Berdasarkan hasil pengamatan pada 5 msi diketahui bahwa bobot basah akar dan kering tertinggi terdapat pada perlakuan T3 T. koningii masing-masing seberat 6,04 g
dan 1,85 g. Hal ini dikarenakan T. koningii adalah salah satu mikroorganisme yang mampu memacu pertumbuhan tanaman dan terbentuknya rambut-rambut akar yang
lebih banyak juga. Hal ini sesuai dengan literatur Setyowati et al 2003 yang terbentuknya rambut-rambut akar yang lebih banyak juga, sehingga mampu menyerap
hara dari dalam tanah semakin tinggi sehingga meningkatkan kemampuan fotosintetis tanaman. Dengan semakin tingginya kemampuan berfotosintetis maka dapat
meningkatkan bobot tanaman. Dari data pengamatan menunjukkan bahwa panjang akar dapat dihubungkan
dengan berat akar basah dan berat akar kering, yaitu semakin panjang akar maka semakin tinggi berat akar basah dan berat akar kering. Berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa panjang akar, bobot akar basah dan kering tertinggi secara kombinasi terdapat pada perlakuan T7 F. oxysporum + T. koningii ini dikarenakan T. koningii
lebih cepat pertumbuhannya untuk menghambat patogen. Hal ini sesuai dengan literature Pinem dan Sipayung 2005 yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa
intensitas serangan Fusarium setelah aplikasi jamur antagonis menunjukan pada perlakuan T. koningii memiliki intensitas yang sangat rendah. Hal ini dikarenakn T.
koningii mempunyai pertumbuhan yang cepat dan kemampuan menghasilkan konidia
dalam jumlah yang besar.
5. Kejadian penyakit , dan keparaha penyakit
Pengaruh F. oxysporum. dengan jamur Trichoderma sp dan G.virens terhadap periode inkubasi, kejadian, dan keparahan penyakit layu fusarium dapat dilihat dalam
Tabel 5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.Pengaruh F. oxysporum dan Trichoderma sp. Dan Gliocladium virens terhadap kejadian dan keparahan penyakit layu fusarium sampai 5 msi.
Perlakuan Pengamatan
Keparahan 5 MSI Kejadian 5 MSI
T0 0.00 d
0.00 c T1
100.00 a 100.00 a
T2 0.00 d
0.00 c T3
0.00 d 0.00 c
T4 0.00 d
0.00 c T5
0.00 d 0.00 c
T6 31.80 bc
66.67 b T7
7.12 d 33.33 bc
T8 16.98 cd
33.33 bc T9
40.20 b 66.67 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji jarak duncan pada taraf 5. T1: F. oxysporum, T2 : T. virdae, T3: T. Koningii, T4: T. harzianum, T5: G. virens,
T6: F. oxysporum + T. virdae T7: F. oxysporum + T. koningii, T8: F. oxysporum + T. harzianum,
T9: F. oxysporum, + G. virens
Hubungan antara kejadian dan keparahan penyakit dengan pengaruh inokulasi F. oxysporum
dan jamur Trichoderma sp. Dan Gliocladium virens dapat dilihat pada Gambar 7.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Hubungan antara kejadian dan keparahan penyakit dengan pengaruh inokulasi F. oxysporum dan jamur Trichoderma sp. Dan Gliocladium virens
Persentase kejadian penyakit diamati dengan melihat jumlah tanaman yang terserang pada tiap perlakuan sampai 5 msi. Gejala layu fusarium secara visual pada
tanaman yang terinfeksi memperlihatkan tepi bawah daun menjadi kuning tua, merambat ke bagian dalam secara cepat sehingga seluruh permukaan daun tersebut
menguning. Gejala tersebut disebabkan patogen F. oxysporum yang terus berpenetrasi ke dalam jaringan tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Semangun 2004 yang
menyatakan bahwa tulang-tulang daun yang halus menguning, dimulai daun yang tua. Jamur berada didalam pembuluh kayu dan menyebabkan jaringan ini berwarna cokelat.
Penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan kombinasi diperoleh persentase kejadian
penyakit terendah
terdapat pada
perlakuan T7 T. Koningii + F. oxysporum,T8 T. harzianum + F. oxysporum Mempunyai
kemampuan yang cukup baik dalam mengendalikan F. Oxysporum. Sudantha 2010 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa Salah satu alternatif untuk pemecahan
masalah ini yang mempunyai prospek baik adalah memanfaatkan jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp. antagonistik yang mampu menginduksi ketahanan tanaman
kedelai terhadap penyakit layu Fusarium. Yang mana Tindaon 2008 menyebutkan bahwa T. harzianum adalah jamur yang tersebar luas di tanah dan mempunyai sifat
mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit bagi jamur lain dan sifat inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai biokontrol. Begitu juga dengan T.
