HARGA DIRI ANAK USIA SEKOLAH DASAR KELAS 1-6 YANG MENGALAMI KEGEMUKAN DI SDN PRAJURITKULON 1 KOTA MOJOKERTO

  

HARGA DIRI ANAK USIA SEKOLAH DASAR KELAS 1-6 YANG

MENGALAMI KEGEMUKAN DI SDN PRAJURITKULON 1

KOTA MOJOKERTO

REZKI RELANDANI

  

1212010035

Subject : kegemukan, anak usia sekolah dasar, harga diri

DESCRIPTION

  Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok umur dan pada semua strata sosial ekonomi. Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran harga diri anak usia sekolah dasar kelas 1-6 yang mengalami kegemukan di SDN Prajuritkulon 1 Kota Mojokerto.

  Metode penelitian ini menggunakan rancang bangun deskriptif. Populasi penelitian ini adalah semua anak usia sekolah dasar kelas 1-6 yang mengalami kegemukan di SDN Prajuritkulon 1 Kota Mojokerto sejumlah 27 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Variabel penelitian ini adalah harga diri anak yang mengalami kegemukan.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran harga diri anak usia sekolah dasar kelas 1-6 yang mengalami kegemukan di SDN Prajuritkulon 1 Kota Mojokerto sebagian besar adalah harga diri tinggi yaitu 20 anak (74,1%), dan harga diri rendah yaitu 7 anak (25,9%). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dengan distribusi frekuensi.

  Kegemukan dan obesitas pada anak usia sekolah di SDN Prajuritkulon 1 tidak menyebabkan anak mempunyai harga diri rendah karena mereka memiliki prestasi akademik yang baik di sekolah. Peneliti selanjutnya harus memperhatikan skala kebohongan dalam menggunakan instrumen dengan menuntun responden agar memberikan jawaban yang sejujurnya sehingga hasil penelitian lebih valid.

  

ABSTRACT

Overweigt and obesity problem in Indonesia occurs within all age group

and all socio economic levels. At school age, the incidence of overweight and

obesity is a serious problem besauce it can continue to adulthood. This study

st th

aimed to know the description of 1 -6 grade students with obesity self esteem in

Prajuritkulon 1 Primary School Mojokerto City. st th

  This study method is descriptive design. The population is all of 1 -6 grade

students with obesity in Prajuritkulon 1 Primary School Mojokerto City as many

as 27 students. Sampling technique used is total sampling. This study variable is

st th self esteem of 1 -6 grade students with obesity.

  The result of this study suggests that most of self esteem of 1-6th grade

students with obesity in Prajuritkulon 1 Primary School Mojokerto City is high.

  Overweight and obesity at school age in Prajuritkulon 1 Primary School do

cause them have low self esteem because they have good academic achievement.

The next researcher must pay attention to the lie scales when using the instrument

by guiding the respondent to give true answers thus the result of the reasearch

become more valid.

  Keywords: obesity, school age, self esteem Contributor : 1. Dwiharini P., S.Kep., Ns., M.Kep : 2. Yudha Laga HK., S.Psi Date : 02 Juli 2015 Type Material : Laporan Penelitian URL : Right : Open document Summary : LATAR BELAKANG

  Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi lebih. Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok umur dan pada semua strata sosial ekonomi. Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa. Kegemukan dan obesitas pada anak berisiko berlanjut ke masa dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes

  

mellitus , kanker, osteoartritis, dan lain-lain. Pada anak, kegemukan dan obesitas

  juga dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur,

  

sleep apnea (henti napas sesaat) dan gangguan pernafasan lain (Kemenkes, 2012).

  Kegemukan pada anak usia sekolah dapat mengakibatkan timbulnya ejekan dan gertakan dari teman sekolah, sehingga membuat kehilangan harga diri dan meningkatkan risiko depresi, anak yang kelebihan berat badan cenderung lebih cemas dan keterampilan sosialnya lebih buruk dibandingkan anak yang memiliki berat badan normal. Anak yang mengalami depresi mungkin kehilangan minat dengan kegiatan normal, seperti tidur lebih dari biasanya atau banyak menangis (Mel, 2013).

  Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sebelas propinsi, seperti D.I. Aceh (11,6%), Sumatera Utara (10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau (10,9%), Lampung (11,6%), Kepulauan Riau (9,7%), DKI Jakarta (12,8%), Jawa Tengah (10,9%), Jawa Timur (12,4%), Sulawesi Tenggara (14,7%), Papua Barat (14,4%) berada di atas prevalensi nasional. Hasil penelitian di beberapa kota menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas (Kemenkes RI, 2012). Hasil studi pendahuluan di SDN Prajurit Kulon I Kota Mojokerto didapatkan 27 anak yang mengalami kegemukan.

