BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon - Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

  Menurut kamus besar bahasa indonesia respon dapat diartikan sebagai suatu tanggapan, reaksi dan jawaban. Marbun dalam kamus politik, menyatakan bahwa respon adalah tanggapan, reaksi dan jawaban, sedangkan reaksi adalah kegiatan berupa aksi, protes dan sebagainya, yang timbul akibat suatu gejala atau peristiwa dan tanggapan respon terhadap suatu aksi.

  Respon adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus. Respon adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut. Individu manusia berperan serta sebagai pengendali antara stimulus dan respon sehingga yang menentukan bantuk respon individu terhadap stimulus adalah stimulus dan faktor individu itu sendiri.

  Interaksi antara beberapa faktor dari luar berupa objek, orang-orang dan dalam berupa sikap, mati dan emosi pengaruh masa lampau dan sebagainya akhirnya menentukan bentuk perilaku yang ditampilkan seseorang. Respon seseorang bisa berbentuk baik atau buruk, positif atau negatif. Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut. Pengetahuan berhubungan dengan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya serta bagaimana dengan kesadaran itu ia bereaksi terhadap lingkungannya. Setiap perilaku sadar yang dilakukan oleh manusia didahului oleh proses pengetahuan yang memberi arah terhadap perilaku.

  Setelah seseorang mendapatkan pengetahuan maka yang terjadi adalah seseorang tadi akan menentukan sikap. Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak, beroperasi, berfikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap seseorang timbul dari adanya pengalaman yang tidak dibawa sejak lahir, namun merupakan hasil dari belajar seseorang terhadap objek atau lingkungan sekitarnya. Sikap bersifaat evaluatif yang mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Komponen yang terakhir adalah komponen psikomotorik atau secara sosiologi disebut dengan tindakan . jones dan Davis mendefenisikan tindakan sebagai keseluruhan respon (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang mempunyai efek terhadap lingkungannya.

  Suatu tindakan dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian sesuatu tujuan agar kebutuhan tersebut terpenuhi.

  (Junsu.blog.fisip.uns.ac.id/2013/06/20defenisi-respon-menurut-para-ahli/)

  Diakses pada tanggal 16 April 02.00 WIB

2.2 Persepsi

  Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita (Sobur, 2003: 446) Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Persepsi didalam prosesnya memiliki tiga komponen utama yaitu : 1.

  Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

  2. Interpresentasi, yaitu proses pengorganisasian informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga tergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

  3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

2.3. Sikap

  Secara sederhana sikap adalah cara seseorang melihat sesuatu secara mental (dari dalam diri) yang mengarah pada prilaku yang ditujukan pada orang lain, ide, obyek, maupun kelompok tertentu. Sikap juga mencerminkan jiwa

  Sikap mengadung tiga komponen, yaitu kognitif (keyakinan,kesadaran), afektif (perasaan), konatif (perilaku) dengan uraian sebagai berikut :

  1. Komponen kognitif adalah komponen yang berisikan apa yang diyakini dan apa yang difikirkan seseorang mengenai obyek sikap tertentu. Fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang obyek. Misanya, sikap mahasiswa terhadap senjata nuklir. Komponen kognitif dapat meliputi beberapa informasi tentang ukurannya, cara pelepasannya, jumlah kepala nuklir pada setiap rudal, dan beberapa keyakinan tentang negara-negara yang mungkin memilikinya, daya hancurnya, dan lainnya.

  2. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap obyek, terutama penilaian. Tumbuhnya rasa senang atau tidak senang ditentukan oleh keyakinan seseorang terhadap obyek sikap. Semakin dalam komponen keyakinan positif maka akan semakin senang orang terhadap obyek sikap. Misalnya, kekhawatiran atau ketakutan akan terjadinya penghancuran oleh nuklir pada kehidupan manusia. Keyakinan negatif ini akan menghasilkan penilaian negatif pula terhadap nuklir.

  3. Komponen prilaku terdiri dari persiapan seseorang untuk bereaksi atau kecendrungan untuk bertindak terhadap obyek. Bila seseorang menyenangi suatu obyek, maka ada kecendrungan individu tersebut akan mendekati obyek dan sebaliknya. Misalnya, kecendrungan mahasiswa untuk bertindak terhadap senjata nuklir dengan menandatangani petisi dan mengadakan demonstrasi untuk menentang penyebaran rudal berkepala

  Ketiga komponen sikap ini saling berkaitan erat. Dengan mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu obyek sikap tertentu, maka akan dapat diketahui pula kecendrungan perilakunya. Namun, dalam kenyataannya tidak selalu suatu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap.

2.4 Partisipasi

  Partisipasi berasal dari bahasa latin, yaitu pars, yang artinya bagian dan capere (sipasi), yang artinya mengambil. Bila digabungkan berarti mengambil bagian. Dalam bahasa inggris, participate berarti mengambil bagian atau mengambil peranan (Sahid, 2011).

2.4.1 Bentuk-Bentuk Partisipasi

  Partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal.

  1. Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat yang terlibat didalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi bawahan.

  2. Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk mempunyai prakarsa dimana setiap anggota/ kelompok masyarakat berpartisipasi secara horizontal antara satu dengan

1. Usia: faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada.

  Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterkaitan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi dari pada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

  2. Jenis kelamin: nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah di dapur yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin membaik.

  3. Pendidikan: dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipsi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

  4. Pekerjaan dan penghasiln: hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kegiatan harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomiannya.

