PENANAMAN NILAI NILAI KARAKTER PADA ANAK

PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
PADA ANAK USIA DINI MELALUI TEKNIK MENDONGENG
MENGGUNAKAN MEDIA WAYANG KERTAS
Umul Hidayah
Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Makkah
Email : umul_hidayah@uahoo.co.id
ABSTRAK
Penanaman nilai-nilai karakter pada anak sejak usia dini merupakan hal
yang mutlak dilakukan oleh orang tua di lingkungan keluarga maupun guru di
sekolah. Nilai-nilai karakter ditumbuhkan melalui berbagai aktivitas dan
pembiasaan. Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan
mendongeng dengan media wayang kertas. Ada beberapa alasan penggunaan
wayang kertas dalam kegiatan mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai
karakter pada anak usia dini, yaitu: 1) Cerita atau dongeng yang akan disampaikan
dengan menggunakan wayang kertas dapat dikembangkan sendiri oleh guru dan
bersifat fleksibel serta tergantung nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan, 2)
wayang kertas dapat memberikan pengetahuan bagi anak tentang karakter tokoh
yang dimainkan, 3) wayang kertas sangat praktis dan ekonomis karena dapat
dibuat sendiri oleh guru maupun anak didik dengan bahan-bahan yang mudah
diperoleh, 4) Anak didik dapat memainkan sendiri wayang kertas karena cara
memainkannya sangat mudah, 5) Bentuk dan warna wayang kertas sangat menarik

perhatian anak sehingga saat digunakan, anak akan lebih betah dan tidak mudah
bosan dalam menyimak dongeng, terlebih lagi jika guru juga memberikan
selingan yang dapat membangkitkan semangat anak dalam kegiatan pembelajaran.
Pengembangan nilai-nilai karakter melalui aktivitas mendongeng
dilakukan melalui tahap perencanaan, implementasi dan evaluasi. Guru
hendaknya dapat menonjolkan nilai-nilai karakter pada setiap program kegiatan
yang diselenggarakan, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun di luar kelas
sehingga hal ini akan menjadi kebiasaan yang pada akhirnya akan melekat pada
diri anak. Penanaman nilai-nilai karakter memerlukan kerjasama antara orang tua
dengan guru.
Kata kunci: nilai-nilai karakter, teknik mendongeng, wayang kertas
PENDAHULUAN
Perkembangan jaman yang terjadi saat ini lebih banyak mengedepankan
pada penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Suatu kebanggaan
tersendiri bagi orang tua ataupun guru jika anaknya mampu menguasai teknologi
informasi dan komunikasi, namun terkadang mereka kurang menyadari sisi
negatif yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
oleh anak-anak mereka sehingga tidak heran jika nilai-nilai karakter, budaya dan

moral anak semakin terkikis. BPS mencatat bahwa setiap 96 detik terjadi satu

kejahatan di Indonesia sepanjang tahun 2014. Jumlahnya hingga mencapai 325
317 kasus (ww.bps.go.id, diakses tanggal 24 Oktober 2015). Data ini
menunjukkan bahwa kondisi moral dan karakter bangsa Indonesia cukup
memprihatinkan karena aksi kriminalitas terjadi hampir setiap menit dalam
kehidupan manusia.
Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) turut berperan dalam
meningkatkan kualitas manusia yang berkarakter dan bermoral baik. Lembaga
PAUD semestinya dapat membekali anak agar memiliki kesadaran berperilaku,
berkarakter dan bermoral yang baik sejak dini. Salah satu upayanya adalah dengan
menekankan pada pendidikan karakter dalam setiap aktivitas yang dilakukan anak
di sekolah. Pendidikan karakter juga dapat diintegrasikan dalam kegiatan
pembelajaran seperti halnya dalam aktivitas mendongeng.
Mendengarkan dongeng adalah aktivitas yang menyenangkan bagi anak.
Banyak manfaat dari aktivitas mendongeng yang dilakukan di sekolah. Guru
sebagai pencerita atau pendongeng menduduki fungsi sentral dalam bercerita.
Pengembangan karakter ditopang melalui sinergi antara simbolisme, imajinasi dan
dialog. Bagi guru, cerita yang baik menjadi bagian dari ruang interior. Dalam
ruang tersebut, emosi, gaya dan karakterisasi dipadu dengan suaranya sebagai
tukang cerita (Musfiroh, 2008: 111).
Aktivitas mendongeng dapat dilakukan dengan memanfaatkan media,

