Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut

ABSTRAK
ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis
Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut.
Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek
kayu di laut dan perubahan sifat fisik dan mekanik serta untuk menentukan
kekuatan empat jenis kayu yaitu rasamala, nangka, karet serta batang kelapa
bagian pangkal, tengah dan ujung setelah direndam di laut selama tiga bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu yang direndam di laut selama tiga
bulan mendapat serangan penggerek dengan intensitas yang berbeda.Kayu nangka
merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut
dengan nilai rata-rata intensitas serangan sebesar 0,51% sedangkan kayu karet
merupakan kayu yang paling tidak tahan terhadap serangan penggerek kayu di
laut yang ditunjukkan dengan rata-rata intensitas serangan mencapai 68,94%.
Serangan penggerek kayu di laut mengakibatkan perubahan sifat fisik dan
mekanik sehingga kekuatan kayu juga akan berubah. Kayu rasamala yang semula
mempunyai kelas kuat (KK) II berubah menjadi KK III, KK kayu nangka tidak
berubah yaitu dengan KK IV, kayu karet mengalami perubahan dari KK III
menjadi KK V, batang kelapa bagian pangkal dan tengah mengalami penurunan
kelas kuat dari KK IV menjadi KK V, sedangkan batang kelapa bagian ujung
tetap memiliki KK terendah yaitu KK V.

Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan
sifat mekanik kayu

PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN SIFAT MEKANIK
BEBERAPA JENIS KAYU
AKIBAT SERANGAN PENGGEREK KAYU LAUT
DI PERAIRAN PULAU RAMBUT

ADITYA NUGROHO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007


iii

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa
Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di
Perairan Pulau Rambut
: Aditya Nugroho
: E 24102051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota


Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S
NIP. 131 411 834

Drs. Mohammad Muslich, M.Sc
NIP. 080 053 301

Diketahui
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
nikmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini adalah perubahan sifat fisik dan sifat mekanik

kayu, dengan judul Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu
Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut.
Dengan penuh ketulusan hati, penulis haturkan ucapan terima kasih kepada :
Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S dan Drs. Mohammad Muslich, M.Sc selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan saran, arahan, nasihat dan bantuan yang sangat
berharga selama pengumpulan data dan proses penulisan hingga tersusunnya
skripsi ini. Tak lupa, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir.
Sudarsono Sudomo, M.S dan Dr.Ir. Harnios Arief, M.ScF selaku dosen penguji
dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya
Hutan dan Ekowisata. Segala bantuan, kerjasama, pelajaran, doa, cinta dan kasih
sayang dari Bapak Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi sebagai orang tua, serta
seluruh keluarga dan sahabat (RAMALITA Crew, civitas akademika Fakultas
Kehutanan IPB khususnya keluarga besar DHH) tentunya tak akan pernah
sepenuhnya terbalas, semoga semua kebaikan yang diberikan mendapat balasan
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazakumullah khoiron katsiron.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2007

Aditya Nugroho


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 10 Juni 1984 dari
Ayah Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi. Penulis merupakan putra kedua dari
dua bersaudara.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Trisula I Blitar pada tahun
1988-1990, penulis melanjutkan pendidikan di SDN Kepanjen Lor II Blitar pada
tahun 1990-1996. Tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Blitar
dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Blitar.
Pada tahun 2002, penulis menamatkan pendidikan di SMUN 1 Blitar dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Hasil Hutan , Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor dan Keteknikan Kayu sebagai bidang keahlian.
Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan
seperti ASEAN Forestry Student Association (AFSA) pada periode 2002-2006
sebagai staff Departemen Pengembangan SDM serta staff Departemen Dana
Usaha, selain itu penulis juga aktif sebagai sekretaris umum pada Himpunan
Mahasiswa Hasil Hutan periode 2005-2006. Pada tahun 2005, penulis mengikuti
Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Timur dan KPH Banyumas Barat
(Jawa Tengah) serta Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi (Jawa Timur).

