Kajian Organologis Tengtung Buatan Bapak Rosul Damanik Di Desa Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Simalungun adalah salah satu kelompok etnis yang berada
pada wilayah Provinsi Sumatera Utara. Etnis Simalungun merupakan salah satu
dari lima kelompok etnis dalam kesatuan masyarakat batak lainnya yaitu Toba,
Karo, Pak-pak, Mandailing-angkola (Bangun, 1993:94 dalam buku pluralitas
musik etnik). Masyarakat Simalungun memiliki kebudayaan yang di wariskan
secara turun-temurun oleh leluhurnya sama seperti halnya pada setiap etnis yang
ada di etnis batak lainnya yaitu Toba, Karo, Pak-pak dan Mandailing-angkola.
Salah satu kebudayaan yang di wariskan secara turun-temurun itu adalah
kesenian. Kesenian dalam Simalungun terdapat seni tari, seni musik dan seni rupa.
Dalam hal ini penulis menarik perhatian terhadap seni musik yang ada di
Simalungun. Pada tulisan ini, penulis lebih terfokus mengkaji aspek musiknya.
Berbicara tentang musik,Alan.P.Merriam pada buku “The Anthropology Of
Music”(1964:32-33), musik merupakan suatu lambang dari hal-hal yang berkaitan
dengan ide-ide, maupun perilaku masyarakat. Musik merupakan bagian dari
kesenian.Kesenian merupakan salah satu dalam sistem sosial-budaya, menurut
Koentjaraningrat


dalam

bukunya

Pengantar

Ilmu

Antropologi

(1986),

menyebutkan kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur kebudayaan, yaitu :
(1)sistem

perlengkapan

hidup,

(2)sistemmata


pencarian,

(3)sistem

Universitas Sumatera Utara

kemasyarakatan, (4)sistem bahasa, (5)sistem kesenian, (6)sistem pengetahuan, (7)
sistem

religi

(Koentjaraningrat

1986:203-204).

Kemudian

menurut


Boedhisantoso,S. dalam buku “Kesenian Dan Nilai-Nilai Budaya’’ (1982:23) dan
Melalotoa dalam buku “Pesan Budaya Dalam Kesenian’’ (1986:27), musik
merupakan kebutuhan manusia secara universal yang tidak pernah berdiri sendiri
lepas dari masyarakat (Boedhisantoso 1982 : 23; Melalotoa, 1986 : 27).
Pada masyarakat Simalungun, seni musik terbagi atas dua bagian besar
yaitu musik vokal (doding) dan musik instrument (gual). Dalam tradisi
masyarakat Simalungun menyebut musik vokalnya dengan doding. Aktivitas
menyanyikan doding ini di sebut dengan mandoding. Selain istilah doding, dalam
genre musik vokal Simalungun di kenal pula istilah ilah 1dan inggou 2, yang juga
mempunyai makna nyanyian. Beberapa jenis nyanyian rakyat pada masyarakat
Simalungun yaitu: taur-taur simanggei (nyanyian cinta), ilah (nyanyian kerja),
urdo-urdo (nyanyian untuk menidurkan anak), tihtah (nyanyian permainan anak),
tangis (tangisan), Mandilo tonduy dan manalundu/mangmang (nyanyian untuk
pengobatan) dan juga inggou turi-turian (nyanyian bercerita).
Selain musik vokal, masyarakat Simalungun juga memiliki musik
instrumen yang terbagi dalam beberapa klasifikasi, yaitu Idiofon terdapat alat
musik mongmongan, ogung, sitalasayak, dan garantung. Membranfon terdapat
1

Suatu nyanyian yang dilagukan oleh pemuda-pemudi secara bersama-sama, pemuda saja atau

pemudi saja sambil menari atau menepuk tangannya, berkeliling membentuk lingkaran.Biasanya
dinyanyikan pada saat terang bulan di halaman dengan riang gembira, sehingga dapat
menimbulkan rasa persaudaraan sesama penyanyi.Contohnya :ilah bolon, ilah idong-idong dan
lain-lain.
2
Suatu nyanyian yang dilagukan oleh seorang datu (dukun) atau seseorang lelaki tua maupun Ibu
tua.Biasanya pada acara marbah-bah seorang datu (dukun), menyanyikan cerita-cerita yang
berhubungan dengan upacara tersebut.Cerita tersebut dinyanyikan sebagai hiburan sampai
berakhirnya upacara.

