Dilema Keanggotaan Inggris di Uni Eropa

Dilema Keanggotaan Inggris di Uni Eropa: Masihkan Pasar
Tunggal Eropa Memiliki Dampak Signifikan Saat Ini?
Ditujukan untuk memenuhi tugas esai mata kuliah
Hubungan Internasional di Eropa

Dosen : Hikmawan Saefullah, S.IP., MAIR

Oleh :
Anindya Ayu Pranaputrika Kirana
170210120110/Kelas B

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013

Eropa merupakan kawasan impian bagi hampir semua orang di dunia.
Perkembangan sejarah, ilmu pengetahuan, seni maupun karya sastra banyak
berkembang dari negara-negara di Eropa. Dari Eropa pula muncul pertama
kalinya integrasi regional dan menjadi contoh bagi kawasan lainnya untuk

memudahkan negara-negara di kawasan tersebut melaksanakan kegiatannya baik
di bidang perekonomian hingga bidang sosial-budaya. Integrasi regional di
kawasan Eropa tersebut bermula dari integrasi perekonomian dengan adanya kerja
sama pembentukan European Coal and Steel Community oleh enam negara
pelopor yaitu Belgia, Belanda, Luksemburg, Jerman, Prancis dan Italia (Surya,
2009). Hal tersebut kemudian berkembang menjadi Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE) kemudian berubah menjadi Masyarakat Eropa (ME) yang memiliki
kebijakan Pasar Tunggal Eropa (PTE) dalam Single European Act pada tahun
1986 (Jones, 2007). Dan pada akhirnya pada tahun 1993, terciptalah Uni Eropa
sebagai pelopor integrasi kawasan berdasarkan “Treaty on European Union”
(Surya, 2009). Keberhasilan integrasi kawasan ini telah sampai pada tahap
penyatuan nilai mata uang yang disebut dengan Euro. Namun, terdapat salah satu
negara anggota Uni Eropa tidak menggunakan mata uang ini dan terkadang
memiliki kebijakan perekonomian yang berbeda dengan Uni Eropa yaitu Inggris.
Dalam beberapa tahun belakangan ini Perdana Menteri Inggris, David Cameron,
mengatakan apabila dirinya terpilih kembali dalam pemilihan umum 2015, dia
akan mengadakan referendum terkait keanggotaan Inggris di Uni Eropa pada
tahun 2017 (Dixon, 2013). Hal tersebut disebabkan telah banyaknya masyarakat
Inggris yang menginginkan negaranya keluar dari organisasi supranasional
tersebut karena dinilai tidak menguntungkan Inggris. Namun, apakah hal tersebut

benar? Apakah PTE yang merupakan salah satu perjanjian yang dibuat oleh
negara-negara anggota Uni Eropa tersebut masih memiliki pengaruh terhadap
perekonomian Inggris? Pertanyaan tersebut hingga kini masih merupakan tanda
tanya besar karena masih banyak terdapat pro dan kontra baik di masyarakat
maupun di parlemen Inggris itu sendiri. Namun, jika dilihat dari pandangan
umum, PTE masih memberikan pengaruh terhadap perekonomian Inggris karena
memudahkan Inggris dalam melakukan perdagangan dengan negara-negara Uni
Eropa yang sebagian besar masih merupakan tujuan ekspor dari Inggris.

Inggris sebagai salah satu negara besar di Eropa yang mengalami kemenangan di
Perang Dunia II, namun kemenangan tersebut juga tidak berakhir baik karena
pada kenyataannya Inggris telah mengalami kerugian besar akibat perang. Hal
tersebut yang menjadikannya dekat dengan Amerika Serikat karena Amerika
Serikat, dengan Marshall Plan-nya, membantu negara-negara Eropa Barat untuk
bangkit dari keterpurukan ekonominya. Marshall Plan tersebut tentunya memiliki
tujuan tertentu, karena tidak lama kemudian pecahlah Perang Dingin antara
Amerika Serikat dengan Uni Soviet dan hal tersebut membuat Inggris menjadi
sekutu terdekat dari Amerika Serikat. Kedekatan Amerika Serikat dengan Inggris
membuat hubungan Inggris dengan negara-negara Eropa Barat lainnya
merenggang karena ketidakpedulian Inggris dengan kawasan ini. Namun, pada

