Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu
Lembang (2010) meneliti dengan judul “Analisis Pengaruh Kualitas Produk,
Harga, Promosi dan Cuaca terhadap Keputusan Pembelian Teh Siap Minum dalam
Kemasan Merek Teh Botol Sosro (Studi Kasus pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
faktor kualitas produk, harga, promosi, dan cuaca terhadap keputusan pembelian teh
siap minum dalam kemasan merek Teh Botol Sosro. Responden yang terlibat dalam
penelitian ini sebanyak 80 mahasiswa, metode yang digunakan adalah non
probability sampling, yaitu accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan

menyebar kuesioner dan metode analisis data dilakukan dengan regresi linier
berganda menggunakan software SPSS.
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel kualitas produk berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian terhadap Teh Botol Sosro.
Variabel harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.
Variabel

promosi


berpengaruh

positif

dan

signifikan

terhadap

keputusan

pembelian.Variabel cuaca berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian. Nilai koefisien determinasi, hal ini berarti keputusan pembelian
dipengaruhi oleh variabel kualitas produk, harga, promosi, dan cuaca, sedangkan
sisanya dapat dijelaskan oleh variabel- variabel lainnya yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


Widyaswati (2010) meneliti dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Sehingga Tercipta Word of Mouth yang Positif
pada Pelanggan Speedy di Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan
menganalisis tiga variabel yang mempunyai pengaruh kepuasan sehingga tercipta
word of mouth yang positif dan mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang

signifikan antara kualitas produk, kualitas pelayanan, dan harga yang kompetitif
terhadap kepuasan pelanggan.
Populasi dalam penelitian ini adalah Pelanggan Speedy yang telah
berlangganan Speedy lebih dari 3 bulan. Jumlah sampel diambil dengan rumus Rao,
berjumlah 107. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data
dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling dalam program
AMOS.
Hasil dan implikasi penelitian ini secara teoritis adalah bahwa studi ini
mendukung penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa kualitas produk, kualitas
layanan dan harga yang kompetitif mempengaruhi kepuasan pelanggan. Pada tataran
manajerial, penelitian ini memberi sumbangan kepada untuk meningkatkan pelayanan
kepada pelanggan speedy jika ingin kepuasan pelanggan meningkat dan word of

mouth yang positif dapat tercipta.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Teori Tentang Produk
2.2.1. Pengertian Produk dan Lima Tingkatan Produk
Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas
sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui
pemenuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas
organisasi serta daya beli pasar. Menurut Lamb et. al. (2001:417) “Produk tidak
hanya meliputi fisiknya saja tetapi juga kemasan, garansi, pelayanan purna jual,
merek, nama baik perusahaan, dan nilai kepuasan”. Selain itu, Kotler (2000:394),
menyatakan “Merencanakan penawaran pasar atau produk, pemasar harus
memikirkan lima tingkatan produk”. Kelima tingkatan tersebut dapat disajikan pada
Gambar 2.1.

Sumber: Kotler (2000:395)
Gambar 2.1. Lima Tingkat Produk
Gambar 2.1. menunjukkan tingkat paling dasar adalah manfaat utama
(manfaat dasar) suatu produk yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen. Kedua

pemasar harus dapat merubah manfaat utama menjadi produk generik. Pada tingkat

Universitas Sumatera Utara

ke tiga pemasar mempersiapkan produk yang diharapkan yaitu satu set atribut dan
persyaratan yang biasanya diharapkan dan disukai oleh konsumen ketika melakukan
pembelian. Tingkatan ke empat pemasar mempersiapkan produk tambahan yaitu
meliputi tambahan jasa dan manfaat yang akan membedakannya dari pesaing serta
pada tingkat ke lima adalah produk potensial, yaitu semua tambahan dan perubahan
yang mungkin diperoleh dari produk tersebut. Dengan adanya produk tambahan
diharapkan semua kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen dapat terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen akhir.
Produk merupakan hasil proses produksi dari pabrikan maupun perusahaan
jasa

dalam

bentuk

jasa.


Kemudian

dengan

melihat

cara-cara

untuk

mengklasifikasikan banyak jenis produk yang akan ditemukan dalam pasar
konsumen dan industri, dengan harapan menemukan jalinan antara strategi
pemasaran yang tepat dengan jenis-jenis produk. Kemudian, dengan mengenali
bahwa setiap produk bisa diubah menjadi sebuah merek, yang melibatkan beberapa
keputusan. Produk juga bisa dikemas dan diberi label dan disertai berbagai jasa
tambahan yang ditawarkan kepada konsumen.
Purnama (2001:86) menyatakan “Produk merupakan segala sesuatu yang
dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan”.
Sedangkan Kotler (2001:243) menyatakan “Produk adalah segala sesuatu yang bisa

ditawarkan kepada sebuah pasar agar diperhatikan, diminta, dipakai, atau
dikonsumsi sehingga mungkin memuaskan keinginan atau kebutuhan”.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Tingkatan Hirarki Produk
Dalam permasalahan produk bahwa konsumen tidak hanya membeli fisik
dari produk itu saja tetapi membeli benefit dan value dari produk tersebut. Purnama
(2001:90) menyatakan terdapat tujuh tingkatan hirarki produk, yaitu:
a. Keluarga kebutuhan (need family); Kebutuhan inti yang mendasari
keberadaan suatu kelompok produk.
b. Keluarga produk (product family); Semua kelas produk yang dapat
memenuhi suatu kebutuhan inti dengan efektifitas memadai.
c. Kelas produk (product class) ; Sekelompok produk dalam keluarga produk
yang diakui rnemiliki kesamaan fungsional.
d. Lini produk (product line); Sekelompok produk dalam suatu kelas yang
berkaitan erat dengan karena mereka melaksanakan suatu fungsi yang
serupa, dijual pada kelompok pelanggan yang sama, dipasarkan melalui
saluran distribusi yang sama, atau berada dalam rentang harga tertentu.
e. Jenis produk (product type); Suatu kelompok produk dalam suatu lini

produk yang sama-sama memiliki salah satu dari berbagai kemungkinan
bentuk produk tersebut.
f. Merek (brand); Nama yang diasosiasikan dengan satu atau beberapa
produk dalam lini produk yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber
atau karakter produk tersebut.
g. Unit produk (item/stockkeeping unit/product variance); Merupakan satu unit
tersendiri dalam suatu merek atau lini produk yang dapat dibedakan
menurut ukuran, harga, penampilan, atau atribut lain.