  5. Lamanya tinggal: lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

2.5 Kemiskinan

  Berbicara tentang kemiskinan berarti berbicara tentang harkat dan martabat manusia. Sulit untuk merumuskan apa makna yang sebenarnya dari kemiskinan itu sendiri, karena kemiskinan itu masalah pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara. Kemiskinan identik oleh suatu penyakit oleh sebab itu langkah pertama penanggulangan kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu masalah. Cara berfikir seperti ini mengikuti alur berfikir dalam manajemen perencanaan strategik. Secara manajemen, memahami suatu masalah berarti telah menapaki 50% jalan penyelesaian masalah tersebut. Untuk memahami masalah kemiskinan, kita perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses (Siagian, 2012: 2).

  Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sesuai manusia.

2.5.1 Ciri-Ciri Kemiskinan

  Pemahaman lebih mendalam dan komprehensif tentang kemiskinan oleh banyak ahli juga sering diupayakan melalui kajian tentang ciri-ciri kemiskinan.

  Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasi- indikasi seperti apa yang telah digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin, sementara orang-orang seperti itu disebut tidak miskin. Namun demikian, suatu studi mmumnya tenunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan, yakni: 1.

  Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Sebagai contoh, kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada sehingga kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksi pun tidak mungkin. Lebih menyesakkan lagi, faktor-faktor produksi untuk investasi, melainkan hanya untuk konsumsi demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak kasus berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan modal.

  2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh aset produksi dngan kekuatan sendiri. Sebagai contoh, keluarga petani dengan perolehan pendpatan yang hanya cukup untuk konsumsi. Mereka tidak berpeluang untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor produksi. Contoh lainnya, seorang pedagang kecil tidak memiliki uang yang cukup untuk menyewa, terlebih membeli kios serta untuk membeli barang-barang dagangan. Sementara mereka pun tidak memiliki harta yang dapat digunakan sebagai agunan yang justru merupakan salah satu syarat mendapatkan kredit dari perbankan. Kondisi seperti inilah yang memaksa mereka berpaling ke lembaga non bank, seperti usaha yang berkodak koperasi. Institusi semacam ini memang tidak membebankan birokrasi yang sulit untuk memperoleh fasilitas pinjaman, namun untuk pelunasan pinjaman tersebut mereka dihadapkan pada syarat-syarat yang sangat berat, misalnya dengan bunga yang sangat tinggi sehingga pengembalian pinjami proses pemiskinan bagi mereka. Dengan demikian institusi tersebut bukan menyokong, melainkan merongrong kehidupan masyarakat.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai

  menyimpulkan bahwa waktu mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnhya, karena harus membantu orang tua untuk mencari tambahan pendapatan. Artinya, bagi mereka anak tersebut memiliki nilai ekonomis. Tidak heran, jika penelitian yang dilakukan oleh BKKBN tentang Nilai Ekonomi Anak dan Perilaku Fertilitas, antara lain menyimpulkan bahwa terdapat korelasi negatif antara tingkat sosial ekonomi dengan jumlah anak. Hal ini berarti, mereka yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah cenderung memiliki anak dalam jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang tinggi.

  4. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal. Bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru lebih sering tidak bekerja. Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan indikator jam kerja, mereka justru masuk ke seterusnya mengakibatkan mereka memperoleh pendapatn yang rendah pula.

5. Banyak diantara mereka yang hidup dikota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai.

  Sementara itu kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang semakin deras. Artinya, laju investasi di perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi kondisi ini tentu tidak terlepas dari sifat statis desa dalam mendukung kehidupan penduduknya. Dalam keadaan demikian, masyarakat desa cenderung melakuukan migrasi kekota, karena dianggap sebagai alternatif dalam upaya mengubah nasib. Tidak heran jika banyak ahli mengemukakan bahwa kemiskinan pedesaan membuahkan fenomena urbanisasi dari desa ke kota. Dengan demikian lengkaplah sudah, bahwa kemiskinan masyarakat perkotaan yang terus meningkat juga diperparah dengan pindahnya kaum miskin perdesaan, sehingga angka masyarakat miskin perkotaan meningkat secara tajam.

2.5.2 Jenis-Jenis Kemiskinan

  Banyak referensi tentang jenis-jenis kemiskinan menurut para ahli, akan tetapi jenis-jenis kemiskinan yang saya paparkan disini adalah konsep-konsep dari buku (Siagian, 2012: 45). Adapun jenis-jenis kemiskinan tersebut adalah sebagai berikut :

  Tinjauan konsep kemiskinan dari sudut bagaimana kita memandang atau mengkaji kemiskinan tersebut akan mengenalkan kita pada dua jenis kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi, dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga orang tersebut memiliki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak serta tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.

  2. Kemiskinan Relatif Kajian kemiskinan didasarkan pada komparasi kondisi kehidupan antara seseorang dengan orang lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain.

  Analisis komparatif tentang kondisi hidup manusia dilakukan karena kondisi taraf hidup di suatu lingkungan atau daerah tertentu kemungkinan besar berbeda dibandingkan dengan daerah lainnya. Misalnya, gaya hidup maupun taraf hidup masyarakat kota akan berbeda dengan masyarakat desa.

  3. Kemiskinan Massa Secara sederhana kemiskinan massa dapat diartikan sebagai kemiskinan yang dialami secara massal penduduk dalam suatu lingkungan wilayah. Hal ini berarti, terdapat demikian banyak orang yang secara faktual tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimumnya sehingga terpaksa hidup serba kekurangan, serta mengalami kondisi hidup yang tidak layak jika dilihat dari segi harkat dan martabat manusia. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa kemiskinan non massa adalah kemiskinan yang dihadapi oleh segelintir orang. Memang asal muasal konsep kemiskinan non massa itu adalah terdapatnya segelintir atau sebagian kecil dari penduduk suatu wilayah yang menghadapi dan mengalami hidup serba kekurangan, kondisi mana megakibatkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara layal sebagaimana seharusnya manusia yang mempunyai harkat dan martabat.