Sedangkan pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT.
Austral Byna Plywood, Banjarmasin, Kalimantan Selatan selama dua bulan.
Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan
menyusun skripsi dengan judul “Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik
Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan
Pulau Rambut”.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar belakang..................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 1
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 2
Hipotesis Penelitian............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
Gambaran Umum Kayu yang Digunakan ........................................................... 3
Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu .................................................................... 7

Organisme Penggerek Kayu di Laut ................................................................. 11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN............................................................. 15
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 15
Bahan dan Alat.................................................................................................. 15
Metode Penelitian ............................................................................................. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 22
Hasil Uji Sifat Fisik........................................................................................... 22
Hasil Uji Sifat Mekanik .................................................................................... 37
Intensitas Serangan Penggerek Kayu Di Laut................................................... 53
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 56
Kesimpulan ....................................................................................................... 56
Saran.................................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57
LAMPIRAN.......................................................................................................... 60

DAFTAR TABEL

No.

Halaman


1.

Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa....................... 4

2.

Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada
1998 ........................................................................................................... 6

3.

Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut ............................ 22

4.

Sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut .............................. 28

5.


Hasil Uji-T sifat fisik empat jenis kayu................................................... 32

6.

Persentase perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah
mengalami perendaman ........................................................................... 32

7.

Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut...................... 37

8.

Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam................................... 42

9.

Hasil Uji-T sifat mekanik empat jenis kayu ............................................ 47

10.


Persentase perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah
mengalami perendaman di laut................................................................ 48

11.

Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada empat jenis kayu......... 53

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman

1.

Pembagian batang kelapa ........................................................................ 15

2.

Contoh uji yang tidak direndam .............................................................. 16


3.

Contoh uji yang direndam di laut ............................................................ 17

4.

Contoh uji penghitungan intensitas serangan .......................................... 18

5.

Rata-rata kadar air kesetimbangan empat jenis kayu tanpa
perendaman di laut................................................................................... 24

6.

Rata-rata berat jenis empat jenis kayu tanpa perendaman di laut............ 26

7.

Kadar air rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut............ 30

8.

Berat jenis rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut ......... 31

9.

Rata-rata kadar air empat jenis kayu sebelum dan setelah
perendaman.............................................................................................. 35

10.

Berat jenis empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman .............. 36

11.

Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di
laut ........................................................................................................... 37

12.

Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di
laut ........................................................................................................... 40

13.

Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu tanpa
perendaman di laut................................................................................... 41

14.

Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu setelah direndam di
laut ........................................................................................................... 43

15.

Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu setelah direndam di
laut ........................................................................................................... 43

16.

Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu setelah
direndam di laut ....................................................................................... 45

17.

Perbedaan Kekakuan Lentur Empat Jenis Kayu Sebelum dan
Setelah Perendaman................................................................................. 49

ix

18.

Perbedaan kekuatan lentur empat jenis kayu sebelum dan setelah
perendaman di laut................................................................................... 51

19.

Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu
sebelum dan setelah perendaman di laut ................................................. 52

20.

Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis
kayu ......................................................................................................... 54

21.

Rata-rata intensitas serangan penggerek kayu laut pada empat
jenis kayu................................................................................................. 55

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Halaman

1.

Data sifat fisik mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman................. 60

2.

Data sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman ......... 61

3.

Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu rasamala ........................................ 62

4.

Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu nangka........................................... 63

5.

Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu karet .............................................. 64

6.

Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian pangkal................ 65

7.

Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian tengah.................. 66

8.

Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian ujung ................... 67

9.

Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 68

10.

Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 68

11.

Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 69

12.

Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 69

13.

Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu tanpa perendaman ........ 69

14.

Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu tanpa perendaman........ 70

15.

Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis
kayu tanpa perendaman ........................................................................... 70

16.

Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 70

17.

Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 71

xi

18.

Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 71

19.

Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 72

20.

Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 72

21.

Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 72

22.

Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis
kayu dengan perendaman ........................................................................ 73

23.

Tabel sidik ragam intensitas serangan penggerek kayu di laut
pada beberapa jenis kayu dengan perendaman........................................ 73

24.

Uji lanjutan Duncan intensitas serangan penggerek kayu di laut
pada beberapa jenis kayu dengan perendaman........................................ 73

25.

Korelasi antar intensitas serangan dan parameter lainnya pada
empat jenis kayu dengan perendaman ..................................................... 74

26.