salah satunya adalah menggunakan wayang kertas. Penggunaan wayang kertas
sebagai alat peraga dalam aktivitas mendongeng dimaksudkan untuk mengatasi
keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak (Kurnia, 2012: 13).
Wayang kertas yang digunakan untuk aktivitas ini dibuat sendiri oleh guru dengan
memanfaatkan bahan-bahan limbah yang sudah tidak terpakai, seperti kertas,
kardus dan bambu. Penggunaannya pun sangat mudah sehingga setiap guru
memungkinkan menggunakan wayang kertas tersebut.
Dipilihnya wayang kertas sebagai salah satu media bagi guru dalam
mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini
disebabkan karena penggunaan wayang kertas sangat fleksibel karena dapat
menampilkan karakter-karakter yang beragam, seperti karakter manusia, hewan,

tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan ide/gagasan pembuatnya. Menurut Sunarto
(1997: 126), wayang bukanlah sekedar bentuk yang indah dan menyenangkan
untuk dinikmati, tetapi mempunyai maksud-maksud yang lebih sekedar
penampilan bentuk yang menyenangkan tersebut. Wayang kertas merupakan
sarana mengungkapkan kreativitas seni, simbol, sarana berkomunikasi dan
mengungkapkan pesan-pesan dari sebuah cerita/dongeng.
Melalui aktivitas mendongeng menggunakan wayang kertas, guru dapat
mendongeng dengan tema yang sesuai dengan karakter wayang yang akan

digunakan. Teknik mendongeng dengan wayang kertas yang disampaikan guru
juga dapat dijadikan materi pendidikan karakter pada anak usia dini.
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah
bagaimana teknik mendongeng dengan menggunakan wayang kertas untuk
menanamkan nilai-nilai karakter anak usia dini ?
LANDASAN TEORITIS
1. Penanaman Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Dini
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”.
Karakter adalah tabiat atau kebiasaan untuk melakukan hal yang baik
(Kemdiknas, 2012: 4).
Russel Williamns sebagaimana dikutip oleh Q-Anees dan Hambali
(2009: 99) mengilustrasikan bahwa karakter adalah ibarat “otot” dimana “otototot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih dan akan kuat dan
kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan yang terus menerus
berlatih untuk membentuk ototnya, “otot-otot” karakter juga akan terbentuk
dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit).
Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak” (Kemdiknas, 2010: 12). Stephen Covey sebagaimana
dikutip oleh Q-Anees dan Hambali (2009: 119) merumuskan bahwa berkarakter
berarti sanggup bertindak proaktif, bukan reaktif. Proaktif berarti menggunakan

“peralatan dalam diri” (pilihan, bertanggung jawab, kesadaran) untuk merujuk
pada prinsip-prinsip kehidupan. Individu yang berkarakter baik atau unggul
adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan

YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional
pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan
disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya) (Kemdiknas,
2010: 12).
Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada
anak didik yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan
untuk melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan, kepada Tuhan YME, diri
sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan agar menjadi manusia yang
berakhlak (Kemdiknas, 2012: 4).
Menurut T. Ramli sebagaimana dikutip dalam Kemdiknas (2010: 14),
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan
moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga
negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilainilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks

pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Ratna Megawangi sebagaimana dikutip oleh Bambang Q-Anes dan
Adang Hambali (2009: 107) mengemukakan 4 metode (4M) dalam pendidikan
karakter, yaitu: mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengerjakan (knowing
the good, loving the good, desiring the good and acting the good). Metode ini
menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan
kesadaran yang utuh yaitu dengan mengetahui, mencintai, menginginkan dan
mengerjakan.
Nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat ditanamkan pada anak usia
dini (0-6 tahun), mencakup empat aspek, yaitu: (1) Aspek Spiritual, (2) Aspek
Personal/kepribadian, (3) Aspek Sosial, dan (4) Aspek lingkungan (Kemdiknas,
2012: 5). Pada pendidikan anak usia dini nilai-nilai yang dipandang sangat

penting dikenalkan dan diinternalisasikan ke dalam perilaku anak mencakup
(Kemdiknas, 2012):
a. Kecintaan terhadap Tuhan YME yaitu nilai yang didasarkan pada perilaku
yang menunjukkan kepatuhan kepada perintah dan larangan Tuhan YME
yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Kejujuran yaitu keadaan yang terkait dengan ketulusan dan kelurusan hati
untuk berbuat benar.
c. Disiplin yaitu nilai yang berkaitan dengan ketertiban dan keteraturan.
d. Toleransi dan cinta damai, yaitu penanaman kebiasaan bersabar, tenggang
rasa dan menahan emosi serta keinginannya.
e. Percaya diri yaitu sikap yang menunjukkan memahami kemampuan diri dan
nilai harga diri.
f. Mandiri yaitu perilaku yang tidak bergantung pada orang lain. Penanaman
nilai ini bertujuan anak terbiasa untuk menen-tukan, melakukan, memenuhi
kebutuhan sendiri tanpa bantuan atau dengan bantuan yang seperlunya.
g. Tolong menolong, kerjasama, dan gotong royong yaitu salah satu bentuk
kemampuan