  5. Kemiskinan Alamiah Kemiskinan alamiah ditemukan jika kajian tentang kemiskinan itu didasarkan atas faktor-faktor penyebab kemiskinan itu terjadi. Dalam hal ini kemiskinan alamiah diidentifikasi sebagai kemiskinan yang terjadi sebagai konsekwensi dari kondisi alam seseorang atau sekelompok orang itu bermukim.

  Sebagai contoh, daerah mereka tinggal adalah daerah yang lahannya tandus, berbatu-batu, tidak memiliki bahan-bahan mineral atau bahan tambang, tidak luas dan tidak memiliki perairan yang menjadi tempat hidupnya berbagai jenis ikan. Dalam kondisi seperti ini dapatlah dikemukakan bahwa alam tempat mereka bermukim sesungguhnya tidak memiliki potensi yang memadai, tidak memiliki daya dukung yang cukup, tidak cukup ramah dan tidak memberikan peluang bagi seseorang atau sekelompok orang tersebut untuk mencapai hidup yang wajar atau hidup yang lebih baik.

  6. Kemiskinan Kultural pada gilirannya menghambat manusia itu mengembangkan kehidupannya. Budaya justru dapat menjadi beban bagi mereka, sehingga mereka sering melakukan kegiatan yang nengidentifikasikan bahwa mereka justru menjadi hamba dari budaya itu sendiri.

7. Kemiskinan Terinvolusi

  Kemiskinan terinvolusi tergolong kemiskinan kultural yang sudah sedemikian parah. Oleh karena itu kemiskinan terinvolusi sangat sulit untuk diselesaikan. Mengapa demikian? Setidakya ada dua kondisi yang menyebabkan demikian sulitnya memecahkan masalah kemiskinan terinvolusi, yaitu:

  1) Seseorang atau sekelompok orang yang diidentifikasi miskin itu sendiri sepertinya dapat menerima kemiskinan itu. Bagi mereka kemiskinan bukanlah masalah yang esensial, dan merekapun tidak mempersalahkan kondisi hidup mereka yang jauh dari standar. Justru orang lain yang memandang kondisi kehidupan mereka tidak layak dan mempermasalahkannya.

  2) Sesungguhnya seseorang atau sekelompok orang yang dikategorikan miskin itu menyadari kondisi kehidupan mereka sebagai suatu yang tidak layak. Namun mereka juga menyadari bahwa tidak ada jalan bagi mereka untuk keluar dari kondisi tersebut. Mereka menganggap bahwa kemiskinan itu bagaikan takdir. Akibatnya mereka tidak pernah berikhtiar untuk menata Seperti halnya kemiskinan alamiah, kultur dan terinvolusi, kemiskinan struktural juga ditemukan jika masalah kemiskinan dikaji dari segi faktor-faktor kemiskinan itu. Sehubungan dengan hal tersebut, konsep kemiskinan struktural antara lain mendeskripsikan bahwa struktural sosial masyarakat itu sedemikian rupa, sehingga menghambat masyarakat tersebut mengembangkan kehidupannya.

  Sebagai contoh, analisis tentang struktur sosial dari suatu masyarakat tertentu ynag sangat paternalistik sehingga kurang mengembangkan kreatifitas masyarakat dalam lapisan bawah. Disamping itu, masyarakat tidak memiliki akses terhadap berbagai fasilitas dan instansi ekonomi. Dengan demikian, struktur sosial dianggap sebagai penyebab kurang kondusifnya peluang untuk terjadinya mobilitas vertikal dalam bidang ekonomi di tengah-tengah masyarakat itu.

  Kondisi ini mengakibatkan tidak signifikannya sistem sosial dengan kesadaran akan perlunya dari semua elemen masyarakat tersebut.

9. Kemiskinan Situasional

  Istilah kemiskinan situasional juga dikemukakan jika kajian kemiskinan menjadi penyebab sebagai titik fokus. Secara umum dapat dikemukakan bahwa kemiskinan situasional adalah kondisi kehidupan masyarakat yang tidak layak yang disebabkan oleh situasi yang ada. Lebih tegasnya, situasi yang ada dilingkungan mana dan saat mana seseorang atau sekelompok orang itu hidup sedemikian rupa sehingga tidak kondusif bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan. Akibatnya mereka menghadapi dan mengalami kondisi hidup yang

  Kemiskinan buatan juga merupakan konsep yang ditemukan jika kajian kemiskinan ditekankan pada aspek penyebab. Kemiskinan buatan dipertentangkan dengan kemiskinan alamiah. Kemiskinan buatan terjadi karena kelembagaan- kelembagaan yang ada mengakibatkan anggota atau sekelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dengan demikian kemiskinan buatan identik dengan kemiskinan struktural.

2.5.3 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

2.5.3.1 Kajian Faktor Penyebab Kemiskinan Secara Sistematik

  Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitik beratkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu:

  1. Faktor Internal, yang dalam hal ini berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurang mampuan, yang meliputi: a.

  Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

  b.

  Intelektual, seperti: kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.

  c.

  Mental emosional atau temperamental seperti: malas, mudah menyerah dan putus asa.

  d.

  Spiritual, seperti: tida jujur, penipu, serakah, dan tidak disipilin e.

  Sosial psikologis, seperti: kurang mitivasi, kurang percaya diri, depresi, stress, kurang mampu mencari dukungan.

  c.

  f.

  Belum terciptanya sistem usaha kerakyatan dengan prioritas sektor rill masyarakat banyak.

  e.

  Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

  d.

  Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindungnya usaha-usaha sektor informal.

  Tidak dilindungi hak atas kepemilikan tanah sebagai assetb dan alat pemenuhan kebutuhan hidup.

  f.

  b.

  Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

  2. Faktor Eksternal,yakni bersumber dari luar diri indiviu atau keluarga yang mengalami dan meghadapi kemiskinan itu, sehingga pada titik waktu menjadikan miskin,meliputi: a.

  Asset, seperti: tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabyngan, kendaraan dan modal kerja.

  g.

  Keterampilan, seperti: tidak memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja.

  Sistem mobilitas dan pendayagunaan dan sosial g.

  Dampak sosial dari program penyesuaian struktur (structural adjusment program).

  h.

  Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i.

  Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana. j.

  Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material. k.

  Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata. l.

  Kebijakan publik yang belum berpihak pada penduduk miskin.

2.5.3.2 Kajian Faktor Penyebab Berdasarkan Jenis Kemiskinan.

  Metode lain untuk mengetahui penyebabnya kemiskinan itu adalah dengan mendalami jenis kemiskinan itu sendiri. Metode ini sering disebut dengan metode kasuistik dan pendekatan mikro. Metode ini di adopsi dan dikembangkan dari bidang profesi kedokteran. misalnya, untuk mengetahui seseorang sakit, maka perlu didalami jenis penyakitnya, karena pada umumnya penyebab penyakit signifikan dengan jenis penyakit.

1. Kemiskinan Massa dan Non Massa

  Sulit untuk memvonis satu faktor tertentu dalam penetapkan penyebab kemiskinan adalah berbedanya corak kemiskinan itu sendiri, seperti kemiskinan massa, yakni kemiskinan yang diderita oleh masyarakat yang ada dalam satu negara ataupun dalam suatu daerah, dengan kemiskinan non massa, yakni kemiskinan yang diderita oleh segelintir anggota masyarakat disuatu negara maupun disuatu wilayah.

  Sudah barang tentu kemiskinan massa dengan kemiskinan non massa berbeda faktor penyebabnya. Sebagai contoh kemiskinan massa yang terjadi dinegara-negara dunia ketiga, meskipun daerahnya subur, justru mengakibatkan fenomena yang kontras, yakni terjadinya kelaparan dinegara yang berlahan subur.dan dalam kondisi ini, maka penyebab kemiskinan dan kelaparan adalah menurunnya produksi bahan pangan. Namun analisis yang lengkap mengenai faktor penyebab kemiskinan dan kelaparan tersebut tentu tidak berhenti pada menurunnya produksi bahan pangan, melainkan analisis tentang mengapa terjadi penurunan produksi bahan pangan di negara-negara dunia ketiga.

  Terdapat berbagai faktor penyebab menurunnya produksi bahan pangan, yakni: a.

  Kalangan elit dan pejabat pemerintah di negara-negara dunia ketiga hanya mementingkan devisa untuk membiayai impor berbagai komuditi mewah. Akibatanya mereka cendrung mengarahkan pengembangan pertanian pada produk yang dapat menjadi komoditas ekspor. b.

  Penghasilan petani yang selalu rendah dari bercocok tanam- tanaman pangan telah membuat mereka enggan berproduksi lebih banyak.

  c.

  Bank Dunia, IMF dan lembaga-lembaga bantuan Internasional lainnya terus-menerus mendesak negara-negara berkembang untuk meningkatkan ekspornya demi kelancaran pembayaran bunga dan pelunasan hutang luar negrinya.

  d.

  Pengorientasian pertanian juga merupakan masalah gender, dimana secara tradisional pertanian tanaman pangan untuk kebutuhan lokal menjadi pekerjaan wanita, sedang pengadaan barang untuk dijual dilakukan oleh pria. Jika kebijakan pembangunan yang diambil mengabaikan kelompok wanita, pengadaan pangan juga terbengkalai.

  Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka faktor penyebab kemiskinan massa tersebut secara sentral dapat diarahkan pada kebijakan pemerintah. Pemerintah suatu negara mempunyai kesempatan dan wewenang yang demikian besar untuk menentukan arah dan pembangunan nasional dinegaranya melalui kebijakan tertentu. Kebijakan pembangunan dalam suatu negara tentu berisikan berbagai hal, seperti prinsip dan cita-cita yang melandasinya dengan demikian, pemerintah diharapkan memiliki konsistensi dalam menggariskan suatu kebijakan pembangunan kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat. itu. Namun, apakah daya dukung tersebut teraktualisasi atau tidak, faktanya tergantung pada corak pembangunan nasional pada suatu negara yang pada gilirannya menentukan corak pembangunan tersebut.

  Di Indonesia, terutama pada masa-masa terakhir ini, yakni sejak tumbangnya pemerintahan Orde Baru antara lain dihiasi dengan demonstrasi yang makinmarak. Tiada hari tanapa demonstrasi. Banyak hal yang diprotes rakyat banyak terhadap pemerintah, namun semua protes itu berakar dari kebiakan pemerintah yang dianggap kurang berpihak pada rakyat banyak.

2. Kemiskinan Alamiah dan kemiskinan Budaya

  Harus diakui bahwa kondisi kehidupan merupakan fungsi dari interaksi antara faktor-faktor alamiah dan non alamiah. Interaksi yang serasi, selaras, dan seimbang merupakan syarat dari tercapainya kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan. Adakalanya alam kurang bersahabat, sehingga masyarakat yang ada dilingkungan tersebut tidak memiliki taraf hidup yang layak. Namun adakalanya, masalah kemiskinan justru dapat diterima oleh masyarakat itu sendiri, sehingga akhirnya seakan-akan hal itu bukan lagi dianggap masalah.