Gambar penggerek kayu di laut yang ditemukan .................................... 75

PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan, sekitar 75% dari luas wilayahnya
merupakan lautan. Panjang garis pantai Indonesia kurang lebih 81.000 km atau
sekitar 14% dari panjang garis pantai dunia serta mempunyai luas lautan sekitar
5,8 juta km2. Keadaan geografis yang demikian, menjadikan transportasi perairan
laut menjadi vital dalam pemanfaatan sumber daya lautnya. Hingga saat ini,
sarana transportasi dan bangunan di laut yang digunakan masih sangat tergantung
dari bahan baku kayu.
Indonesia yang beriklim tropis dengan keadaan salinitas perairan laut yang
relatif stabil mengakibatkan aktifitas penggerek kayu di laut akan dijumpai
sepanjang tahun. Kayu yang dipakai untuk keperluan di perairan laut dapat
diserang oleh penggerek kayu di laut (marine borers). Muslich dan Sumarni
(1987) menyatakan bahwa sebagian besar jenis-jenis kayu Indonesia yang
direndam di laut di perairan Pantai Utara Jawa dalam waktu tiga bulan sudah
mendapat serangan berat oleh penggerek dari golongan Mollusca yaitu dari famili
Pholadidae dan Teredinidae.
Kebutuhan kayu yang digunakan di laut terus meningkat, sedangkan
ketersediaannya sebagai bahan baku kayu bermutu tinggi atau yang memenuhi
persyaratan sangat terbatas, dengan demikian jenis kayu lain yang kurang dikenal
(lesser known species) harus dapat dimanfaatkan sebagai kayu substitusi. Salah
satu usaha yang sedang giat dilakukan adalah pemanfaatan kayu hasil perkebunan
sebagai bahan bangunan, termasuk kayu karet dan batang kelapa.
Tersedianya kayu rakyat dan kayu hasil perkebunan yang dapat direkayasa
sifatnya melalui teknologi diharapkan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin
untuk mengurangi tekanan terhadap hutan alam sebagai pemasok kayu. Dengan
demikian diharapkan terciptanya manajemen hutan lestari.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek
kayu di laut pada empat jenis kayu yaitu rasamala, nangka, karet dan batang

2

kelapa setelah direndam di laut selama tiga bulan. Selain itu juga untuk
mengetahui perubahan sifat fisik dan mekanik dari empat jenis kayu tersebut,
sehingga dapat ditentukan kekuatannya setelah direndam di laut selama tiga bulan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk
menentukan penggunaan jenis kayu substitusi yang sesuai dengan sifat kayu yang
dipakai untuk bangunan kelautan. Di samping itu juga untuk mengurangi
ketergantungan jenis kayu tertentu yang selama ini sering dipakai untuk bangunan
kelautan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan peluang untuk
pemanfaatan limbah perkebunan berupa kayu hasil peremajaan dari pohon yang
sudah tidak produktif. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
memberikan rekomendasi dalam menentukan teknologi yang tepat untuk
diterapkan pada kayu yang digunakan di laut.
Hipotesis Penelitian
1. Empat jenis kayu yang direndam di laut selama tiga bulan mempunyai
intensitas serangan yang berbeda terhadap penggerek kayu di laut
2. Kayu yang telah direndam di laut selama tiga bulan akan menurun
kekuatannya

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Kayu yang Digunakan
Kayu Kelapa
Sulc (1984) dalam Rohadi (1992) mengatakan bahwa pohon kelapa (Cocos
nucifera Linaeus) termasuk dalam famili Palmae. Sifat-sifat kayu kelapa
mendekati sifat-sifat kayu daun lebar. Pendugaan didasarkan pada sistem
klasifikasi, karena keduanya merupakan biji tertutup (Angiospermae).
Struktur dan sifat batang kelapa berbeda dengan struktur dan sifat kayu pada
umumnya. Pandit dan Ramdan (2002) menyatakan, ciri-ciri tumbuhan berkayu
diantaranya adalah mempunyai jaringan vaskuler, bersifat perennial (hidup
beberapa tahun), mempunyai batang di atas tanah yang hidup dari tahun ke tahun,
dan mengalami penebalan sekunder. Batang kelapa tidak mengalami penebalan
sekunder, oleh karena itu pada bahasan selanjutnya disebut ”batang kelapa” dan
bukan ”kayu kelapa”.
Rachman dan Karnasudirdja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan
bahwa batang kelapa mempunyai sifat khusus yakni bagian luarnya mempunyai
struktur yang keras, sedangkan bagian tengahnya lunak. Hal ini disebabkan karena
penyebaran vascular bundle (kelompok sel-sel serabut) yang jauh lebih rapat pada
bagian luar batang, sehingga hanya bagian luar batang yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan sortimen yang baik.
Sifat-sifat khusus batang kelapa yang berbeda dengan sifat kayu daun lebar
harus dipertimbangkan dalam menentukan proses penggergajian. Sifat-sifat
tersebut adalah diameter yang relatif kecil dan struktur batang yang keras di
bagian tepi dan lunak di bagian tengahnya. Perbedaan batang kelapa dengan kayu
daun lebar terletak pada struktur anatominya, perbedaan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1 di bawah ini.

