Diagnosis Dan Terapi Skizofren

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
"deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan social budaya.1
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul
(bluntted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.1
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian
Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental
Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %.2
Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi,
dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit.
Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki
adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset
skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.2

Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi:
1. Terapi somatik: terdiri dari obat anti psikotik
2. Terapi psikososial
3. Perawatan rumah sakit (Hospitalize)
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia,
penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan
klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat
dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan
manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial.2

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
"deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan social budaya.1
Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental

yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Distorsi persepsi
dapat mempengaruhi semua lima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, rasa, bau
dan sentuhan, tapi paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi
paranoid atau aneh, atau pidato teratur dan berpikir dengan disfungsi sosial atau
pekerjaan yang signifikan. Timbulnya gejala biasanya terjadi pada dewasa muda, dengan
sekitar 0,4-0,6% dari populasi yang terkena. Diagnosa didasarkan pada yang dilaporkan
sendiri pasien pengalaman dan perilaku yang diamati. Tidak ada tes laboratorium untuk
skizofrenia saat ini ada.11

2.2 Gejala12
Tanda pertama dari skizofrenia biasanya muncul saat masa remaja atau awal masa
dewasa, tetapi tanda tersebut juga telah diketahui muncul pada orang diatas 40 tahun.
Laki-laki maupun wanita memiliki risiko menderita skizofrenia. Gejala pada pria
cenderung muncul di usia yang lebih muda daripada wanita. Gejala skizofrenia bervariasi
dari satu orang ke orang lain, tetapi secara umum dikategorikan menjadi:5
A. Gejala positif yang biasanya tidak ada pada orang sehat dan dianggap 'ada' sebagai
akibat dari gangguan tersebut.


Halusinasi

Mendengar, melihat atau merasakan sesuatu yang tidak ada pada kenyataannya.
Halusinasi dapat muncul pada 5 indera manapun: pendengaran, penglihatan,
peraba, pengecap,penghidu. Mendengar suara merupakan halusinasi yang paling
umum pada skizofrenia

2



Delusi
Kepercayaan tidak rasional dan salah yang dipegang kuat akibat ketidakmampuan
untuk membedakan pengalaman yang nyata dan tidak nyata.



Pikiran kacau
Menyebabkan asosiasi longgar. Mengambil kesimpulan yang tidak berdasarkan
realitas. Kurang adanya penalaran logis.




Gelisah
Keadaan tidak menyenangkan berupa peningkatan ketegangan dan rasa mudah
tersinggung.

B. Gejala negatif dapat dilihat sebagai perilaku yang 'hilang' (misalnya kurang: dorongan
atau inisiatif, respon emosional, antusiasme, interaksi sosial). Kebanyakan orang
memiliki kemampuan psikologis tersebut tetapi skizofrenia mengalami beberapa derajat
penurunan.


Kurangnya dorongan atau inisiatif
Menghabiskan banyak waktu di tempat tidur tanpa motivasi untuk melakukan
apapun.



Menarik diri/depresi
Memberikan kesan kalau orang tersebut lebih suka menyendiri dan tidak mau
bertemu orang lain




Apati
Mengalami perasaan kekosongan. Tidak mampu meneruskan rencana



Kurangnya respon emosi
Kurang tanda emosi normal, tidak merasa bahagia ataupun sedih, misalnya
berkurangnya ekspresi wajah.

C. Gejala afektif yang dapat mempengaruhi suasana hati – seperti pikiran depresi,
kecemasan, kesepian atau bunuh diri.

3

D. Gejala kognitif meliputi masalah dengan konsentrasi dan memori misalnya kurangnya
perhatian, kelambatan pikiran, kurangnya tilikan (pemahaman & penerimaan) mengenai
penyakit.