  Secara makro sulit diterima adanya kemiskinan alamiah. Oleh karena itu, pernyataan yang meneganskan faktor alam sebagai penyebab kemiskinan selalu menjadi polemik. Uraian tentang kemiskinan alamiah selalu ditegaskan dengan suatu anggapan bahwa negara tersebut pada dasarnya secara alamiah miskin, yakni berkah fisiknya sangat miskin, ditandai dengan tanah yang berbatu-batu,

  Namun anggapan diatas sesungguhnya hanya akan dapat diterima sebagai suatu kebenaran seandainya negara jepang miskimn. Jepang,yang negrinya terdiri dari serangkaian pulau-pulau lepas pantai yang berbukit-bukit dengan sedikit tanah subur, sedikit mineral, tidak mempunyai minyak bumi, bahkan luar biasa besar jumlah penduduknya. Demikian halnya juga dengan taiwan.

  Sejak perang dunia II, terdapat lima bekas negara miskin yang sekarang justru mengalami peningkatan luas dan besar dalam pendapatan perkapitan terus- menerus. Negara-negara ini sering dijadikan contoh sebagai negara yang berhasil dalam pembangunannya. Adapun segara tersebut adalah Taiwan, Singapura, Hongkong, Israel, dan Korea Selatan. Jika dianalisis satu persatu, tidak satupun dari negara tersebut memiliki tanah yang subur maupun kekayaan alam yang kaya dan mahal. Bahkan, Singapura dan Hongkong dapat dikategorikan sebagai negara yang samasekali tidak memiliki keduanya.

  Disisi lain, beberapa negara seperti Iran dan Jazirah Arab, maupun negara- negara tetangga lainnya, tergolong sangat kaya dengan sumber daya alam yang saat ini sangat dibutuhkan, yakni minyak. Namun, fakta menunjukkan bahwa masyarakat Iran dan sebagian besar neara-negara yang ada di Jazirah Arab tergolong manusia berumur pendek dan hidup tidak lebih dari nenek moyang dulu zaman keemasan kerajaan-kerajaan tradisional.

  Kasus lain adalah Virginia Barat, negara bagian Amerika Serikat ini adalah negara yang luar biasa kaya dengan persendian sumber-sumber daya alam, sebagai salah satu dari lima negara bagian paling bawah dalam daftar pendapatan perkapita negara itu.

  Negara bagian Connecticut, dengan tanah yang miskin, tidak mempunyai sumber alam, selain beberapa tambang besi yang menghabiskan dan sedikit hutan tergolong nomor satu. Namun masyarakatnya tergolong sejahtera. Fakta-Fakta yang telah dikemukakan ini menunjukkan bahwa hubungan sumber daya alam dengan kesejahteraan masyarakat tidak selalu signifikan.

  Di Indonesia, kemiskinan budaya mudah ditemukan. Identik dengan kondisi, dimana negara-negara yang pertama kali mempermasalahkan kemiskinan yang dialami negara-negara miskin justru negara-negara kaya. Demikian halnya dengan masyarakat miskin Indonesia, sering kurang peduli atas kondisi yang dialami. Akibatnya, sering kali penduduk miskin tidak mempersoalkan kemiskinan yang diderita. Hal ini menimbulkan pesan, bahwa mereka tidak menganggap kemiskinan itu sebagai suatu masalah yang harus dipecahkan.

  Sering terlihat, sikap masyarakat miskin justru mencerminkan bahwa mereka dapat menerima keadaan yang dihadapi. Dengan demikian mereka kurang termotivasi untuk keluar dari kondisi miskin yang dihadapi tersebut. Kondisi spesifik seperti inilah yang kemudian melahirkan konsep program pengentasan masyarakat miskin di Indonesia. Konsep ini diilhami oleh satu anggapan bahwa masyarakat miskin tidak memiliki kemampuan, bahkan motivasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

2.6 PKH ( Program Keluarga Harapan)

  2.6.1.Defenisi Program Keluarga Harapan (PKH)

  Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian bantuan tunai bersyarat kepada Rumah Tangga Miskin/Keluarga Sangat Miskin (RTSM/KSM) yang ditetapkan sebagai peserta PKH. (Pedoman Umum PKH 2014: 13).

  2.6.2 Tujuan Program Keluarga Harapan (PKH)

  Tujuan umum PKH adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mengubah prilaku peserta PKH yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs).

  Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas : 1.

  Meningkatkan kualitas kesehatan RTSM/KSM 2. Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM/KSM 3. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan

2.6.3 Hak dan Kewajiban Peserta Program Keluarga Harapan (PKH)

2.6.3.1 Hak dan Kewajiban Peserta PKH Bidang Kesehatan

  Peserta PKH komponen kesehatan adalah RTSM/KSM yng memiliki kriteria : 1.

  Ibu hamil/nifas dan atau 2. Anak balita dan atau 3. Anak usia 5-7 tahun (Anak Pra Sekolah) A.

   Hak Peserta PKH

  RTSM/KSM yang terpilih sebagai peserta PKH mendapatkan kartu PKH yang digunakan untuk memperoleh bantuan tunai bersyarat. Kartu peserta PKH merupakan bukti kepesertaan atas nama perempuan dewasa (ibu/kakak perempuan/nenek/bibi) yang mengurus RTSM/KSM. Sesuai pedoman pelaksanaan Jamkesmas

  Tahun 2012, kartu PKH dapat berfungsi sebagai kartu Jamkesmas sementara untuk seluruh anggota rumah tangga penerima PKH, apabila RTSM/KSM tidak memiliki kartu Jamkesmas. Besar bantuan yang diterima untuk bantuan bagi RTSM/KSM yang memiliki anak usia dibawah 6 tahun, ibu hamil/menyusui adalah sebesar Rp. 1.000.000.

  Bantuan tunai bersyarat akan disalurkan kepada peseta PKH setiap tiga bulan satu kali melalui lembaga bayar. Bantuan tunai tahap pertama akan diberikan jika peserta PKH telah menghadiri pertemuan awal yang dikoordinir

  Bantuan tunai bersyarat tahap berikutnya akan diberikan jika anggota keluarga peserta PKH memenuhi komitmen yang ditetapkan dalam program.

