PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL KAPAK KARYA DEWI LINGGARSARI
PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL KAPAK KARYA DEWI LINGGARSARI 1
Gender Perspective in Dewi Linggarsari’s Kapak
Fitria
Kantor Bahasa Provinsi Jambi, Jalan Arif Rahman Hakim No.101, Telanaipura, Jambi Pos-‐el : [email protected]
(Makalah Diterima Tanggal 1 September 2014—Disetujui Tanggal 28 Oktober 2014)
Abstrak: Tulisan ini mengkaji perspektif gender yang terdapat dalam novel Kapak (2005) karya Dewi Linggarsari dengan menggunakan kritik sastra feminis. Perspektif gender yang ditemukan adalah adanya ketidakadilan dan kesetaraaan gender yang dialami tokoh wanita Mika, Yemnen, dan dokter Astrid. Ketidakadilan gender terlihat saat wanita dianggap sebagai makhluk yang le-‐ mah, yang menyebabkan terjadinya subordinasi dan kekerasan. Sementara itu, kesetaraan gender terlihat dari adanya persamaan hak bagi kaum wanita dengan adanya aturan adat yang me-‐ lindungi wanita dan pendidikan bagi wanita. Wanita bukanlah makhluk lemah yang hanya dijadi-‐ kan korban kekerasan laki-‐laki, melainkan makhluk yang kuat dan pemberani serta mampu mem-‐ bantu memperbaiki nasib kaum wanita yang menjadi korban kekerasan suaminya.
Kata-‐Kata Kunci: ketidakadilan gender, kesetaraan gender, subordinasi, kekerasan, pendidikan
Abstract: This research aims to analyze the gender perspective in Kapak, written by Dewi Linggarsari, by using feminist literary criticism.The gender perspective found in this novel is about the existence of both gender inequality and equality experienced by the female characters, i.e. Mika, Yemnen, and dr. Astrid. The gender inequality is obvious when women are considered as weak hu-‐ man beings; it causes subordination and violence. Meanwhile, gender equality can be found in women’s struggle against the oppression through custom rules and education. By having good edu-‐ cation, women can fight against gender inequality in their environment. This proves that women are not weak human beings who always become the subjects of men’s violence. They can even give contributions and benefits to their surroundings or help other women who are being the victims of their husbands’ violence.
Key Words: gender inequality, gender equality, subordination, violence, education
PENDAHULUAN
wanita yang menuliskan isu tentang gen-‐ Seorang pengarang akan memuat bera-‐
der adalah Dewi Linggarsari. gam persoalan sosial dalam karya yang
Dewi Linggarsari merupakan pe-‐ ditulisnya yang tidak lepas dari kehidup-‐
ngarang keturunan Jawa yang sekarang an sekelilingnya. Pengarang wanita juga
tinggal dan bekerja di Kota Agats, Kabu-‐ akan menceritakan gambaran yang jelas
paten Asmat, Provinsi Papua. Pendidikan dan lengkap mengenai masalah sosial,
tinggi diselesaikannya di jurusan Antro-‐ terutama masalah wanita yang terjadi di
pologi, Universitas Gadjah Mada, Yogya-‐ sekelilingnya. Masalah sosial yang sering
karta tahun 1993. Semenjak mahasiswa, disuarakan seorang pengarang wanita
Dewi sudah aktif di dunia kepenulisan adalah isu gender dan kekerasan terha-‐
dan pernah menjadi asisten peneliti di dap perempuan. Salah satu pengarang
Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM. Setelah berkeluarga, Dewi hijrah
ATAVISME, Vol. 17, No. 2, Edisi Desember 2014: 164—176 ke tanah Papua tepatnya di Kota Agats,
khususnya pada masyarakat patriarkat Kabupaten Asmat, Papua. Semenjak itu-‐
yang cenderung mensubordinasikan ka-‐ lah Dewi tertarik menuliskan kehidupan
um perempuan di ranah publik yang wanita Papua di sekitarnya. Diungkap-‐
menjadikan perempuan begitu rentan kan Linggarsari (dalam tabloid Jubi, 16
terhadap ketidakadilan gender. Selain Februari 2009, hlm. 15) bahwa perem-‐
itu, novel ini juga mengungkapkan pem-‐ puan Asmat hingga kini masih dipan-‐
bebasan kaum wanita dari kebodohan, dang hanya bertugas sebatas bekerja di
kemiskinan, dan penindasan kaum laki-‐ dapur, mengandung, melahirkan, menja-‐
laki. Ini merupakan salah satu bentuk
ga, serta membesarkan anak. Selain itu, perjuangan kaum feminis untuk mem-‐ penindasan juga dirasakan kaum wani-‐
perjuangkan haknya agar setara dan se-‐ tanya, yaitu berupa perlakuan kasar dari
jajar dengan kaum laki-‐laki. Sepengeta-‐ kaum laki-‐laki jika keinginannya tidak
huan penulis, belum ada yang melaku-‐ terpenuhi seperti kalah berjudi dan ma-‐
kan penelitian perspektif gender dalam buk-‐mabukan. Laki-‐laki tidak segan me-‐
novel Kapak karya Dewi Linggarsari ini. nampar dan memukul istrinya sendiri.