Universitas Sumatera Utara

alat musik gonrang sidua-dua, gonrang

sipitu-pitu/gonrang bolon. Kordofon

terdapat alat musik arbab, husapi, tengtung. Aerofon terdapat alat musik sarunei
bolon, sarunei buluh, tulila, sulim, sordam, saligung, ole-ole, hodong-hodong dan
ingon-ingon.
Alat musik Simalungun dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu alat musik

yang dimainkan secara ensambel, dan musik yang dimainkan secara tunggal.
Musik ensambel yang terdapat pada masyarakat Simalungun yaitu gonrang siduadua dan gonrang bolon/sipitu-pitu. Gonrang sidua-dua merupakan seperangkat
musik tradisional Simalungun yang terdiri atas dua buah mongmongan, dua buah
gonrang, dua buah ogung, dan satu buah sarune bolon. Gonrang bolon yaitu
seperangkat alat musik tradisional Simalungun yang terdiri atas dua buah ogung,
dua buah mongmongan, tujuh buah gonrang dan satu buah sarunei bolon. Kedua
ensambel musik tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu untuk upacara religi,
upacara adat, malas ni ruha (upacara sukacita) maupun pisok ni uhur (upacara
dukacita) dan upacara sayur matua 3 Gonrangsidua-dua dan gonrang bolon juga
di gunakan untuk mengiringi tarian (tor-tor).
Pada masyarakat Simalungun terdapat juga alat musik yang di mainkan
secara tunggal di antaranya adalah sordam, husapi, tulila, sulim, saligung, arbab
dan tengtung. Pada tulisan ini penulis ingin mengkaji tentang alat musik yang
dimainkan secara tunggal pada masyarakat Simalungun yaitu tengtung. Alat
musik tunggal tengtung adalah alat musik tradisional Simalungun jenis idiofonkordofon (idiokord).

3

Yaitu Orang yang meninggal telah memiliki cucu dan anak-anaknya sudah menikah semua


Universitas Sumatera Utara

Tengtung adalah alat musik yang terbuat dari seruas bambu yang memiliki
2 atau 3 senar yang diambil dari badan bambu itu sendiri. Cara memainkan
tengtung ini dengan memukul senar tengtung dengan sebuah gual’gual (alat
pemukul). Bambu yang digunakan pada pembuatan alat musik tengtung ini adalah
bambu balake dan buluh bolon. Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi
bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah iklim basah
sampai iklim kering menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999: 78).
Dalam istilah tengtung ini juga dikenal istilah jatjaulul yang dipakai di
Simalungun. Namun dalam pemakaian istilah, alat musik ini lebih dikenal sebagai
tengtung pada masyarakat Simalungun. Karena suara yang dikeluarkan berbunyi
“teng” dan “tung “. Dalam hal pemakaian istilah ini lah, penulis memakai istilah
tengtung dalam tulisan ilmiah ini. Selain di Simalungun terdapat juga alat musik
tengtung ini di beberapa etnis lainnya, seperti pada etnis Karo alat musikini
dikenal dengan istilah keteng-keteng. Keteng-keteng terbuat dari seruas bambu
dan memiliki fungsi yang sama yaitu untuk menghibur. Keteng-keteng ini
memiliki empat senar dan dua alat pukul yang berasal dari bambu. Selain di Karo,
alat musik ini juga terdapat di etnis Mandailing. Alat musik tengtung ini dikenal
juga dengan istilah gondang bulu. Gondang bulu juga terbuat dari seruas bambu

yang memiliki tiga senar dan satu alat pemukulnya.
Tidak hanya di kesatuan etnis batak lainnya, tengtung juga ada di Nusa
Tenggara. Tengtung ini di istilahkan sebagai sowito. Sowito juga terbuat dari
seruas bambu, dan memiliki dua senar serta satu alat pemukulnya. Berdasarkan
penjelasan istilah yang dipakai untuk memberikan nama atau sebutan pada alat