  Bukti bahwa anggota keluarga peserta PKH telah memenuhi komitmen harus diverifikasi dalam formulir verifikasi kesehatan oleh pendamping dan disahkan oleh petugas kesehatan.

B. Kewjiban Peserta PKH

  Peserta PKH akan mendapatkan bantuan tunai bersyarat apabila peserta PKH memenuhi komitmen yang telah ditetapkan. Kewajiban peserta PKH adalah: 1.

   Menghadiri pertemuan awal

  Pertemuan awal yang dikoordinasi oleh UPPKH Kecamatan diselenggarakannya di tingkat kecamatan. Tempat pertemuan diupayakan di lokasi terdekat tempat tinggal calon peserta. Tujuan pertemuan ini adalah untuk :

  a. Sosialisasi PKH yang meliputi : 1)

  Menginformasian tujuan, besaran bantuan, mekanisme dan hal-hal yang terkait dengan PKH.

  2) Menjelaskan komitmen (kewajiban) yang harus dilakukan oleh calon peserta PKH untuk dapat menerima bantuan tunai bersyarat.

  3) Menjelaskan hak dan kewajiban ibu dan atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan.

  4) Menjelaskan sanksi dan konsekuensinya apabila peserta

  Mengumulkan semua formulir validasi yang sudah ditandatangani oleh peserta PKH sebagai bukti kesiapan mereka mengikuti semua ersyaratan dan ketentuan yang ditetapkan PKH.

  Memfasilitasi pembentukan kelompok peserta PKH dan pemilihan ketua kelompok. i.

  h.

  Menjelaskan mekanisme dan prosedur keluhan dan pengaduan atas pelaksanaan PKH.

  g.

  Menjelaskan tata cara mendapatkan pelayanan kesehatan serta tempat pelayanan kesehatan terdekat yang bisa dimanfaatkan oleh peserta PKH.

  f.

  e.

  PKH tidak memenuhi komitmen yang ditetapkan dalam program.

  Memeriksa dan memperbaiki data pribadi peserta PKH yang ada dalam Formulir Validasi serta ditandatangani oleh peserta PKH.

  d.

  Mematuhi komitmen untuk mengunjungi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PKK), sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.

  c.

  Melakukan kunjungan awal ke pusat pelayanan kesehatan.

  b.

  Menjelaskan kewajiban ketua kelompok dalam PKH. Calon peserta PKH diwajibkan menghadiri pertemuan awal, jika berhalangan maka pendamping PKH akan mengunjungi calon peserta PKH atau

  2. Melakukan Kunjungan Awal ke Posyandu

  Segera setelah pertemuan awal, seluruh peserta PKH wajib melakukan kunjungan awal ke posyandu atau fasilitas kesehatan lainnya. Tujuannya untuk: a.

  Dicatat data kesehatan anggota keluarganya pada awal rogram.

  b.

  Mendapat informasi jadwal kunjungan berikutnya bagi setiap anggota keluarga peserta PKH yang ditentukan oleh kader posyandu atau petugas kesehatan lainnya sesuai persyaratan yang disajikan pada tabel 1.

  3. Mematuhi Komitmen untuk Mengunjungi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.

  Tabel 1 pada bab 2 berisi daftar persyaratan yang berlaku bagi setiap anggota keluarga eserta PKH. Kolom pertama menunjukkan sasaran peserta PKH, kolom kedua merinci persyaratan atau kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap anggota rumah tangga peserta PKH, dan kolom ketiga adalah jenis fasilitas kesehatan yang perlu dimanfaatkan oleh setiap peserta untuk memenuhi komitmennya.

  Tabel 1 pada bab 2 merupakan acuan bagi petugas kesehatan (Puskesmas dan Jaringannya) untuk menetapkan jadwal kunjungan peserta PKH. Kewajiban peserta PKH selanjutnya adalah mematuhi persyaratan yang ditetapkan dalam PKH (Tabel 1 dan kolom 2 yaitu kunjungan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)

  Tabel 1. Pada bab 2 Persyaratan Peserta PKH Kesehatan

  Sasaran Peserta (Kewajiban peserta)** Fasilitas [1] [2] [3] Ibu Hamil

  • melakukan pemeriksaan

  Ibu hamil harus

  • Puskesmas,

  Pustu, olindes, kehamilan (antenatal Poskesdes, care) sebanyak minimal Pusling, 4 kali (yaitu K1 di Posyandu trisemester I, K2 di

  • Dokter, Bidan, trisemester II, K3 dan

  Petugas Gizi, K4 di trisemester III)

  Jurim, Kader, selama masa kehamilan. Perawat

  • mendapatkan tablet

  Mereka akan

  • Bidan kit,

  Posyandu kit, tambah darah (Fe) dan Antorpoletri

  Imunisasi Tetanus kit, Imunisasi Toksoi (TT). kit.

  • Tablet Fe, kapsul vitamin

  A, Obat-obatan dan bahan- bahan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

  Comblo, Polio, Campak, Hepatitis B, TT ibu hamil

  • Buku register

  (kohort ibu hamil, kohort bayi, KSM, buku imunisasi, penimbangan). Ibu Melahirkan

  Proses melahirkan bayi harus ditolong tenaga kesehatan terlatih. Ibu Nifas Ibu yang telah melahirkan harus melakukan pemeriksaan atau diperiksa kesehatannya setidaknya 3 kali pada minggu ke-I, minggu ke-II dan minggu ke-IV. Bayi Usia 0-

  • Bayi baru lahir/neonatus

  11 Bulan

  (0-28 hari) harus diperiksa kesehatannya sebanyak 3 kali yaitu: 2 kali sebelum 7 hari (KNI, KN2) dan satu kali pemeriksaan lagi pada usia bayi 7-28 hari (KSN).