koningii yang mana Pinem dan Sipayung 2001 menyebutkan bahwa T. koningii
adalah jamur antagonis yang mampu memparasit miselium jamur patogenik, dengan cara melekat pada miselium dan menembus miselium patogen sehingga terjadi
degradasi pada dinding sel jamur Fusarium.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat keparahan penyakit tanaman diamati dengan membandingkan bagian tanaman sakit dari tanaman sampel. Pada penelitian ini, keparahan penyakit pada
perlakuan F. oxysporum secara tunggal berbeda nyata dengan perlakuan lain. Pada perlakuan F. oxysporum secara tunggal keparahan penyakit lebih tinggi dibanding
dengan perlakuan lainnya yaitu 100. Hal ini disebabkan pada perlakuan F. oxysporum tunggal tidak ada hambatan bagi patogen untuk menginfeksi dan berinvasi di dalam
jaringan tanaman. Infeksi F. oxysporum pada akar tanaman cabai yang rentan dapat berkembang ke xilem dan berlanjut ke batang yang mengakibatkan gangguan
transportasi air. Sehingga muncul gejala penguningan pada daun. Mess et al, 1999 dalam Susanti et al, 2006 menyatakan Fusarium adalah jamur patogen yang dapat
menginfeksi tanaman dengan kisaran inang sangat luas. Jamur ini menyerang jaringan bagian vaskuler dan mengakibatkan kelayuan pada tanaman inangnya dengan cara
menghambat aliran air pada jaringan xylem. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persentase kejadian dan keparahan
penyakit tertinggi
pada perlakuan
kombinasi terdapat
pada perlakuan
T9 G. virens. + F. oxysporum yaitu sebesar 66,67 dan 40,20. Kerusakan tanaman yang diaplikasikan jamur Trichoderma lebih rendah di bandingkan dengan perlakuan
G.virens . Hal ini dikarenakan jamur Trichoderma pertumbuhannya lebih cepat daripada
G. virens . Pinem dan Sipayung 2005 menyatakan bahwa Trichoderma dalam dedak
intensitas serangannya lebih rendah dibandingkan Gliocladium virens, yang kemudian Soenartiningsih et al, 2011 menyebutkan bahwa Hal ini disebabkan cendawan
antagonis Gliocladium perkembangannya belum optimal di dalam tanah pada saat tanam.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1.
Trichoderma koningii memiliki kemampuan terbaik dalam menghambat pertumbuhan F. oxysporum dengan keparahan terendah sebesar 7,12 .
2. Trichoderma harzianum memiliki kemampuan yang hampir sama dengan
Trichoderma koningii dalam menghambat pertumbuhan F. oxysporum dengan
kejadian sebesar 33,33. 3.
Trichoderma harzianum
secara in vitro juga dapat menurunkan patogenitas cendawan patogen.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih spesifik dalam penggunaan T. harzianum dan T. koningii
untuk meningkatkan imunitas tanaman cabai terhadap penyakit layu fusarium pada kondisi lapang yang paling baik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan isolat jamur Trichoderma sp dan Gliocladium virens
sebagai bio-fertiizer pada kondisi lapang.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, 1925. In Uenterstenhofer, G. 1976. The Basic Principles of Crop Protection Field Trials. Planzenschutz-Nachrichten Bayer AG Leverkusen.
Agrios, G. N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Terjemahan M. Busnia. UGM-Press, Yogyakarta.
Agustina, I. 2013. Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichodherma sp. dan Gliocladium sp. Untuk Mengendalikan Penyakit Lanas Phytopthora nicotianae Pada
Tanaman Tembakau Deli Nicotiana tabaccum L.. Universitas Sumatera Utara. Medan
Departemen Pertanian, 2011. Prospek Bawang Merah. www.litbang.deptan.go.id. Diunduh Pada tanggal 13 Maret 2014.
Djaenuddin, N. 2011. Bioekologi Penyakit Layu Fusarium oxysporum. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas
Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar. Makassar. 67-71.
Hamdiyati S.
2011. Pengembangan
Potensi Rimpang
Kunyit Curcuma domestica
Val sebagai Fungisida Nabati untuk Mengendalikan Jamur Patogen pada Tanaman Cabai Merah. Universitas Pendidikan Indonesia
Hartal, Misnawaty dan I. Budi, 2010. Efektifitas Trichodermasp. dan Gliocladium sp. Dalam Pengendalian Layu Fusarium pada Tanaman Krisan. JIPI 121: 7-12
Indarwan, A, 2008. Penghambatan Layu Fusarium Pada Benih Cabai Merah Capsicum
annuum L. yang Dienkapsulasi Alginat-Kitosan Dan Tapioka Dengan Bakteri
Kitinolitik . Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Istikorini, Y. 2005. Eksplorasi Cendawan Endofit dari Tanaman Cabai Capsicum
annuum L. dan Teki Cyperus rotundus.
Mukarlina, S. Khotimah, dan R. Rianti, 2010. Uji Antagonis Trichoderma harzianum Terhadap Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Cabai
Capsicum annuum L. Secara In Vitro. Universitas Tanjungpura, Kalimantan.