sosialisasi

dan

kematangan

emosi


adalah

kemampuan

bekerjasama. Penanaman nilai ini dalam keseharian dilakukan melalui
pembiasaan.
h. Kreatif yaitu kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru,
baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru
maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada untuk memecahkan
masalah maupun menciptakan hal baru.
i. Hormat dan sopan santun yaitu nilai yang terkait dengan tata krama
penghormatan pada orang lain, yang sesuai dengan norma budaya.
j. Tanggung jawab yaitu nilai yang terkait dengan kesadaran untuk melakukan
dan menanggung segala sesuatunya.
k. Kerja keras yaitu nilai yang berkaitan dengan perilaku pantang menyerah,
yaitu mengerjakan sesuatu hingga selesai dengan gembira.
l. Kepemimpinan dan keadilan yaitu nilai yang terkait dengan sikap dan
perilaku


yang

bertanggungjawab,

menunjuk

pada

membimbing,

prinsip

kepemimpinan,

berkorban,

seperti

melindungi,


mengkomunikasikasikan, mengatur, menguasai,mengarahkan atau mengajak
orang lain untuk melakukan suatu kebajikan dan keadilan.

m. Rendah hati, yaitu mencerminkan kebesaran jiwa seseorang dan sikap tidak
sombong dan bersedia untuk mengalami kehebatan orang lain. Dengan
adanya sikap rendah hati, kita bisa mengikis rasa ego kita, dan mau belajar
dari orang lain.
n. Peduli lingkungan yaitu nilai yang didasarkan pada sikap dan perilaku yang
penuh perhatian dan rasa sayang terhadap keadaan yang ada dilingkungan
sekitarnya yaitu memperhatikan, mengamati dan mencintai lingkungan.
o. Cinta bangsa dan tanah air yaitu nilai yang terkait dengan perasaan bangga
dan cinta pada bangsa atau tanah air (Indikator nilai-nilai karakter dapat
dilihat pada.
Ada tujuh prinsip pendidikan karakter yang harus dilaksanakan oleh
pendidik dan lembaga PAUD, yaitu (Kemdiknas, 2012: 6):
a.
b.
c.
d.
e.

f.
g.

Melalui contoh dan keteladanan
Dilakukan secara berkelanjutan
Menyeluruh, terintegrasi dalam seluruh aspek perkembangan
Menciptakan suasana kasih sayang
Aktif memotivasi anak
Melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
Adanya penilaian
Penanaman dan pengembangan nilai-nilai karakter pada anak usia dini

pada dasarnya merupakan salah satu upaya menanamkan sikap dan perilaku
berdasarkan agama dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Kurnia (2012: 46)
mengemukakan materi pengembangan untuk pendidikan karakter adalah:
a. Aplikatif: materi bersifat terapan, yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak
sehari-hari dan sangat dibutuhkan untuk kepentingan aktivitas anak, serta
dapat dilakukan anak dalam kehidupannya.
b. Enjoyable: pengajaran materi dan materi yang dipilih diupayakan mampu
membuat anak senang, menikmati dan mau mengikuti dengan antusias.
c. Mudah ditiru: materi yang disajikan dapat dipraktikkan sesuai dengan
kemampuan fisik dan karakter lahiriah anak.
Penanaman nilai-nilai karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun
dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Bila

seorang anak

mendapatkan pendidikan karakter yang baik sejak dini, maka anak tersebut akan
berkarakter baik di masa mendatang.

2. Wayang Kertas
Menurut Sumukti (2006: 21), wayang dapat berarti boneka atau tokoh
dalam suatu drama dan yang utama diasosiasikan dengan teater boneka wayang.
Hal ini tergantung pada bahan yang dipakai untuk membuat boneka itu. Kalau
boneka tersebut terbuat dari kulit, namanya wayang kulit, kalau boneka tersebut
berasal dari kayu, maka disebut wayang golek. Wayang kulit yang pipih
kebanyakan diukir dan dicar secara artistik. Wayang kulit ini digerakkan di depan
lampu sedemikian rupa sehingga bayangannya jatuh pada kelir yang dibuat dari
kain putih. Boneka wayang kulit jika ditempelkan di kelir oleh seorang dalang,
maka bentuk garisnya tampak nyata menembus kelir.
Wayang kertas merupakan wayang yang terbuat dari kertas dibentuk
menyerupai karakter manusia, hewan, tumbuhan maupun benda-benda mati sesuai
kebutuhan pembuatnya. Wayang kertas dibuat dengan memanfaatkan barangbarang bekas, yaitu kertas, kardus bekas, lidi, lem, kertas karbon, pisau pemotong,
gunting dan lain-lain.
Membuat gambar pada kertas bukanlah hal yang sulit. Sebelum dibuat
menjadi wayang, kertas digambar terlebih dahulu menggunakan pensil atau
spidol, selanjutnya diwarnai sesuai karakter masing-masing. Setelah diwarnai,
gambar kemudian digunting sesuai pola gambar dan dirangkai dengan lidi yang
terbuat dari bambu.
Gambar yang dibuat dapat mencontoh ataupun menjiplak gambar yang
sudah ada kemudian dikembangkan sendiri. Guru dapat mencari gambar-gambar
wayang melalui internet kemudian memperbesar dan mencetaknya pada selembar
kertas. Selanjutnya, guru mengkreasikan wayang yang dibuatnya menggunakan
warna-warna yang menarik.
Pembuatan wayang kertas berkarakter punakawan juga dapat dilakukan
dengan melibatkan anak secara langsung. Anak diajak untuk menjiplak gambar
dan mewarnainya dengan bimbingan guru. Anak akan lebih bangga jika hasil
karyanya digunakan untuk media mendongeng.
3. Aktivitas Mendongeng untuk Anak Usia Dini
Istilah “dongeng” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008; 340)
memiliki makna cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian
zaman dahulu yang aneh-aneh). Mendongeng berarti menceritakan dongeng.