  Pola makan anak dengan mengkonsumsi makanan dalam porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat. Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink). Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga merupakan faktor penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. Keterbatasan lapangan untuk bermain dan kurangnya fasilitas untuk beraktivitas fisik menyebabkan anak memilih untuk bermain di dalam rumah. Selain itu, kemajuan teknologi berupa alat elektronik seperti video

  

games , playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk

  melakukan aktivitas fisik sehingga menjadi pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak. Hal ini menyebabkan anak kegemukan merasa tak percaya diri dan rendah diri bisa menciptakan perasaan yang luar biasa putus asa (Kemenkes RI, 2011).

  Untuk dapat mengatasi rasa percaya diri pada anak penderita kegemukan dapat dilakukan sebuah langkah awal yaitu membentuk sebuah komunitas penderita kegemukan. Anggota komunitas diharapkan dapat aktif, berinisiatif dan berpartisipasi penuh pada komunitas, secara sederhana anggota komunitas memiliki kewajiban untuk berbagi pengalaman mengenai kegemukan dan permasalahan lainnya. Dalam sebuah komunitas yang memiliki ciri yang sama ini diharapkan penderita kegemukan dapat membuka diri untuk bersosialisasi minimal dengan sesama penderita kegemukan, dengan secara terus-menerus melakukan hubungan sosial yang bersifat personal ini maka penderita kegemukan akan terlatih dan menjadi mahir untuk bisa bersosialisasi dengan masyarkat luas. Secara tidak langsung anggota komunitas dapat saling mempengaruhi untuk meningkatkan rasa percaya diri melalui metode sharing ini, setelah rasa percaya diri sesama anggota dapat tercapai dan stabil, maka komunitas dan anggotanya dapat melanjutkan proses bersosialisasi ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu bersosialisasi dengan masyarakat yang bukan penderita kegemukan (Hisobi, 2013).

  METODEOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif.

  Variabel dalam penelitian ini yaitu harga diri pada anak usia sekolah dasar kelas 1-6 yang mengalami kegemukan. Populasi penelitian ini adalah semua anak usia sekolah dasar kelas 1-6 yang mengalami kegemukan di SDN Prajuritkulon I Kota Mojokerto. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 27 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner Coopersmith Self Esteem Scale (CSEI) menggunakan skala Guttman.

  Berdasarkan skor CSEI, nilai terendah yang didapatkan oleh responden adalah 29 dan yang tertinggi adalah 47, nilai rata-rata adalah 38,48, median 39 dan modus 41. Setelah dikriteriakan, didapatkan hasil bahwa menunjukkan bahwa anak yang memiliki harga diri rendah ada 7 anak (25,9%), harga diri tinggi ada 20 anak (74,1%), sehingga sebagian besar responden memiliki harga diri tinggi.

  Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara penghargaan dan penerimaan dari orang-orang yang signifikan, kelas sosial dan kesuksesan, nilai dan inspirasi individu dalam menginterpretasi pengalaman, dan cara individu dalam menghadapi devaluasi (Coopersmith dalam Sarandria, 2012). Hasil penelitian Soempeno dkk (2012) tentang gambaran komponen harga diri pada remaja yang mengalami obesitas di SMPN 1 Pameungpeuk didapatkan hasil bahwa remaja obesitas yang memiliki gambaran harga diri feeling of belonging rendah sebanyak 23 orang (58,97%). Yang memiliki gambaran harga diri feeling

  

of competence rendah yaitu sebanyak 22 orang (56,41%). Yang memiliki

gambaran harga diri feeling of worth rendah yaitu sebanyak 31 orang (79,49%).

  Hasil penelitian Griffith et al (2010) tentang harga diri dan kualitas hidup anak dan remaja yang mengalami obesitas di London Inggris didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan harga diri dan kualitas hidup yang signifikan pada anak muda.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soempeno dkk (2012) dan Griffith et

  

al (2010) menunjukkan bahwa anak maupun remaja yang mengalami obesitas

  mengalami penurunan harga diri akibat kegemukannya tersebut. Penyebabnya karena dengan tubuh yang gemuk, anak menjadi lambat dalam bergerak aktif sehingga seringkali tertinggal oleh temannya yang bertubuh ideal. Tubuh yang gemuk membuat mereka merasa jelek sehingga merasa tidak percaya diri, malu akan kondisi fisiknya.

