PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG DI BIDANG INDUSTRI KERAMIK Repository - UNAIR REPOSITORY

  T TESIS PERLI P

  INDUNG

  INDUST

SILV PROGRA MINAT UN GAN RAH

  VANA LI 030 AM STUD T STUDI FAKUL NIVERSI SU HASIA D TRI KER OLEH :

  INDRY S 0810649 M DI MAG HUKUM LTAS HU

  SUWU, S M GISTER H M PERAD UKUM RLANG YA G DI BID S.H. HUKUM DILAN GA DANG M

ITAS AIR URABAY 2010 DAGANG RAMIK

  T TESIS PERLI P

  INDUNG

  INDUST

SILV PROGRA MINAT UN GAN RAH

  VANA LI 030 AM STUD T STUDI FAKUL NIVERSI SU HASIA D TRI KER OLEH :

  INDRY S 0810649 M DI MAG HUKUM LTAS HU

  SUWU, S M GISTER H M PERAD UKUM RLANG YA G DI BID S.H. HUKUM DILAN GA DANG M

ITAS AIR URABAY 2010 DAGANG RAMIK

PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG DI BIDANG

  INDUSTRI KERAMIK TESIS Diajukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum Pada Program Studi Magister Hukum Minat Studi Hukum Peradilan pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Oleh : SILVANA LINDRY SUWU, S.H. 030810649 M PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM MINAT STUDI HUKUM PERADILAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2010

  LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini telah disetujui, Tanggal 16 Agustus 2010 Oleh : Dosen Pembimbing Prof. DR. Rahmi Jened, S.H.,M.H. NIP. 196505171990092001 Mengetahui, Ketua Minat Studi Hukum Peradilan Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. DR. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H. NIP. 196504191990021001

  Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Panitia Penguji, Pada tanggal 16 Agustus 2010 PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua : DR. Agung Sujatmiko, S.H., M.H. Anggota : Prof. DR. Rahmi Jened, S.H., M.H. Mas Rahmah, S.H., M.H

  ABSTRAKSI Untuk mendorong perindustrian di Indonesia agar bisa bersaing dalam perdagangan nasional dan internasional, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang sebagai jaminan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemilikan, penguasaan dan penggunaan Rahasia Dagang sebagai bagian Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan Hukum tersebut bisa memacu masyarakat untuk menghasilkan kreasi dan inovasi dalam pelbagai bidang industri. Industri keramik merupakan suatu jenis usaha yang rumit karena di dalamnya terdapat nilai-nilai seni yang mengandalkan kreativitas manusia sehingga perlu dijaga kerahasiaannya karena dipandang memiliki nilai ekonomi sehingga mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya. Perlindungan terhadap Rahasia Dagang dapat diberikan kepada pemilik yang mengupayakan untuk menjaga kerahasiaan atas informasi bisnis yang memiliki nilai ekonomi seperti yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (2) TRIPS dan Pasal 1 angka 1 UU No. 30 tahun 2000. Kerahasiaan informasi dalam industri keramik yang harus dijaga adalah Daftar Pelanggan, Biaya Produksi, Teknik Know-how dan Export

  Capability . Yang perlu dirahasiakan terkait dengan Daftar Pelanggan yaitu

  menyangkut omzet pelanggan, ukuran kebutuhan pasar, kemampuan membayar pelanggan dan tunggakan pembayaran. Dalam hal biaya produksi, yang perlu dirahasiakan yaitu sumber bahan baku, teknik pembakaran, tenaga manusia yang dibutuhkan, dan biaya listrik. Dalam teknik know-how diperlukan tenaga ahli yang mampu merahasiakan tentang flatness, precision, firing technical dan product

  design . Untuk penyelesaian sengketa rahasia dagang bisa ditempuh melalui

  Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Pengaturan sanksi pidana pelanggaran Rahasia Dagang terdapat dalam Pasal 13 dan 14 UU No. 30 tahun 2000. Dalam KUHP pelanggaran Rahasia Dagang bisa dikaitkan dengan Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP. Pemilik Rahasia Dagang dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran Rahasia Dagang baik berupa gugatan ganti rugi maupun penghentian semua perbuatan yang dianggap sebagai pelanggaran Rahasia Dagang (Pasal 11 UU No. 30 tahun 2000). Selain itu para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

  Kata kunci : Rahasia Dagang, Hak Kekayaan Intelektual, TRIPs, Industri Keramik, Penyelesaian Sengketa

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena hanya semata-mata karena karunia dan penyertaan-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

  Penulisan Tesis yang berjudul “ PERLINDUNGAN RAHASIA

  DAGANG DALAM BIDANG INDUSTRI KERAMIK ” ini dimaksudkan untuk

  melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Hukum di Universitas Airlangga.