Universitas Sumatera Utara

musik ini adalah berbeda-beda. Hal ini tergantung pada letak wilayah daerahnya,
etnisnya, dan bahasa pada masyarakat tersebut.
Menurut Bapak Rosul Damanik bahwa bambu yang digunakan untuk
membuat tengtung adalah bambu balake dan buluh bolon atau sering digunakan
sebagai bambu pembuatan keranjang. Dikarenakan bambu ini hidup di tepian
jurang hutan sehingga tidak tersentuh oleh manusia yang artinya habitatnya masih
alami. Bambu yang diambil harus yang berada di tengah-tengah bambu yang
lainnya, dan harus memiliki goresan-goresan di bagian ruas-ruas bambu yang
disebabkan oleh angin yang berhembus dan memberikan gesekan-gesekan di ruas
bambu tersebut. Bambu yang diambil juga tidak boleh cacat artinya bambu itu
harus memiliki pangkal dan ujung bambu yang utuh. Bambu juga harus dalam
kondisi sedikit tua sehingga dapat memberikan bunyi yang nyaring. Hal inilah

yang membuat kualitas bahan bambu layak digunakan untuk pembuatan tengtung.
Pada awalnya alat musik tengtung ini diciptakan berdasarkan kegiatankegiatan untuk kebutuhan hidup, seperti dalam usaha pertanian yang sistem
pengolahannya selalu berubah, baik perawatan maupun pengawasannya. Pada
umumnya bila padi berbuah harus dijaga agar tidak dimakan binatang-binatang
yang berada di hutan. Untuk menghindari hal tersebut maka diciptakan sejenis alat
untuk mengisi waktu lowong bagi si penjaga. Di sisi lain ada pula yang
mengatakan bunyi tengtung dapat menghibur dewa padi dengan harapan buah
padinya akan berlimpah ruah.
Tengtung tergolong klasifikasi idiokord, terbuat dari seruas bambu besar
dan tua yang memiliki dua atau tiga senar. Senarnya itu diambil dari badan bambu

Universitas Sumatera Utara

itu sendiri. Senarnya diberikan ganjal/jembatan seperti tukol (penyanggah) di
setiap bagian atas dan bawah senar. Pada senar ketiga terbagi atas dua bunyi
“teng” dan “tung” (tengah) juga terdapat satu tukol dibagian tengah. Alat musik
ini memiliki dua lubang resonator di sebelah kanan bawah dan kiri atas. Lubang
resonator ini di tutupi oleh pinggol (kupingan) pada senar satu dan kedua. Pada
bagian atas bambu juga mempunyai lubang udara untuk menentukan tempo
bekapan bep-bep. Alat musik tengtung ini dapat memainkan sebuah lagu,

biasanya lagu yang dimainkan sebagai gambaran tangis-tangis (kesedihan)yang
bertempo lambat sebagai ungkapan perasaan. Alat musik tengtung ini sebagai
tempo.
Cara membuat tengtung mula-mula dipilih bambu yang cukup tua dan
besar dari harangan (hutan) dengan marombo buluh (menebang bambu).
Selanjutnya bambu dipotong secara rata. Bambu yang diambil adalah bambu dari
bagian tongah ni buluh (tengah bambu) yang dikelilingi bambu lainnya. Dalam
pemotongan bambu dilakukan pada bagian tengah bambu. Kemudian diambil
sepuluh ruas bambu yang sudah besar dan tua. Setelah itu dilakukan
Pangkoringkon buluh (mengeringkan bambu). Setelah kering lalu dipilih empat
ruas yang bagus dan sedikit kering.
Kemudian dipilih kembali satu ruas bambu dengan mangobuk buhu
(memotong satu ruas)yang cocok, setelah itu dilakukan pengikisan bagian bambu
untuk menentukan lubang senar dengan sebuah raut (pisau), selanjutnya
dilakukan menganggak senar (mengukur jarak senar). Untuk pembuatan senar
dilakukan mandukit sisik ni buluh (mencongkel badan bambu). Setelah senar jadi