Kebanyakan orang dengan skizofrenia mengalami beberapa episode psikotik (masa
dimana gejala positif lebih relevan) selama hidup. Gejala positif biasanya bervariasi dari
waktu ke waktu dan mungkin memburuk selama masa kekambuhan dan membaik ketika
sedang remisi. Orang dengan skizofrenia dapat menjalani hidup yang secara relatif
normal diantara episode psikotik, tampak sehat dan stabil secara emosional, meskipun
gejala negatif sering muncul setelah episode pertama dan dapat menetap untuk waktu
yang lama dan memburuk setelah itu. Suatu pola berkelanjutan atau berulang dari
penyakit ini dikenal sebagai skizofrenia kronis. Kebanyakan pasien dengan skizofrenia
akan memerlukan terapi jangka panjang untuk mengatasi gangguan, yang umumnya akan
mencakup penggunaan obat.

2.2.1 Simptom Skizofrenia.13
A. Kay dan kawan-kawan membagi simtom skizofrenia atas4,5:
1. Simtom positif
• Waham
• Kekacauan proses pikir
• Perilaku halusinasi
• Gaduh gelisah
• Waham/ide kebesaran
• Kecurigaan/kejaran

• Permusuhan
2. Simtom negatif
• Afek tumpul
• Penarikan emosional
• Kemiskinan rapport
• Penarikan diri dari hubungan sosial secara pasif/apatis
• Kesulitan dalam pemikiran abstrak
• Kurangnya spontanitas dan arus percakapan

4

• Pemikiran stereotipik
3. Simtom psikopatologi umum
• Kekhawatiran somatis
• Ansietas
• Rasa bersalah
• Ketegangan (tension)
• Mannerisme dan sikap tubuh
• Depresi
• Retardasi motorik

• Ketidakkooperatifan
• Isi pikiran yang tidak biasa
• Disorientasi
• Perhatian buruk
• Kurangnya daya nilai dan daya tilikan
• Gangguan dorongan kehendak
• Pengendalian impuls yang buruk
• Preokupasi
• Penghindaran sosial secara aktif
B. Stahl membagi simtom skizofrenia atas 5 dimensi6:
1. Simtom positif
2. Simtom negatif
3. Simtom kognitif
4. Simtom agresif
5. Ansietas/depresi

2.3 Pedoman diagnostik1,11,13
Skizofrenia didiagnosis pada dasar dari profil gejala. Saraf berkorelasi tidak
memberikan cukup berguna kriteria. Diagnosis didasarkan pada pengalaman diri yang
dilaporkan orang, dan kelainan pada perilaku dilaporkan oleh keluarga, teman atau rekan

kerja, diikuti oleh penilaian klinis oleh seorang psikiater, pekerja sosial, psikolog klinis,

5

atau profesional kesehatan mental lainnya. Penilaian psikiatris termasuk sejarah psikiatri
dan beberapa bentuk pemeriksaan mental status.
A. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Menurut Statistik Manual of Mental Disorders (DSMIV-TR).11,13
Kriteria standar yang paling banyak digunakan untuk mendiagnosa skizofrenia berasal
dari American Psychiatric Association's diagnostik dan statistik Manual of Mental
Disorders, versi DSM-IV-TR, dan organisasi kesehatan dunia International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems, ICD-10. Kriteria terakhir
biasanya digunakan di negara-negara Eropa, sementara kriteria DSM digunakan di
Amerika Serikat dan seluruh dunia, dan juga berlaku dalam penelitian. Kriteria ICD-10
lebih menekankan pada gejala peringkat pertama Schneiderian, walaupun, dalam
prakteknya, perjanjian antara kedua sistem tinggi.
Menurut edisi keempat revisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR), didiagnosis dengan skizofrenia, tiga kriteria diagnostik harus dipenuhi:
1. Gejala khas: dua atau lebih hal berikut, masing-masing hadir untuk banyak waktu
selama satu bulan (atau kurang, jika gejala yang dikirimkan dengan perawatan).