   

  Dalam penulisan Tesis ini tidak sedikit kendala-kendala yang penulis hadapi, namun berkat bantuan doa dan dorongan semangat yang penulis dapatkan dari orang tua, Mama Efflliyn B. Lomboan, Papa Adrie R. Suwu dan Mami Juriko M. Massie maka terlaksanalah penulisan tesis ini, terima kasih atas segala cinta dan kasih sayang, serta doa-doanya.

  Pada kesempatan ini patutlah kiranya penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya disertai penghormatan yang tinggi kepada Prof. DR.

  Rahmi Jened, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkorban waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan serta memperluas cakrawala pengetahuan penulis dalam Hukum Kekayaan Intelektual dalam kaitannya dengan penyelesaian tesis ini.

  Terima Kasih kepada para pihak yang telah berperan serta dalam memberikan bantuan, kerjasama dan dukungan moril untuk kelancaran penulisan tesis ini, yakni kepada :

  1. Bapak Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  2. Bapak Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko. S.H,. M.H, selaku Ketua Program Studi Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  3. Bapak Agung Sujatmiko, S.H., M.H. selaku Ketua Tim Penguji dan Ibu Mas Rahmah, S.H., M.H. atas kesediaannya untuk menguji penulis dalam mempertahankan tesis ini.

  4. Bapak serta Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang selama ini telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis.

  5. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Hukum Program Studi Magister Hukum Universitas Airlangga, Bu Nanik, Pak Suhudi, Pak Sunarko atas bantuan serta pelayanan yang baik selama penulis mengikuti perkuliahan.

  6. The coolest sister on earth, Marcelly Arinda Suwu, S.H. gomawo atas semuamuanya.

  7. Keluarga, Papi Ruland Suwu, Mami Anatje Ante, Om dan Tante, dan kerabat di Manado lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan doa yang sangat berarti.

  8. Sahabat seperjuangan Janet Stephani Rantung, S.H., M.H., Melinda Steyni Siwu, S.H., M.H., Feybi Indriani Maling, S.H.,M.H., dan Elhana Elloise Mamesah, S.H., M.Kn., yang telah mendahului penulis dalam meraih gelar, terima kasih atas cambukan persahabatan yang begitu indah dalam memotivasi penulis agar tetap semangat menyelesaikan tugas akhir. I heart you guys.

  9. Rekan sekawanua dari Manado, Chrisye Julia Waleleng, S.H., M.Kn, Indra Timothy, S.H., M.H., Gabriella Mogi, S.H., M.Kn., Patricia Liogu, S.H., M.Kn., Ronald Tanasal, S.H., M.Kn., Stevy Wimfried Mamudi, S.H.M.Kn., Jane B. Waani, S.H., Richie P. Taniowas,S.H., dan Yenny Agnes Pranata, S.Farm. Tali pertemanan yang manis selama mengeyam pendidikan di Surabaya telah dipererat menjadi tali persaudaraan yang indah. Inga-inga,

  ting..!

  10. Rekan - rekan Magister Hukum Peradilan angkatan 2009, Mbak Vita, Lilik, Nining, Echa, Lia, Indi, Roni dan Pak Yopi, atas kebersamaan dan kerjasama yang baik selama belajar di kelas.

  11. Segenap keluarga serta handai taulan yang tak sempat penulis sebutkan satu persatu yang selalu mendukung penulis dalam menempuh dan menyelesaikan studi di Universitas Airlangga.

  Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat kekeliruan serta hal-hal yang kurang berkenan, sehingga penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang sifatnya konstruktif demi penyempurnaan tesis ini.

  Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan kiranya Tuhan Yesus menyertai segala usaha dan tugas kita.

  Surabaya, Agustus 2010 Penulis.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii LEMBAR PANITIA PENGUJI ....................................................................... iii MOTTO .......................................................................................................... iv ABSTRAKSI .................................................................................................. v KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

  BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ............................................................................ 1 2. Rumusan Masalah ........................................................................ 10 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 10 4. Metode Penelitian ....................................................................... 11 5. Pertanggungjawaban Sistematika Penulisan ................................ 13 BAB II Kesesuaian Prinsip Perlindungan Rahasia Dagang Dalam UU No. 30/2000 dengan TRIPS 1. Teori Perlindungan Rahasia Dagang di Indonesia ....................... 15 2. Penerapan Perjanjian TRIPs dalam UU Rahasia Dagang ............ 27 BAB III PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG DI BIDANG INDUSTRI KERAMIK 1. Kriteria Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Industri Keramik ........................................................................................

  33 2. Bentuk Pelanggaran dan Upaya Pemulihan ................................ 60

  BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan ................................................................................. 69 2. Saran ............................................................................................ 70 DAFTAR BACAAN ........................................................................................

  71

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

  Pada dasarnya semua negara yang ada di dunia saat ini tidak bisa hidup terlepas tanpa adanya saling ketergantungan antara negara yang satu dengan lainnya mengingat adanya perbedaan di segala bidang terutama dalam sumber daya alam yang dimiliki masing-masing negara serta tingkat ekonomi dari masing-masing negara.

