BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian dalam bahasa sehari-hari dapat diartikan sebagai kegiatan

  bercocok tanam. Pengertian pertanian dalam lingkup luas adalah kegiatan tentang proses produksi yang menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang berasal dari tumbuhan ataupun hewan dan ditambah dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak dan mempertimbangkan faktor ekonomis meliputi bercocok tanam, kehutanan, perikanan dan peternakan (Suratiyah, 2008).

  Petani sudah ada sejak manusia membutuhkan bahan makanan dengan cara menanam dan merawat tanaman serta memelihara ternak. Pertanian itu sendiri ada jika petani sudah ikut campur tangan dalam mengatur tanaman dan ternak dan memanfaatkannya untuk keperluan manusia. Dalam pasal 4 Undang- Undang Pokok Agraria/ UUPA, unsur-unsur pertanian adalah proses produksi, petani, usahatani, dan usahatani sebagai perusahaan. Lahan dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, yang penggunaannya meliputi sebagian tubuh yang ada di bawahnya, dan sebagian ruang yang ada diatasnya.

  Indonesia merupakan Negara dengan struktur perekonomian agraris, karena tersedianya sumber daya alam yang melimpah. Pertanian di Indonesia dilakukan dengan sistem pengelolaan yang masih bersifat tradisional, hal itu merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki Negara agraris. Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang dimiliki Indonesia merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai modal pembangunan. Pembangunan pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian (Fityatul, 2006).

  Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian serta adanya potensi yang besar membuat sektor ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. Potensi itu misalnya pada saat ini harga komoditas pertanian seperti beras, jagung kedelai di dunia yang semakin meningkat, serta sektor pertanian yang tidak mudah terkena dampak krisis ekonomi dunia. Oleh sebab itu pembangunan pertanian perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih efisien (Mustofa, 2011).

  Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu penyangga pangan nasional mempunyai tingkat produksi padi yang meningkat dari waktu ke waktu. Produksi pada dasarnya merupakan hasil kali luas panen dengan produktivitas per ha lahan, sehingga seberapa besar produksi suatu wilayah, tergantung berapa luas panen pada tahun yang bersangkutan atau berapa tingkat produktivitasnya. Luas lahan yang tersedia bersifat tetap, bahkan cenderung berkurang karena beralih fungsi ke non pertanian. Luas panen padi di Jawa Tengah rata-rata sebesar 1.600.000 ha/tahun, dan luas ini berubah dari tahun ketahun karena lahan yang ada digunakan untuk berbagai komoditas. Tingkat produktivitas per satuan luas, merupakan cerminan tingkat penerapan teknologi usaha tani, baik penggunaan bibit, luas lahan, tenaga kerja, pemupukan, terutama penggunaan pupuk Urea (Mustofa, 2011).

  Luas panen dan produksi padi di Jawa Tengah lima tahun terahir seperti pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Di Jawa Tengah

  Tahun 2000 -2004` Persentase Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi (%) Ha (Kw/Ha) (Ton)

  19,9 2001 1.650.625 50,22 8.289.927 20,4 2002 1.653.442 51,47 8.503.523 19,5 2003 1.535.625 52,9 8.127.839 20,4 2004 1.635.922 52,04 8.512.255 19,7 2005 1.611.107 52,29 8.242.093

  Sumber :Dispertan Provinsi Jawa Tengah, 2005

  Pada tabel 1.1 terlihat presentase peningkatan produksi terlihat tidak stabil dari tahun ke tahun, berbeda dengan produktivitas yang cenderung naik dari tahun ke tahun. Hal ini mencerminkan upaya peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas belum berjalan secara bersamaan.

  Pertanian dalam arti sempit adalah usaha pertanian keluarga yang memproduksi bahan makanan utama seperti beras, palawija, dan tanaman- tanaman holtikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Kebanyakan para petani di Indonesia masih bersifat subsisten, artinya hasil produksi mereka hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, belum mengarah bagaimana menciptakan keuntungan dari pertanian mereka (Mustofa, 2011).