Delusi



Halusinasi



Pidato tidak terorganisir, yang merupakan manifestasi dari gangguan pemikiran
formal



Perilaku tidak terorganisir (misalnya berpakaian tidak tepat, menangis sering) atau
perilaku catatonic



Gejala Negatif - afektif (kekurangan atau penurunan respons emosional), alogia

(kekurangan atau penurunan berbicara) atau avolition (kekurangan atau
penurunan motivasi)

Jika delusi dihakimi menjadi aneh, atau halusinasi terdiri dari mendengar suara satu yang
berpartisipasi dalam komentar-komentar dari pasien tindakan atau mendengar dua atau
lebih suara bercakap-cakap dengan satu sama lain, hanya gejala yang diperlukan di atas.
Kriteria disorganisasi pidato hanya bertemu jika cukup parah secara substansial
mengganggu komunikasi.
6

2. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk sebagian besar waktu sejak terjadinya gangguan, satu
atau lebih bidang utama dari fungsi seperti bekerja, hubungan interpersonal, atau
perawatan diri, yang tajam di bawah tingkat yang dicapai sebelum awal.
3. Durasi: terus-menerus tanda-tanda dari gangguan bertahan selama sekurang-kurangnya
enam bulan. Periode enam bulan ini harus menyertakan minimal satu bulan gejala (atau
kurang, jika gejala yang dikirimkan dengan perawatan).
Skizofrenia tidak didiagnosis jika ada gejala gangguan suasana hati atau
pembangunan disorder, atau gejala hasil langsung dari kondisi medis umum atau zat,
seperti penyalahgunaan obat atau obat-obatan.
Subtipe
DSM-IV-TR berisi lima sub-classifications skizofrenia.


Tipe paranoid: di mana delusi dan halusinasi hadir tapi memikirkan gangguan,
perilaku tidak terorganisir, dan meratakan afektif absen. (DSM kode 295.3/ICD
kode F20.0)



Tipe Disorganized jenis: bernama hebephrenic skizofrenia di ICD. Di mana
pemikiran gangguan dan mempengaruhi datar yang hadir bersama-sama. (DSM
kode 295.1/ICD kode F20.1)



Tipe Catatonic jenis: subjek mungkin hampir bergerak atau pameran gelisah,
tujuan gerakan. Gejala ini dapat termasuk catatonic pingsan dan fleksibilitas lilin.
(DSM kode 295.2/ICD kode F20.2)



Tipe tidak terinci: gejala psikotik hadir tapi kriteria untuk tipe paranoid, tidak
terorganisir, atau catatonic belum dipenuhi. (DSM kode 295.9/ICD kode F20.3)



Tipe Sisa /Residual: di mana positif gejala hadir pada intensitas rendah hanya.
(DSM kode 295.6/ICD kode F20.5)

ICD-10 mendefinisikan dua subtipe tambahan.


Post-Schizophrenic depresi: episode depresi yang timbul akibat penyakit
penderita skizofrenia di mana beberapa gejala penderita skizofrenia tingkat
rendah mungkin masih ada. (ICD kode F20.4)



Skizofrenia sederhana: berbahaya dan progresif pengembangan gejala negatif
yang menonjol dengan tidak ada sejarah psikotik episode. (ICD kode F20.6)

7

B. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III)1,13
Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan
adanya afek yang tidak wajar atau tumpul.7 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia dalam
kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk
diagnosis. Kelompok simtom tersebut7· Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang
amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
a. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, dan thought broadcasting.
- Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda;
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal);
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
b. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas
merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau
pikiran, perbuatan atau perasaan khusus, dan persepsi delusional.
- Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

8

- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuhSuara halusinasi
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
· Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap
larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.
Pedoman diagnostik:
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simtom tersebut di
atas yang amat jelas (dan biasanya dua simtom atau lebih, apabila simtom tersebut kurang
tajam atau kurang jelas) dari simtom yang termasuk salah satu dari kelompok (a) sampai
dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua simtom dari kelompok (e) sampai
dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih. 7,2.
3

9

2.4 Penatalaksanaan Skizofrenia3,4,5,6
2.4.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi
pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan
pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik
yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan
Clozaril (Clozapine).3,4,5,6
a. Antipsikotik Konvensional3,4,5,6
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping
yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada
pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila
pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
10

(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic3,4,5,6
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
· Risperdal (risperidone)
· Seroquel (quetiapine)
· Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang
jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat
menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya,
pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara
reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran1,2,3,8
No

Nama generik

Sediaan

1.

