Fungsi perjanjian kredit Asas-asas perjanjian kredit

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya d. Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan 2. Asas konsensualitas Asas konsesualitas memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan. Meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang telah mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, atau yang berkewajiban memenuhi prestasi diadakanlah bentuk-bentuk formalitas. 47 Ketentuan mengenai konsensualitas ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat yaitu : a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu pokok persoalan tertentu d. Suatu sebab yang halal 47 Kartini dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT RajaGrafindo, Jakarta, h.34. 3. Asas personalitas Asas kepribadian atau personalitas merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi : “ Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini adalah bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingannya dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi : “ Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. 48 4. Asas pacta sunt servanda Asas Pacta Sunt Servanda disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. 49 Ketentuan asas pacta sunt servanda terdapat dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. Artinya para pihak wajiib menaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana menaati undang-undang. Akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan para pihak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata yang berbunyi : suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu 48 Salim H.S, op.cit, h.12. 49 Salim H.S, op.cit, h.10. 5. Asas itikad baik Ketentuan mengenai asas itikad baik terdapat dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak yaitu kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik para pihak. Asas itikad baik dibagi menjadi dua yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan penilaian tidak memihak menurut norma- norma hukum yang objektif. 50 2.3 Bank Perkreditan Rakyat 2.3.1 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan jenisnya, bank dibedakan menjadi dua yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat selanjutnya disebut BPR. Menurut Pasal 1 ayat 3 UU Perbankan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan BPR menurut pasal Pasal 1 ayat 4 adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Ketentuan dalam pasal 21 UU Perbankan bentuk hukum BPR dapat berupa : 50 Salim H.S,loc.cit. a. Perusahaan Daerah b. Koperasi c. Perseroan Terbatas d. Bentuk lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Pasal 13 UU Perbankan usaha BPR meliputi: a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, danatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu b. memberikan kredit c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito, danatau tabungan pada bank lain. BPR dalam menjalankan usahanya dibatasiMenurut pasal 14 UU Perbankan BPR dilarang : a. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing; c. melakukan penyertaan modal d. melakukan usaha perasuransian e. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Bank Indonesia. BPR hanya dapat didirikan oleh: 51 51 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, h. 176.