Analisis Penulis THALAQ DI LUAR PENGADILAN

Perintah untuk membuat persaksian ini, dikemukakan sesudah pembicaraan tentang thalaq dan kebolehan ruju’. Maka yang tepat adalah bahwa persaksian itu dimaksudkan bagi thalaq. Disebutnya persaksian sebagai alasan dapat memberi nasehat bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Sebab, tampilnya para saksi yang adil tidak akan bisa dilepaskan dari pemberian nasehat yang baik yang ditujukan kepada suami istri, yang bisa menjadi jalan keluar dalam persoalan thalaq yang amat dibenci Allah itu. 70 Dalam kalangan sahabat yang berpendapat dalam mempersaksikan thalaq hukumnya wajib dan merupakan syarat sahnya thalaq, adalah: Ali bin Abi Thalib Imran bin Khusain, dan kalangan tabi’in: Muhammad Al-Baqir, Ja’far Shadiq, dan anak-anak mereka dari tokoh-tokoh kelurga Rasulullah, Atha’, Ibnu Jurait dan Ibnu Sirin. 71

C. Analisis Penulis

Menurut analisis penulis, aturan-aturan perceraian yang terdapat dalam perundang-undangan Indonesia seperti undang-undang PA, PP No 9 tahun 1975 dan KHI, begitu juga UUPA masih mengandung beberapa persoalan mendasar, kendatipun dalam penjelassan pasal-pasalnya tertulis pernyataan” cukup jelas”. Persoalan yang cukup krusial untuk di diskusikan lebih lanjut adalah tentang posisi 70 Muhammad Jawad mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, h. 449. 71 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, h. 34. pengadilan agama didalam memutuskan perkawinan. Bagi penulis, mencermati pasal- pasal yang menyangkut perceraian, maka ada delapan kesimpulan yang dapat ditarik. Pertama, Kehadiran pengadilan adalah untuk meluruskan segala tindakan yang melenceng untuk disesuikan dengan ajaran Islam. Kedua, Dengan melalui proses pengadilan diharapkan penggunaan hak thalaq agar dilakukan secara benar dan diterapkan hanya dalam kondisi darurat. Ketiga, Pengadilan sebenarnya berfungsi sebagai hakam seperti yang dianjurkan oleh syari’at Islam. Keempat, Pengadilan diharapkan dapat berperan menjamin hak-hak masing- masing pihak sebagai akibat dari perceraian, misalnya jaminan ganti rugi dalam thalaq dan mut’ah. Kelima, Perceraian itu dilakukan oleh pihak sendiri, dalam hal ini dengan cara pengucapan ikrar pernyataan thalaq oleh suami. Pengadilan hanya berfungsi menyaksikan dan memberi keterangan tentang telah terjadinya perceraian. Keenam, Perceraian di pengadilan menjadikan pengadilan sebagai saksi yang harus dilakukan di depan sidang pengadilan. Jadi penyaksian perceraian diluar sidang pengadilan tampaknya tidak diizinkan. Ketujuh, Secara impilisit bisa dikatakan bahwa perceraian seperti disebutkan diatas baru boleh dan baru sah dilakukan setelah ada izin dari pengadilan. Kedelapan, Perceraian dianggap terjadi sejak thalaq diucapakan suami di depan pengadilan tersebut. Dari kedelapan hal ini tampaknya yang paling dominan adalah izin keputusan pengadilan yang baru diberikan setelah ada keyakinan terpenuhinya alasan-alasan perceraian. Sedangkan mantan ketua Majelis Tarjih Muhammaddiyah KH. Ahmad Azhar Basyir yang tidak mengesahkan thalaq di luar pengadilan menjadi taukid tersendiri terhadap UU Perkawinan yang mengharuskan thalaq kepengadilan 72 KH. Ahmad Azhar Basyir melihat masalah ini dari sudut kemaslahatan berupa perlingdungan terhadap institusi keluarga dan perwujudan kepastian hukum baik anak, harta dan status perkawinan mereka, apakah sudah cerai atau tidak. Dengan kemaslahatan tersebut