  Salah satu upaya Indonesia dalam mencapai tujuan negara tersebut adalah dengan mengadakan hubungan perdagangan secara Internasional, yaitu membuka hubungan perdagangan dengan negara lain. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia di tahun 1994 telah ikut serta dalam keanggotaan World

1 Trade Organization (WTO) dengan mengesahkan dan mengundangkan Undang-

  Undang No.7 Tahun 1994 (selanjutnya disingkat UU No. 7/1994) tentang Persetujuan tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on

  Establishing the World Trade Organization yang selanjutnya disingkat WTO)

  yang terbentuk melalui Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan

  2 (General Agreement on Tariffs and Trade selanjutnya disingkat GATT).

                                                               1 Rahmi Jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, Airlangga University Press, Surabaya, 2007 selanjutnya disebut Rahmi Jened I) . 2   

  GATT yaitu persetujuan umum mengenai tarif dan perdagangan adalah perjanjian

    multilateral, artinya bukan antara 2 (dua) negara (bilateral), melainkan dengan banyak negara lain.

  Tujuan dari GATT ini ialah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi pembangunan dan kesejahteraan umat manusia. Perjanjian ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan terciptanya perdagangan bebas adil dan stabil dalam rangka sistem perdagangan internasional. Juga, memperjuangkan penurunan tarif bea masuk serta meniadakan hambatan-hambatan perdagangan lainnya. GATT ini merupakan suatu persetujuan perdagangan multilateral yang memuat prinsip - prinsip perdagangan internasional.

  Keikutsertaan tersebut didasari kesadaran adanya peluang dan tantangan yang timbul karena kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang telah mampu melintasi batas antar negara, berikut perangkat sosial, budaya,

  3

  ekonomi dan hukumnya. Dalam mukadimah UU No. 7/1994 dinyatakan bahwa Indonesia menganggap perlu untuk ikut serta dalam persetujuan WTO ini, antara lain adalah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, yang merata materil dan spiritual, sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

  Salah satu agenda WTO adalah Trade Related Aspects of Intellectual

  Property Rights including Trade in Counterfeit Goods (selanjutnya disingkat TRIPs ). Kerangka aturan hukum HKI yang diatur dalam TRIPs pada dasarnya

  bertujuan untuk meningkatkan standar perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dengan tujuan substantif dan objektif (objective and subjective purpose) sepanjang hal tersebut akan memberikan kontribusi bagi peningkatan perdagangan

  4

  yang sehat dan lebih terbuka. TRIPs didasarkan pada pertimbangan bahwa perdagangan barang-barang palsu merupakan hambatan perdagangan dan bertentangan dengan persaingan sehat, namun didasari pula bahwa pelaksanaan

  5 dan penegakan HKI yang tidak benar dapat pula menjadi hambatan perdagangan.

  6 Hal ini tercermin dalam pertimbangan TRIPs yang menyatakan bahwa : “Member, desiring to reduce distortions and impediment to international trade and taking into account the need to promote effective and adequate protection of intellectual property rights and

                                                               3 Rahmi Jened, “ HKI sebagai Income Generating di Perguruan Tinggi”, Orasi Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Airlangga yang ke-49, Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 10 November 2003 (selanjutnya disebut Rahmi Jened II), h. 6. 4 5 Rahmi Jened I, op.cit, h . 2 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Rahasia Dagang, Raja Grafindo Persada,

  Jakarta 2001, h . 16. Selanjutnya disebut Gunawan Widjaja I.. 6 Ibid .

  to ensure that measure and procedures to enforce intellectual property rights do not themselves become barriers to legitimate trade.

  (Artinya : negara anggota bertekad untuk mengurangi gangguan dan hambatan perdagangan internasional dengan memperhitungkan kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan HKI secara efektif dan memadai serta menjamin bahwa langkah-langkah dalam prosedur penegakan HKI itu sendiri tidak menjadi hambatan keabsahan perdagangan).

  Konsekuensi penerimaan dan keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan

  TRIPs membawa pengaruh bagi Indonesia untuk mengakomodasi semua

  7

  peraturan HKI yang diatur dalam TRIPs, termasuk Undisclosed Information yang terdapat dalam Section 7 Article 39 (2) TRIPs. Adanya pengaturan HKI dalam

  TRIPs menyebabkan perlindungan HKI tidak lagi semata-mata merujuk pada

  peraturan lokal negara tertentu, tetapi sudah merupakan komitmen dunia (internasional) untuk menciptakan iklim perlindungan yang lebih adil, terjamin dan mempunyai kepastian hukum, sehingga membawa manfaat bagi masyarakat di seluruh dunia terhadap perlindungan karya intelektual mereka. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa berpangkal pada desakan negara-negara maju yang kuat secara ekonomi dan politik, sehingga menghasilkan kesepakatan TRIPs yang isinya masih menunjuk berlakunya berbagai konvensi internasional yang berkaitan dengan perlindungan HKI seperti yang tercantum dalam Point 3 Part 1

