KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) DI PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) KECAMATAN V KOTO KAMPUNG DALAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN.

(1)

KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) DI

PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) KECAMATAN V KOTO KAMPUNG DALAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN

SKRIPSI SARJANA BIOLOGI

OLEH

LAILATUN NAJMI B.P. 07133057

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS


(2)

KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) DI PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) KECAMATAN V KOTO KAMPUNG DALAM

KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains bidang studi Biologi

Oleh

LAILATUN NAJMI B.P. 07133057

Padang, September 2012 Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Henny Herwina) (Prof. Dr. Siti Salmah) NIP. 197302262006042001 NIP. 194402011967062001


(3)

i ABSTRAK

Penelitian mengenai keanekaragaman semut (Hymenoptera: Formicidae) di perkebunan kakao (Theobroma cacao L.) V Koto Kampung Dalam Padang Pariaman telah dikoleksi September 2011 sampai April 2012. Semut dikoleksi dengan menggunakan metoda pitfall trap, litter shifter winkler extraction, baited trap, hand sorting dan colony collection dari 16 s/d 18 Oktober 2011. Secara keseluruhan ditemukan 55 jenis semut yang tergolong kedalam 29 genera, 16 tribe dan empat subfamili. Subfamili Myrmicinae memiliki kepadatan (K) tertinggi yaitu 30,24 individu / perangkap dan kepadatan relatif (KR) 84,70 %. Pheidolegeton silenus memiliki kepadatan tertinggi 42,85 individu/perangkap dan 76 % pada kepadatan relatif (KR). Pheidolegeton affinis ditemukan dengan frekuensi 60 % dan 16 % pada frekuensi relatif. Jenis yang paling sedikit didapatkan adalah Tapinoma melanocephalum, Polyrachis abdominalis, Nylanderia sp. 1, Strumygenis sp. 2, Pheidolegeton sp. 2, Pheidole sp. 7 Mystrium sp. dan Gnamptogenys sp. yang masing-masingnya hanya ditemukan satu individu. Indeks diversitas semut diperkebunan kakao adalah 2,10 dan indeks similaritas antara tengah dan pinggir kebun kakao adalah 69,6 %.


(4)

ii ABSTRACT

The reseach about ant diversity (Hymenoptera: Formicidae) in cacao plantation (Theobroma cacao L.) at V Koto Kampung Dalam Padang Pariaman, district was conducted September 2011 to April 2012. Ants were collected by using pitfall trap, litter shifter winkler extraction, baited trap, hand sorting and colony collection from October 16 to September 18, 2011. The total of 55 spesies that belonging to 29 genera, 16 tribe and four subfamili was found. Myrmicinae was most abundant ant with 30,24 individual/trap and relative abundant 84,70%. Pheidolegeton silenus species was most abundant with 42, 85 individual/trap and 76 % in relative abundant. Pheidolegeton affinis was found most frequent spesies 60 % and 16 % in relative frequency. The rare species were Tapinoma melanocephalum, Polyrachis abdominalis, Nylanderia sp. 1 and 8, Strumygenis sp. 2, Pheidolegeton sp. 2, Pheidole sp. 7, Mystrium sp. and Gnamptogenys sp that contain of only one individual respectively. Diversity index in cacao plantation was 2,10 and similaritas indeces between center and edge of plantation was 69,6 %.


(5)

vi DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik, Morfologi dan Taksonomi Semut 2.2. Habitat Semut

2.3. Semut di Perkebunan Kakao 2.4. Kakao dan Hama Tanaman Kakao

2.5. Analisis Komposisi dan Komunitas Semut III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Deskripsi Area Penelitian 3.3. Metoda Penelitian

3.4. Alat dan Bahan 3.5. Cara Kerja

i ii iii-iv vi-vii viii ix x 1 1 3 3 4 4 6 8 9 12 15 15 15 16 16 17


(6)

vii 3.6. Analisa Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keanekaragaman Semut di Perkebunan Kakao 4.2. Deskripsi Jenis-Jenis Semut