2.2.3. Kualitas Produk
Pelanggan yang merasa puas akan kembali membeli, dan mereka akan
memberi tahu yang lain tentang pengalaman baik mereka dengan produk tersebut.
Perusahaan yang pintar bermaksud untuk memuaskan pelanggan dengan hanya
menjanjikan apa yang dapat mereka berikan, kemudian memberikan lebih banyak
dari yang mereka janjikan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Kotler dan Amstrong (2007:343) “Kualitas produk adalah
kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsinya; kemampuan itu meliputi

kinerja, daya tahan, dan kehandalan yang dihasilkan”.
Persaingan merek yang tajam belakangan ini memaksa para marketer untuk
memberikan daya tarik yang lebih baik daripada pesaingnya. Maklum, adanya
berbagai merek membuat konsumen diuntungkan. Konsumen memilih suatu merek
adalah kualitas produk. Kualitas produk tidak diragukan lagi mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen. Kualitas produk yang dapat diterima adalah elemen
utama yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan sebelum melakukan keputusan
pembelian, seorang konsumen terlebih dahulu akan mempertimbangkan kualitas
sebuah produk. Konsumen yang membeli sebuah produk yang bisa memenuhi atau
bahkan melampaui harapan konsumen dalam hal memberikan kepuasan, maka
persepsi konsumen tersebut ialah bahwa ia telah memperoleh produk yang
mempunyai kualitas. Secara umum, kualitas produk dapat diartikan sebagai suatu
keunggulan atau keistimewaan dari produk yang bersangkutan.
Gaspersz (2001:148) telah mengungkapkan adanya delapan dimensi kualitas
produk yang bisa dimainkan oleh pemasar. Performance, feature, reliability,
conformance, durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality merupakan

kedelapan dimensi tersebut.
1. Dimensi performence atau kinerja produk

Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini
merupakan manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini
menjadi pertimbangan pertama kita membeli produk.
2. Dimensi reliability atau keterandalan produk

Universitas Sumatera Utara

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Dimensi kedua adalah keterandalan, yaitu peluang suatu produk benas dari

kegagalan saat menjalankan fungsinya.
Dimensi feature atau fitur produk
Dimensi feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang
melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi
konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali ditambahkan.
Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki.
Dimensi durebility atau daya tahan
Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk
sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu
semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan lebih berkualitas
dibandingkan produk yang cepet habis atau cepat diganti.
Dimensi conformance atau kesesuaian
Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang
dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh produk.
Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan
standarnya.
Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar
kemampuan diperbaiki : dah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu
diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang tidak atau

sulit diperbaiki.
Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk
Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang membuat
konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desai produk atau
kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya supaya lebih cantik
dimata konsumen.
Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan
Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut penilaian
konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek
terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding merek-merek
yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu berupaya membangun
mereknya sehingga memiliki brand equity yang tinggi. Tentu saja ini tidak
dapa dibangun semalam karena menyangkut banyak aspek termasuk dimensi
kualitas dari kinerja, fitur, daya tahan, dan sebagainya.

Kualitas sebagai mutu dari atribut atau sifat-sifat sebagaimana dideskripsikan
dari dalam produk dan jasa yang bersangkutan. Kualitas biasanya berhubungan
dengan manfaat atau kegunaan serta fungsi dari suatu produk. Kualitas merupakan
faktor yang terdapat dalam suatu produk yang menyebabkan produk tersebut bernilai

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan maksud untuk apa produk itu diproduksi. Kualitas ditentukan oleh
sekumpulan kegunaan atau fungsinya, termasuk di dalamnya daya tahan,
ketergantungan pada produk atau komponen lain, eksklusive, kenyamanan, wujud luar
(warna, bentuk, pembungkus dan sebagainya).
Kualitas mempunyai peranan penting baik dipandang dari sudut konsumen
yang bebas memililh tingkat mutu atau dari sudut produsen yang mulai
memperhatikan pengendalian mutu guna mempertahankan dan memperluas
jangkauan pemasaran. Kualitas diukur menurut pandangan pembeli tentang mutu dan
kualitas produk tersebut.
Peningkatan kualitas produk dirasakan sangat perlu dengan demikian produk
perusahaan semakin lama semakin tinggi kualitasnya. Jika hal itu dapat dilaksanakan
oleh perusahaan, maka perusahaan tersebut akan dapat tetap memuaskan para
konsumen dan dapat menambah jumlah konsumen. Dalam perkembangan suatu
perusahaan, persoalan kualitas produk akan ikut menentukan pesat tidaknya
perkembangan perusahaan tersebut. Apabila dalam situasi pemasaran yang semakin
ketat persaingannya, peranan kualitas produk akan semakin besar dalam
perkembangan perusahaan.
Mowen dan Minor (2007:238) memberikan beberapa dimensi dari kualitas
produk. Adapun dimensi kualitas produk adalah :
1. Kinerja
Yang dimaksud kinerja di sini adalah kinerja utama dari karakteristik
pengoperasian.
2. Reliabilitas atau Keandalan
Reliabilitas adalah konsistensi kinerja produk. Bebas dari kerusakan atau tidak
berfungsi.
3. Daya Tahan

Universitas Sumatera Utara

Rentang kehidupan produk / umur pemakaian produk.
4. Keamanan (Safety)
Produk yang tidak aman merupakan produk yang mempunyai kualitas yang
kurang / rendah.