Menurut Danandjaja sebagaimana dikutip oleh Musfiroh (2008: 73),
dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar-benar terjadi, baik oleh
penuturnya maupun pendengarnya. Dongeng tidak terikat ketentuan normatif dan
faktual tentang pelaku, waktu dan tempat. Pelakunya adalah makhluk-makhluk
khayali yang memiliki kebijaksanaan atau kekurangan untuk mengatur masalah
manusia dengan segala macam cara. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan,
walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran atau bahkan moral.
Menurut Moeslichatoen (2004: 157), mendongeng merupakan salah satu
pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita secara lisan.
Cerita yang dibawakan harus menarik dan mengundang perhatian anak serta tidak
lepas dari tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Lebih lanjut Moeslichatoen (2004: 159)

menyebutkan

bahwa

mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk menyampaikan pesanpesan kebajikan pada anak.
Aktivitas mendongeng merupakan aktivitas penting dan tak terpisahkan
dalam program pendidikan untuk anak usia dini. Mendongeng memiliki manfaat
sebagai berikut (Tadkirotun, 2008: 81):
a. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak
Mendongeng ataupun bercerita sangat efektif untuk mempengaruhi
cara berpikir dan berperilaku anak karena mereka senang mendengarkan
cerita walaupun dibacakan secara berulang-ulang. Pengulangan, imajinasi
anak dan nilai kedekatan guru atau orang tua membuat cerita menjadi efektif
untuk mempengaruhi cara berpikir anak. Dongeng atau cerita mendorong
perkembangan moral pada anak karena beberapa sebab, yaitu:
1) Menghadapkan anak kepada situasi yang mengandung “konsiderasi”
yang sedapat mungkin mirip dengan yang dihadapi anak dalam
kehidupan.
2) Cerita dapat memancing anak menganalisis situasi, dengan melihat bukan
hanya yang nampak tetapi juga sesuatu yang tersirat di dalamnya untuk
menemukan isyarat-isyarat halus yang tersembunyi tentang perasaan,
kebutuhan dan kepentingan orang lain.
3) Cerita mendorong anak untuk menelaah perasaannya sendiri sebelum ia
mendengar respons orang lain untuk dibandingkan.

4) Cerita mengembangkan rasa konsederasi atau tepa slira yaitu pemahaman
dan penghargaan atas apa yang diucapkan atau dirasakan tokoh hingga
akhirnya anak memiliki konsiderasi terhadap orang lain dalam alam
nyata.
b. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
Anak membutuhkan dongeng karena: 1) anak membangun gambarangambaran mental pada saat guru memperdengarkan kata-kata yang
melukiskan kejadian, 2) anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai
dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman masing-masing, 3) anak
memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara mental, 4) anak
memperoleh kesempatan menangkap imaji dari citraan-citraan cerita, 5) Anak
memiliki tempat untuk “melarikan” permasalahan, 6) anak memperoleh
kesempatan merangkai-rangkai hubungan sebab akibat secara imajinatif.
c. Memacu kemampuan verbal anak
Kemampuan verbal memiliki arti yang sangat esensial dalam
kehidupan manusia modern. Hampir tidak ada satu pun profesi yang tidak
mensyaratkan kemampuan verbal, bahkan sekarang profesi yang bertumpu
pada kecerdasan linguistik memperoleh tempat yang terhargai, seperti
presenter, komentator, juru bicara, wartawan, reporter, pengacara, alih bahasa
dan pendidik.
d. Merangsang minat anak untuk menulis
Anak yang gemar mendengarkan dan membaca cerita akan memiliki
kemampuan berbicara, menulis dan memahami gagasan rumit secara lebih
baik. Dengan demikian, selain memacu kemampuan berbicara, mendengarkan
cerita juga merangsang minat menulis pada anak.
Pentingnya kegiatan mendongeng perlu dilakukan secara menarik, maka
mendongeng harus dilaksanakan dengan langkah-langkah tertentu, yaitu
(Musfiroh, 2008: 101):
a. Memilah dan memilih materi cerita
Studi psikolinguistik membuktikan bahwa judul memiliki kontribusi
terhadap memori cerita. Judul merupakan elemen cerita yang pertama kali
diingat daripada kalimat-kalimat dalam cerita. Melalui judul, pendengar atau
pembaca akan memanfaatkan latar belakang pengetahuan untuk memproses
isi cerita secara top down. Setelah menemukan judul yang tepat, guru baru