8 Article 1 TRIPs yaitu :

a. Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1967, yang

  mengatur tentang perlindungan atas Hak Milik Perindustrian yang meliputi perlindungan terhadap penemuan-penemuan baru, merek dagang dan

                                                               7 Berdasarkan point 2 part 1 Article 1 TRIPs maka istilah HKI meliputi Hak Cipta dan Hak - Hak yang Terkait, Merek, Indikasi Geografis, Desain Industri, Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang. 8   Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pascca TRIPs, Alumni,

  Bandung, h . 30.

    desain produk industri serta pencegahan-pencegahan terhadap persaingan curang yang berkaitan langsung dengan praktek persaingan curang dalam industri dan perdagangan bukan dalam hak-hak eksklusif, Konvensi ini merupakan Akta Stockholm tertanggal 14 Juli 1967 yang telah direvisi beberapa kali dan terakhir pada tahun 1979.

  b. The Bern Convention for The Protection of The Literary and Artistic 1986 , yang mengatur tentang perlindungan terhadap Karya tulis dan Seni dan merupakan Akta Paris tertanggal 24 Juli 1971.

  c. Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonograms

  and Broadcasting Organization, yang mengatur tentang perlindungan

  terhadap Pelaku Pertunjukan, Produser Phonogram, Produser Rekaman Musik dan Organisasi Siaran yang disepakati di Roma pada tanggal 26 Oktober 1961.

  d. Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits adalah traktat tentang HKI atas Integrated Circuits (IPIC Treaty) yang disepakati di Washington pada tanggal 26 Mei 1989 dan mengatur perlindungan produk sirkuit terpadu.

  Perkembangan di bidang teknologi telah mencapai puncaknya ketika masyarakat internasional memasuki abad ke-21. Invensi di berbagai bidang terus dihasilkan oleh banyak peneliti dan inventor di berbagai belahan dunia. Perkembangan ini menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi organisasi internasional yang menangani masalah perlindungan HKI (WIPO dan WTO).

  Setelah perjanjian TRIPs diluncurkan pada tahun 1994, semua aspek kreativitas intelektual manusia diupayakan dilindungi secara optimal, termasuk di dalamnya aspek Rahasia Dagang.

9 Sebagai suatu perjanjian internasional, TRIPs juga bertujuan untuk

  memberikan akibat hukum tertentu. TRIPs sendiri merupakan sebuah realitas yang menunjukkan keberhasilan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang yang sebelumnya merasa tidak puas akan World Intellectual Property

                                                               9 Tony Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global : Sebuah Kajian Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. h. 49

  Organization (WIPO) yang dinilai terlalu banyak memihak kepada negara-negara berkembang saja.

  Munculnya ketentuan-ketentuan HKI dalam TRIPs bagi negara-negara berkembang seringkali merupakan suatu dilemma bagi negara-negara berkembnag tersebut. Di salah satu pihak negara berkembang sangat berkepentingan dengan penerapan dan penegakkan hukum di bidang HKI, yang itu semua dimaksudkan untuk meningkatkan dan mendorong kreativitas dan kemandirian pelaku ekonomi di negaranya dan untuk menghindari kemungkinan sanksi yang berat dari negara maju atas pelanggaran di bidang ini. Di pihak lain, pihak-pihak negara berkembang tersebut juga menghadapi situasi yang cukup pelik yaitu karena harus membayar cukup mahal atas penggunaan HKI yang mereka peroleh dari negara-

  10 negara yang sudah maju teknologi maupun budayanya.

  Salah satu ciri era globalisasi adalah kompetisi yang semakin lama semakin ketat antara negara-negara di seluruh dunia baik itu negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Ditegakkannya aturan-aturan standar dalam

  TRIPs yang antara lain berupa kewajiban aturan penegakkan dalam hukum

  nasionalnya masing-masing. Sebagai suatu kesepakatan perjanjian nasional TRIPs memiliki 3 ciri pokok yaitu : pertama, Persetujuan TRIPs lebih menekankan pada norma dan standar. Kedua, persetujuan TRIPs menetapkan kesesuaian penuh terhadap beberapa perjanjian internasional di bidang HKI sebagai persyaratan minimal dan ketiga. Persetujuan TRIPs memuat ketentuan-ketentuan penegakkan

  11 hukum yang ketat beserta mekanisme penyelesaian sengketa.

                                                               10 11 Gunawan Widaja I, op.cit, h. 42 Ibid, h.87

  Dari segi tujuannya, perlindungan hukum rahasia dagang dimaksudkan untuk memacu investasi dan pemanfaatan informasi yang menjamin keuntungan dalam waktu yang lama sebaik keuntungan jangka pendek. Perlindungan terhadap rahasia dagang dalam persetujuan TRIPs dipangkalkan pada upaya untuk menjamin perlindungan yang efektif dalam mengatasi persaingan curang

  12 sebagaimana yang dimaksudkan pada pasal 10bis Konvensi Paris (1967).