Untuk mendefinisikan kualitas (quality), digunakan beberapa macam
pendekatan (Gaspersz, 2001:152), yaitu:
a. Trancendent (quality as excellence)
Pendekatan ini lebih bersifat subyektif dalam membedakan antara kualitas
baik dan buruk. Unsur kesempurnaan (excellency) suatu benda dijadikan
parameter kualitas benda tersebut.
b. Product-based
Kualitas benda diindikasikan oleh kehadiran tampilan-tampilan spesifik
(specific feature ) atau sifat (attribute) pada benda tersebut.
c. User-based (fitness for use)
Kualitas diukur dari apakah benda yang digunakan dapat memuaskan
pemakainya.
d. Manufacturing-based (quality as conformance to specification )
Produk yang dibuat sesuai dengan spesifikasi desain merupakan produk yang
berkualitas tinggi.
e. Value-based (quality as value for the price)
Kualitas suatu barang diindikasikan oleh kerelaan pengguna untuk membeli
barang tersebut (willingness to pay).

2.3. Teori Tentang Harga
2.3.1. Pengertian Harga dan Strategi Penetapan Harga
Menurut Lamb et. al., (2001:268) “Harga adalah apa yang harus diberikan
oleh konsumen (pembeli) untuk mendapatkan suatu produk”. Harga sering
merupakan elemen yang paling fleksibel di antara keempat elemen bauran
pemasaran.
Selain itu, Walker et. al., (2000:78) “Menerapkan kebijakan harga rendah
dibandingkan dengan pesaing dapat diciptakan, apabila perusahaan memiliki
keunggulan bersaing pada biaya rendah ( low cost )”. Demikian halnya menurut

Universitas Sumatera Utara

Kotler (2000:456) “Penetapan harga dan persaingan harga merupakan masalah nomor
satu yang dihadapi oleh para eksekutif pemasaran“. Namun, banyak perusahaan tidak
mampu menangani penetapan harga dengan baik. Sembilan strategi harga-mutu dapat
disajikan pada Gambar 2.2.
M
u
t
u Tinggi

Tinggi

P
r Menengah
o
d
u Rendah
k

Menengah

Rendah

1. Strategi
premium
4. Strategi
terlalu
mahal

2. Strategi
nilai tinggi
5. Strategi
nilai
menegah

3. Strategi
nilai super
6. Strategi
nilai baik

7. Strategi
terbantai

8. Strategi
9. Strategi
ekonomi
ekonomi
salah
Harga Produk

Sumber: Kotler (2000:457)
Gambar 2.2. Sembilan Strategi Harga-Mutu

Gambar 2.2. dapat dijelaskan, ada sembilan kemungkinan strategi harga-mutu.
Pertama, strategi diagonal 1,5, dan 9 semuanya dapat bertahan pada pasar yang sama,
yaitu perusahaan menawarkan produk bermutu tinggi pada harga tinggi, perusahaan
lain menawarkan produk bermutu rendah pada harga rendah dan pada mutu
menengah perusahaan menawarkan harga menengah. Ketiga pesaing tersebut dapat
hidup bersama selama pasar terdiri atas tiga kelompok pembeli, yaitu konsumen
yang mengutamakan mutu, harga, dan yang mementingkan keseimbangan antar
keduanya. Kedua, strategi penempatan 2,3, dan 6 yaitu menunjukkan cara untuk
menyerang posisi diagonal. Stategi 2 menyatakan produk kami memiliki mutu yang
sama dengan produk 1, tetapi harga yang ditawarkannya lebih rendah. Strategi 3

Universitas Sumatera Utara

menyatakan hal yang sama dan bahkan menawarkan penghematan yang lebih besar.
Demikian halnya strategi 6, jika konsumen mementingkan mutu yang menengah
dengan harga rendah.
Ketiga, strategi penempatan 4,7, dan 8 di mana, perusahaan menetapkan harga
terlalu tinggi dibandingkan dengan mutunya. Konsumen akan merasa dirugikan dan
akan mengeluh atau menceritakan hal-hal buruk pada konsumen yang lain. Strategi
ini harus dihindari agar setiap perusahaan dapat bersaing.
Stanton (2002:178) “Harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan atau
dikeluarkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang
menyertainya”. Purnama (2001:96) menyatakan suatu perusahaan harus menetapkan

harga untuk pertama kalinya, yakni ketika;
a. Perusahaaan tersebut mengembangkan atau memperoleh suatu produk baru.
b. Perusahaan tersebut baru pertama kalinya memperkenalkan produk
regulernya ke saluran distribusi atau daerah baru.
c. Perusahaan akan mengikuti lelang atas suatu kontrak kerja baru.
Menurut

Lupiyoadi

(2006:158)

“Keputusan

penetapan

harga

juga

sedemikian penting dalam menentukan seberapa jauh pelayanan layanan jasa dinilai
oleh konsumen, dan juga dalam proses mernbangun citra”. Kegiatan penetapan
harga memainkan peranan penting dalam proses bauran pemasaran, karena
penetapan harga terkait langsung nantinya dengan revenue yang diterima oleh
perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga
Kotler (2005:315) menyatakan faktor-faktor yang menentukan kebijakan
penetapan harga terdiri dari;
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Memilih tujuan penetapan harga.
Menentukan permintaan.
Memperkirakan biaya.
Menganalisa biaya, harga, dan tawaran pesaing.
Memilih metode penetapan harga.
Memilih harga akhir.

Swastha (2004:42) menyatakan “Keputusan-keputusan mengenai harga
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: faktor-faktor internal perusahaan dan
faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan”.