  Secara umum, sumberdaya lahan akan dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk tujuan-tujuan yang memberikan harapan memperoleh penghasilan yang paling tinggi. Pemilik lahan akan menggunakan lahan yang dimilikinya sesuai dengan manfaat penggunaan tertinggi dan terbaik. Penilaian pemilik lahan untuk penggunaan terbaik dan tertinggi tergantung pada tujuan yang ingin dicapai yaitu orientasi ekonomi, sosial maupun lingkungan (Akbar, 2009).

  Jika penilaian lahan berdasarkan tujuan ekonomi lebih tinggi daripada tujuan lainnya maka lahan akan digunakan untuk pemanfaatan yang dapat memberikan nilai ekonomi tinggi. Pada daerah perkotaan dan sub urban umumnya sektor pertanian dikalahkan oleh sektor pemukiman, industri maupun perdagangan sehingga lahan-lahan pertanian dikonversi menjadi pemukiman, industri maupun perdagangan (Akbar, 2009).

  Pemanfaatan lahan untuk berbagai penggunaan bertujuan menghasilkan barang pemuas kebutuhan manusia. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi seringkali memanfaatkan lahan dengan tidak memperhatikan kelestarian sumberdaya tersebut. Hal ini mengakibatkan menurunnya persediaan sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi dan manusia semakin tergantung pada sumberdaya lahan yang berkualitas rendah (Suratiyah, 2008).

  Salah satu kegiatan pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakat pedesaan adalah budidaya padi sawah. Pada tahun 90-an produktivitas padi sawah dan ladang mengalami kenaikan sebesar 4,3 ton/ hektar, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional, akan tetapi pada perkembangannya produktivitas lahan sawah menurun (Wibowo, 2000). Penurunan ini terjadi karena adanya penyusutan lahan hingga rata-rata kepemilikan menjadi 0,3 hektar per KK Petani (Husodo, 2000).

  Saat ini pengalihfungsian lahan pertanian ke non pertanian juga sering terjadi di Jawa Tengah, hal ini bisa disebabkan karena pembangunan areal perumahan, ataupun industrialisasi. Alih fungsi lahan pertanian tersebut bisa saja menimbulkan berbagai permasalahan antara lain turunnya produksi beras di suatu wilayah, serta kemungkinan menurunnya kesejahteraan petani yang lahannya dialihfungsikan. Selain itu terjadinya alih fungsi lahan juga mungkin dikarenakan kurangnya insentif atau perhatian pemerintah dalam sektor pertanian, sehingga masyarakat beralih ke sektor lainnya seperti sektor industri maupun perdagangan (Ruswandi, 2007).

  Pemerintah akhir- akhir ini gencar untuk mempertahankan luas lahan pertanian guna menstabilkan produksi padi dengan program lahan lestari di berbagai daerah yang rawan dengan alih fungsi lahan pertanian.. Lahan Lestari adalah lahan yang produktif yang ditanami hasil pertanian baik itu padi, buah ataupun tumbuh-tumbuhan.

  Pemerintah pusat sebenarnya sudah melakukan upaya pencegahan untuk melindungi lahan pertanian melalui pengeluaran Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Undang-undang ini sebenarnya sudah cukup baik dan cukup mengandung konsep penghidupan berkelanjutan. Dalam undang-undang ini, dijelaskan mengenai ketentuan-ketentuan mulai dari perencanaan dan penetapan sampai dengan peran serta masyarakat dalam mewujudkan pertanian pangan berkelanjutan. Dalam undang-undang ini juga sudah ada larangan mengenai alih fungsi lahan pertanian.

  Namun ironisnya, undang-undang ini belum juga berjalan maksimal. Hal ini dikarenakan belum cukupnya Peraturan Pemerintah yang berfungsi sebagai panduan teknis mengenai alih fungsi lahan pertanian. Sejauh ini, pemerintah baru mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Padahal, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini mengamanatkan tebentuknya delapan buah Peraturan Pemerintah.

  Penyusutan lahan ini merupakan dampak dari berbagai penggunaan lahan sawah produktif menjadi lahan non sawah. Pada tahun 2004, di Tegal Jawa Tengah, sebanyak 6.344 ha lahan sawah beralih fungsi menjadi non sawah dan sekitar 2.711 ha beralih menjadi sarana dan prasarana umum, kolam, dan tambak untuk perikanan (Erianto, 2006). Sensus pertanian pada tahun 2011 menunjukkan bahwa selama tahun 2008-2010 alih fungsi lahan sawah mencapai 221.000 hektar, atau rata-rata 72.000 hektar per tahun (BPS Jawa Tengah, 2011).

  Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman maupun industri merupakan hal yang lazim. Dinamika yang terjadi pada masyarakat yang meliputi perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah menyebabkan alih fungsi lahan tidak dapat dihindari. Alih fungsi lahan diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan, akan tetapi pelaksanaannya harus tetap dikendalikan demi keberlanjutan pemanfaatan lahan pada masa yang akan datang. Pemerintah harus memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dari pemanfaatan sumberdaya lahan. Eksternalitas yang akan dirasakan perlu dilakukan perhitungan dengan teliti dan menyeluruh. Eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif sebagai dampak dari pengelolaan sumberdaya lahan akan dirasakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

  Lahan sawah mampu memberikan manfaat baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan. Oleh karena itu, semakin sempitnya lahan sawah akibat alih fungsi mempengaruhi segi ekonomi, sosial dan lingkungan tersebut. Jika fenomena alih fungsi lahan sawah menjadi menjadi non sawah terus terjadi secara tak terkendali, maka hal ini akan menjadi ancaman bagi petani dan lingkungan, serta menjadi masalah nasional.

  Alih fungsi lahan pertanian menjadi masalah ketika lahan pertanian yang dialihfungsikan merupakan lahan pertanian produktif. Alih fungsi lahan pertanian tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kondisi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. Sekali lahan sawah beralih fungsi, tidak mungkin kembali lagi menjadi sawah. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor-sektor pedesaan lainnya. Masalah alih fungsi lahan yang semakin meningkat akan membawa dampak yaitu sempitnya lahan pertanian, hal ini disebabkan sebagian lahan sawah digunakan untuk pembangunan industri perumahan yang semakin merajalela. Alih fungsi lahan sawah menjadi industri perumahan tersebut perlu adanya penanganan yang terpadu antara berbagai sektor, apabila tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan dampak bagi ketahanan pangan nasional (Fityatul, 2006).

  Kecamatan Colomadu yang terletak di kabupaten Karanganyar merupakan wilayah yang memiliki banyak lahan pertanian yang masih produktif. Belakangan ini luas lahan sawah pertanian di Kecamatan Colomadu semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan. Hal tersebut bahkan sudah terjadi dari tahun 2005 dan berlangsung sampai sekarang. Berikut adalah jumlah lahan sawah yang berkurang dari tahun ke tahun:

  Tabel 1.2 Luas Lahan Sawah di Kecamatan Colomadu

  1.183 (2,48%) 827 (1,73%)

  2.247 (4,39%) 2.966 (5,79%)

  7.278 (14,22%) 3.369 (6,58%)

  1.124 (2,2%) 893 (1,74%)

  50.684 (100%) 2009 1.404 (2,74%)

  2.978 (5,88%) 31.487 (62,1%)

  3.352 (6,61%) 2.228 (4,4%)

  860 (1,7%) 7.209 (14,22%)

  2008 1.419 (2,8%) 1.153 (2,27%)

  28.571 (59,9%) 47.679 (100%)

  2.205 (4,62%) 2.953 (6,19%)

  7.167 (15,03%) 3.335 (6,99%)

  45.940 (100%) 2007 1.438 (3,01%)

  Tahun Luas Lahan Sawah (Ha) 2004 22868,18 2005 22844,24 2006 22831,34 2007 22478,56 2008 22474,91

  2..918 (6,35%) 27.018 (58,8%)

  3.298 (7,18%) 2.137 (4,65%)

  805 (1,75%) 7.045 (15,33%)

  2006 1.475 (3,21%) 1.244 (2,71%)

  30.846 (64,8%) 47.602 (100%)

  2.081 (4,37%) 1.893 (3,98%)

  4.930 (10,37%) 3.361 (7,06%)

  321 (0,67%) 582 (1,22%)

  Tahun Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh bangunan Industri Perdagangan PNS/TNI/ Polri Lain- lain Total 2005 588 (1,23%)

Tabel 1.3 Mata Pencaharian Penduduk usia 10 tahun keatas di Kecamatan Colomadu

  Sumber : BPS Kab. Karanganyar tahun 2009 Penduduk yang berada di wilayah Colomadu mengalami perubahan mata pencaharian, diakibatkan oleh alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah Colomadu tersebut. Berikut ini adalah uraian pekerjaan penduduk usia 10 tahun ke atas di kecamatan Colomadu selama tahun 2005-2009 (Tabel 1.3).