V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

VI. LAMPIRAN

22 24 24 42 98

99 103


(7)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Semut (Formicidae: Hymenoptera) merupakan kelompok hewan avertebrata yang berdasarkan jumlah keanekaragaman jenis, sifat biologi dan ekologinya sangat penting. Perilaku sosial semut sebagai predator, pengurai dan herbivor dalam ekosistem telah menjadi objek yang menarik untuk diteliti dalam segala aspeknya (Holdobler & Wilson, 1990). Semut melakukan interaksi dengan tumbuhan dan hewan. Interaksi semut dengan tumbuhan berupa simbiosis mutualisme. Semut mendapatkan perlindungan, makanan atau keduanya dari tumbuhan dan tumbuhan akan mendapat perlindungan dari arthropoda dan vertebrata herbivora. Semut juga membantu penyebaran biji dan membantu polinasi tumbuhan. Interaksi semut dengan hewan bisa berupa predator dan pemangsa (Agosti et al., 2000).

Potensi semut sebagai bioindikator telah banyak dikembangkan di Australia (Andersen, 2002). Di Nort Carolina dan Virginia ditemukan bahwa semut berpotensi sebagai bioindikator agroekosistem. Kehadiran jenis semut disuatu area erat hubungannya dengan faktor manajemen, variasi tanah dan praktek penanaman (Peck et al.,1998). Semut adalah predator yang penting dan diprediksikan dapat melindungi tanaman dari hama jika dapat dimengerti dan diteliti dengan benar (Philpott dan Ambrecth, 2006).

Beberapa penelitian tentang semut (Formicidae) yang kebanyakan dilakukan didaerah hutan di Indonesia diantaranya; Terayama dan Yamane (1991) yang menemukan jenis baru genus Podomyrma dari Sumatra, Indonesia. Yamane, Itino dan Rahman (1996) mendapatkan 51 jenis semut dengan 23 genera menggunakan metoda baited traps di Hutan Dipterocarpus pulau Borneo. Bruhl, Mohammad dan


(8)

2

Linsenmair (1999), melakukan penelitian tentang semut di Taman Nasional Kinabalu, Sabah, Malaysia dengan menggunakan metoda pitfall trap dan mini-winkler. Dari penelitian ini ditemukan 283 jenis dengan tujuh subfamili. Sedangkan Eguchi (2000), menemukan 2 jenis baru genus Pheidole yang memiliki 5 segmental club di Sumatra. Ito et al., (2001), melakukan penelitian di Kebun Raya Bogor tentang diversitas semut dengan beberapa metoda pengoleksian, dari penelitian tersebut didapatkan 216 individu semut dan menemukan 2 jenis baru dari genus Leptanilla. Pada tempat yang sama (Herwina dan Nakamura, 2007), melakukan studi tentang komposisi dan seasonality semut dengan metoda pitfall traps selama 3,5 tahun di Kebun Raya Bogor dan melaporkan penambahan 10 jenis.

Anshary (2004) melakukan survei jenis semut (Hymenoptera: Formicidae) pada kondisi ekosistem tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang berbeda di Kabupaten Donggala. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata jumlah jenis semut pada tanaman kakao dengan sistem budidaya tidak intensif (tanpa pemeliharaan) 4,66 jenis atau lebih banyak dibandingkan pada tanaman kakao dengan sistem budidaya intensif (2,66 jenis) dan pada tanaman kakao dengan sistem budidaya semi intensif (3,33 jenis). Keberadaan semut pada tanaman kakao dengan sistem budidaya tidak intensif (kisaran 83,33-90%) lebih tinggi dibandingkan pada tanaman kakao dengan system budidaya intensif (50-56,66%), dan pada tanaman kakao dengan sistem budidaya semi intensif (56,66 - 66,66%).

Negara Indonesia merupakan penghasil kakao nomor tiga dunia. Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi Indonesia menjadi sentra produksi kakao Indonesia bagian baratnya (Direktorat Jendral Perkebunan & Pertanian, 2011). Kakao dalam pembudidayaan tanaman memiliki kendala yang sangat besar di Indonesia saat ini yaitu serangan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) (Conomorpha cramerella Snell) dan penyakit Busuk Buah Kakao (Phytopthora palmivora) disebabkan keduanya


(9)

3

berpengaruh langsung terhadap penurunan produksi dan mutu biji tanaman kakao. Penanganan sekaligus pemberantasan hama dan penyakit tanaman menjadi perhatian penting di dalam pengembangan dan pengelolaan tanaman kakao.

Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat mengandalkan kakao sebagai salah satu komoditas yang memberi kontribusi bagi pendapatan daerah. Bisnis Indonesia (2010) melaporkan Padang Pariaman merupakan penyumbang produksi kakao terbesar Sumatera Barat, dari total produksi kakao Sumatera Barat sebanyak 50% berasal dari Padang Pariaman.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah bahwa belum adanya informasi keanekaragaman semut (Hymenoptera: Formicidae) di perkebunan kakao (Theobroma cacao L.) Kecamatan V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang Pariaman.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman semut (Hymenoptera: Formicidae) di perkebunan Kakao Kabupaten Padang Pariaman. Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi tambahan tentang semut di perkebunan kakao yang memiliki potensi sebagai predator dan bersifat dominan diperkebunan. Kedepannya semut dapat aplikasikan pada pengendalian hama terpadu (PHT) di perkebunan kakao.


(1)

ii ABSTRACT

The reseach about ant diversity (Hymenoptera: Formicidae) in cacao plantation

(Theobroma cacao L.) at V Koto Kampung Dalam Padang Pariaman, district was

conducted September 2011 to April 2012. Ants were collected by using pitfall trap, litter shifter winkler extraction, baited trap, hand sorting and colony collection from October 16 to September 18, 2011. The total of 55 spesies that belonging to 29 genera, 16 tribe and four subfamili was found. Myrmicinae was most abundant ant with 30,24 individual/trap and relative abundant 84,70%. Pheidolegeton silenus species was most abundant with 42, 85 individual/trap and 76 % in relative abundant. Pheidolegeton affinis was found most frequent spesies 60 % and 16 % in relative frequency. The rare species were Tapinoma

melanocephalum, Polyrachis abdominalis, Nylanderia sp. 1 and 8, Strumygenis sp. 2,

Pheidolegeton sp. 2, Pheidole sp. 7, Mystrium sp. and Gnamptogenys sp that contain of only one individual respectively. Diversity index in cacao plantation was 2,10 and similaritas indeces between center and edge of plantation was 69,6 %.


(2)

vi DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik, Morfologi dan Taksonomi Semut 2.2. Habitat Semut

2.3. Semut di Perkebunan Kakao 2.4. Kakao dan Hama Tanaman Kakao

2.5. Analisis Komposisi dan Komunitas Semut III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Deskripsi Area Penelitian 3.3. Metoda Penelitian

3.4. Alat dan Bahan 3.5. Cara Kerja

i ii iii-iv vi-vii viii ix x 1 1 3 3 4 4 6 8 9 12 15 15 15 16 16 17


(3)

vii 3.6. Analisa Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keanekaragaman Semut di Perkebunan Kakao 4.2. Deskripsi Jenis-Jenis Semut

V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

VI. LAMPIRAN

22 24 24 42 98

99 103


(4)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Semut (Formicidae: Hymenoptera) merupakan kelompok hewan avertebrata yang berdasarkan jumlah keanekaragaman jenis, sifat biologi dan ekologinya sangat penting. Perilaku sosial semut sebagai predator, pengurai dan herbivor dalam ekosistem telah menjadi objek yang menarik untuk diteliti dalam segala aspeknya (Holdobler & Wilson, 1990). Semut melakukan interaksi dengan tumbuhan dan hewan. Interaksi semut dengan tumbuhan berupa simbiosis mutualisme. Semut mendapatkan perlindungan, makanan atau keduanya dari tumbuhan dan tumbuhan akan mendapat perlindungan dari arthropoda dan vertebrata herbivora. Semut juga membantu penyebaran biji dan membantu polinasi tumbuhan. Interaksi semut dengan hewan bisa berupa predator dan pemangsa (Agosti et al., 2000).