Menurut Purnama (2001:98)

faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan harga terhadap pembeli dapat
diidentifikasi sebagai berikut;
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Pengaruh nilai unik
Pengaruh kesadaran atas produk pengganti.
Pengaruh perbandingan yang sulit.
Pengaruh pengeluaran total.
Pengaruh manfaat akhir.
Pengaruh biaya yang dibagi.
Pengaruh investasi yang tertanam.
Pengaruh kualitas harga.
Pengaruh persediaan.

Sedangkan menurut Peter dan Olson (2000:78) dalam proses penetapan harga
dapat disesuaikan dengan keadaan perusahaan dan konsumen. Dalam penelitian ini
menggunakan tiga indikator yang mencirikan harga yaitu keterjangkauan harga,
kesesuaian harga dengan kualitas, dan daya saing harga (Stanton, 2002:178).

Universitas Sumatera Utara

2.4. Teori Tentang Word of Mouth
2.4.1. Pengertian Word of Mouth
Banyak cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempromosikan produk
yang dihasilkannya, salah satunya adalah melalui word of mouth (WOM) atau
komunikasi dari mulut ke mulut. Dalam industri jasa hal ini sangat besar
pengaruhnya kepada konsumen karena sebelum mengkonsumsi sebuah jasa biasanya
konsumen akan terlebih dahulu mendengar pengalaman orang yang yang lebih dahulu
mengkonsumsi jasa tersebut.
Menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA), “Word of mouth
merupakan usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan,
mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk/merek kepada pelanggan
serta calon konsumen lain”. Word of mouth memberikan sebuah pengalaman yang
kredibel dan tepat pada waktunya. Pembicaraan terjadi dikarenakan ada kontroversi
yang membedakan dengan hal-hal yang biasa dan normal dilihat orang.
Menurut Lupiyoadi (2006:238) “Word of mouth adalah suatu bentuk promosi
yang berupa rekomendasi dari mulut-kemulut tentang kebaikan dalam suatu produk”.
Sedangkan Assael (2000:100) menyatakan “Word of mouth adalah komunikasi
interpersonal antara dua atau bahkan lebih individu seperti anggota kelompok
referensi atau konsumen dan tenaga penjual”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulan bahwa word of mouth adalah
komunikasi yang dilakukan antara satu orang dengan yang lainnya yang bertujuan
untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk baik yang bersifat positif
ataupun negatif.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Klasifikasi Word of Mouth
Dalam penggunaannya word of mouth dapat menjadi sesuatu yang
menguntungkan tetapi juga dapat menjadi sesuatu yang merugikan. Oleh karena itu
Sutisna (2001:149) menyatakan bahwa berdasarkan sifatnya word of mouth dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
a) Word of Mouth positif (Positive Word of Mouth )
Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul ketika produk yang sudah
dikonsumsi berhasil memuaskan konsumen. Konsumen yang sudah
terpuaskan belum tentu akan menceritakan kepada orang lain. Word of
mouth positif baru akan muncul dari suatu pengalaman yang dianggap
luar biasa oleh konsumen yang pada saat itu tingkat emosionalnya tinggi.
Artinya apa yang diperoleh konsumen setelah transaksi lebih tinggi dari
harapannya. Sehingga tanpa diminta konsumen akan menceritakan
pengalaman yang dirasakan kepada orang terdekatnya.
b) Word of Mouth negatif (negative word of mouth )
Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang
dikonsumsi ternyata mengecewakan. Merupakan suatu fenomena yang
paling menakutkan perusahaan karena seorang konsumen yang kecewa
akan berbicara tidak hanya kepada orang-orang terdekat saja tetapi
konsumen akan menyampaikan kekecewaannya ke sebanyak mungkin
orang.

Sedangkan menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA)
terdapat dua kategori word of mouth yaitu :
a) Organic word of mouth
Terjadi ketika seorang konsumen merasa sangat puas dengan kinerja dari
produk ataupun layanan sehingga berkeinginan untuk berbagi
pengalaman dan informasi kepada teman-temannya.
b) Amplified word of mouth
Terjadi ketika pemasar merencanakan dan merancang suatu kampanye
pemasaran yang ditujukan untuk mempercepat word of mouth baik pada
komunitas yang telah ada maupun yang baru.

Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa word of mouth terdiri atas
dua bagian yaitu word of mouth positif yaitu word of mouth yang terjadi ketika

Universitas Sumatera Utara

konsumen merasa puas terhadap produk yang dikonsumsi dan word of mouth negatif
yaitu ketika konsumen merasa tidak puas dengan produk yang dikonsumsinya
Sutisna (2001:153) menyebutkan terdapat beberapa macam penggunaan
aktivitas WOM yang masing masing mempunyai karakteristik tersendiri dalam
perlakuannya terhadap target market, diantaranya meliputi:
a) Buzz Marketing yaitu menggunakan kegiatan hiburan atau berita yang
bagus supaya orang membicarakan brand anda.
b) Evangelist Marketing yaitu kegiatan “menanam” para penyebar berita
(evangelist), pembicara atau relawan yang akan menjadi pemimpin
dalam aktivitas penyebaran komunikasi aktif atas nama produk anda
c) Community Marketing yaitu aktivitas dengan cara membentuk atau
mendukung ceruk komunitas (niche community) yang dengan senang
hati membagi ketertarikan mereka terhadap brand misalnya dengan cara
menyediakan alat, konten, dan informasi untuk mendukung komunitas
tersebut.
d) Influencer marketing yaitu mengindetifikasi komunitas kunci dan
opinion leader nya, lalu melakukan kegiatan bersama yang
menguntungkan komunitas dan influencernya, sehingga si opinion
leader dengan senang hati akan menceritakan produk dan opini orang
disekitarnya akan terpengaruh.
e) Conversation Marketing yaitu memberikan dukungan untuk program
sosial melalui pengumpulan donasi/bantuan untuk mendapatkan respect
dan dukungan dari orang-orang yang memiliki concern yang sama
dengan perusahaan.
f) Viral Marketing yaitu menciptakan pesan yang menghibur dan
informative yang didesain untuk disebarkan secara eksponensial melalui
media elektornik atau email.
g) Grassroots Marketing yaitu mengatur dan memotivasi relawan untuk
terlibat secara personal atau lokal.
h) Product Seeding yaitu menempatkan produk yang tepat ditangan yang
tepat pada waktu yang tepat pula, menyediakan informasi atau sample
untuk individu berpengaruh
i) Referral Program yaitu menciptakan alat bagi pelanggan yang puas agar
mereka merekomendasikan produk yang sama kepada rekan-rekannya