  31.901 (62,3%) 51.182 (100%) Terlihat dari tabel 1.3, bahwa dari tahun 2005 ke tahun 2006 terdapat kenaikan mata pencaharian penduduk dalam sektor pertanian, baik menjadi petani sendiri ataupun menjadi buruh tani sebanyak 4,02%, tapi dari tahun 2006 sampai tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak 1,02%. Penurunan tersebut membuat beberapa penilaian apakah penurunan tersebut dikarenakan alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Colomadu. Dari kolom lain menunjukkan sektor lain mengalami kenaikan khususnya yang berpengaruh pada sektor pertanian yaitu dari sektor perindustrian dan perdagangan mengalami kenaikan sebesar 0,22%.

  Alih fungsi lahan di Colomadu membawa dampak penurunan angka hektar lahan sawah dari fungsi tanah yang digunakan. Berikut adalah data yang diperoleh tentang laju alih fungsi lahan pertanian yang berada di Kabupaten Karanganyar di tabel 1.4.

Tabel 1.4 Luas Tanah Sawah Menurut Penggunaan di Kabupaten Karanganyar

  

Tahun Tanah Sawah (dalam Ha) Total (Ha)

Sawah Tadah Irigasi Teknis Irigasi 1/2 Teknis Irigasi Sederhana Hujan

  7.889,8409 6.207,7683 7.303,5563 1.701,3341 23.102,4996 2001 (34,19%) (26,87%) (31,61%) (7,36%) (100%) 7.891,9909 6.149,6653 7.142,3593 1.698,9341 22.882,9496 2002 (34,49%) (26,87%) (31,21%) 7,42% (100%) 7.886,0372 6.146,7001 7.138,8994 1.696,5692 22.868,2059 2003 (34,48%) (26,88%) (31,22%) (7,42%) (100%) 7.887,6782 5.146,0907 7.137,6226 1.694,9292 21.888,3207 2004 (36,03%) (23,51%) (32,61%) (7,74%) (100%) 7.872,6323 6.144,2939 7.134,1251 1.693,2084 22.846,2597 2005 (34,46%) (26,89%) (31,23%) (7,41%) (100%) 7.867,3082 6.142,0929 7.131,0771 1.690,8634 22.831,3416 2006 (34,46%) (26,90%) (31,23%) (7,41%) (100%)

  Sumber:BPS Kabupaten Karanganyar tahun 2007

  Dari data tabel 1.4 di atas terlihat bahwa dari tahun 2001-2006 penggunaan lahan sawah baik irigasi teknis, irigasi ½ teknis, irigasi sederhana dan sawah tadah hujan mengalami penurunan yang konstan. tanah irigasi teknis mengalami penurunan sebesar 22,55 Ha, tanah sawah irigasi ½ teknis mengalami penurunan sebesar 65,67 Ha, tanah sederhana mengalami penurunan sebesar 172,48 Ha, dan tanah tadah hujan mengalami penurunan sebesar 10,47 Ha

  Kabupaten Karanganyar khususnya wilayah Colomadu terletak dekat dengan kota Surakarta. Letak yang tidak terlalu jauh dan akses jalan yang baik ke daerah perkotaan serta nuansa pegunungan yang masih asri di sekitarnya menjadi daya tarik tersendiri bagi pembangunan pemukiman di Kecamatan Colomadu.

  Sama halnya dengan Kecamatan Colomadu yang berada di Kabupaten Karanganyar, dari tahun ke tahun lahan pertanian produktif semakin menyempit, karena pembangunan perumahan. Semakin banyaknya tekanan dari kota mengenai kepadatan penduduk, memaksa para investor membangun beberapa perumahan di daerah pinggir, dalam hal ini di daerah Colomadu. Hal inilah yang membuat alih fungsi lahan terjadi di kecamatan Colomadu. Banyak perumahan- perumahan didirikan sebagai investasi bagi masyarakat.