Berdasarkan latar belakang terse-‐ Linggarsari (2004:14) juga mengatakan
but, masalah yang menjadi fokus untuk dengan berlindung di balik mitos dan ni-‐
dibahas pada tulisan ini adalah apa saja lai-‐nilai adat, perempuan Asmat dipaksa
bentuk-‐bentuk perspektif gender yang untuk menanggung seluruh beban ke-‐
terdapat dalam novel Kapak karya Dewi luarga dan adat. Dalam keadaan sakit
Linggarsari? Tujuan yang ingin dicapai pun seorang perempuan Asmat masih
dalam penelitian ini adalah menemukan harus menerobos hutan untuk mengam-‐
dan menjelaskan bentuk-‐bentuk pers-‐ bil sagu, sebab tanpa itu keluarga tidak
pektif gender yang terdapat dalam novel akan makan karena kaum laki-‐laki pun
Kapak karya Dewi Linggarsari. tidak mau turun tangan. Selain itu, mere-‐ ka seringkali mendapatkan kekerasan fi-‐
TEORI
sik dari suami mereka.
Kritik Sastra Feminis
Berdasarkan peristiwa-‐peristiwa Konsep feminis ini merupakan fenome-‐ yang dialami oleh wanita Asmat di seke-‐
na budaya yang sudah berlangsung se-‐ lilingnya itulah, Dewi Linggarsari menu-‐
menjak abad ke-‐18 dan mulai gencar se-‐ lis novel Kapak (2005), Sali (2007), dan
telah ditetapkannya Deklarasi Hak-‐hak Istana Pasir (2010). Di antara novel-‐no-‐
Azasi Manusia PBB pada tahun 1948. Ge-‐ velnya itu, isu gender yang mendapat so-‐
rakan feminis menginginkan persamaan rotan tajam ditemukan dalam novelnya
hak antara laki-‐laki dan perempuan di yang berjudul Kapak. Novel Kapak, yang
semua bidang. Feminis menolak ketidak-‐ diterbitkan kali pertama pada tahun
adilan masyarakat patriarkat yang men-‐ 2005 oleh penerbit Kunci Ilmu Yogya-‐
dudukkan perempuan dalam posisi infe-‐ karta ini, diadaptasi dari kehidupan sosi-‐
rior dan laki-‐laki berada pada posisi su-‐ al yang terjadi pada wanita Asmat.
perior.
Novel ini menggambarkan bentuk-‐ Sementara itu dalam ilmu sastra, fe-‐ bentuk kekerasan kaum lelaki Asmat ke-‐
minis berhubungan dengan konsep kri-‐ pada kaum perempuan. Ini menggam-‐
tik sastra feminis, yaitu sebuah studi sas-‐ barkan masih adanya masyarakat patri-‐
tra yang mengarahkan fokus analisisnya arkat dalam masyarakat Papua. Kekeras-‐
pada perempuan (Showalter dalam an pada wanita tidak hanya terjadi pada
Sugihastuti, 2005:18). Sasaran penting masyarakat di wilayah Asmat Papua, te-‐
dalam kritik sastra feminis ini menurut tapi juga di banyak daerah di dunia,
Endraswara (2008:146) adalah (1)
Perspektif Gender dalam Novel Kapak … (Fitria)
mengungkap karya-‐karya penulis masa lalu dan masa kini; (2) mengungkap ber-‐ bagai tekanan pada tokoh wanita dalam karya sastra yang ditulis oleh pengarang pria; (3) mengungkap ideologi penga-‐ rang wanita dan pria, bagaimana mereka memandang diri sendiri dalam kehidup-‐ an nyata; (4) mengkaji aspek ginokritik, memahami proses kreatif kaum feminis; dan (5) mengungkap aspek psikonalisis feminis, mengapa wanita lebih suka hal yang halus, emosional, penuh kasih, dan sebagainya.
Salah satu konsep dasar yang digu-‐ nakan dalam kritik sastra feminis adalah konsep gender. Konsep gender pertama kali diperkenalkan oleh Rebert Stollen (dalam Nugroho, 2008:2—3) untuk me-‐ misahkan pencirian manusia yang dida-‐ sarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-‐ciri fisik biologis. Fakih (2013:7—9) mengatakan bahwa gender adalah semua hal yang dapat dipertu-‐ karkan antara sifat perempuan dan laki-‐ laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tem-‐ pat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain. David Graddon dan Joan Swann (dalam Prambudi, 2011:12) menjelaskan bahwa gender le-‐ bih banyak digunakan dalam pengertian sehari-‐hari untuk menyebut pembedaan sosial antara maskulin dan feminin. Kon-‐ sep gender ini lebih berkonsentrasi pada sifat yang melekat pada laki-‐laki ataupun perempuan yang dibentuk oleh faktor sosial, budaya, psikologis, dan faktor nonbiologis lainnya. Oleh karena itu, da-‐ pat dikatakan bahwa gender diartikan sebagai konsep sosial yang membeda-‐ kan (dalam arti: memilih atau memisah-‐
kan) peran antara laki-‐laki dan perem-‐ puan.
Gender bukanlah kodrat yang dimi-‐ liki oleh manusia semenjak lahir, tetapi dikonstruksi oleh lingkungan sosial dan budaya. Gender berbeda pada suatu
masyarakat dengan masyarakat lainnya. Sehubungan dengan hal itu, Sugihastuti (2007:4) berpendapat bahwa gender adalah pembagian manusia menjadi laki-‐ laki (maskulin) dan perempuan (femi-‐ nin) berdasarkan konstruksi sosial bu-‐ daya. Gender bukanlah sesuatu yang kita dapatkan semenjak lahir dan bukan juga sesuatu yang kita miliki, melainkan se-‐ suatu yang kita lakukan.
Gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-‐laki dan perempuan yang dikonstruksi seca-‐ ra sosial, yakni perbedaan yang dicipta-‐ kan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang, bukan karena perbedaan biologis. Oleh karena itu, gen-‐ der dapat berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat dan dari kelas ke kelas serta merupakan sesuatu yang kita lakukan.