KH. Ahmad Azhar Basyir mantan ketua majelis tarjih muhammaddiyah telah mengantisipasi terhadap kemudaratan yang bisa ditimbulkan akibat perceraian tersebut, yaitu hal-hal yang tidak di inginkan. Bagi penulis mencermati pendapat KH. Ahmad Azhar Basyir mantan ketua majelis tarjih muhammaddiyah ada empat kesimpulan yang bisa di petik 1 Pengharusan thalaq melalui proses pengadilan hanya untuk kemaslahatan terhadap institusi keluarga dengan kata lain status suami-istri menjadi jelas kalau mereka sudah erpisah dengan adanya bukti akte cerai, begitu juga status anak-anak mereka. 2 Mencegah kemudaratan yang bisa ditimbulkan setelah perceraian seperti halnya pengasuhan anak, pembagian harta dan lain sebagainya. 3 Adanya bukti ketaan terhadap UU yang di bentuk Negara 72 Ahmad Azhar Basyir Mantan Ketua Majelis Tarjih Muhammaddiyah, Thalaq di Luar Pengadilan , Artikel diakses pada 26 juli 2009 dari http:blog.unila.ac.id. 4 Dengan tidak mengesahkannya thalaq di luar pengadilan, para suami tidak semerta-merta menjatuhkan thalaq demi menjaga hak-hak wanita. Hal ini sejalan dengan keingin terbentuknya UU Perkawinan Sedangkan fiqh memberikan hak sepenuhnya terhadap suami untuk menjatuhkan thalaq kapan dan dimanapun walaupun hai itu dengan main-main sebagaimana hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmizi “ada tiga perkara kesungguhannya di anggap benar dan main- mainnya juga di anggap benar yaitu Nikah, Thalaq dan Rujuk” 73 Fiqh tidak memberikan sebuah institusi atau lembaga untuk menjatuhkan thalaq, kecuali bagi istri yang menuntut haknya seperti nafkah lahir atau batin yag tidak diberikan suami dengan mengadukannya kepada hakim, akan tetapi hak cerai tetap hak suami Lebih lanjut ulama NU dalam bahsul masailnya yang ke-28 di Yogyakarta Tahun 1989 di jelaskan dalam bukunya Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan jilid II, membolehkan sah thalaq diluar pengadilan, karena thalaq hak suami bukan hak pengadilan. Jika suami mengikrarkan thalaq di pengadilan, maka di anggap jatuh thalaq dua, jika suami telah menjatuhkan thalaq satu di luar pengadilan. Analisis penulis terhadap pendapat ini cenderung terhadap: 1. Thalaq merupakan hak mutlak suami yang diberikan Allah kepada laki-laki 73 Al-‘Asqalani, Bulughu Al-Maram, h. 223 2. Tidak perlunya lembaga untuk menjatuhkan thalaq, karena fiqh sudah mengaturnya, baik sebelum atau sesudah perceraian. 3. Fiqh juga tidak memperbolehkan penjatuhan thalaq dengan tanpa alasan. 4. Fiqh juga mempermudah proses perceraian ketimbang UU Perkawinan Terkait dengan saksi thalaq, UU Perkawinan yang mengharuskan thalaq kepengadilan mempunyai indikasi adanya saksi dimana seorang suami harus mengikrarkan thalaqnya di depan hakim Pengadilan Agama. Hal ini menjadi khilafiyah ulama fiqh ada ynag mengharuskan adanya saksi thalaq yaitu golongan syi’ah, selain syi’ah tidak mengharuskan adanya saksi thalaq, karena cukup istri yang mendengar dan memahaminya. Mengenai hal ini ada dual hal yang perlu digaris bawahi: 1. Ulama fiqh yang memperbolehkan saksi thalaq, cenderung untuk memperkuat terjadinya thalaq dimana si A dan si B sudah berpisah, sedangkan yang menganggap tidak perlu adanya saksi thalaq cenderung terhadap masalah rumah tangga yang tidak perlu di beritahukan pada orang lain. 2. Adanya saksi thalaq mengurangi kemungkinan pengingkaran terhadap perceraian itu sendiri, jika saksi tidak ada, maka bisa terjadi pengingkaran.

BAB V PENUTUP