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Faktor-Faktor yang Memotivasi Terjadinya Word of Mouth
Menurut Sutisna (2001:154) faktor-faktor yang memotivasi konsumen untuk
membicarakan mengenai suatu produk, merek atau jasa dengan/kepada orang lain
adalah :
a) Seseorang mungkin banyak mengetahui tentang produk dan menggunakan
percakapan sebagai cara untuk menginformasikan kepada orang lain. Dalam
hal ini word of mouth dapat menjadi alat menanamkan kesan kepada orang
lain bahwa kita mempunyai pengetahuan atau keahlian tertentu.
b) Seseorang mungkin mengawali suatu diskusi dengan membicarakan sesuatu
yang keluar dari topik. Hal ini terjadi karena kemungkinan saja ada dorongan
dan keinginan bahwa orang lain tidak boleh salah dalam memilih produk,
jangan menghabiskan waktu untuk mencari informasi mengenai suatu produk.
c) Word of mouth merupakan satu cara untuk mengurangi ketidakpastian karena
dengan bertanya kepada teman, tetangga atau keluarga informasinya lebih
dipercaya sehingga mengurangi waktu penelusuran dan evaluasi merek
Sutisna (2001:155) terdapat 5 (lima) elemen-elemen ( Five Ts) yang
dibutuhkan untuk word of mouth agar dapat menyebar yaitu :
1. Talkers (Pembicara), yaitu yang pertama dalam elemen ini adalah kita harus
tahu siapa pembicara dalam hal ini pembicara adalah konsumen yang telah
mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan,terkadang orang lain
cenderung dalam memilih atau memutuskan suatu produk tergantung kepada
konsumen yang telah berpengalaman menggunakan produk atau jasa tersebut
atau biasa disebut dengan referral pihak yang merekomendasikan suatu
produk atau jasa. Talkers (pembicara) berbicara karena mereka merasa senang
berbagi cerita atau pengalaman kepada keluarga, teman , relasi maupun orang
yang berada dekat dengan mereka.
2. Topics (Topik) yaitu adanya suatu word of mouth karena tercipta suatu pesan
atau perihal yang membuat mereka berbicara mengenai produk atau
jasa,seperti halnya pelayanan yang diberikan, karena produk kita mempunyai
keunggulan tersendiri, tentang perusahaan kita,lokasi yang strategis.
3. Tools (alat), yaitu setelah kita mengetahui pesan atau perihal yang membuat
mereka berbicara mengenai produk atau jasa tersebut dibutuhkan suatu alat
untuk membantu agar pesan tersebut dapat berjalan, seperti website game
yang diciptakan untuk orang-orang bermain, contoh produk gratis,
postcards,brosur, spanduk, melalui iklan diradio apa saja alat yang bisa
membuat orang mudah membicarakan atau menularkan produk anda kepada
temannya.
4. Taking Part (Partisipasi Perusahaan), yaitu suatu partisipasi perusahaan
seperti halnya dalam menanggapi respon pertanyaan-pertanyaan mengenai

Universitas Sumatera Utara

produk atau jasa tersebut dari para calon konsumen dengan menjelaskan
secara lebih jelas dan terperinci mengenai produk atau jasa tersebut,
melakukan follow up ke calon konsumen sehingga mereka melakukan suatu
proses pengambilan keputusan.
5. Tracking (Pengawasan) setelah suatu alat tersebut berguna dalam proses word
of mouth dan perusahaan pun cepat tanggap dalam merespon calon konsumen,
perlu pula pengawasan akan word of mouth yang telah adatersebut yaitu
dengan melihat hasil seperti dalam kotak saran sehingga terdapat informasi
banyaknya word of mouth positif atau word of mouth negatif dari para
konsumen

2.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Word of Mouth
Sutisna (2001:156) menyatakan bahwa word of mouth juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari word of mouth adalah :
a) Word of mouth adalah bentuk komunikasi yang sangat efisien. Kegiatan
ini dapat berlangsung setiap saat tanpa ada batasnya sehingga
memungkinkan konsumen mengurangi waktu penelusuran dan evaluasi
merek.
b) Word of mouth merupakan sarana promosi yang sangat murah bagi
pemasar, hal ini berarti word of mouth menungkinkan pemasar untuk
tidak mengeluarkan dana yang besar untuk melakukan promosi tetapi
cukup memanfaatkan konsumen yang dimiliki.
Sedangkan kekurangan dari word of mouth adalah :
a) Jika word of mouth yang disebarluaskan adalah negatif maka konsumen
cenderung akan mengatakan kepada lebih banyak orang tentang
pengalaman negatifnya daripada ketika mendapatkan pengalaman yang
positif.
b) Dalam proses word of mouth berita yang disampaikan kemungkinan
mendapat gangguan sehingga berkembang kearah yang salah bahkan jauh
dari yang sebenarnya.
c) Jika konsumen telah menerima pesan yang negatif maka akan sangat sulit
bagi bagi perusahaan untuk mengubah persepsi mereka. Hal ini
dikarenakan konsumen lebih percaya kepada orang-orang terdekatnya
daripada informasi dari pihak perusahaan.