  • Anak berusia dibawah 1
lengkap (Jadwal pemberian imunisasi disajikan pada tabel 2). Bayi Usia 6- Mendapatkan satu suplemen 11 Bulan kapsul vitamin A 100,000IU. Anak Usia 1-

  • 5 Tahun dimonitor tumbuh kembang dengan melakukan penimbangan secara rutin setiap bulan.

  Anak berusia 1-5 tahun

  • 200,000IU sebanyak 2 kali setahun pada bulan Febuari dan Agustus.

  Mendapatkan vitamin A

  Anak Usia 5- Anak berusia 5-6 tahun

  6 Tahun dimonitor tumbuh kembang dengan melakukan penimbangan secara rutin setiap 3 bulan. Catatan:

  • = Kewajiban yang ditetapkam dalam PKH yang akan diverifikasi untuk mendapatkan bantuan PKH. Namun demikian, PPK diberi keleluasaan dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pemberian pelayanan kesehatan yang kini berlaku (misalnya, pemberi vaksin TT bagi anak usia sekolah dan wanita subur, penimbangan setiap bulan bagi anak usia -5 tahun,dll) Anak peserta PKH yang berumur lebih dari 6 tahun juga mendapatkan layanan kesehatan

  Ringkasan hak dan kewajibab peserta PKH dibidang kesehatan disajikan dalam tabel 2 pada bab 2 berikut ini:

  Tabel 2. Pada bab 2 Ringkasan Kewajiban Peserta a.

  • Memberikan ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan
  • Timbang badan
  • Monitor tumbuh kembang
  • Imunisasi lengkap
  • Khusus 6-11 bulan kapsul biru vitamin A 100,000IU
  • Timbang berat badan setiap bulan
  • Monitor tumbuh kembang
  • Kapsul merah vitamin A 200,000IU: Febuari dan Agustus (2x/tahun)
  • Timbang berat badan setia bulan
  • Monitor tumbuh kembang 2x pertahun
  • Periksa hamil: 1 kali pada trisemester I, 1 kali pada

  b.

  c.

  d.

  Bayi 0-11 bulan Balita 1-5 tahun Anak 5-7 tahun Ibu hamil

  • Tablet Fe • Imunisasi TT (Tetanus

  Toksoid)

  e. Ibu melahirkan

  • Ditolong tenaga kesehatan terlatih

  f. Ibu nifas

  • Diperiksa 3 kali yaitu minggu

  I, II, IV

  • Bayi baru lahir (neonatus)

  g. Bayi baru lahir 0-28 hari diperiksa 3 kali sebelum umur 28 hari yaitu 2 kali sejak lahir sampai umur 7 hari (KNI dan KN2) dan sekali ketika neonatus umur 8-28 hari (KN3)

C. Sanksi dan Pengurangan Bantuan

  Peserta PKH yang tidak memenuhi komitmen kesehatan akan dikenakan sanksi perngurangan bantuan. Penghitungannya dilakukan dalam satu tahap penyaluran (3 bulan), maka bantuan yang diterima akan berkurang: 1.

  Pengurangan bantuan sebesar 10% setiap bulannya.

2. Peserta tidak akan menerima bantuan jika seluruh anggota tidak memenuhi

  Rincian pengurangan dana dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

  Tabel 3. Pada bab 2 Pengurangan Dana Anggota Rumah Tidak Mematuhi Komitmen Tangga Bulan ke 1 Bulan ke 2 Bulan ke 3 Total Pengurangan

  Seluruh 10% 10% 10% 100% Sebagian/Tanggung 10% 10% 10% 30%

  Renteng Ketentuan diatas berlaku secara tanggung renteng untuk seluruh anggota keluarga Peserta PKH. Artinya, bila ada satu saja anggota RTSM/KSM tidak memenuhi kewajiban di bidang kesehatan maka akan dilakukan pengurangan bantuan sebesar seperti tabel di atas. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi kondisi akibat bencana alam, bencana sosial, ketiadaan dokter, bidan dan obat-obatan serta pusat layanan tutup (tidak memberikan layanan).

2.6.3.2.Hak dan Kewajiban Peserta PKH Bidang Pendidikan

  Peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan berkaitan dengan pendidikan jika memiliki anak berusia 7-15 tahun. Anak peserta PKH tersebut harus didaftarkan/terdaftar pada satuan pendidikan (SD/MI/SDLB/Salafiah Ula/Paket A atau SMP/MTs/SLMB/Salafiah Wustha/Paket B termasuk SMP/MTs terbuka) dan mengikut kehadiran di kelas minimal 85% dari hasil belajar efektif

  Jika peserta PKH memiliki anak usia 7-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar, maka peserta diwajibkan mendaftarkan anak tersebut kesatuan pendidikan yang menyelenggarakan program Wajib Belajar 9 tahun/pendidikan kesetaraan. Apabila anak yang bersangkutan bekerja/pekerja anak atau telah meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama, maka anak tersebut harus mengikuti program remedial untuk mempersiapkannya kembali ke satuan pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan remedial dimaksud satuan pendidikan harus menyediakan program remedial. Apabila anak dengan usia tersebut di atas masih buta aksara, maka diwajibkan untuk mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) terdekat.

  Berikut ini dijelaskan hak dan kewajiban peserta PKH dalam bidang pendidikan.

A. Hak peserta PKH

  Peserta PKH berhak memperoleh bantuan uang tunai bersyarat apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Besaran bantuan tunai untuk komponen pendidikan tergantung dari jumlah anak dan jenjang pendidikan yang diduduki oleh anak. Rincian besaran bantuan komponen pendidikan disajikan pada Tabel 4 berikut ini.