  Sebagai anggota WTO, maka Indonesia harus menyesuaikan semua ketentuan HKI yang ada dalam ketentuan TRIPs, dengan catatan bahwa dalam hal ini harus sejauh mungkin diupayakan agar penerapan dan implementasi ketentuan

  TRIPs tersebut tidak merugikan kepentingan Indonesia. Khusus untuk Rahasia

  Dagang maka Pemerintah telah membuat peraturan implementasi dalam bentuk Undang - Undang yang mengatur dan mengelompokkan Rahasia Dagang secara

  13 spesifik sebagai bagian dari HKI sesuai dengan klasifikasi TRIPs.

  Pengakuan Rahasia Dagang sebagai bagian dari HKI di Indonesia terealisir pada penghujung tahun 2000 tepatnya pada tanggal 20 Desember 2000.

  Pemerintah Indonesia telah mengundangkan Undang - Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (selanjutnya disingkat UU No. 30/2000). Undang- undang Rahasia Dagang ini dibuat dengan tujuan memajukan industri nasional yang nantinya akan mampu bersaing dalam lingkup perdagangan internasional.

  Berdasarkan Undang-Undang ini, yang memberikan perlindungan hukum

                                                               12  Rahmi Jened, Perlindungan Trade Secret (Rahasia Dagang) dalam rangka persetujan Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPs), dalam Yuridika, Vol.

  14, No.1, Jan-Feb, 1999 (selanjutnya disebut Rahmi Jened III), h.17   13 Ahmad M. Ramli, Perlindungan Rahasia Dagang dalam UU No. 30/2000 dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara, 2001, Mandar Maju, (selanjutnya disebut Ahmad Ramli I) h. 77.

  terhadap Rahasia Dagang sebagai bagian dari sistem HKI, diharapkan akan tercipta iklim yang akan mendorong kreasi dan inovasi masyarakat.

  Dalam Pasal 1 Angka 1 UU No. 30/2000 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan rahasia dagang adalah “informasi yang tidak diketahui umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh Pemilik Rahasia Dagang”.

  Selanjutnya dalam Pasal 2 UU ini juga ditentukan bahwa, “ Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.”

  Berpindah-pindahnya sumber daya manusia dari perusahaan yang satu dengan yang lainnya, bahkan antar perusahaan yang berbeda negara dengan yang lainnya akan sangat berpengaruh terhadap perlindungan Rahasia Dagang. Kenyataan ini akan menjadikan salah satu penyebab mudahnya penyalahgunaan Rahasia Dagang oleh kompetitornya. Hal ini bisa terjadi karena dengan berpindahnya sumberdaya manusia tersebut dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya secara tidak langsung akan membawa Rahasia Dagang yang tidak diketahuinya di perusahaan yang lama ke perusahaan yang baru. Oleh karena itu pembuatan kontrak kerja yang digunakan untuk melindungi rahasia dagang baik itu bersifat formula, proses produksi, daftar pelanggan, metode-metode dan

  14 sebagainya yang hal tersebut dirasa perusahaan sangat wajib untuk dilakukan.

  Kenyataan yang ada mengenai perpindahan sumberdaya manusia dari perusahaan yang satu dengan yang lainnya, bahkan antar perusahaan yang berbeda

                                                               14 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, h . 4.

  negara satu dengan yang lainnya akan sangat berpengaruh terhadap perlindungan rahasia dagang. Fenomena ini akan menjadikan salah satu penyebab mudahnya penyalahgunaan rahasia dagang oleh kompetitornya. Dengan berpindahnya sumber daya manusia antar perusahaan secara tidak langsung akan membawa rahasia dagang yang diketahuinya di perusahaan lama ke perusahaan yang baru.

  Pengungkapan informasi dan penerimaan informasi secara tidak sah atau penggunaan informasi secara melawan hukum baik langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan kerugian dalam dunia perdagangan. Oleh karena itu pengaturan rahasia dagang sebagai salah satu bagian dari HKI bertujuan untuk mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Di era globalisasi tingkat kompetisi antar perusahaan semakin tinggi yang tidak menutup kemungkinan untuk menambah maju dan keuntungan perusahaan dilakukan segala upaya yang terkadang melakukan perbuatan yang curang dan persaingan tidak jujur.

  Dalam globalisasi perdagangan, rahasia dagang memiliki sisi yang amat penting bagi negara berkembang dalam rangka akses mereka untuk investasi dan perdagangan internasional. Kerberhasilan perlindungan rahasia dagang oleh suatu negara dijadikan tolak ukur kelayakan untuk masuknya investasi asing ke negara tersebut, dengan kata lain tanpa perlindungan yang memadai maka investor akan enggan untuk melakukan investasi.

  Pada zaman reformasi sekarang ini, Indonesia telah menjadi perhatian dunia internasional, baik di bidang politik maupun ekonomi. Perkembangan industri semakin luas, canggih dan semakin kompleks. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang mendalam di bidang teknologi untuk meningkatkan dan mengembangkan industri di Indonesia sebagai negara berkembang. Namun dengan majunya teknologi yang demikian pesat mengakibatkan terjadinya persaingan dalam perdagangan.