Dalam komunikasi word of mouth, perusahaan tidak boleh hanya
memperhatikan dari segi efisiensi biaya saja. Seperti diketahui komunikasi word of
mouth tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengetahui hasilnya, oleh karena

Universitas Sumatera Utara

itu perusahaan diharapkan memperhatikan segala aspek yang ada sehingga nantinya
perusahaan tidak akan mendapatkan efek yang negatif dari masyarakat. Ketika
perusahaan mendapatkan efek yang negatif di mata masyarakat maka akan sangat
sulit untuk dapat mengubahnya walaupun perusahaan sudah berusaha untuk
memberikan kesan yang baik. Hal ini dikarenakan masyarakat akan lebih percaya
kepada perkataan orang-orang disekitarnya.
Menurut Lupiyoadi (2006:238) word of mouth dapat diukur dengan indikator
sebagai berikut:
a) Membicarakan hal-hal positif tentang produk/jasa.
b) Rekomendasi produk/jasa dari orang lain
c) Termotivasi teman/relasi untuk melakukan pembelian
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini akan menggunakan tiga
indikator untuk menilai word of mouth yaitu membicarakan hal positif tentang
produk, rekomendasi produk dari orang lain, termotivasi orang lain untuk melakukan
pembelian
.
2.5. Teori Tentang Perilaku Konsumen
Bagi pemasar, setiap upaya pemasaran selalu harus diarahkan pada pemuasan
kebutuhan dan keinginan konsumen. Munculnya peluang bisnis yang menguntungkan
berasal terutama dari adanya kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu
pemasar perlu mengidentifikasi dan memahami perilaku mereka.

Lamb et. al.

(2001:421) menyatakan “Perilaku konsumen sebagai kegiatan-kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk atau jasa”.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Peter dan Olsen (2000:156) “Perilaku konsumen
(consumer behavior) sebagai interaksi dinamis antara pengaruh kognisi (pikiran),

perilaku, dan kejadian di sekitar kita, di mana manusia melakukan aspek pertukaran
dalam hidup mereka”.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen
akan berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan yang dipikirkan (cognitive),
dirasakan (affective) dan yang dilakukan (conative) oleh konsumen. Oleh karena itu,
dalam pengembangan strategi pemasaran, sifat perilaku konsumen yang dinamis
tersebut merupakan isyarat bahwa seorang manajer pemasaran hendaknya selalu
mengevalusi keberhasilan kinerja pemasarannya.

2.5.1. Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian merupakan keputusan konsumen untuk membeli suatu
produk setelah sebelumnya memikirkan tentang layak tidaknya membeli produk itu
dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang ia ketahui dengan realitas
tentang produk itu setelah ia menyaksikannya. Hasil dari pemikiran itu dipengaruhi
kekuatan kehendak konsumen untuk membeli sebagai alternatif dari istilah keputusan
pembelian yang dikemukakan oleh Setiadi, (2003:12).
Keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk mau membeli
atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsumen
dalam melakukan pembelian suatu produk atau jasa, biasanya konsumen selalu
mempertimbangkan kualitas, harga dan produk yang sudah dikenal oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Menurut Engel et. al. (2006:32) “Keputusan pembelian adalah tindakan yang
dilakukan konsumen dalam upaya memecahkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan”. Indikator-indikator dalam keputusan pembelian meliputi: kesadaran akan
kebutuhan, ingin mencoba produknya dan terbiasa menggunakan. Sebelum
memutuskan untuk melakukan pembelian, konsumen sering dihadapkan pada
pilihan/alternatif yang beragam. Hal ini wajar mengingat banyaknya jumlah produk
maupun jasa yang berbeda di pasaran dengan fungsi dan manfaatnya masing-masing.
Sedangkan menurut Kotler (2000:160) “Keputusan pembelian adalah suatu
proses pengambilan keputusan konsumen yang dimulai dari pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan terakhir perilaku
pasca pembelian yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhannya”.

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Perilaku pembelian dipengaruhi oleh internal konsumen yang meliputi; (1)
faktor budaya konsumen, (2) tingkat sosial, (3) karakteristik pribadi atau individu,
dan (4) faktor psikologis (Kotler, 2000:161; Lamb et. al. 2001:201), sedangkan
menurut Engel et. al. (2006:46) “Internal konsumen terdiri atas; (1) budaya, (2) kelas
sosial, (3) pribadi, (4) keluarga, dan (5) situasi”.
1. Budaya Konsumen

Budaya merupakan karakter sosial konsumen yang membedakannya dari
kelompok kultur yang lainnya (nilai, bahasa, mitos, adat, ritual, dan hukum) yang
telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari. Budaya merupakan sesuatu yang
perlu dipelajari, konsumen tidak dilahirkan untuk secara spontan mengerti tentang

Universitas Sumatera Utara

nilai dan norma atas kehidupan sosial, melainkan mereka harus belajar tentang apa
yang diterima dari keluarga dan lingkungannya.
2. Kelas Sosial

Pada dasarnya masyarakat memiliki kelas sosial. Kelas sosial adalah
pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara
hierarkis dan anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas
sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti
pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal.
3. Karakteristik Individu

Keputusan pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
atau individu. Karakteristik tersebut meliputi usia dan siklus hidup, pekerjaan dan
keadaan ekonomi, kepribadian, gaya hidup dan konsep diri. Usia dan tahapan siklus
hidup konsumen mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku konsumen.
Seberapa usia konsumen biasanya menunjukkan produk apa yang menarik baginya
untuk dibeli. Selera konsumen pada makanan, pakaian, mobil, mebel, dan rekreasi
sering dihubungkan dengan usia. Dihubungkan dengan usia seorang konsumen akan
menempatkan diri pada siklus hidup keluarga (family life cycle). Siklus hidup keluaga
(family life cycle) adalah suatu urutan yang teratur dari tahapan di mana sikap dan

perilaku konsumen cenderung berkembang melalui kedewasaan, pengalaman, dan
perubahan pendapatan serta status. Manajer pemasaran sering mendefinisikan target
pasar yang menghubungkan dengan siklus hidup keluarga, misalnya belum menikah,
sudah menikah, punya anak, dan tidak punya anak. Setiap konsumen memiliki
kepribadian yang unik. Kepribadian (personality) adalah menggabungkan antara