  Data aspek diri sosial menunjukkan bahwa seluruh anak (100%) dengan harga diri tinggi yang merasa cukup yakin dengan dirinya sendiri, bisa menjaga dirinya sendiri dan memahami dirinya sendiri. Anak dengan harga diri tinggi tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya. Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis (Coopersmith dalam Sarandria, 2012). Perasaan positif yang dimiliki responden adalah bahwa responden merasa bahwa dirinya berhasil dalam mengatasi hal-hal yang mungkin mengganggunya sehubungan dengan masalah yang ada akibat kegemukannya. Selain itu responden juga ,merasa bahwa dirinya bisa dipercaya oleh orang lain. Responden cenderung bisa memutuskan sesuatu sendiri dan tetap dapat mempertahankan apa yang menjadi keputusannya itu. Responden merasa berbesar hati apabila ada orang lain yang menilai dirinya jelek sehingga membuat orang lain mudah menyukainya. Responden cenderung tidak mengalami kesulitan saat berbicara di depan kelompok. Ada beberapa responden yang menginginkan dirinya lebih muda, dan mempunyai keinginan untuk merubah dirinya terutama karena tubuhnya yang gemuk. Namun, responden juga memiliki perasaan negatif dimana masih membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri. Perasaan bersalah atas hal yang pernah dilakukan masih sering mengganggu. Responden cenderung sudah bisa menerima kondisi fisiknya dan tidak peduli apa yang terjadi pada dirinya.

  Data aspek diri sosial menunjukkan bahwa seluruh anak (100%) dengan harga diri rendah merasa bahwa banyak hal yang mengganggu dirinya. Anak dengan harga diri rendah menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak sesuai, sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan sosial. Hal ini sering kali menyebabkan individu yang memiliki harga diri yang rendah, menolak dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya (Coopersmith dalam Sarandria, 2012). Responden seringkali merasa kesal apabila ada hal yang tidak sesuai dengan yang dialami responden karena merasa kurang yakin dengan dirinya sendiri, sehingga merasa gagal dalam melakukan sesuatu karena tidak dapat melakukannya dengan baik seperi teman-temannya yang lain. Selain itu responden juga sering merasa kecil hati atau minder karena tubuhnya gemuk sehingga orang lain kurang menyukainya. Responden cenderung mengalami kesulitan saat diminta untuk berbicara di depan kelas. Ada beberapa anak yang menginginkan lebih baik menjadi anak yang lebih muda, dan ingin merubah dirinya terutama karena tubuhnya yang gemuk. Responden juga masih membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri di lingkungan yang baru. Responden sering merasa bersalah untuk hal yang pernah dilakukan. Responden merasa berat dengan kondisi fisiknya dan sering merasa gagal dalam bergaul dengan temannya. Namun, responden juga memiliki perasaan positif diantaranya menjaga diri sendiri, dan memahami dirinya sendiri. Responden tetap merasa puas dengan dirinya yang sekarang meskipun gemuk. Responden cenderung bisa memutuskan sesuatu sendiri dan dapat mempertahankan keputusan itu.

  Data aspek teman sebaya menunjukkan bahwa seluruh anak (100%) dengan harga diri tinggi merasa dirinya menyenangkan dan terkenal di sekolah terutama teman sekelas. Anak dengan harga diri tinggi menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain (Coopersmith dalam Sarandria, 2012). Anak dengan harga diri tinggi cenderung suka bersama-sama dengan teman- temannya, tidak menyendiri. Responden bisa bergaul dengan siapa saja tanpa memandang usia, bahkan teman-temannya seringkali meminta pertolongan padanya karena dianggap besar dan kuat. Tapi responden mengetahui kelemahan diri bahwa tubuhnya gemuk sehingga membuatnya sering diejek oleh orang lain.

  Data aspek teman sebaya menunjukkan bahwa sebagian besar (71,4%) anak dengan harga diri rendah merasa bahwa dirinya kurang dikenal. Anak dengan harga diri rendah menganggap bahwa dia tidak diterima oleh lingkungan (Coopersmith dalam Sarandria, 2012) termasuk teman sebanya. Responden merasa tidak disukai oleh anak-anak lain di sekolah karena tidak semenarik teman-temannya yang mempunyai berat badan ideal, dan seringkali merasa terganggu dengan orang lain yang mengejeknya gemuk. Namun, responden merasa bahwa dirinya sangat senang jika bersama orang lain karena responden dianggap lucu dan menyenangkan.

  Data aspek orang tua menunjukkan bahwa seluruh (100%) anak dengan harga diri tinggi merasa bahwa orang tuanya sangat menyayangi. Anak dengan harga diri tinggi lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari (Coopersmith dalam Sarandria, 2012). Responden merasa hidupnya cukup bahagia karena sering diajak pergi dan bersenang-senang dengan keluarga, merasa disayangi dan ini membuatnya merasa tidak perlu untuk meninggalkan rumah. Responden merasa bahwa keluarganya sangat menerima kondisi fisik responden meskipun gemuk, selalu menjaga perasaan responden dan tidak menuntut responden untuk melakukan sesuatu.