  Seluruh desa yang terletak di wilayah Colomadu juga mengalami penurunan luas lahan sawah dari 5 tahun terakhir. Berikut adalah tabel 1.5 yaitu luas lahan sawah di Kecamatan Colomadu dari tahun 2006-2010.

  Tabel 1.5 Luas Lahan Sawah menurut Kecamatan di Colomadu (dalam Ha)

  76,5 (14,71%) 1,42 5,7 Baturan 41,6

  27,6 (5,31%) 27,6 (5,31%)

  2,52 10,1 Gedongan 74,4 (10,91%) 53,5

  (9,77%) 53,3 (10,01%) 52,4

  (10,08%) 52,4 (10,08%) 5,47

  22 Tohudan 82,2 (12,06%) 79,4 (14,5%)

  77,8 (14,61%) 76,5 (14,72%)

  (6,10%) 16,5 (3,01%) 16,5

  (8,02%) 10,15 40,6 Gawanan 37,7 (5,47%)

  (3,1%) 16,1 (3,1%) 16,1

  (3,1%) 6,37 25,5 Klodran 54,5 (8%)

  30,0 (5,48%) 30,0 (5,63%)

  29,4 (5,66%) 29,4 (5,65%)

  6,27

  25 Total 681,6 (100%) 547,4 (100%) 532,4 (100%) 519,7 (100%) 520 (100%) 40,34 (100%) 162,1 (100%)

  Sumber : Monografi desa diolah, 2013 Dari tabel 1.5 ditunjukkan bahwa pengurangan lahan sawah yang terjadi di beberapa desa di Colomadu rata rata terjadi pada tahun 2007, kisaran hektar sawah yang hilang dari tahun 2006-2010. Dalam tabel 1.5 juga terlihat bahwa desa yang paling banyak mengalihkan lahannya adalah Desa Blulukan sebesar 40,6 Ha, Desa Baturan 25,5 Ha, dan Desa Klodran 25 Ha.

  29,9 (5,46%) 29,2 (5,48%)

  (8%) 41,7 (8,02%) 41,7

  Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata penurunan Lahan yang berkurang Ngasem 76,3

  0,32 1,3 Malangjiwan 54,7 (8,02%) 46,5

  (11,19%)

  76.9 (14,04%) 76,0 (14,27%)

  74,1 (14,26%) 74,1 (14,25%)

  0,55 2,8 Bolon 85.3 (12,51%)

  85,4 (15,6%) 86,2 (16,19%)

  84,0 (16,16%) 84,0 (16,15%)

  (8,5%) 46,6 (8,75%) 45,7

  (12,07%) 42,6 (7,78%) 42,6

  (8,79%) 45,7 (8,79%) 2,25

  9 Paulan 60,3 (8,84%) 54,9 (10,03%)

  42,2 (7,93%) 41,1 (7,91%)

  41,1 (7,9%) 4,8 19,2 Gajahan 32,3

  (4,73%) 32,0 (5,85%)

  32 (6,01%) 31,1 (5,98%)

  31,4 (6,04%) 0,22 0,9 Blulukan 82,3

  Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, karena sumberdaya lahan merupakan salah satu sektor yang diperlukan dalam setiap bentuk aktivitas manusia. Penggunaan lahan pada umumnya tergantung pada kemampuan lahan dan lokasi lahan. Penggunaan lahan untuk daerah-daerah pemukiman, industri dan perdagangan tergantung pada lokasi lahan, untuk pertanian penggunaan lahan tergantung pada tingkat kesuburan lahan tersebut.

  Penelitian ini menganalisis alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian yang terjadi di Kecamatan Colomadu, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi adalah umur, pendidikan, pendapatan, tanggungan hidup, produktivitas lahan, luas lahan serta lokasi lahan sawah.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian.

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yakni seperti di bawah ini: Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian di kecamatan Colomadu

  D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, yakni seperti di bawah ini.

  1. Sebagai bahan perimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan alih fungsi lahan.

  2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan atau informasi bagi pengambil kebijakan di sektor pertanian, khususnya yang berhubungan dengan perkembangan luas sawah, alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan pertimbangan bagi masyarakat untuk memanfaatkan lahan sawahnya.

  3. Hasil penelitian diharapkan mampu bermanfaat bagi kalangan akademis sebagai acuan atau referensi dalam penelitian selanjutnya.