  Adanya persaingan yang semakin ketat dalam perdagangan ini, membuka kesempatan kepada para pesaing untuk tidak melakukan tindakan persaingan yang tidak jujur (unfair competition practices) yaitu dengan mencuri dan mengembangkan rahasia dagang milik pesaingnya. Dalam perdagangan saat ini sarat dengan informasi yang bermacam-macam, baik mulai dari daftar langganan, pemasok barang, pemasaran, proses dan sebagainya, yang semua ini termasuk HKI khusunya rahasia dagang dan merupakan aset yang harus dilindungi. Mudahnya komunikasi akibat kemajuan teknologi yang semakin canggih, seperti mesin faks, telepon genggam, computer, mesin fotokopi, yang serba otomatis tersebut memberikan banyak peluang untuk mempermudah membocorkan rahasia dagang yang dimiliki oleh satu perusahaan kepada para pesaingnya dimana saja berada.

  Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi mampu menerobos batas-batas negara. Manusia dihadapkan pada situasi dimana informasi dapat diakses sangat mudah. Di sisi lain ada suatu kebutuhan untuk melindungi informasi, utamanya informasi yang menyangkut kegiatan industri dan komersial.

  Hal ini mengingat informasi menjadi sumber komoditi yang sangat berharga dan menjadi tumpuan kegiatan industri dan komersial.

  Salah satu bidang yang paling banyak ditekuni oleh masyarakat Indonesia adalah industri keramik, hal ini disebabkan bahan baku pembuatan keramik sangatlah mudah didapatkan. Di sini teknisi-teknisi pembuatan keramik haruslah mempunyai pengetahuan dasar pengetahuan tentang jenis tanah liat yang sesuai untuk ukuran keramik, sehingga dapat memililh dan mengerjakan, menyusun komposisi antara bahan-bahan yang dipakai untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena dalam pembuatan keramik memerlukan proses yang rumit, maka banyak hal-hal yang perlu dirahasiakan dalam industri keramik ini.

  Keterkaitan antara perdagangan industri keramik di Indonesia dengan perlindungan Rahasia Dagang ini sangat erat, oleh karena itu para pelaku bisnis berhak memperoleh perlindungan dalam kegiatan perdagangan termasuk di dalamnya rahasia dagang. Implementasi UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang ini diharapkan mampu melindungi pelaku bisnis, khususnya pemilik rahasia dagang dan bisa mencegah terjadinya persaingan curang dalam hal ini pelanggaran Rahasia Dagang.

2. Rumusan Masalah

  Beranjak dari latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan isu hukum dan permasalahan antara lain sebagai berikut :

  1. Apakah prinsip perlindungan rahasia dagang di Indonesia telah mengacu pada TRIPs ?

  2. Apa kriteria perlindungan rahasia dagang di bidang industri keramik ?

  3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prinsip perlindungan Rahasia Dagang yang ada di Indonesia dalam kaitannya dengan TRIPs dan untuk mengkaji dasar normatif mengenai kriteria perlindungan rahasia dagang di bidang industri khususnya industri keramik. Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat dari segi pengembangan Ilmu Hukum dan secara khusus dalam bidang HKI mengenai prinsip perlindungan rahasia dagang.

4. Metode Penelitian

  Mengingat ini merupakan penelitian hukum, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum yang bertujan untuk mencari pemecahan atas isu hukum serta permasalahan yang timbul di dalamnya. Hasil yang akan dicapai kemudian adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu

  15

  16

  yang diajukan. Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya Penelitian Hukum, menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

a. Pendekatan Masalah

  Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang- undangan (Statute Approach ) dan pendekatan konseptual (Conceptual ). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) mutlak

  Approach diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai ratio legis dari UU No. 30/2000.

  Di samping itu juga mengkaji peraturan-peraturan lainnya yang ada hubungannya dengan perlindungan rahasia dagang. Di samping Statute Approach digunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan untuk mengkaji dan menganalisis pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin perlindungan Rahasia Dagang yang ada.

                                                               15 Peter Mahmud Marzuki, Perlunya Undang-Undang Tentang Macam dan Harga Matau Uang (Penelitian) Kerjasama Dengan Bank Indonesia, H. 2. Lihat juga Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Yuridika, Volume 16, No.2, Maret 2001, h.103 16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005,h.35

  b. Sumber Bahan Hukum

  Sumber-sumber data pada penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum primer dalam penelitian ini berupa peraturan-peraturan internasional yang mencakup GATT dan TRIPs. Selain peraturan internasional terdapat pula peraturan nasional yaitu UU No. 30/2000 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya yaitu BW (Burgerlijk Wetbook) dan KUHP.