menemukan materi cerita yang baik. Guru dapat melakukan kegiatan sebagai
berikut (Cox dalam Musfiroh, 2008: 103):
1) Mencari sumber cerita sebanyak-banyaknya, baik sumber visual berupa
buku, sumber audial berupa dongeng mulut ke mulut dan cerita radio
maupun sumber audio visul berupa cerita di televisi, video maupun film.
2) Catat dan urutkan cerita-cerita tersebut dalam sebuah file cerita.
3) Pilihlah dongeng berdasarkan hasil analisis yang guru lakukan, misalnya:
untuk usia berapa kira-kira cerita tersebut akan disampaikan.
4) Identifikasi materi pendukung yang dapat diusahakan guru dan orang tua,
seperti boneka, wayang, musik atau cerita pendukung lainnya termasuk
tempat untuk merekam respons anekdotal dan ide untuk kegiatan
bercerita yang akan datang
b. Memahami dan menghafal isi cerita
Memahami cerita merupakan modal awal bagi guru untuk bercerita.
Pemahaman ini diperoleh setelah guru membaca cerita atau menyimak cerita
dari generasi terdahulu, memperoleh identifikasi unsur cerita dan memberikan
makna pada cerita. Pemahaman juga meliputi kemampuan menangkap pesan
moral, karakter tokoh, alur cerita dan unsur cerita yang lain. Kualitas
pemahaman cerita menentukan fleksibilitas teknik bercerita guru di hadapan
anak.
Selain memahami cerita, guru juga harus mampu menghafal cerita
yang akan disampaikan. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat memanfaatkan
media yang akan digunakan dengan optimal. Cara ini sangat efektif dalam
membantu anak memahami cerita yang disampaikan guru.
c. Menghayati karakter tokoh
Menghayati berarti mengerti dan mengandaikan diri sebagai tokoh
(Musfiroh, 2008: 114). Karakter cerita mengacu pada dua pengertian, yaitu
tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sifat tokoh yang meliputi sikap,
ketertarikan, keinginan, emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh.
Karakter cerita meliputi tokoh atau pelaku cerita yang juga perwatakannya.
Menghayati karakter tokoh berarti menghayati hal-hal yang dirasakan,
dipikirkan dan diinginkan tokoh-tokoh tersebut. Guru dituntut mampu
menghayati bagaimana menjadi tokoh jahat dan bagaimana menjadi tokoh
yang baik.

d. Latihan dan introspeksi
Setelah memahami cerita, menghafal cerita dan menghayati karakter
tokoh-tokoh yang akan diceritakan, guru perlu berlatih bercerita. Apabila
belum memiliki pengalaman bercerita yang baik, latihan dapat dilakukan di
depan cermin.
Inovasi lain juga dapat dikembangkan guru melalui cerita atau dongeng
yang akan diangkat. Guru dapat mengangkat cerita yang sederhana tetapi relevan
dengan kondisi yang ada sekarang. Hal ini akan lebih menarik daripada guru
mengambil cerita yang diambil langsung dari cerita aslinya.
PEMBAHASAN
Kegiatan mendongeng bagi anak usia dini merupakan salah satu kegiatan
yang menyenangkan apalagi ketika kegiatan mendongeng tersebut menggunakan
media yang menarik sesuai cerita yang disampaikan. Kesukaan anak dalam
mendengarkan dongeng dapat dimanfaatkan oleh orang tua maupun guru untuk
menanamkan nilai-nilai dan karakter yang baik dari tokoh yang diceritakannya.
Sifat anak yang suka meniru terhadap apa yang mereka sukai akan mempermudah
internalisasi nilai-nilai yang akan ditanamkan pada anak melalui kegiatan
mendongeng, misalnya, anak menyukai dengan karakter kancil yang cerdik dan
bijak, maka anak akan meniru sifat-sifat tersebut. Hal yang terpenting dalam
kegiatan mendongeng adalah menyampaikan cerita yang sesuai dengan karakter
anak, tidak meonoton, interaksi timbal balik dan memilih cerita yang baik
sehingga apa yang dicontoh anak merupakan hal-hal yang baik pula.
Salah satu media yang dapat digunakan guru dalam kegiatan mendongeng
adalah wayang kertas. Penggunaan wayang kertas sangatlah mudah sehingga guru
maupun anak didik dapat menggunakannya. Ada beberapa alasan penggunaan
Wayang kertas dalam kegiatan mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai
karakter pada anak usia dini, yaitu:
1. Cerita atau dongeng yang akan disampaikan dengan menggunakan wayang
kertas dapat dikembangkan sendiri oleh guru dan bersifat fleksibel serta
tergantung nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan.