Konsep gender ini terus berkem-‐ bang seperti diungkapkan Hubies (da-‐ lam Ashori, 1997:25) yang meliputi; (1) gender difference, yaitu perbedaan-‐per-‐ bedaan karakter, perilaku, harapan yang dirumuskan untuk tiap-‐tiap orang me-‐ nurut jenis kelamin; (2) gender gap, yai-‐ tu perbedaan dalam hubungan berpoli-‐ tik dan bersikap antara laki-‐laki dan pe-‐ rempuan; (3) genderization, yaitu acuan konsep penempatan jenis kelamin pada identitas diri dan pandangan orang lain; (4) gender identity, perilaku yang seha-‐ rusnya dimiliki seseorang menurut jenis kelaminnya; dan (5) gender role, yaitu peran perempuan dan peran laki-‐laki yang diterapkan dalam bentuk nyata menurut budaya setempat yang dianut.
Problem gender meliputi peran gender, kesetaraan gender, dan ketidak-‐ adilan gender. Anshori (1997:24) me-‐ ngatakan bahwa ketidakadilan gender diidentifikasi melalui berbagai manifes-‐ tasi ketidakadilan. Manifestasi ketidak-‐ adilan yang sering terjadi, antara lain se-‐ bagai berikut. (1) Penomorduaan (sub-‐ ordinasi). Pandangan ini menempatkan
ATAVISME, Vol. 17, No. 2, Edisi Desember 2014: 164—176
perempuan dalam posisi tidak penting. Perempuan dianggap tidak dapat me-‐ mimpin karena irasional atau emosional. Fakih (2013:16) mengatakan bahwa pandangan itu menganggap perempuan hanya bisa melakukan pekerjaan rumah tangga karena posisinya sebagai ibu dari anak-‐anak dan sebagai istri dari seorang suami; (2) Pelabelan negatif (stereotype); (3) Peminggiran; (4) Beban kerja berle-‐ bih/multibeban (double burden); dan (5) Kekerasan (violence). Bentuk kekerasan ini dapat bermacam-‐macam mulai dari bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi, baik itu di ruang-‐ruang keluarga (kekerasan dalam rumah tang-‐ ga), oleh suami, tetangga, atau saudara, maupun di ruang publik oleh kultur, adat, masyarakat, dan politik. Kekerasan fisik dapat berupa perkosaan, pemukul-‐ an, dan penyiksaan, sedangkan kekeras-‐ an psikologis dapat berupa pelecehan seksual dan ancaman yang mengusik emosi.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian des-‐ kriptif yang menggunakan metode kuali-‐ tatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang berdasarkan dan meng-‐ hasilkan data-‐data deskriptif berupa da-‐ ta tertulis (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2002:3). Sumber data peneliti-‐ an ini adalah novel Kapak karya Dewi Linggarsari, diterbitkan pada tahun 2005 oleh penerbit Kunci Ilmu, Yogya-‐ karta. Pengumpulan data primer dan da-‐ ta sekunder dilakukan dengan metode studi kepustakaan. Data primer peneliti-‐ an ini adalah novel Kapak karya Dewi Linggarsari, sedangkan data sekunder meliputi buku-‐buku, artikel ilmiah, dan laporan penelitian tentang kajian gender yang menggunakan kritik sastra feminis. Penelitian ini juga menggunakan data-‐ data penunjang dari berbagai sumber, yaitu internet dan media cetak yang ber-‐ hubungan
dengan permasalahan.
Analisis data menggunakan kajian kritik sastra feminis yang menganalisis tokoh wanita yang mengalami kekerasan gen-‐ der dan kesetaraan gender. Tahap selan-‐ jutnya, melakukan interpretasi data de-‐ ngan cara mengutip beberapa bagian novel, kemudian mendeskripsikannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Tokoh Wanita dalam No-‐ vel Kapak
Kehadiran tokoh pada suatu karya sastra merupakan hal yang penting dan me-‐
nentukan. Karena tidak akan ada suatu cerita tanpa kehadiran dan gerak tokoh. Tokoh menunjukkan orang-‐orang yang ada dalam cerita serta menjelaskan ba-‐ gaimana lukisan watak-‐watak dari para tokoh tersebut, misalnya pembauran an-‐ tara kepentingan-‐kepentingan, keingin-‐ an, perasaan, dan prinsip-‐prinsip moral yang dimiliki tokoh (Stanton dalam Nurgiyantoro, 2000:176—178). Tokoh-‐ tokoh wanita yang ditampilkan dalam novel Kapak sebagai berikut.
Mika
Mika merupakan istri seorang kepala pe-‐ rang yang bernama Mundus. Ia digam-‐ barkan sebagai seorang wanita yang me-‐ miliki fisik yang kuat karena telah mela-‐ hirkan tiga belas orang anak, delapan orang anak meninggal karena bermacam penyakit dan hanya lima orang yang hi-‐ dup. Bagi wanita di kalangan suku As-‐ mat, melahirkan merupakan perjuangan antara hidup dan mati karena mereka harus melakukannya seorang diri tanpa pertolongan bidan dan dukun beranak. Proses melahirkan pun harus dilakukan di tengah hutan karena tidak boleh me-‐ lakukannya di rumah karena bagi suku
Asmat darah yang dikeluarkan oleh wa-‐ nita yang melahirkan merupakan darah kotor yang dapat menimbulkan penyakit sampai kematian.