Universitas Sumatera Utara

kegiatan selanjutnya yaitu maleneskon sisik ni buluh (menghaluskan senar)

dengan kertas pasir.
Pada tahap selanjutnya dilakukan pembuatan tukol (penyanggah) untuk
mengatur nada. Dalam hal ini juga dibuat pinggol (kupingan) serta alat
pemukulnya. Tahap penyempurnaan dalam alat musik tengtung ini yaitu mamukur
lubang (membuat lubang udara). Setelah itu dilakukan patopathonsuara ni
tengtung (penyetelan nada) dan akhir kegiatannya yaitu menghaluskan badan
bambu.
Musik tentu tidak terlepas dari alat pendukungnya, yaitu alat musik itu
sendiri. Dalam tulisan ini, penulis lebih terfokus pada alat musik tengtung. Alat
musik tengtung ini sudah terancam oleh kepunahan. Proses perjalanan kesenian
tradisional saat sekarang sudah menapak ke posisi krisis, akibat arus perubahan
berupa adaptasi, akulturasi, enkulturasi. Proses perubahan ini bisa saja bermanfaat
apabila masyarakat pendukung suatu kebudayaan dapat menjadikan budaya
sebagai modal menghadapi kehidupan modis yang semakin kompleks. Namun
sebaliknya, terjadinya pergeseran nilai-nilai dapat pula mengikis nilai-nilai budaya
tradisional.
Globalisasi merupakan perkembangan kontemporer yang mempunyai
pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang perubahan
dunia yang akan berlangsung. Pengaruh globalisasi dapat menghilangkan berbagai
halangan dan rintangan yang menjadikan dunia semakin terbuka dan saling

bergantung satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa globalisasi membawa dampak
baru tentang konsep "Dunia Tanpa Batas" yang saat ini menjadi realita dan sangat

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi perkembangan budaya dan membawa perubahan baru. Selain
globalisasi penyebab goyahnya ketahanan budaya adalah modernisasi.
Modernisasi menurut Soerjono Soekanto adalah suatu bentuk dari
perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang
biasanya dinamakan social planning (dalam buku Sosiologi: suatu pengantar).
Pada saat sekarang kesenian tradisional sudah semakin terpinggirkan/terasingkan
karena dianggap kurang praktis dan banyak aturannya. Masyarakat lebih memilih
menggunakan alat musik yang ringkas, instan dan murah dalam hal dana
penyelenggaraannya, sehingga semakin kuat kecenderungan memadukan alat
musik modern dan alat musik tradisional.
Tetapi sebaliknya, penggunaan alat musik modern akan menggeser dan
akhirnya menghilangkan kesenian tradisional. Hal ini sejalan dengan konsep
kebudayaan, yang mengatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu hal yang
dipelajari maupun diwariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya. Dampak dari
globalisasi dan modernisasi sampai pada masyarakat Simalungun khususnya pada
salah satu alat musik tradisional Simalungun yaitu tengtung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Rosul Damanik, beliau
mengatakan bahwa tengtung menyampaikan perasaan, pesan atau pelipur lara.
Dalam hal ini tengtung menyampaikan pesan si penjaga sawah/ladang yang
merasa lapar dan tidak ada sesuatu yang untuk dimakan. Sehingga penjaga
sawah/ladang ini dalam waktu lowongnya dapat menghibur dirinya dengan bunyi
suara yang dibawakan oleh tengtung tersebut sambil bersiul. Tetapi pada saat
sekarang keberadaan alat musik tengtung sudah hampir hilang dari masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Simalungun. Dalam penyajiaan alat musik tengtung ini disajikan dalam solo
instrument (permainan tunggal) yang dimainkan di tempat ladang/sawah sebagai
ungkapan perasaan dan menghibur hari yang sudah lelah. Cara pembuatan alat
musik tengtung dan penyajiannya hanya dilakukan oleh Bapak Rosul Damanik.
Melihat dari keberadaan alat musik tengtung yang sudah hampir punah,
penulis mewawancarai Bapak Rosul Damanik tentang keberadaan alat musik
tengtung. Sosok Bapak Rosul Damanik ini adalah budayawan Simalungun dan
pemain serta pembuat alat musik tradisional Simalungun di desa Kecamatan
Sarimatondang. Beliau mengatakan bahwa masyarakat Simalungun mengikuti
perkembangan masyarakat yang berkembang dalam alat musiknya, sehingga
jarang sekali untuk menerapkan dan melestarikan terhadap seni musik tradisional
Simalungun. Sehingga lambat-laun seni musik tradisional itu hilang dengan
perkembangan masyarakat. Seperti halnya arbab dan tengtung yang kini sudah
tidak dimainkan dan keberadaanya pun langka.
Menurut Bapak Rosul Damanik tentang alat musik tengtung masih terlihat
keberadaanya ketika beliau berusia 9 tahun, beliau masih melihat permainan
tengtung di pematangan sawah/ladang. Pada masa itu pun tidak terlalu banyak
yang memakai alat tersebut karena sudah terjadinya perkembangan kebutuhan dan
perkembangan zaman pada masyarakat terhadap alat musik tersebut di daerahnya.
Sehingga lambat-laun dari yang jarang digunakan menjadi tidak ada sama sekali
dipergunakan untuk alat musik tengtung itu sendiri.
Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji, menganalisa dan
menuliskannya menjadi sebuah tulisan ilmiah yang diberi judul “Kajian