2. Wayang kertas dapat memberikan pengetahuan bagi anak tentang karakter
tokoh yang diperankan.
3. Wayang kertas sangat praktis dan ekonomis karena dapat dibuat sendiri oleh
guru maupun anak didik dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh.
4. Anak didik dapat memainkan sendiri wayang kertas karena cara
memainkannya sangat mudah. Hal ini akan mendorong anak untuk terlibat
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
5. Bentuk dan warna wayang sangat menarik perhatian anak sehingga saat
digunakan, anak akan lebih betah dan tidak mudah bosan dalam menyimak
dongeng, terlebih lagi jika guru juga memberikan selingan yang dapat
membangkitkan semangat anak dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan alasan tersebut di atas, maka wayang kertas merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan cerita atau dongeng
kepada anak didik sekaligus untuk menanamkan nilai-nilai karakter mereka.
Penerapan teknik mendongeng dengan menggunakan wayang kertas dapat
dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini :
1. Perencanaan
Sebelum menerapkan teknik mendongeng menggunakan wayang
kertas, guru terlebih dahulu melakukan perencanaan. Perencanaan kegiatan
kegiatan tersebut mengacu pada jenis kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu
mendongeng. Setidaknya ada beberapa unsur yang harus termuat dalam
perencanaan, yaitu tujuan, sasaran kegiatan, mekanisme pelaksanaan,
pengaturan waktu dan tempat, serta fasilitas pendukung (Kemdiknas, 2010:
29). Kualitas keberhasilan mendongeng banyak dipengaruhi oleh perencanaan
yang telah ditetapkan.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam perencanaan antara lain: 1)
Mengenal dan memahami karakter anak-anak seutuhnya sesuai dengan
tahapan perkembangan, seperti anak sebagai peneliti ulung, aktif gerak,
pantang menyerah, maju tak pernah putus asa, terbuka, bersahabat dan tak
membedakan, 2) Menentukan indikator nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan tema dongeng dan media wayang kertas yang akan dicapai. Nilai-nilai
karakter yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran ini antara lain:
percaya diri, tanggung jawab, kerja keras, mandiri, kreatif, tolong menolong,
kerjasama, gotong royong, cinta bangsa dan tanah air, 3) Menentukan jenis dan

tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini, program pendidikan
karakter untuk anak usia dini direalisasikan secara terpadu dengan aktivitas
mendongeng dengan wayang kertas, 4) Memilah dan memilih materi cerita
dengan mempertimbangkan jenis cerita, bobot cerita, kebaruan cerita, minat
anak, 5) Menghafal cerita dan memahami karakter tokoh masing-masing
wayang punakawan, 6) Mengembangkan rancangan pelaksanaan pendidikan
karakter dalam aktivitas mendongeng dengan menggunakan wayang kertas,
7) Menyiapkan fasilitas pendukung pelaksanaan aktivitas mendongeng
dengan wayang kertas untuk dalam rangka pendidikan karakter.
2. Implementasi
Setelah guru melaksanakan kegiatan perencanaan, maka selanjutnya
guru melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. Implementasi
penggunaan media wayang kertas dalam mendongeng untuk menanamkan
nilai-nilai karakter dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penataan lingkungan belajar
1) Guru mempersiapkan alat dan perlengkapan yang akan digunakan.
2) Guru menata ruang kelas untuk kegiatan mendongeng menggunakan
wayang kertas.
b. Kegiatan pendahuluan
1) Guru mengkondisikan anak dengan bernyanyi sambil bertepuk
tangan.
2) Guru mengatur tempat duduk anak. Anak dapat duduk di lantai
beralaskan karpet membentuk huruf U.
3) Guru mengkomunikasikan tujuan mendongeng dan tema yang telah
ditetapkan.
4) Guru menggali pengalaman-pengalaman anak berkaitan dengan
tema, karakter dan tokoh wayang yang akan digunakan. Dalam
memberikan apersepsi, guru menunjukkan wayang kertas dan
memperkenalkan

nama

dan

sifat

masing-masing.