Universitas Sumatera Utara

tatanan psikologis dan pengaruh lingkungan. Termasuk watak dasar seseorang
terutama karakteristik dominan mereka.
Ciri-ciri kepribadian konsumen misalnya: kemampuan untuk beradaptasi,
kebutuhan akan afiliasi (hubungan), sikap agresif, kekuasaan, otonomi, dominasi,
rasa hormat, pertahanan diri, emosionalisme, keteraturan, stabilitas, dan kepercayaan
pada diri sendiri.

Konsep diri atau persepsi diri adalah bagaimana konsumen

mempersepsikan diri mereka sendiri. Konsep diri meliputi sikap, persepsi, keyakinan,
dan evaluasi diri. Meskipun konsep diri bisa berubah, perubahan tersebut biasanya
bertahap. Lamb et. al. (2001:222) menyatakan “Perilaku konsumen sebagian besar
tergantung pada konsep diri, karena konsumen ingin menjaga identitas mereka
sebagai individu”. Hal ini tergambar pada produk dan merek yang mereka beli,
tempat pembelian, dan kartu kredit yang digunakan akan memberikan gambaran
image diri konsumen.

Pengaruh persepsi konsumen terhadap suatu produk, pemasar dapat
mempengaruhi motivasi konsumen untuk belajar tentang bagaimana berbelanja, dan
membeli suatu merek yang tepat. Kepribadian dan konsep diri ini mencerminkan
gaya hidup (life style). Gaya hidup (life style) adalah cara hidup, yang
diidentifikasikan melalui aktivitas seseorang, minat, dan pendapat.
4. Faktor Psikologis

Kotler (2000:171) menyatakan “Pilihan pembelian konsumen dipengaruhi
oleh empat faktor psikologi utama yaitu; motivasi, persepsi, pembelajaran, serta
keyakinan dan pendirian”. Motivasi, konsumen memiliki banyak kebutuhan pada
waktu tertentu, beberapa kebutuhan bersifat biogenis. Kebutuhan tersebut muncul

Universitas Sumatera Utara

dari tekanan biologis seperti lapar, haus, dan tidak nyaman. Kebutuhan lain dapat
bersifat psikogenis. Kebutuhan ini muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan
akan pengakuan dan penghargaan. Suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia
didorong hingga mencapai tingkat intensitas yang memadai. Jadi motif adalah
kebutuhan yang mendorong seseorang untuk bertindak. Handoko dan Swastha
(2000:77) ”Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
tujuan”.
Teori yang berhubungan dengan motivasi dapat dijelaskan dengan teori
hierarki kebutuhan manusia (Maslo w’s Hierarchy of Needs) dari Maslow, yang
menjelaskan lima kebutuhan manusia berdasarkan tingkat kepentingannya dari yang
paling rendah, yaitu kebutuhan biologis (physiological or biogenic needs) sampai
paling tinggi yaitu kebutuhan psikogenik (psyhogenic needs). Menurut teori ini,
manusia berusaha memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya terlebih dahulu sebelum
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

2.5.3. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Secara umum konsumen mengikuti suatu proses atau tahapan dalam
pengambilan keputusan. Menurut Kotler (2000:160-161) dan Lamb et. al.(2001:188),
ada lima tahapan yaitu (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi
alternatif, (4) keputusan pembelian, dan (5) perilaku pascapembelian.
1. Pengenalan Masalah

Universitas Sumatera Utara

Pengenalan kebutuhan terjadi ketika konsumen menghadapi ketidak
seimbangan antara keadaan sebenarnya dan keinginan. Pengenalan kebutuhan terpicu
ketika konsumen diekspos pada stimulasi internal (rasa haus) atau stimulasi eksternal
(produk, harga, saluran distribusi/tempat, dan promosi).
Manajer pemasaran dapat menciptakan keinginan konsumen, keinginan ada
ketika seseorang mempunyai kebutuhan yang tidak terpenuhi dan memutuskan bahwa
hanya

produk/jasa

yang

mempunyai

keistimewaan

tertentu

yang

akan

memuaskannya. Hal ini dipertegas oleh Lamb et. al. (2001:190) “Keinginan dapat
diciptakan melalui iklan dan promosi lainnya”.
2. Pencarian Informasi

Pencarian informasi dapat terjadi secara internal dan eksternal maupun
keduanya. Pencarian informasi internal adalah proses mengingat kembali informasi
yang tersimpan di dalam ingatan. Informasi yang tersimpan ini sebagian besar berasal
dari pengalaman sebelumnya atas suatu produk. Misalnya konsumen sedang
berbelanja menemukan salah satu merek sabun pencuci piring yang pernah dibelinya
yang mungkin menurutnya kualitas produk dan

aromanya lebih baik, sehingga

konsumen memutuskan untuk membelinya kembali.
Sebaliknya pencarian informasi eksternal adalah mencari informasi di
lingkungan luar. Ada dua tipe sumber informasi eksternal yaitu pertama; non
marketing controlled (dikendalikan oleh non pemasaran) berkaitan dengan

pengalaman pribadi, sumber-sumber pribadi (teman, keluarga, kenalan, rekan kerja),
dan sumber publik. Kedua; marketing controlled (dikendalikan oleh pemasaran)

Universitas Sumatera Utara

seperti variabel bauran pemasaran (marketing mix= 4P yaitu: product, price, place,
dan promotion).
3. Evaluasi Alternatif