akhirnya Inggris mengubah kebijakan luar negerinya dengan membuka hubungan
di kawasan Eropa melalui bergabungnya Inggris pada Masyarakat Ekonomi Eropa
pada tahun 1973 (Surya, 2009). Bergabungnya Inggris tersebut disebabkan oleh
adanya kesulitan Inggris dalam perdagangan karena adanya ECSC yang
menyebabkan adanya kemudahan dalam melakukan perdagangan diantara enam
negara pemprakarsa ECSC.
Masuknya Inggris ke dalam Masyarakat Ekonomi Eropa bukan tanpa perjuangan
karena Inggris sebelumnya telah beberapa kali mengajukan keanggotaan terhadap
Uni Eropa, namun selalu mendapat halangan dari Prancis yang saat itu diperintah
oleh Presiden Charles de Gaulle (Kompas, 2012) karena kedekatannya dengan
Amerika Serikat. Prancis menginginkan tidak adanya intervensi dari Amerika
Serikat terhadap kawasan Eropa. Jika Inggris masuk, maka dengan mudah
Amerika Serikat dapat masuk dan mengintervensi kawasan Eropa. Namun pada
akhirnya Prancis, setelah Presiden de Gaulle digantikan, mengizinkan Inggris
untuk menjadi anggota dari Masyarakat Ekonomi Eropa.
Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh Inggris tidak selalu sejalan dengan
Masyarakat Eropa. Pada masa pemerintahan beberapa perdana menteri, hubungan
Inggris dengan Masyarakat Eropa maupun setelah menjadi Uni Eropa banyak
terjadi perbedaan-perbedaan. Sebagai contoh pada masa perdana menteri Margaret
Tatcher yang menolak untuk menyetujui kebijakan Common Agricultural Policy


(CAP) karena menurutnya kebijakan ini tidaklah bermanfaat bagi perekonomian
Inggris yang dominan di bidang industri (Evans, 1997).
Saat ini, Inggris ingin keluar dari Uni Eropa banyak disebabkan oleh aspek
perekonomian. Hal tersebut terjadi karena Inggris merasa takut terhadap turunnya
perekonomian Uni Eropa dan mahalnya biaya keanggotaan Uni Eropa juga turut
memengaruhi keinginan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa
Dampak Adanya Pasar Tunggal Eropa terhadap Perekonomian Inggris
PTE terbentuk karena adanya keinginan Masyarakat Eropa pada saat itu untuk
membuat pasar tunggal demi kemudahan dalam melakukan perdagangan di
kawasan tersebut. Hal itu juga mendorong pertumbuhan ekonomi di masingmasing negara karena produk domestik masing-masing negara anggota dapat
berkompetitif di PTE. Selain itu, PTE juga banyak menarik investor-investor
asing untuk berinvestasi di negara-negara anggota Uni Eropa atau lebih dikenal
dengan Foreign Direct Investment (FDI) karena mereka hanya akan dikenai satu
regulasi sebagai regulasi gabungan dari negara-negara anggota sehingga
memudahkan mereka dalam berinvestasi (Booth dan Howarth, 2012). Dalam hal
ini dapat dikatakan bahwa PTE merupakan kawasan yang subur untuk dijadikan
lahan bisnis.
Dengan bergabungnya Inggris pada PTE, keuntungan-keuntungan tersebut
tentunya dapat dirasakan. Pendapatan yang dihasilkan dari Gross Domestic

Product (GDP) Inggris pada pasar tunggal mencapai 25 miliar poundsterling
(European Movement, 2011). Sebagian besar penjualan barang ekspor Inggris
ditujukan pada negara-negara Uni Eropa dan persentasenya mencapai 53,5%
(Booth dan Howarth, 2012). Persentase tersebut lebih besar dibandingkan
penjualan barang ekspor Inggris di Amerika Serikat yang hanya mencapai 13%
(European Movement, 2011). Pada tahun 2006, PTE meningkatkan pendapatan
GDP Inggris sebesar 2,2% dan membuka lapangan pekerjaan hingga 2,75 juta
(European Commission, 2007). Pasar tunggal sebagai salah satu common market
terbesar, tentunya juga memiliki pengaruh pada perekonomian global karena
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Uni Eropa terkait pasar tunggal akan
memengaruhi hubungan kerja sama dengan negara lain maupun organisasi

internasional. Pengaruh tersebut secara tidak langsung juga akan berdampak pada
perekonomian Inggris. Inggris sebagai anggota Uni Eropa juga memiliki
keistimewaan dalam PTE karena dapat memengaruhi kebijakan yang dibuat oleh
Uni Eropa melalui Parlemen Eropa berkaitan dengan pasar tunggal. Sehingga,
Inggris dapat mengemukakan aspirasinya pada kebijakan yang akan dibuat
tersebut.