Perspektif Gender dalam Novel Kapak … (Fitria)
… Tiba-‐tiba, kesunyian di hutan itu ter-‐
Sebagai seorang wanita pemberani,
pecah oleh jeritan menyayat kemudian
Mika memiliki dendam pada suaminya,
menimbulkan gema yang bergaung. Ta-‐
Mundus, yang sering berbuat kekerasan
ngis bayi mengoek-‐oek. Darah pun ter-‐
kepada dirinya. Semua itu dapat dibalas-‐
tumpah di atas tapin. Orang Asmat,
nya pada suatu upacara adat yang mem-‐
bahwa darah yang mengalir dari bagian
berikan pembelaan kepada wanita kare-‐
paling rahasia seorang wanita yang me-‐ lahirkan, akan menimbulkan penyakit
na selalu dianiaya suaminya.
dan kematian. Sebab itu, seorang wani-‐
ta tak diperkenankan untuk melahirkan … Kesempatan pertama untuk mengha-‐ di dalam rumah, darah itu akan menda-‐
jar Mundus telah datang bagi Mika. Wa-‐ tangkan bencana bagi orang yang ting-‐
nita itu menginjak-‐injak tubuh Mundus gal di dalamnya. Adalah suatu keharus-‐
dengan kalap. Telinga Mika seakan tuli an, bahwa seorang wanita yang hendak
oleh sakit hati yang terpendam ber-‐ melahirkan, mesti pergi ke tengah hu-‐
tahun-‐tahun lamanya, sehingga jeritan tan (Linggarsari, 2005:9—10).
panjang dari mulut Mundus tidak lagi terdengar. Ketika dengan sepenuh te-‐
Selain itu, Mika juga seorang wanita naga Mika mengayunkan parang, maka
jeritan panjang dari mulut Mundus se-‐
pemberani. Ia tidak tinggal diam ketika
gera berubah menjadi isak tangis. Se-‐
diperlakukan tidak adil oleh suaminya
mentara luka di punggung yang menga-‐
yang mengawini dan berselingkuh de-‐
nga mulai mengucurkan darah. Cairan
ngan wanita lain. Perlawanan pun dila-‐
merah yang terus mengucur dan terge-‐
kukan terhadap tokoh wanita yang ber-‐
nang di lumpur itu perlahan-‐lahan mu-‐
nama Upra dan Ero yang telah dinikahi
lai meredakan kemarahan Mika. Wani-‐
Mundus hanya demi memperoleh kayu
ta itu telah mengambil haknya untuk
gaharu.
memelihara keseimbangan, setelah pe-‐ nganiayaan yang dilakukan Mundus
… Beberapa saat setelah Mundus ber-‐ berulang kali (Linggarsari, 2005:41) lari, suasana rumah itu menjadi hening
... Sementara Mika menjadi nyalang, ia
Yemnen
menatap Upra dengan bara dendam
Yemnen merupakan anak perempuan
yang menyala-‐nyala. Setelah sebuah pe-‐
Mika dan Mundus yang mulai beranjak
kikan yang mengiris, ia pun menerkam
dewasa. Kedewasaan terlihat ketika ia
Upra. Keduanya berguling di lantai pa-‐
mulai memahami ayahnya mempunyai
pan, saling memukul, mencakar, dan
istri lagi selain ibunya. Ia mulai menghi-‐
mencaci maki, disaksikan empat anak
bur ibunya dengan mengatakan bahwa
yang menjerit ketakutan tanpa daya
hal itu sudah biasa dialami wanita suku
untuk melerai (Linggarsari, 2005:26)
Asmat. Walaupun di satu sisi—sebagai
seorang wanita—ia merasa dikhianati
… Ero berdiri dengan kacau untuk
membenahi pakaiannya yang tercerai
dan tidak dihargai lagi.
berai. Tapi sebelum pakaiannya kemba-‐
li rapi seperti semula wanita itu segera Yemnen sebagai anak tertua sudah cu-‐ merasa ada sebuah pukulan berat
kup mengerti arti semua ini. Bukan hal menghantam kepalanya. Refleks, Ero
baru di kampung ini, bahwa seorang berbalik untuk membela diri. Tapi usa-‐
anak laki-‐laki dapat memiliki lebih dari hanya sia-‐sia, pukulan itu kembali
satu istri, khususnya bila ia memiliki menghantam tengkuk kemudian kema-‐
penting dalam adat. luannya. Ero menjerit kemudian terka-‐
kedudukan
Mundus adalah kepala perang, ia ber-‐ par dalam keadaan setengah telanjang
hak memiliki dua, bahkan empat istri (Linggarsari, 2005:80) sekaligus. Yemnen memandangi ma-‐
maknya dengan mata tergenang. Ketika
ATAVISME, Vol. 17, No. 2, Edisi Desember 2014: 164—176
gadis itu bersimpuh di depan Mika, ma-‐ terjerembab ke dalam lumpur dengan ka air matanya tak terbendung lagi.