Setelah mendapatkan informasi dan merancang sejumlah pertimbangan dari
produk alternatif yang tersedia, konsumen siap untuk membuat suatu keputusan.
Konsumen akan menggunakan informasi yang tersimpan dalam ingatan, ditambah
dengan informasi yang diperoleh dari luar untuk membangun suatu kriteria tertentu.
Tujuan manajer pemasaran adalah memperkirakan atribut-atribut yang
mempengaruhi pilihan konsumen. Banyak faktor yang mungkin bersamaan
mempengaruhi evaluasi konsumen atas produk, seperti harga, kemudahan dan lain
sebagainya. Seperti konsumen rumah tangga yang lebih memilih

merek produk

Sunlight, karena merek tersebut dapat ditemukan di berbagai tempat penjualan.
4. Keputusan Pembelian

Sejalan dengan evaluasi atas sejumlah alternatif tersebut, maka konsumen
dapat memutuskan apakah produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak membeli.
Jika konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian, maka langkah berikutnya
dalam proses adalah melakukan evaluasi terhadap produk tersebut setelah pembelian.
5. Perilaku Pascapembelian

Ketika membeli suatu produk, konsumen mengharapkan dampak tertentu dari
pembelian tersebut, mungkin konsumen puas (satisfaction) atau tidak puas
(dissatisfaction). Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara

harapan konsumen atas produk dengan daya guna yang dirasakan akibat
mengkonsumsi produk tersebut. Jika daya guna produk tersebut berada di bawah

Universitas Sumatera Utara

harapan konsumen, maka konsumen merasa dikecewakan, sedangkan jika harapan
melebihi kenyataan maka konsumen merasa puas. Kepuasan atau ketidakpuasan
konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya .

Sumber: Kotler (2000:179)
Gambar 2.3. Proses Pembelian Model Lima Tahap
Gambar 2.3. menunjukkan, konsumen akan melewati lima tahapan dalam
proses pembelian produk. Namun, urutan tersebut tidak berlaku terutama atas
pembelian dengan keterlibatan rendah, konsumen dapat

melewatkan beberapa

tahapan. Misalnya seorang ibu rumah tangga membeli salah satu merek sabun
pencuci piring yang biasanya digunakan, maka dari tahap kebutuhan akan produk
sabun pencuci piring (pengenalan masalah) menuju ke tahap keputusan pembelian.

2.6. Kerangka Konseptual
Kebutuhan dan keinginan-keinginan konsumen akan berubah secara terus
menerus, sehingga seorang manajer pemasaran harus mempunyai pengetahuan yang
seksama tentang perilaku konsumen agar dapat memberikan definisi pasar yang baik
untuk mengikuti perubahan yang konsisten.

Universitas Sumatera Utara

Konsumen senantiasa melakukan penilaian terhadap kinerja suatu produk, hal
ini dapat dilihat dari kemampuan produk menciptakan kualitas produk dengan segala
spesifikasinya. Kualitas produk merupakan kemampuan produk untuk menunjukkan
berbagai fungsi termasuk di dalamnya ketahanan, handal, ketepatan, dan kemudahan
dalam penggunaan (Kotler dan Armstrong, 2007:346). Semakin baik kualitas produk
maka akan meningkatkan minat konsumen untuk melakukan pembelian.
Harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa
kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya. Menurut Stanton
(2003:246), “Tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi keputusan pembelian
karena faktor harga akan menarik bagi calon pembeli produk yang di tawarkan”.
Harus dipahami bahwa adanya komunikasi dari mulut ke mulut dimana-mana
disebabkan oleh kebutuhan pengirim dan penerima informasi. Para penerima mungkin
menghendaki informasi dari mulut ke mulut karena mereka tidak percaya kepada iklan
dan pesan penjualan. Atau mungkin mencari informasi tambahan untuk mengurangi
kecemasan mereka mengenai pembelian resiko. Menurut Assael (2000:109), “Word of

mouth memiliki pengaruh yang sangat penting dan menjadi kekuatan dalam

mempengaruhi keputusan pembelian karena pada dasarnya manusia suka berbicara
dan memberitahukan apa yang dialami kepada orang lain”.

Universitas Sumatera Utara

Kualitas Produk (X1)
Harga (X2)

Keputusan Pembelian (Y)

Word Of Mouth (X3)

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

2.7. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Kualitas produk, Harga, dan Word of mouth berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian sabun Sunlight cair pada konsumen
rumah tangga di Kelurahan Helvetia Tengah Medan.
2. Kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian sabun Sunlight cair pada konsumen rumah tangga di Kelurahan
Helvetia Tengah Medan.
3. Harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian sabun
Sunlight cair pada konsumen rumah tangga di Kelurahan Helvetia Tengah
Medan.
4. Word of mouth berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian sabun Sunlight cair pada konsumen rumah tangga di Kelurahan
Helvetia Tengah Medan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

26 311 107

Analisis Pengaruh Word of Mouth, Marketing MIX (Produk, Harga. Promosi, dan Saluran Distribusi), dan Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian Mobil Suzuki Swift (Studi kasus pada Swift Club Indonesia)

2 30 179

Analisis Pengaruh Inovasi Produk, Persepsi Harga, Lokasi dan Word Of Mouth Terhadap Proses Keputusan Pembelian Venus Bakery (Studi Kasus Pada Konsumen Venus Bakery Jalan Pajajaran Bogor Timur)

0 17 203

ANALISIS PENGARUH WORD OF MOUTH, PERSEPSI KUALITAS, DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK EIGER

0 3 21

Analisis Pengaruh Atribut Produk Terhadap Sikap dan Keputusan Pembelian Sabun Pencuci Piring Cair Sunlight Pada Ibu Rumah Tangga Dikelurahan Tegal Sari Mandala II Medan

0 5 150

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

0 0 17

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

0 0 2

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

0 0 7

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

1 1 3

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

0 0 12