Dampak Keluarnya Inggris dari Uni Eropa terhadap Perekonomian Inggris

Dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Eropa, pertumbuhan ekonomi
Eropa memang mengalami kemunduran. Hal tersebut merupakan salah satu alasan
Inggris ingin keluar dari Uni Eropa. Namun, apakah dampak yang didapat Inggris
jika keluar dari Uni Eropa dan berarti juga keluar dari PTE? Jika Inggris keluar
dari Uni Eropa, sebenarnya Inggris masih dapat menjadi anggota European Free
Trade Area (EFTA) dan bergabung dengan European Economic Area (EEA).
Namun, keuntungan yang didapatkan tentunya berbeda karena Inggris tidak dapat
memberikan aspirasinya dalam Parlemen Eropa ketika ada perumusan kebijakan.
Hal itu tentunya tidak begitu menguntungkan Inggris karena Inggris harus
mengikuti kebijakan yang ada dan kebijakan tersebut belum tentu menguntungkan
untuk Inggris.
Kemudian, dampak lainnya yang didapat oleh Inggris adalah keluarnya investorinvestor asing dari Inggris. Hal tersebut disebabkan masuknya investor-investor
tersebut di Inggris, selain fleksibilitas buruh yang ada dan penggunaan bahasa
Inggris, namun juga sebagai batu loncatan untuk menyebarkan investasinya di
negara anggota Uni Eropa lainnya. Selain hal itu, ekspor yang ditujukan pada
negara-negara Uni Eropa tersebut akan dikenakan tarif impor hingga 200% dan
hal tersebut tentunya tidak menguntungkan Inggris karena Inggris masih banyak
bergantung pada negara-negara Uni Eropa, sehingga jika Inggris keluar dari Uni
Eropa akan berdampak pada menurunnya GDP (Kompas, 2012). Jika Inggris
keluar dari Uni Eropa, Inggris akan menghadapi blok-blok perdagangan regional

yang telah banyak terbentuk seperti MERCOSUR, ASEAN, NAFTA dan
sebagainya. Hal tersebut tentunya tidaklah menguntungkan Inggris.

Tetapi terdapat keuntungan lainnya yang didapat oleh Inggris jika keluar dari Uni
Eropa yaitu penghematan terhadap biaya APBN karena dengan menjadi anggota
Uni Eropa akan ditarik iuran sebesar 13 miliar dolar AS per tahun (Kompas,
2012). Selain itu, pembatasan jam tenaga kerja yang diterapkan oleh Uni Eropa
akan terhapus sehingga dapat memberi keuntungan produktivitas pekerja terhadap
perusahaan-perusahaan di Inggris.
Kesimpulan
Uni Eropa memiliki peranan penting dalam mengatur berbagai regulasi untuk
negara-negara amggotanya. Salah satu regulasinya adalah berkaitan dengan
terbentuknya PTE untuk memudahkan aliran barang di kawasan ini. Dengan
adanya PTE, regulasi negara-negara mengenai kebijakan ekonomi tergabung
menjadi satu dan memudahkan investor asing ketika berinvestasi di negara-negara
Uni Eropa. Banyaknya investasi asing tersebut dapat meningkatkan lapangan
pekerjaan bagi rakyat Inggris. Selain itu, dengan dibebaskannya tarif impor
terhadap negara-negara anggota, memberikan keringanan biaya terhadap produk
ekspor. PTE juga mendorong pertumbuhan ekonomi negara anggota melalui
tingkat persaingan yang timbul di kawasan tersebut. Dengan menjadi anggota Uni

Eropa juga menjadi negara anggota dapat mengemukakan aspirasinya dalam
pembuatan kebijakan terkait PTE. Manfaat-manfaat tersebut yang dapat dinikmati
pula oleh Inggris jika menjadi anggota Uni Eropa. Sampai saat ini, PTE masih
memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian Inggris karena Inggris masih
memiliki ketergantungan ekspor dengan negara anggota Uni Eropa dan jika
Inggris keluar akan menghancurkan perekonomian negara tersebut.

Daftar Pustaka
Buku
Evans, Eric J. (1997) Thatcher and Thatcherism, Routledge: Kent
Jones, Alistair (1993) Britain and The European Union, Edinburgh: Edinburgh
University Press, pp. 17
Surya, Aelina (2009) Hubungan Internasional di Kawasan Eropa: Antara Konflik,
Kerja sama dan Integrasi, Bandung: PT. Kibar Internasional, pp. 132-140.
Booth, Stephen dan Howarth, Christopher (2012) Trading Places: Is EU
membership still the best option for UK trade?, London: Open Europe, pp. 1-25
Artikel Internet :
Dixon, Hugo (2013) Messy Break Up if Britain Opts Out the E.U. N.Y. Times.
Available at http://www.nytimes.com/2013/10/21/business/international/messybreakup-if-britain-opts-out-of-eu.html?_r=0 [Accessed 28/10/13]
Jones, Ben (2013) The UK’s Future is in a Prosperous, Sustainable, and Secure

European Union, Available at http://euromove.blogactiv.eu/2013/09/17/the-uksfuture-is-in-a-prosperous-sustainable-and-secure-european-union/
[Accessed
28/10/13]
European Movement, The Economic Benefits to the UK of EU Membership
(2011), http://www.euromove.org.uk/index.php?id=15296 [Accessed 29/10/13]
European Commission, (2007), Steps towards a deeper economic integration: the
internal market in the 21st Century, Avalaible at
http://ec.europa.eu/economy_finance/publications/publication784_en.pdf
[Accessed 6/11/13]
Kompas, Inggris Menjauh dari Uni Eropa (2012), Berita Harian Kompas,
Available
at
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/26/02385437/Inggris.Menjauh.d
ari.Uni.Eropa [Accessed 20/10/13]