muka kehitam-‐hitaman (Linggarsari, “Diamlah mamak. Begini sudah kito-‐
rang pu adat,” Yemnen mencoba meng-‐ hibur mamaknya. Kata-‐kata itu bukan
Dokter Astrid
membuat Mika terdiam, bahkan pecah
Dokter Astrid seorang wanita berprofesi
sudah tangisnya (Linggarsari, 2005:22)
dokter yang bekerja di wilayah Asmat yang membantu mengobati masyarakat
Pertengkaran yang sering terjadi terutama kaum wanitanya yang banyak antara Mika dan Mundus membuat
terjangkit penyakit kelamin karena ku-‐ Yemnen tidak betah di rumah. Yemnen
rangnya pengetahuan dan akibat penin-‐ kemudian melarikan diri ke rumah pa-‐
dasan yang dilakukan oleh suaminya. Ia carnya, Simon. Keluarga Simon akhirnya
seorang wanita pemberani dan peduli dapat menerima kehadiran Yemnen wa-‐
untuk memperbaiki nasib kaum wanita laupun mereka meragukan Mundus
yang berada di sekitar lingkungan tem-‐ yang akan mencari anaknya karena posi-‐
patnya bertugas tersebut. sinya sebagai kepala perang. Sebagai ke-‐
pala perang ia merasa tidak dihargai ka-‐
”Saya bersyukur bisa bekerja di wila-‐
rena bagi suku Asmat anak kepala pe-‐
yah Asmat dalam waktu yang cukup la-‐
rang tidak boleh mendapat perlakuan
ma. Saya cuma menaruh belas kasihan
kasar dari siapa pun. Akhirnya ia menyu-‐
kepada kaum wanita di sini. Dalam ba-‐
sul Yemnen ke rumah orang tua Simon.
nyak kasus mereka selalu menjadi kor-‐ ban. Suatu saat saya akan menulis buku
Bunafi
tentang wanita Asmat,” dokter Astrid
Bunafi merupakan tokoh wanita yang
membuang pandang jauh-‐jauh, seakan
mendapat kekerasan fisik dari suaminya, tengah merekam seluruh penderitaan
wanita Asmat (Linggarsari, 2009:117).
Donatus, karena dianggap telah melaku-‐
kan perselingkuhan dengan laki-‐laki lain
Perspektif Gender dalam Novel Ka-‐
yang bernama Jirimo. Kekerasan fisik itu
pak
terlihat pada kutipan berikut. Gender dibentuk berdasarkan konstruk-‐
si sosial yang erat kaitannya dengan ma-‐
… “Kau perempuan sundal, kau pergi ke
bevak dengan Jirimo dan berlaku ma-‐
salah kultural, norma, dan nilai-‐nilai
cam laki-‐bini. Terkutuklah engkau!
yang dianut oleh masyarakat. Setiap ke-‐
Engkau tak pantas lagi menginjak ru-‐
lompok masyarakat memiliki konstruksi
mah ini! Enyah koe, perempuan sun-‐
sosial yang berbeda-‐beda dalam me-‐
dal!” suara Donatus terdengar bagai gu-‐
mandang posisi kaum laki-‐laki dan pe-‐
ruh yang menggelegar. ... Setelah itu ka-‐
rempuan sehingga akan terus berubah
ki dan tangan Donatus terayun. Jerit ke-‐
dan berkembang sesuai dengan per-‐
sakitan perempuan yang teraniaya di-‐
adaban yang membentuknya. Problem
susul suara meraung anak-‐anak yang
gender yang ditemukan dalam novel
ketakutan terdengar bagai serangkaian
Kapak ini adalah ketidakadilan gender
mimpi buruk di telinga Yuwero
dan kesetaraan gender.
(Linggarsari, 2009:51)
… “Kitorang masih sepupu, tidak per-‐
Ketidakadilan Gender
nah berbuat gila. Kubunuh kau!” se-‐
Ketidakadilan gender merupakan ben-‐
buah tendangan Donatus menyepak
tuk ketimpangan dalam sistem patriar-‐
Bunafi, sehingga wanita itu terpelanting
kat yang menganggap posisi perempuan
keluar dari pintu rumah kemudian
lebih
lemah
daripada laki-‐laki.
Perspektif Gender dalam Novel Kapak … (Fitria)
Perempuan hanya sebagai kanca wing-‐ terhadapnya karena ia adalah seorang king ‘teman belakang’ atau dalam istilah
pimpinan perang pada kaumnya. Se-‐ bahasa Jawanya swarga nunut neraka
orang pimpinan perang dianggap seba-‐ katut (Fakih 2003:12). Kelemahan yang
gai orang yang paling tinggi kedudukan-‐ dimiliki wanita ini dimanfaatkan laki-‐laki
nya di dalam suku Asmat. untuk melakukan kekerasan terhadap
Karena dianggap rendah, wanita se-‐ perempuan seperti poligami, pemukul-‐
ring dijadikan korban balas dendam atas an, perselingkuhan dan bahkan pembu-‐
perbuatan yang pernah dilakukan sesa-‐ nuhan. Manifestasi ketidakadilan gender
ma pihak laki-‐laki. Hal ini terlihat ketika yang ditemukan dalam novel Kapak ini
tokoh Yuwero ingin membalas dendam adalah subordinasi dan kekerasan.
terhadap tokoh Jimiro, yang telah mem-‐ bunuh bapaknya (Mundus) dan paman-‐
Subordinasi nya (Donatus), dengan membunuh keti-‐ Subordinasi merupakan suatu keadaan
ga istri Jimiro. Ia menganggap wanita di saat seseorang atau kelompok tertentu
kampungnya itu adalah makhluk yang dianggap tidak penting di dalam peng-‐
lemah sehingga dengan mudah dapat ambilan keputusan atau dianggap lebih
mencelakakannya.
rendah kedudukannya dibandingkan de-‐ ngan yang lain (Fakih, 2013:14). Dalam
Kematian Donatus dan Mundus adalah
novel Kapak, ditemukan kehidupan wa-‐
pukulan telak bagi Yuwero, terlebih ka-‐
nita suku Asmat yang cenderung disub-‐
rena pembunuhan itu dilakukan oleh
ordinasikan karena aturan adat. Dalam
orang yang sama, Jimiro.
aturan adat suku Asmat, terdapat buda-‐ ....