  Tabel 4. Pada bab 2 Skenario Bantuan PKH komponen Pendidikan Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per tahun

  Bantuan bagi RTSM yang memiliki: Rp. 500.000 a. Anak usia

  SD/MI/SDLB/Salafiyah Ula/Paket A

  Rp. 1.000.000 b. Anak usia

  SMP/MTs/SMPLB/Salafiyah Wustha/Paket

  Bantuan tunai bersyarat akan dibayarkan kepada peserta setia tiga bulan melalui bayar. Bantuan diterima langsung oleh ibu, nenek,bibi atau perempuan dewasa yang mengasuh anak usia 7-18 tahun terdaftar disekolah dan/atau belum menyelesaikan pendidikan dasar.

  Bagi anak usia 7-18 tahun yang berada diluar sistem sekolah atau tidak terdaftar maka pendamping berkewajiban untuk memberikan advokasi melalui berbagai program pemerintah dari kementrian/lembaga lain sehingga anak tersebut kembali kedalam sistem sekolah.

  Untuk tahap pertama, bantuan tunai bersyarat diberikan jika peserta PKH (ibu, nenek, bibi, atau perempuan dewasa). Telah menghadiri pertemuan awal

  Untuk tahap berikutnya, bantuan tunai PKH komponen pendidikan akan diberikan jika anak-anak dari keluarga peserta PKH sudah memenuhi komitmen pendidikan yang ditetapkan yakni kehadiran minimal 85% dikelas/kelompok belajar. Sebagai bukti bahwa anak-anak telah memenuhi komitmen pendidikan, diperoleh dari hasil verifikasi yang dilakukan oleh pendamping dan tenaga pendidik (guru/tutor) dan diketahui oleh kepala sekolah/ketua penyelenggara satuan pendidikan.

  Anak peserta PKH yang terdaftar disekolah formal, diprioritaskan untuk menerima Bantuan Siswa Miskin (BSM). Sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan (Surat Edaran Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Mencegah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor.728/C2/Beasiswa Bagi Siswa Miskin Jenjang Sekolah Dasar) dan Bantuan Beasiswa Miskin dari Kementrian Agama (Pedoman Bantuan Beasiswa Prestasi, Tahun 2008).

B. Kewajiban Peserta PKH

  Untuk bisa menerima hak (bantuan tunai bersyarat), peserta PKH diharuskan memenuhi kewajiban atau komitmen yang ditetapkan. Kewajiban yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.

   Menghadiri Pertemuan Awal

  Sebelum bantuan tahap pertama dibayarkan, pertemuan diawal tersebut. Pendamping mengundang guru-guru dan petugas Fasilitas Pendidikan, Petugas Kesehatan, Bidan, dan aparat setempat untuk menghadiri pertemuan tersebut.

  Tujuan pertemuan awal adalah tersebut.

  a.

  Menginformasikan tujuan, tingkat bantuan, mekanisme dan lainnya mengenai PKH serta membagikan bahan-bahan program (buku saku peserta PKH, brosur PKH, dll); b. Menjelaskan hak dan kewajiban ibu peserta PKH; c. Menjelaskan komitmen yang harus dilakukan oleh calon peserta PKH untuk dapat menerima bantuan; d.

  Menjelaskan sanksi dan konsekuensinya apabila peserta PKH tidak memenuhi komitmen yang ditetapkan dalam program; e.

  Menjelaskan perlunya melakukan pendaftaran ke sekolah/satuan pendidikan bagi anak-anak yang belum terdaftar, khusus peserta PKH; f.

  Membantu peserta PKH mengisi formulir validasi data (perbaikan data pribadi peserta); g. Mengumpulkan semua Formulir Validasi data yang sudah diisi dan perjanjian kesediaan peserta PKH untuk h.

  Menjelaskan mekanisme dan prosedur keluhan dan pengaduan atas pelaksanaan PKH; i.

  Memfasilitasi pembentukan kelompok peserta PKH dan memfasilitasi pemilihan Ketua Kelompok; j.

  Menjelaskan kewajiban Ketua Kelompok dalam PKH.

2. Mendaftarkan Anak ke Satuan Pendidikan

  Setelah dilakukan pertemuan awal dan validasi oleh pendamping, peserta PKH harus mendaftarkan kembali anggota rumah tangga ke satuan pendidikan apabila ditemukan : a.

  Anak usia sekolah (7-15 tahun) yang belum terdaftar disekolah, maka ibu, nenek, bibi, atau perempuan peserta PKH harus segera mendaftarkan anak tersebut ke sekolah SD/SDLB/MI/Salafiyah Ula/Paket A atau SMP/SMPLB.MTs/Salafiyah Wustha/SMP Terbuka/Paket B atau satuan pendidikan setara SD atau SMP.

  b.

Dokumen yang terkait

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis, Desain dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Jenis Penelian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) di Tinjau dari Hasil Belajar Siswa Kelas V

0 1 22

Yanuarius Ricardus Natal Dosen Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, STKIP Citra Bakti yanuariusrichardusgmail.com Abstrak - KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA PENDIDIKAN DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN BAJAWA

1 2 15

PENGARUH METODE CROSSWORD PUZZLE BERBASIS MEDIA REALIA TERHADAP PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR DI GUGUS II KECAMATAN JEREBUU

0 13 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Sosial Ekonomi 2.1.1 Pengertian Sosial Ekonomi - Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Anak di SMK Telkom Sandhy Putra Medan

0 0 46

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Anak di SMK Telkom Sandhy Putra Medan

0 0 11

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Anak di SMK Telkom Sandhy Putra Medan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan - Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 0 10

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan SKRIPSI

0 0 14

Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 12