi asuhan dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan perawat kesehatan dan penatalaksanaan klinis. Implementasi, implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan.

  Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarah kinerja aktivitas kehidupan sehari- hari, memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien. Selama implementasi, perawatan mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan dan menulis kembali hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan klien.

  Evaluasi, tahap evaluasi dari proses keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan stasus yang sehat. Selama evaluasi perawatan memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif.

3.5. Standar Instrumen Penilaian Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan keperawatan

  Penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien di dalam melaksanakan asuhan keperawatan digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawatan dala m melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan yang telah dijabarkan oleh PPNI (2000 dikutip dari Nursalam, 2008) yang mengacudalam keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Standar pertama yaitu pengkajian,pada pengkajian perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian yaitu, pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain. Standar kedua yaitu diagnosa keperawatan,pada diagnosa perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Kriteria proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan.

  Diagnosa keperawatan terdiri dari masala h, penyebab, tanda atau gejala. Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lainuntuk memvalidasi diagnosa keperawatan, melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data baru. Standar ketiga yaitu perencanaan keperawatan, pada perencanaan perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

  Kriteria pada perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan, bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan, perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien, mendokumentasikan rencana keperawatan.

  Standar keempat yaitu Implementasi, perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

  Kriteria, bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, berkolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan yang digunakan, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan yang berdasarkan respon pasien.

  Standar kelima yaitu evaluasi keperawatan, perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawtan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria evaluasi terdiri dari,menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus, menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan pasien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

  Menurut Departemen Kesehatan (Depkes), 2005 bahwa instrument evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di Rumah Sakit dilihat dari beberapa aspek, yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi (perencanaan), implementasi (tindakan), evaluasi. Tahap pertama pengkajian terdiri dari mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian, data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spritual), data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang, masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan. Tahap kedua yaitu diagnosa yang terdiri dari diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES, merumuskan diagnosa keperawatan actual/potensial. Tahap ketiga yaitu intervensi yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan, disusun pasien/subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria waktu, rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan jelas, rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga, dan rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain.

  Tahap implementasi, tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan, perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan, revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi, semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas. Tahap evaluasi, pada tahap ini mengacu pada tujuan dan hasil evaluasi kemudian dicatat.

4. Hubungan stres kerja dengan kinerja perawat

  Hubungan stres kerja dengan kinerja merupakan hubungan U terbalik, artinya semakin tinggi tingkat stres, tantangan kerja juga bertambah maka akan mengakibatkan prestasi juga bertambah, apabila tingkat stres sudah optimal maka akan menyebabkan gangguan kesehatan dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi kerja (Iswanto,1999 dan Higgins, 2000 dikutip dalam Ilmi, 2003).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Komunikasi - Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Ptpln (Persero) Area Binjai

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Ptpln (Persero) Area Binjai

0 0 9

ABSTRAK Pengaruh Komunikasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Area Binjai

1 1 10

A. Petunjuk Pengisian - Pengaruh Daya Tarik Rasional Periklanan (Rational Advertising) Men’s Biore Cool Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Periklanan 2.1.1 Pengertian Periklanan - Pengaruh Daya Tarik Rasional Periklanan (Rational Advertising) Men’s Biore Cool Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumat

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Daya Tarik Rasional Periklanan (Rational Advertising) Men’s Biore Cool Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 8

Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1 Defenisi - Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 21

Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 5 10

Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai

0 0 27