Yuwero kemudian teringat kepada tiga
ya patriarkat yang menganggap wanita
istri Jimiro, bukankah wanita di kam-‐
lebih rendah kedudukannya dari laki-‐la-‐
pung ini adalah makhluk yang lemah
ki. Wanita dianggap rendah karena tidak
yang mudah terpedaya. Mereka tak
dapat melepaskan diri dari kesewenang-‐
akan mampu melawan, bila seorang pe-‐
an laki-‐laki, kecuali anak perempuan ke-‐
muda kurus kecil sekalipun menye-‐
pala perang. Dalam budaya Asmat, wani-‐
rangnya (Linggarsari, 2005:131).
ta yang bukan anak kepala perang tidak boleh membantah apa yang dilakukan
Kalau saja Jimiro tak berniat mengam-‐
kaum pria terhadapnya, seperti kekeras-‐
bil Mika sebagai istri, barangkali masa-‐
an fisik dan kekerasan psikis (menikahi
lahnya akan menjadi lain. Yuwero me-‐
wanita lain). nimbang-‐nimbang dalam waktu yang
cukup lama, sampai hari yang naas itu
tiba. Yuwero tak pernah mencatat ka-‐ Setelah seminggu peristiwa itu berlalu, pan kala itu ketika diam-‐diam ia mem-‐ bekas kemarahan Mundus masih me-‐ buntuti tiga istri Jimiro yang tengah nyisakan bentuk. Di kampung ini wani-‐ pergi ke tengah hutan … Beberapa detik ta memang selalu mengalami nasib kemudian, dendam pun berbicara. Ka-‐ yang malang. Mereka tak pernah dapat
pak itu terayun dengan cepat, seorang melepaskan diri dari kesewenangan la-‐
korban jatuh (Linggarsari, 2005:131). ki-‐laki, kecuali anak perempuan kepala
perang (Linggarsari, 2005:30)
Subordinasi juga terlihat saat kaum
laki-‐laki meremehkan kaum wanita de-‐ Tokoh Mika tersubordinasi karena
tidak bisa melawan budaya patriarkat ngan cara melakukan perselingkuhan dan menikahi wanita lain. Laki-‐laki be-‐
yang melekat pada diri Mundus. Selain itu, Mika tidak boleh membantah apa
bas bergaul dengan wanita lain, baik di depan maupun di belakang istrinya.
yang dikatakan dan dilakukan Mundus
ATAVISME, Vol. 17, No. 2, Edisi Desember 2014: 164—176 Mundus, suaminya Mika, digambarkan
wanita, baik dari kaumnya sendiri mau-‐ telah menikahi wanita lain yang berna-‐
pun dari luar kaumnya. ma Upra dan Ero. Mereka wanita muda
Kekerasan psikologi ini juga terlihat yang menginginkan kayu gaharu dari
dalam ketidakberdayaan wanita yang di-‐ Mundus. Sebagai balas jasa, mereka ha-‐
manfaatkan kaum laki-‐laki dengan mem-‐ rus rela dinikahi Mundus.
bawa dua sampai tiga istri dalam satu rumah. Dalam novel Kapak hal ini diper-‐
Raungan Mika telah berubah menjadi
lihatkan oleh Mundus yang membawa
rintihan ketika Mundus dan Upra me-‐
wanita lain yang telah dikawininya ke
masuki rumah secara beriringan. ...
rumah Mika. Mika sebagai istri pertama
Wanita berambut lurus itu diam-‐diam
tidak berdaya melakukan perlawanan
telah mengobarkan api cemburu di da-‐
terhadap perilaku tokoh Mundus. Per-‐
lam dadanya. Ia dapat mengamati seti-‐ ap gerak-‐gerik wanita itu, juga mana-‐
tengkaran pun sering terjadi di antara
mereka, tetapi Mundus tetap bersikeras
kala mereka, Ero dan Mundus saling
mengerjapkan mata kemudian menghi-‐
akan membawa wanita itu tinggal di ru-‐
lang diam-‐diam ke dalam hutan
mah bersama mereka.