  Bahan hukum sekunder meliputi bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer seperti buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah dan jurnal ilmiah bidang hukum.

  c. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

  Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mencermati buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan terkait rahasia dagang dan mempelajari literatur-literatur lainnya. Kemudian berdasarkan studi pustaka tersebut selanjutnya diolah, diklasifikasikan, dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok dan materi bahasannya dalam tiap-tiap bab pada tesis ini.

  d. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

  Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan (inventarisasi) kemudian dikelompokkan dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan guna memperoleh gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penyusunan hasil penelitian. Setelah semua bahan hukum diorganisir dan diklasifikasi kemudian dilakukan analisis.

5. Pertanggungjawaban Sistematika

  Penulisan tesis sebagai hasil penelitian secara keseluruhan disusun menjadi beberapa bab. Dalam Bab I yang merupakan Pendahuluan menjelaskan latar belakang masalah dan rumusan pokok masalah yang menjadi titik tolak penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian berupa : tipe penelitian, pendekatan masalah, bahan hukum dan analisis bahan hukum. Dilanjutkan dengan bagian terakhir yaitu sistematika penulisan.

  Bab II mengetengahkan pembahasan mengenai Prinsip Perlindungan Rahasia Dagang. Tidak semua informasi mendapat perlindungan dalam Rahasia Dagang, hanya informasi-informasi yang terdapat dalam ketentuan peraturan Rahasia Daganglah yang mendapat perlindungan, salah satunya adalah informasi di bidang teknologi. Ada beberapa teori yang menjadi dasar perlindungan rahasia dagang yaitu Teori Hak Milik, Teori Kontrak dan Teori Perbuatan Melawan Hukum. Pada bagian selanjutnya dibahas pula mengenai prinsip-prinsip TRIPs yang diterapkan dalam UU No. 30/2000.

  Selanjutnya dalam Bab III menyajikan pembahasan dan kajian mengenai informasi-informasi apa saja di dalam industri keramik yang tergolong dalam informasi yang mendapat perlindungan rahasia dagang. Bentuk pelanggaran dan upaya pemulihan tentang rahasia dagang juga akan dibahas di bab ini.

  Bab IV merupakan pembahasan terakhir dari penulisan tesis ini, yaitu bab Penutup dari rangkaian penulisan yang berisi kesimpulan dan saran yang berfungsi untuk memberikan kajian akademik, memberikan masukan kepada pemerintah mengenai regulasi rahasia dagang dan implementasi masalah Rahasia Dagang di Indonesia.

BAB II KESESUAIAN PRINSIP PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG DALAM UU NO. 30/2000 DENGAN TRIPs

1. Teori Perlindungan Rahasia Dagang di Indonesia

  Landasan filosofis lahirnya perlindungan HKI dimulai sejak dikemukakannya ide penghargaan bagi pencipta atau penemu atas kreasi intelektual mereka yang berguna bagi masyarakat dalam politik Aristoteles (384-

  17

  322 SM). Aristoteles berpendapat bahwa kepemilikan harta pribadi dalam suatu negara menunjukkan adanya kebebasan yang diberikan dan dijamin oleh negara itu bagi setiap warganya. Hal ini diartikan sebagai kebebasan warga negara menikmati kesenangan dan kebahagiaan atas kepemilikan pribadi itu.

  Grotius yang merupakan peletak dasar hukum alam yang rasional mengemukakan bahwa milik pribadi itu diperoleh melalui pekerjaan atau

  occupation . Di awali melalui bekerja, mengurus dan menjaga barang-barang fisik

  tertentu, seseorang kemudian bisa mengklaim secara sah atas barang-barang

  18

  tersebut sebagai milik pribadinya. Menurut Saidin, rahasia dagang sebagai salah satu bagian HKI adalah hak yang bersumber dari hasil kerja otak atau hasil kerja

  19

  rasio yang dengan jerih payah diperoleh dari keahlian khusus pemiliknya. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar jika dihubungkan dengan pendapat

                                                               17 18 Rahmi Jened I, op.cit, h.15 19 Ibid

H. OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

  Rights), Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 9

  Grotius tentang Hak Milik pribadi maka rahasia dagang merupakan hak milik

  20 pribadi yang muncul bersamaan dengan kerja manusia.

  Pengelompokkan Rahasia Dagang ke dalam HKI sebagai instrument hukum nasional sudah muncul pada tahun 1997, ketika Pemerintah RI

  21

  mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 16/1997 tentang Waralaba. Dalam penjelasan Pasal 1 angka 1 tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak atas kekayaan intelektual meliputi antara lain merek, nama dagang, logo, desain,

  

22

hak cipta, rahasia dagang dan paten.

  Penjelasan Pasal 1 PP No.16/1997 lebih lanjut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penemuan atau ciri khas usaha adalah misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakterikstik khusus dari pemiliknya. PP No.16/1997 membedakan antara Rahasia Dagang dengan “ciri khas usaha”, padahal dari definisi pasal 1 tersebut sebenarnya apa yang dimaksud dengan “ciri khas usaha” itu adalah identik dengan salah satu bentuk dari rahasia dagang itu sendiri, karena yang dinamakan dengan sistem manajemen, baik cara penjualan atau penataan maupun cara distribusi, dapat digolongkan ke dalam metode bisnis yang merupakan bagian dari bentuk

  23 informasi yang dilindungi rahasia dagang.