  Data aspek orang tua menunjukkan bahwa sebagian besar (71,4%) anak dengan harga diri rendah merasa bahwa keluarganya mengharapkan terlalu banyak dari dirinya. Anak dengan harga diri rendah selalu merasa khawatir dan Tuntutan ini bisa mereka dapatkan dari orang tuanya yang seringkali mendesak untuk lebih kurus dan mengurangi makan agar tidak terlalu gemuk dengan tujuan agar responden tidak diejek teman-temannya Tapi disisi lain, responden tetap merasa bahwa orang tua dan keluarganya menyayangi responden.

  Data aspek akademis menunjukkan bahwa seluruh (100%) anak dengan harga diri tinggi merasa bahwa responden sudah berusaha melakukan yang terbaik yang mereka bisa. Anak dengan harga diri tinggi berhasil atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat mengekpreskan dirinya dengan baik (Coopersmith dalam Sarandria, 2012). Perasaan positif lain adalah bahwa responden tidak mudah menyerah untuk melakukan sesuatu sehingga mereka bangga dengan apa yang dikerjakan. Responden tetap bisa menerima meskipun kadang orang lain tidak mempedulikan idenya. Responden tahu apa yang harus responden lakukan.

  Data aspek akademis menunjukkan bahwa hampir seluruh (100%) anak dengan harga diri rendah merasa bahwa mereka tidak bisa melakukan sesuatu jika tidak diberitahu dulu apa yang harus dilakukan. Anak dengan harga diri rendah tidak menyukai segala hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya. Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik (Coopersmith dalam Sarandria, 2012). Hal ini disebabkan karena responden takut salah atas apa yang dikerjakan. Tapi responden merasa bahwa mereka sudah berusaha melakukan yang terbaik yang mereka bisa, responden tidak mudah menyerah untuk melakukan sesuatu sehingga responden bangga dengan apa yang dikerjakan.

  Hasil penelitian Kornilaki (2015) tentang pengaruh berat badan dan obesitas pada harga diri anak menunjukkan bahwa anak obesitas memiliki harga diri secara umum, penerimaan sosial, kemampuan atletik dan penampilan diri yang lebih rendah dibandingkan anak yang mempunyai berat badan normal, namun tidak ada perbedaan dari segi kemampuan skolastik dan domain perilaku.

  Perasaan malu untuk melakukan hal-hal yang buruk di mata teman- temannya, memberikan kepercayaan diri yang rendah pada anak-anak obesitas. Anak obesitas mengalami kesulitan dalam menghadapi fungsi sosial mereka terutama perasaan terisolasi, digoda dan diejek oleh teman tentang penampilan fisik mereka (Puhl & Latner, 2007).

  Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimana harga diri pada anak obesitas cenderung tinggi. Penyebabnya adalah peneliti tidak mempertimbangkan skala kebohongan sehingga harga diri responden tinggi. Namun, kemampuan skolastik dan perilaku anak obesitas tidak berbeda dengan anak yang tidak obesitas. Responden juga memiliki prestasi akademik yang bagus meskipun penampilan fisiknya tidak sebagus temannya yang berbadan ideal.

  SIMPULAN

  Harga diri siswa kelas 1-6 yang mengalami kegemukan di SDN Prajuritkulon 1 Kota Mojokerto sebagian besar memiliki harga diri tinggi.

  SARAN

  Diharapkan untuk melakukan pengembangan penelitian sehubungan dengan harga diri pada anak yang mengalami kegemukan dengan memperhatikan skala kebohongan serta memperhatikan faktor penghargaan dan penerimaan dari orang-orang yang signifikan, kelas sosial dan kesuksesan, nilai dan inspirasi individu dalam menginterpretasi pengalaman, serta cara individu dalam menghadapi devaluasi.

  Diharapkan untuk meningkatkan kerjasama dengan instansi kesehatan dalam hal memberikan penyuluhan tentang gizi pada anak dan upaya penanggulangan obesitas pada anak melalui diet sehat dan olah raga.

  Diharapkan untuk melakukan pengembangan pelayanan keperawatan terutama pada anak yang mengalami kegemukan melalui pemberian konseling dan motivasi anak untuk mengembangkan prestasi akademis.

  Diharapkan orang tua tetap memberi dukungan pada anak agar tidak minder dan menutup diri, lebih memperhatikan konsumsi nutrisi anak agar tidak terjadi kegemukan. Correspondensi : E-mail

  Alamat : Perum Jetis Permai Jln. Jetis Tama XI Blok C No.20

  No. HP : 081336545563