(Linggarsari, 2005:78). Keesokan harinya Yuwero terjaga de-‐ Tidaklah sulit bagi Mika untuk meng-‐
ngan suara hentakan, sumpah serapah, ikuti jejak Mundus. Semak-‐semak yang
bunyi tamparan, dan isak tangis dari tersibak dan gemersik ranting patah
mulut Mika. Yemnen, Yalean, Tukan, adalah sebuah petanda yang cukup
dan Wenen ikut terjaga karenanya. Hi-‐ mendirikan bulu roma. Tapi Mika ma-‐
ruk pikuk itu bukan untuk yang perta-‐ sih sanggup menahan diri. Wajah pe-‐
ma kali terjadi, tapi sudah berulang kali, rempuan itu memerah saga, ia berdiri
bahkan sudah menjadi bagian dari ke-‐ kaku di balik semak-‐semak tanpa sepa-‐
hidupan rumah ini. tah kata pun keluar dari mulutnya. Se-‐
“Kalau perempuan itu tinggal di sini, pasang telinganya masih bekerja de-‐
aku akan pergi,” demikian suara Mika ngan cukup baik, sehingga ia dapat me-‐
di sela-‐sela isak tangisnya (Linggarsari, rekam seluruh peristiwa atas diri Ero
dan Mundus (Linggarsari, 2005:79)
Kekerasan fisik yang dialami tokoh Kekerasan
wanita terlihat seperti beratnya beban Kekerasan adalah serangan atau invasi
kerja dan pemukulan yang dilakukan terhadap fisik maupun integritas mental
oleh kaum laki-‐laki. Kekerasan dalam psikologi seseorang. Salah satu bentuk
pembagian beban kerja terlihat ketika kekerasan terhadap jenis kelamin ter-‐
mereka sudah menikah. Wanita harus tentu yang disebabkan oleh prasangka
menyelesaikan semua pekerjaaan sebe-‐ gender disebut gender related-‐violence
lum suami-‐suami mereka bangun. Mere-‐ (Fakih, 2013:17). Kekerasan dibagi atas
ka melakukan pekerjaan menangkap kekerasan psikologi dan kekerasan fisik
ikan dengan cara mengangkat jaring. So-‐ Kekerasan psikologi terlihat bagai-‐
re harinya mereka harus mengambil ka-‐ mana perbuatan pria yang bebas meni-‐
yu bakar di hutan dan mengangkatnya kahi wanita lain dan melakukan perse-‐
sendiri pulang ke rumah. Hampir semua lingkuhan. Kekerasan psikologi ini tidak
pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh menghargai kaum wanita karena dapat
wanita. Kaum laki-‐laki merasa dirinya merugikan wanita. Kaum laki-‐laki dapat
seorang yang kuat karena pekerjaannya mengawini atau sekadar melepaskan
menebang kayu dan membuat ukiran. hasrat seksnya dengan beberapa orang
Ini menunjukkan bahwa suku Asmat
Perspektif Gender dalam Novel Kapak … (Fitria)
masih tetap mempertahankan budaya
Jerit tangis itu telah mengundang seisi
patriarkat yang masih menganggap laki-‐
kampung untuk menghambur keluar,
laki adalah seorang yang kuat dan per-‐
melihat apa gerangan yang terjadi. Ke-‐
kasa serta menganggap wanita adalah
mudian tampaklah pemandangan yang
kaum yang lemah. Kelemahan perempu-‐ biasa menimpa kaum wanita di kam-‐
pung ini (Linggarsari, 2005:33).
an inilah yang dimanfaatkan laki-‐laki un-‐
tuk melakukan kekerasan fisik terhadap
“Mika! Binatang koe!’’ Mundus menye-‐
perempuan, seperti tamparan, pukulan,
pak Mika dengan sebuah tendangan
tendangan, cengkeraman, dan injakan.
hingga wanita itu terpaksa melepaskan
Kekerasan fisik dialami tokoh Mika. Ke-‐
cengkeraman di leher Upra kemudian
kerasan fisik terhadap Mika dilakukan
terjerembab di sudut ruangan dengan
oleh Mundus karena Mika menentang
tulang
rusuk
seakan remuk
dan menolak keinginan Mundus yang
(Linggarsari, 2005:28).
berniat membawa tokoh Upra untuk tinggal di rumahnya.
Kesetaraan Gender
Untuk melawan ketidakadilan gender ini
Mundus segera menginjak Mika dengan
Dewi Linggarsari dalam novel Kapak ju-‐
kakinya yang kekar kemudian menghu-‐
ga mengungkapkan kesetaraan gender
janinya dengan pukulan berulang kali.
melalui tokoh wanitanya. Kesetaraan
Hening malam pun segera terobek oleh
gender merupakan bentuk pembebasan
suara melolong berkepanjangan disu-‐
kaum wanita dari kebodohan, kemiskin-‐
sul jerit ketakutan anak-‐anak. Mereka,
an, dan penindasan kaum laki-‐laki. Kese-‐
Yalean, Tuka, Wenen, dan Yuwero, ma-‐
taraan gender memperlihatkan kesama-‐
sih terlalu kecil untuk menyaksikan pe-‐ nganiayaan ini. Ibu yang telah melahir-‐
an kondisi bagi laki-‐laki dan perempuan
kan mereka kini terkapar dengan muka
untuk memperoleh kesempatan dan
lebam dan mulut mengucurkan darah.
hak-‐haknya sebagai manusia agar mam-‐
Serentak, mereka merubung Mika de-‐
pu berperan dan berpartisipasi dalam
ngan bersimbah air mata.
kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya,
“Dengar Mika, tak seorang pun di ru-‐
pendidikan, serta kesamaan dalam me-‐
mah ini dapat memukul Upra. Tak se-‐
nikmati hasil pembangunan. Ini merupa-‐
orang pun. Bila kamu melawan, aku tak
kan salah satu bentuk perjuangan kaum
segan-‐segan akan membunuhmu!” De-‐
feminis untuk memperjuangkan haknya
mikian Mundus
mengancam
agar setara dan disejajarkan dengan ka-‐
(Linggarsari, 2005:28)
um laki-‐laki. Bentuk kesetaraan gender
yang ditemukan dalam novel Kapak ini Bentuk lain kekerasan fisik yang di-‐
adalah adanya bentuk perlindungan dan lakukan Mundus terhadap Mika terlihat
persamaan hak untuk wanita. Selain ke-‐ pada kutipan berikut.
kerasan yang biasanya dilakukan kaum
laki-‐laki terhadap wanita, dalam novel
Mundus mencengkeram pundak Mika
kuat-‐kuat kemudian menariknya sede-‐
ini digambarkan pula sosok wanita yang
mikian rupa sehingga wanita itu ter-‐
dapat melakukan kekerasan terhadap la-‐
paksa meloncat ke dalam perahu
ki-‐laki. Selain itu, pekerjaan yang biasa-‐
Mundus dengan tulang kering mem-‐
nya dilakukan oleh kaum laki-‐laki, wani-‐
bentur dinding perahu. Mika terpekik.
ta pun bisa mengerjakannya. Ini mem-‐
Dan jerit kesakitan yang diselingi isak
perlihatkan kesamaan kondisi bagi wa-‐
tangis kembali bergema di sepanjang
nita untuk memperoleh hak-‐haknya se-‐
aliran sungai, karena Mundus terus-‐te-‐
bagai wanita. Kesetaraan gender ini terli-‐
rus menendang dan memukuli Mika
hat dengan adanya aturan adat yang
sampai mereka tiba di perkampungan.