Potensi semut sebagai bioindikator telah banyak dikembangkan di Australia (Andersen, 2002). Di Nort Carolina dan Virginia ditemukan bahwa semut berpotensi sebagai bioindikator agroekosistem. Kehadiran jenis semut disuatu area erat hubungannya dengan faktor manajemen, variasi tanah dan praktek penanaman (Peck

et al.,1998). Semut adalah predator yang penting dan diprediksikan dapat melindungi

tanaman dari hama jika dapat dimengerti dan diteliti dengan benar (Philpott dan Ambrecth, 2006).

Beberapa penelitian tentang semut (Formicidae) yang kebanyakan dilakukan didaerah hutan di Indonesia diantaranya; Terayama dan Yamane (1991) yang menemukan jenis baru genus Podomyrma dari Sumatra, Indonesia. Yamane, Itino dan Rahman (1996) mendapatkan 51 jenis semut dengan 23 genera menggunakan metoda baited traps di Hutan Dipterocarpus pulau Borneo. Bruhl, Mohammad dan


(5)

2

Linsenmair (1999), melakukan penelitian tentang semut di Taman Nasional Kinabalu, Sabah, Malaysia dengan menggunakan metoda pitfall trap dan

mini-winkler. Dari penelitian ini ditemukan 283 jenis dengan tujuh subfamili. Sedangkan

Eguchi (2000), menemukan 2 jenis baru genus Pheidole yang memiliki 5 segmental club di Sumatra. Ito et al., (2001), melakukan penelitian di Kebun Raya Bogor tentang diversitas semut dengan beberapa metoda pengoleksian, dari penelitian tersebut didapatkan 216 individu semut dan menemukan 2 jenis baru dari genus

Leptanilla. Pada tempat yang sama (Herwina dan Nakamura, 2007), melakukan studi

tentang komposisi dan seasonality semut dengan metoda pitfall traps selama 3,5 tahun di Kebun Raya Bogor dan melaporkan penambahan 10 jenis.

Anshary (2004) melakukan survei jenis semut (Hymenoptera: Formicidae) pada kondisi ekosistem tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang berbeda di Kabupaten Donggala. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata jumlah jenis semut pada tanaman kakao dengan sistem budidaya tidak intensif (tanpa pemeliharaan) 4,66 jenis atau lebih banyak dibandingkan pada tanaman kakao dengan sistem budidaya intensif (2,66 jenis) dan pada tanaman kakao dengan sistem budidaya semi intensif (3,33 jenis). Keberadaan semut pada tanaman kakao dengan sistem budidaya tidak intensif (kisaran 83,33-90%) lebih tinggi dibandingkan pada tanaman kakao dengan system budidaya intensif (50-56,66%), dan pada tanaman kakao dengan sistem budidaya semi intensif (56,66 - 66,66%).

Negara Indonesia merupakan penghasil kakao nomor tiga dunia. Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi Indonesia menjadi sentra produksi kakao Indonesia bagian baratnya (Direktorat Jendral Perkebunan & Pertanian, 2011). Kakao dalam pembudidayaan tanaman memiliki kendala yang sangat besar di Indonesia saat ini yaitu serangan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) (Conomorpha cramerella Snell) dan penyakit Busuk Buah Kakao (Phytopthora palmivora) disebabkan keduanya


(6)

3

berpengaruh langsung terhadap penurunan produksi dan mutu biji tanaman kakao. Penanganan sekaligus pemberantasan hama dan penyakit tanaman menjadi perhatian penting di dalam pengembangan dan pengelolaan tanaman kakao.

Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat mengandalkan kakao sebagai salah satu komoditas yang memberi kontribusi bagi pendapatan daerah. Bisnis Indonesia (2010) melaporkan Padang Pariaman merupakan penyumbang produksi kakao terbesar Sumatera Barat, dari total produksi kakao Sumatera Barat sebanyak 50% berasal dari Padang Pariaman.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah bahwa belum adanya informasi keanekaragaman semut (Hymenoptera: Formicidae) di perkebunan kakao (Theobroma cacao L.) Kecamatan V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang Pariaman.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman semut (Hymenoptera: Formicidae) di perkebunan Kakao Kabupaten Padang Pariaman. Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi tambahan tentang semut di perkebunan kakao yang memiliki potensi sebagai predator dan bersifat dominan diperkebunan. Kedepannya semut dapat aplikasikan pada pengendalian hama terpadu (PHT) di perkebunan kakao.