Guru

mengemukakan sebagai berikut: “Anak-anak, ibu punya sesuatu,
kalian mau tahu ? Coba lihat ini !”. Guru menunjukkan satu per satu
wayang kertas dengan beragam tokoh/karakter. Guru berkata:
“Pernahkah kalian melihat benda ini? Di mana kalian melihat benda
ini ? Apakah kalian mengenali mereka satu per satu?”. Guru

memberikan kesempatan kepada anak untuk menjawab dan
menghargai semua jawaban yang dilontarkan anak. Selanjutnya,
guru memperkenalkan satu per satu tokoh punakawan dengan
menggunakan wayang kertas tersebut. Pada kegiatan ini, guru juga
menyampaikan nilai-nilai karakter yang akan ditekankan.
c. Kegiatan inti:
Dalam kegiatan inti, guru membangun penghayatan anak
dengan melibatkan emosinya untuk menyadari pentingnya menerapkan
nilai karakter (bertanggung jawab). Proses ini dibangun juga melalui
pertanyaan terbuka dan melalui pengamatan terhadap situasi dan kondisi
terjadi dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun implementasi penggunaan wayang kertas dalam
mendongeng untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Guru mendemonstrasikan cara memainkan wayang kertas.
2) Guru menyampaikan judul dongeng.
3) Guru mendongeng menggunakan wayang kertas dengan diselingi
nyanyian dan tepuk.
4) Guru melakukan tanya jawab tentang cerita yang disampaikan untuk
menggali pemahama anak terhadap cerita.
5) Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mendongeng
menggunakan wayang kertas sesuai kemampuannya.
6) Guru juga memberikan pujian pada anak yang dapat melaksanakan
tugas dengan baik sedangkan anak yang belum dapat melakukan
tugas dengan baik, guru memberikan semangat pada mereka.
d. Kegiatan penutup
1) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah disampaikan.
2) Untuk mengetahui ketercapaian tujuan kegiatan mendongeng, guru
melakukan tanya jawab tentang dongeng yang telah disampaikan dan
nilai-nilai karakter yang terkandung dalam dongeng tersebut.
3) Guru memberikan penguatan dan pujian dengan sentuhan kasih

sayang terhadap hasil refleksi anak, misalnya dengan mengatakan:
Bagus sekali, kalian telah bekerja sama dengan baik sehingga kalian
mendapatkan hasil yang memuaskan.
3. Evaluasi

Kegiatan evaluasi dilakukan oleh guru secara berkesinambungan dan
terus menerus agar perubahan sikap dan perilaku anak dapat dilihat secara utuh .

Secara umum, tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana
perubahan sikap dan perilaku anak-anak setelah mengikuti kegiatan di
lembaga PAUD yang sarat dengan nilai-nilai karakter (Kemdiknas, 2010: 12).
Lingkup penilaian penanaman nilai-nilai karakter melalui kegiatan
mendongeng menggunakan wayang kertas adalah pada pencapaian nilai-nilai
karakter anak didik sesuai dengan tahap perkembangan anak. Nilai-nilai karakter
anak didik berkaitan dengan pemahaman, penghayatan, dan tindakan yang
terlihat pada anak dengan berpatokan pada indikator yang telah ditentukan. Guru
juga dapat mengumpulkan data pada perilaku yang berhubungan dengan nilainilai karakter yang ditonjolkan pada kegiatan tersebut.
Untuk melakukan evaluasi, guru terlebih dahulu menentukan indikator
keberhasilan sesuai nilai-nilai karakter yang akan dinilai. Evaluasi untuk

mengetahui penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran mendongeng
menggunakan media wayang kertas dapat dilakukan dengan dokumentasi,
observasi dan pencatatan terhadap aktivitas berikut :
a. Penugasan, penugasan merupakan cara penilaian berupa pemberian tugas

yang harus dikerjakan anak dalam waktu tertentu baik secara perorangan
maupun kelompok. Misalnya, anak diminta memberikan tanda “B” pada
gambar yang menunjukkan sikap mau menolong dan memberi tanda “T”
pada gambar yang menunjukkan sikap tidak mau menolong.
b. Unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati
kegiatan anak melakukan sesuatu dalam menerapkan nilai-nilai karakter,
misalnya praktik bekerja sama, menyelesaikan tugas dan tantangan
individu maupun kelompok, memberikan semangat pada teman, bekerja
sama dengan teman lain. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan
aspek–aspek yang diamati agar dapat dinilai.
c. Peristiwa-peristiwa penting atau unik yang

terjadi

sehari-hari

menggunakan instrumen anekdot.
d. Percakapan atau dialog, yaitu menanyakan kepada anak secara langsung
tentang kegiatan yang dilakukan selama berada di lembaga PAUD.
Pendidik atau pengasuh dapat mewancarai anak-anak ketika beraktivitas.