ATAVISME, Vol. 17, No. 2, Edisi Desember 2014: 164—176 melindungi kaum wanita dan pendidik-‐
Setelah satu minggu peristiwa itu berla-‐
an bagi kaum wanita.
lu, bekas kemarahan Mundus masih menyisakan bentuk. Di kampung ini
Adanya Aturan Adat yang Melindungi
wanita selalu mengalami nasib yang
Wanita malang. Mereka tak pernah dapat me-‐
lepaskan diri dari kesewenangan laki-‐
Tokoh wanita dalam novel Kapak dapat
laki, kecuali, anak perempuan kepala
melawan budaya patriarkat pada sebuah
perang.
upacara adat pemberkatan rumah bu-‐
Tiba-‐tiba, membersit seulas senyum di
jang 2 . Pada saat itu, wanita bebas mela-‐
bibir wanita itu. Mika teringat kepada
kukan tindak kekerasan terhadap suami-‐
dua anak perempuannya, Yemnen dan
nya sebagai aksi balas dendam terhadap
Tuka. Mereka adalah anak kepala pe-‐
kekerasan yang selama ini dialaminya.
rang. Kelak, suami-‐suami mereka tak akan dapat memperbudaknya, karena
Diam-‐diam Mundus mengeluh ... Ia me-‐ kedudukannya itu. Sebaliknya, suami-‐ nyadari, bahwa adat suku Asmat pada
suami itu bisa diperlakukan sebagai bu-‐ saatnya akan memberikan pembelaan
dak. Perlahan-‐lahan hati wanita itu kepada istri-‐istri setelah bertahun la-‐
menjadi damai (Linggarsari, 2005:30) manya mereka dianiaya para suami.
Pemberkatan rumah bujang itu berarti,
Pendidikan untuk Kaum Wanita
bahwa saat itu akan segera tiba. Dan
Bentuk kesetaraan gender lain yang da-‐
Mundus, tak dapat lagi mengelak. Ia ha-‐
pat ditemukan dalam novel Kapak ada-‐
rus menerima pembalasan setelah per-‐
lah partisipasi wanita dalam pendidikan.
buatan aniaya yang berulang kali ter-‐
Dengan pendidikan diharapkan wanita
hadap Mika (Linggarsari, 2005:42).
dapat berguna sehingga dapat memper-‐ tahankan hak-‐haknya dalam menentang
Dengan adanya upacara adat ini wa-‐ sistem budaya patriarkat yang ada di
nita Suku Asmat merasa adat telah mem-‐ lingkungannya. Selain itu, wanita bukan-‐ berikan pembebasan terhadap kaum
lah makhluk yang lemah, wanita juga wanita dari penindasan kaum laki-‐laki
dapat melakukan pekerjaan seperti yang walaupun tidak selamanya itu bisa dila-‐
dilakukan laki-‐laki sehingga berdaya gu-‐ kukan.
na bagi lingkungannya.
Kesetaraan gender ini digambarkan
… Yowero menyaksikan semua ini da-‐
oleh tokoh wanita bernama Astrid. Ia
lam sebuah proses yang ia sendiri tak sepenuhnya menyadari. Tapi nalar ke-‐
seorang dokter yang sangat peduli de-‐
bocahannya cukup mampu untuk me-‐
ngan kondisi wanita yang ada di sekitar-‐
nggoreskan sebuah catatan. Bahwa wa-‐
nya. Kepeduliannya terlihat ketika ia
nita menjadi pemberani karena perlin-‐
membantu mengobati penyakit seksual
dungan adat. Tanpa adanya adat, maka
yang dialami wanita karena tindakan ke-‐
mereka adalah makhluk yang lemah
kerasan yang dilakukan suaminya.
yang mudah dianiaya (Linggarsari, 2005:44)
Dokter Astrid terpaku di VK, ia harus berhadapan dengan Ibu Partus dalam
Selain itu, adat juga melindungi wa-‐
kondisi vagina yang telah compang-‐
nita anak kepala perang. Adat tidak me-‐
camping. Sipilis itu telah mencapai sta-‐
ngizinkan satu orang pun melakukan ke-‐
dium paling parah membentuk bunga-‐
kerasan terhadap wanita anak kepala
bunga kol (kondilomata lata). Dari ma-‐
perang meskipun itu suaminya sendiri.
na wanita Asmat ini terjangkit penyakit kelamin? Dokter wanita itu menarik na-‐
fas panjang … Tentu, ia tak perlu bersu-‐ sah
payah
untuk mendapatkan
Perspektif Gender dalam Novel Kapak … (Fitria)
jawaban. Komoditi gaharu yang kian melindungi diri dari bau yang menye-‐ marak, plasma-‐plasma yang bermun-‐
ngat itu. Sementara Letnan Tambunan culan, para pencari kayu yang mem-‐
dan Sersan Effendi segera melilitkan ja-‐ banjir, kemudian PSK—Pekerja Seks
ket pada seputar hidung. Untuk sekian Komersial—tentunya sudah menjadi
kalinya mereka harus berhadapan de-‐ lebih dari sekadar jawaban. Satu hal
ngan tragis kasus pembunuhan dan ke-‐ yang tak terduga adalah, bahwa penya-‐
kuatan hati selalu menjadi jawaban. De-‐ kit menular yang dibawa para PSK itu