Universitas Sumatera Utara

Organologis Tengtung Buatan Bapak Rosul Damanik Di Desa Sarimatondang I,
Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun”.
1.2 Pokok Permasalahan
1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan tengtung yang dilakukan oleh
Bapak Rosul Damanik?
2. Bagaimana teknik memainkan tengtung ?
3. Bagaimana eksistensi tengtung Simalungun?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana proses dan teknik pembuatantengtung
buatan Bapak Rosul Damanik.
2. Untuk mengetahui bagaimana teknik memainkan tengtung.
3. Untuk mengetahui Eksistensi alat musik tengtungdi tengah-tengah
masyarakat Simalungun.
1.3.2

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan tambahan untuk menambah referensi tentang tengtung
Simalungun di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,
Sumatera Utara.
2. Untuk melestarikan alat musik tengtung yang sudah punah.
3. Sebagai suatu proses mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis
selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Konsep dan Teori
1.4.1

Konsep
Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

peristiwa kongkrit (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Amani).
Studi disebut juga dengan kajian (menurut Kamus Umum Besar Bahasa
Indonesia). Kajian merupakan kata kajian dari kata ”kaji” yang berarti mengkaji,
mempelajari memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami.
Sedangkan “organologi” merupakan bagian dari etnomusikologi yang meliputi
semua aspek diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya,
bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan
wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan
alat musik tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa
organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri.
Menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya
meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan
ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain: teknik pertunjukan,
fungsi musikal, dekoratif, dan variasi sosial budaya.
Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa studi organologis
adalah suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari instrumen musik
baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri dari
berbagai pendekatan ilmu sosial budaya. Tengtung tergolong klasifikasi idiokord,
yang memiliki dua atau tiga senar. Senarnya itu diambil dari badan bambu itu

Universitas Sumatera Utara

sendiri. Alat musik ini memiliki dua lubang resonator, memiliki tukol
(pengganjal) yang diletakkan pada ujung senar. Pinggol (kupingan) dari kayu
yang terletak di bagian senar untuk menutupi lubang suara. Alat musik tengtung
ini dapat memainkan sebuah lagu, biasanya lagu yang dimainkan sebagai
gambaran kesedihan (tangis-tangis) dan ungkapan perasaan.
1.4.2

Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa

(Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2006). Sebagai acuan berpikir dalam
penelitian ini mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk
permasalahan penelitian. Tulisan ini membahas deskripsi alat musik, penulis
berpedoman pada teori yang diutarakan oleh Kashima Susumu (1978:174)
terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA (Asia Performing Traditional
Art), bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua sudut pandang yakni studi
struktural dan studi fungsional.
Studi struktural adalah studi yang berkaitan dengan pengamatan,
pengukuran, perekaman, atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi
serta bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan alat musik tersebut. Sedangkan
studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang
menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap
metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya
suara bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menggolongkan proses dan
teknik pembuatan, tengtung buatan Bapak Rosul Damanik kedalam studi
struktural. Untuk mengetahui teknik permainan, Penulis menggunakan studi
funngsional. Kemudian untuk mendeskripsikan dan menganalisis musik penulis
menggunakan pendekatan teori yang dikemukakan oleh Nettl (1963 : 98) yaitu:
” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita
dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan
mendeskripsikan apa yang kita lihat.” 4
Tengtung