  Ketentuan lain yang secara lebih eksplisit memasukkan rahasia dagang sebagai HKI adalah Pasal 50 b UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

                                                               20 21 Ibid 22  Ahmad Ramli I, op.cit, h. 42  23 Ibid Ibid. Sebagaimana disadur dari Barret Margareth, Intellectual Property, h. 3, yang memasukkan metode bisnis tersebut ke dalam rahasia dagang.

  Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah :

  b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.

  Ketentuan tersebut telah makin mengukuhkan kedudukan rahasia dagang sebagai suatu bentuk hak eksklusif, bahkan merupakan hak yang dikecualikan dari bentuk obyek yang termasuk larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan demikian hak-hak yang bersifat monopolistik sepanjang menyangkut rahasia dagang dan HKI pada umumnya bukan merupakan hal yang dilarang dalam UU tersebut.

  Ketentuan PP No.16/1997 dan UU No.5/1999 yang menggolongkan rahasia dagang ke dalam HKI, meskipun belum menjawab substansi pengaturan perlindungan rahasia dagang secara rinci, telah dapat dijadikan dasar hukum yang menggolongkan rahasia dagang sebagai HKI pada saat belum lahirnya UU No.

  30/2000. PP No.16/1997 dan UU No.5/1999 memiliki nilai historis tersendiri karena sebelumnya rahasia dagang tidak dikelompokkan sebagai HKI dalam hukum Indonesia seperti apa yang diutarakan oleh Roeslan Saleh yang

  24

  menyatakan : Dalam hal know-how tidak ada lisensi. Sebabnya adalah oleh karena tidak ada perlindungan terhadap know-how seperti perlindungan terhadap oktroi dan merk. Dengan demikian maka apabila seseorang berkerja sendirri mengembangkan reseptur-reseptur atau perlindungan-perlindungannya, orang lain yang sebelumnya terlebih dahulu telah melakukan hal yang sama tidak dapat bertindak terhadap dia seperti halnya seorang pemegang oktroi, yang dalam daerah dimana oktroinya itu mempunyai kekuatan dapat melarang setiap orang menggunakan atau menerapkan penemuan- penemuannya yang telah dilindungi oleh undang-undang, bahkan

                                                               24 Roeslan Saleh, Seluk Beluk Praktis Lisensi, Sinar Grafika, Jakarta, 1991. h. 11-12.

  walaupun orang lain itu telah menerapkan penemuan yang sama itu atas itikad baik atau memang merupakan juga penemuannya sendiri. Tegasnya kita tidak dapat menyatakan adanya lisensi terhadap know-how .

25 Terrence F. Maclaren berpendapat bahwa sebenarnya dalam hukum

  Indonesia telah ada pengaturan tentang rahasia dagang, baik perdata ataupun pidana yang tersebar dalam beberapa perundang-undangan dan tidak bersifat khusus. Pendapat Maclaren ini sebenarnya kurang lengkap karena ketentuan yang menyangkut rahasia dagang dalam KUHP tidak terbatas hanya pada Pasal 323 Ayat (1) saja tetapi mencakup pula Pasal 322 Ayat (1) KUHP tentang kejahatan membuka rahasia dan Pasal 382 bis KUHP tentang perbuatan curang. Dari segi perdata juga terdapat pengaturan lain yang lebih luas dari sekedar Pasal 1365 BW yang mencakup rahasia dagang, yaitu Pasal 1234, 1242, 1338, 1347, dan Pasal

  26 1603b dan 1603d BW.

  Perlindungan terhadap rahasia dagang didasarkan atas beberapa teori yang yaitu : a. Teori Hak Milik

  b. Teori Kontrak

  c. Teori Perbuatan Melawan Hukum

  d. Teori yang berkaitan dengan sanksi pidana Teori tentang Hak Milik merupakan salah satu dasar perlindungan Rahasia

  27

  28 Dagang. Beberapa putusan pengadilan di Amerika Serikat menunjukkan                                                              25

   Ahmad Ramli I, op.cit, h. 45. Sebagaimana disadur dari Terrence Maclaren, Licensing Law Handbook : Licensing in Pacific Rim, Clark Boardman Company Ltd, N.Y., 1990, h. 140. 26   27 Ibid, h.46 Ahmad M. Ramli, H.A.K.I. Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, Mandar

  Maju, Bandung, 2000, selanjutnya disebut Ahmad Ramli II ,h. 48, sebagaimana mengutip dari Cabanellas Guilarmo & Massaguer Jose, Know-How Agreements and EEC Competition Law, IIC Studies, Vol.12, h. 50. 28 Ibid