Klorpromazin

Tablet

Haloperidol

mg,injeksi 25 mg/ml
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 5 - 15 mg/hari

3
4
5
6

Perfenazin
Flufenazin
Flufenazin dekanoat
Levomeprazin

mg Injeksi 5 mg/ml
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg
Inj 25 mg/ml
Tablet 25 mg

12 - 24 mg/hari
10 - 15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu
25 - 50 mg/hari

7

Trifluperazin

Injeksi 25 mg/ml
Tablet 1mg dan 5mg

10 - 15 mg/hari

2

Dosis
25

dan

100 150 - 600 mg/hari

11

8
9
10
11

Tioridazin
Sulpirid

Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 200 mg

150 - 600 mg/hari
300 - 600 mg/hari

Pimozid
Risperidon

Injeksi 50 mg/ml
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 1, 2, 3 mg

1 -4 mg/hari
1 - 4 mg/hari
2 - 6 mg/hari

Cara penggunaan
1. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
2. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
3. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya
dimana profil efek samping belum tentu sama.
4. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
5. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
6. Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai
dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
stop

12

7. Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan
dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
8. Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
9. Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif
singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2
minggu – 2 bulan.
10. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali.
11. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan
mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan
tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
12. Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis
dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1
cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
13. Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan
injeksi noradrenalin (effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan
tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama3,4,5,6
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk
terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat

13

lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih
lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)3,4,5,6
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita
berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila
hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya,
atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu.
Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan
yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan
diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan3,4,5,6
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah
episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien
Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan
sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari
satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan
yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab
tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik3,4,5,6
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping

14

Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku,
sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya
mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada
tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek
samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis
efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,
sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut.
Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau
mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan
komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera.

2.4.2 Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku2
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau

15

menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga2
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,
penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok2
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,
dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual2
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek
terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia
adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional

16

antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan;
pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan
dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang
mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana,
kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai
daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

2.4.3 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.2
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian
yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.2
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga
pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.2
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di
rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo
cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum
diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik

17

sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang
digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik 2,7.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
· Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
· Penderita harus puasa
· Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
· Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
· Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
· Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis)
dibersihkan.
· Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya 2,7,9,10.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
· 2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
· 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
· Maintenance tiap 2-4 minggu
· Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut
lagi 2,7.
ndikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik 7.
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma
aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot
pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor
otak 7,9,10.
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi selsel otak.2,7,9,10.

KEPUSTAKAAN
18

1. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.
Nuh Jaya, 2003
2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
3. National Institue of Mental Health, National Institues of Health. www.nimh.nih.gov
diakses tanggal 26 Desember 2011.
4. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients and
Families. www.nmah.com diakses tanggal 26 Desember 2011.
5. Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 26 Desember 2011.
6. Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 26 Desember 2011.
7. Maramis W.F. Catatan lmu kedokteran jiwa. Airlangga universiti Press. Surabaya. 475481,1980.
8. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik : PT Nuh Jaya, 1999
9. Schizophrenia Treatment. www. Psychiatrist4u.co.uk diakses tanggal 26 Desember
2011.
10. Introducing Schizophrenia. www. Emedicine.com diakses tanggal 26 Desember 2011.
11. Dianogsis Schizophrenia. www.news-medical.net diakses tanggal 26 Desember 2011.
12. Gejala Skizofrenia. www. skizofrenia.co.id. diakses tanggal 26 Desember 2011.
13. Loebis B. Skizofrenia:Penanggulangan Memakai Antipsikotik. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Psikiatri pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 19 Juli 2007.

19