adalah

alat

musik

tradisional

Simalungun

jenis

idiokord.Bahannya dibuat dari bambu besar, yang memiliki dua atau tiga
senar.Senarnya itu diambil dari badan bambu itu sendiri.Alat musik ini memiliki
dua lubang resonator, memiliki pengganjal yang dijepit dari kepingan kayu yang
terletak di bagian senar.Alat musik tengtung ini dapat memainkan sebuah lagu
yang biasanya lagu yang dimainkan sebagai gambaran kesedihan (tangis-tangis)
dan ungkapan perasaan. (dalam buku peralatan tradisonal batak Simalungun:1992)
Oleh karena itu dalam pengklasifikasian alat musik tersebut, penulis
menggunakan teori yang diutarakan Curt Sach dan Hornbostel 1961, Yaitu:
“ Sistem Pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar
utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang
terdiri dari: Idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama
bunyi), Membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi)
,kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan aerofon
(udara sebagai penggetar utama bunyi) “.
Menurut Herskovits (1964 : 217-218) dalam Merriam, penggunaan musik
dapat dibagi menjadi lima kategori unsur-unsur budaya yaitu: Kebudayaan

4

Terjemahan March Perlman 1990

Universitas Sumatera Utara

Material, Kelembagaan Sosial, Hubungan Manusia dengan Alam, Estetika dan
Bahasa.
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki
melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pustaka 2006). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam
mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan
secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji
suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia Jakarta: Pustaka 2006).
1.5.1 Studi Kepustakaan
Untukmendukung keseluruhan data yang disertakan penulis, maka penulis
juga melakukan studi keperpustakaan untuk mengumpulkan data-data yang
mendukung tulisan.Mulai dari menelaah berbagai buku, membuka situs-situs
internet yang berhubungan dengan data penelitian, mengumpulkan beberapa
referensi, majalah dan skripsi-skripsi terdahulu yang berhubungan dengan topik
penelitian.Studi

pustaka

diperlukan

untuk

melengkapi

teori-teori

yang

berhubungan dengan topik penelitian penulis.
1.5.2 Kerja Lapangan
Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai tulisan ini maka
penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yang telah diketahui

Universitas Sumatera Utara

sebelumnya, juga melakukan wawancara kepada beberapa informan yang
mengetahui jelas tentang tengtung Simalungun dan penulis juga mengajukan
beberapa pertanyaan yang diyakini penulis nantinya dapat mendukung dalam
proses penelitian.
1.5.3 Wawancara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian wawancara adalah
proses tanya-jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan
atau pendapatnya mengenai suatu hal. Dalam hal ini penulis melakukan
wawancara terhadap Bapak Rosul Damanik dengan tujuan untuk memperoleh data
yang lebih akurat yang berguna dalam penulisan karya ilmiah ini.
1.5.4 Kerja Laboratorium
Seluruh data diperoleh oleh penulis dari berbagai sumber yaitu dari hasil
pengamatan langsung kelapangan. Kemudian melakukan wawancara, dimana
hasil tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium. Setelah penulis
melakukan kerja laboratorium, penulis membuatnya menjadi sebuah tulisan ilmiah
berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penulisan sebuah karya ilmiah. Maka
tulisan ini diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat guna untuk menambah
pengetahuan.
1.6 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian dalam mengumpulkan data untuk tulisan ini
adalah di rumah Bapak Rosul Damanik yang berlokasi di desa Sarimatondang I,
Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun.Namun untuk mendukung
informasi mengenai tengtung Simalungun tersebut, penulis juga mengumpulkan

Universitas Sumatera Utara

data-data maupun informasi dari orang-orang yang mengetahui tentang alat musik
tersebut dan tokoh-tokoh masyarakat.

Universitas Sumatera Utara