Musa, A. S., M. Wachjadi, dan L. Soesanto, 2005. Potensi Beberapa Pestisida Nabati Dalam Upaya Penyehatan Tanah Tanaman Cabai In Planta. Universitas
Soedirman, Purwokerto.
Universitas Sumatera Utara
Pinem M. I., dan W. Sipayung. 2005. Uji Efektif Jamur Gliocladium virens dan Trichoderma koningii
pada Berbagai Tingkat Dosis terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang Fusarium oxysporum f.sp passiflorae pada Tanaman Markisah
Passiflora edulis f. edulis di Lapangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Jakarta.Hal 72.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press , Yogyakarta.
. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah
Mada University Press , Yogyakarta.
Setyowati N., H Bustaman, dan M Derita. 2003. Penurunan Penyakit Busuk Akar dan Pertumbuhan Gulma pada Tanaman Selada yang di Pupuk Mikroba. JIPI 52 :
48-57. Siregar, W. N. 2011. Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichoderma sp. Dan Gliocladium
sp. Untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Semai Phytium spp. pada Tanaman Tembakau Deli Nicotiana tabaccum L. di Pembibitan. Universitas Sumatera
Utara, Medan. Sinaga, M. H. 2009.
Pengaruh Bio Va-Mikoriza Dan Pemberian Arang Terhadap Jamur Fusarium oxysporum
Pada Tanaman Cabai Capsicum annuum Di Lapangan .
Universitas Sumatera Utara, Medan. Sinaga, E. 2011.
Isolasi Dan Uji Kemampuan Antifungal Bakteri Endofit Dari Andaliman Zanthozylum Acanthopodium dc. Terhadap Fungi Perusak Makanan
. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Soenartiningsih, M. S. Pabbage dan N. Djaenuddin, 2011. Penggunaan Inokulum Antagonis Trichoderma dan Gliocladium dalam Menekan Penyakit Busuk
Pelepah pada Jagung. Balai Penelitian Serealia. Soesanto, L. dan R. F. Rahayuniati, 2009. Pengimbasan Ketahanan Bibit Pisang Raja
Terhadap Penyakit Layu Fusarium Dengan Ekstrak Bakteri Antagonis Induced Resistance Of Raja Cultivar Banana Seedling To
Fusarium Wilt By Applying Antagonistic Bacteria Extract
. Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. Sudhanta, I. M. 2010. Pengujian Beberapa Jenis Jamur Endofit Dan Saprofit
Trichoderma Spp. Terhadap Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Kedelai.
Universitas Mataram.
Universitas Sumatera Utara
Sudhanta, I. M., dan N. M. L. Ernawati. 2012. Pengaruh Dosis Aplikasi Jamur Endofit Trichoderma polysporum
Isolat Endo-04 Dan Jamur Saprofit T. harzianum
Isolat Sapro-07 Dalam Meningkatkan Ketahanan Terinduksi Beberapa Klon Vanili Terhadap Penyakit Busuk Batang Fusarium. Universitas Mataram.
Sumarna, A. 1998. Irigasi Tetes pada Budidaya Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Susanti, E., F. Widiartini, dan T. Suganda. 2006.
Pembuatan Strain Nonpatogenik Fusarium oxysporum
f.sp. lycopersici dengan Radiasi Sinar Ultraviolet. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sutarya, R. G. Grubben dan H. Sutarno, 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Datar Rendah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Syahnen, 2006. Prosedur Operasi StandarStandard Operasional Procedure SOP Perbanyakan Jamur Trichoderma. Balai Pengembangan proteksi Tanaman
Perkebunan, Sumatera Utara-Medan. Tindaon, H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk
Organik untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii sacc. Pada Tanaman Kedelai Glycine max L. di Rumah Kasa. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara. Medan
Universitas Sumatera Utara
Lampiran. 1
Bagan Penelitian I
III II
T T3
T9 T4
T0
T8 T5
T1
T6 T5
T7 T1
T9 T7
T4
T0 T8
T5
T6 T3
T2 T8
T7 T3
T1 T0
T4 T9
T5
T2 T9
Universitas Sumatera Utara
Lampiran. 2
Deskripsi Varietas Laris
Golongan : hibrida
Bentuk tanaman : tegak
Tinggi tanaman : 110-140 cm
Umur tanaman : mulai berbunga 60-70 hari
mulai panen :100-120 hari
Bentuk kanopi : tegak memayung
Warna batang : hijau
Warna kelopak bunga : hijau
Warna tangkai bunga : hijau
Warna mahkota bunga : putih
Warna kotak sari : ungu
Jumlah kotak sari : 5-6
Warna kepala putik : putih
Jumlah helai daun : 5-6
Bentuk buah : keriting
Kulit buah : lurus warna merah sehingga terlihat segar
Tebal kulit buah : 1- 1,5 mm
Warna buah muda : hijau medium
Warna buah tua : merah medium
Ukuran buah : panjang 14,5 cm, diameter 0,9 cm
Rasa buah : pedas sekali
Ketahanan penyakit : antraknose
Universitas Sumatera Utara