Untuk membantu dalam melakukan wawancara, guru dapat membuat
pedoman wawancara terlebih dahulu atau melontarkan pertanyaan secara
spontan.
e. Dokumentasi hasil karya anak (portofolio), merupakan penilaian
berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi dan hasil
percobaan/proses dalam bentuk diskripsi baik berupa gambar atau tulisan
sederhana yang dibuat anak. Kumpulan hasil selama satu periode
dianalisis/dikaji untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan
anak berdasarkan kompetensi/indikator yang telah ditetapkan.
Nilai yang menyatakan pencapaian pendidikan karakter dapat
dinyatakan secara kualitatif, misalnya dalam bentuk berikut:
a. Belum Terlihat (BT), yaitu apabila anak didik belum memperlihatkan
tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator.
b. Mulai Terlihat (MT) yaitu apabila peserta didik sudah mulai
memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku/karakter yang
dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten.
c. Mulai Berkembang (MB), yaitu apabila peserta

didik

sudah

memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam
indikator dan mulai konsisten.
d. Membudaya (MK), yaitu apabila peserta didik terus menerus
memperlihatkan perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator
secara konsisten.
Instrumen yang digunakan untuk menilai nilai-nilai karakter pada anak dapat
dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan indikator yang akan dicapai.
Beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi dalam upaya
memanfaatkan

media

wayang

dalam

kegiatan

mendongeng

untuk

menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini antara lain:
1. Tidak semua guru memiliki kreativitas yang baik khususnya dalam
mengembangkan cerita atau dongeng menggunakan wayang kertas.
2. Tidak semua guru mampu mengelola kelas dengan baik dan
mengkondisikan anak agar mereka terus memperhatikan cerita yang
disampaikan guru.

3. Masih banyak guru yang enggan mengembangkan media pembelajaran,
termasuk dalam mengembangkan media wayang kertas. Kebanyakan
guru lebih senang menggunakan media yang telah ada dan membeli yang
sudah siap digunakan.
4. Minimnya dukungan dari sekolah dalam mengembangkan media wayang
kertas sehingga ide/gagasan yang ada pada guru menjadi terhalang.
Program penanaman nilai-nilai karakter pada anak usia dini semestinya
juga didukung dengan peranan orang tua di lingkungan keluarga. Orang tua
merupakan sosok yang paling dekat dengan anak sehingga apa yang didapatkan
anak di sekolah akan diterapkan di rumah melalui pembiasaan dan bimbingan
orang tua. Jika guru maupun orang tua bersinergi dalam menanamkan nilai-nilai
karakter pada anak, maka hasil yang dicapai pun akan tercapai dengan baik.
PENUTUP
Penanaman nilai-nilai karakter pada anak usia dini di sekolah dapat
diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah melalui
kegiatan mendongeng menggunakan wayang kertas yang dikembangkan guru.
Pelaksanaan pendidikan karakter pada anak usia dini disesuaikan dengan setiap
aspek perkembangan anak. Perwujudan integrasi penanaman nilai-nilai karakter
pada kegiatan mendongeng menggunakan wayang kertas dapat dilakukan melalui
tiga tahapan yaitu perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Menanamkan nilai–nilai karakter pada anak usia dini memerlukan
strategi khusus. Hal itu dikarenakan karakteristik anak usia dini yang sangat
spesifik sehingga memerlukan perlakuan khusus. Oleh karena itu, guru hendaknya
dapat menonjolkan nilai-nilai karakter pada setiap program kegiatan yang
diselenggarakan, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun di luar kelas
sehingga hal ini akan menjadi kebiasaan yang pada akhirnya akan melekat pada
diri anak. Penanaman nilai-nilai karakter juga memerlukan kerjasama antara orang
tua dengan guru. Oleh karena itu, kedua pihak ini harus bersinergi sehingga
program yang dilaksanakan di sekolah juga dapat diimplementasikan di
lingkungan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kemdiknas, 2010. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Kemdiknas, 2012. Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Kurnia, Yaya. 2012. Perkembangan Nilai-Nilai Moral dan Agama bagi Anak
Taman Kanak-Kanak. Bandung: PPPTK TK dan PLB.
Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:
Rineka Cipta.
Musfiroh, Tadkirotun. 2008. Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Q-Anees, Bambang dan Adang Hambali. 2009. Pendidikan Karakter Berbasis Al
Qur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Sumukti, Tuti. 2006. Semar; Dunia Batin Orang Jawa. Yogyakarta: Percetakan
Galang Press.
---------. 2015. Selang Waktu Terjadinya Tindak Pidana (Crime Clock) menurut
Kepolisian Daerah Tahun 2000-2014. Sumber:
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1571, diakses tanggal 24
Oktober 2015.

32