4

Tabel 1. Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa
Perbedaan Anatomi
Parameter

Sel pembuluh
Kayu teras dan
gubal
Lingkaran tahun

Kayu Daun Lebar.

Batang Kelapa

sel-sel pembuluh tersusun secara
merata dan simetris pada seluruh
permukaan batangnya

sel pembuluh tersebar tidak
merata
dimana
pada
bagian pinggir lebih padat
daripada bagian tengah

terdapat pembentukan kayu teras di
bagian tengah dan kayu gubal di
bagian pinggir
terdapat lingkaran tahun yang
terbentuk
seiring
dengan
pertambahan diameter batang setiap
tahunnya

Cabang dan
mata kayu

memiliki banyak cabang sehingga
tercipta mata kayu

Kulit

batang dan kulit dapat dipisahkan

tidak terbentuk kayu teras
maupun kayu gubal
tidak memiliki lingkaran
tahun karena tidak ada
pertambahan
diameter
batang tiap tahunnya
tidak
memiliki
cabang
sehingga bebas dari mata
kayu
kulit menjadi satu dengan
batangnya

Menurut Barly (1983) dalam Rohadi (1992), dari satu pohon kelapa dapat
dihasilkan kayu gergajian sebesar 0,88-1,47 m3 (rendemen ± 40 %). Sedangkan
Setyamidjaja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan bahwa seluruh tanaman
kelapa yang tersebar di Indonesia diperkirakan berjumlah 229 juta pohon. Dari
jumlah tersebut diantaranya sebesar 60 % adalah pohon yang telah melewati masa
produktif. Dengan demikian, pada saat itu volume kayu gergajian yang dapat
diperoleh dari peremajaan batang kelapa adalah sebesar 54.960.000 m3. Besarnya
jumlah kayu gergajian kelapa tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan industri perkayuan
Indonesia terhadap hutan alam sebagai pemasok bahan baku.
Perkebunan kelapa di Indonesia sebagian besar usia pohonnya sudah
melebihi usia produktif yaitu diatas 60 tahun. Dengan demikian, perkebunan
kelapa memerlukan peremajaan. Menurut Abdulrachman (1982) dalam Rohadi
(1992), peremajaan tanaman kelapa tidak dapat berhasil dengan baik jika pohonpohon kelapa yang tua tidak ditebang, karena pohon-pohon tersebut disinyalir
akan dijadikan inang bagi hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut akan
menyerang bagian batang kelapa yang masih muda. Batang kelapa hasil tebangan

5

ini juga akan membawa dampak negatif jika tidak dimanfaatkan karena akan
semakin mempermudah perkembangan hama dan penyakit.
Menurut Said (1986) dalam Rohadi (1992), kayu kelapa varietas genjah
kurang awet dibandingkan dengan varietas dalam dengan ratio keawetan 36,61%.
Dalam hal ini, batang kelapa varietas genjah termasuk dalam kelas awet IV-V,
sedangkan varietas dalam termasuk kelas awet III-IV.
Kayu Karet
Kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) termasuk famili Euphorbiaceae
dan sering disebut para atau balam (Heyne dalam Martawijaya, 1972). Penyebaran
kayu karet ini meliputi pulau Kalimantan, Sumatera dan Jawa dalam perkebunan
milik pemerintah atau perkebunan rakyat. Sedangkan Rachman (1989)
menyatakan bahwa kayu karet setelah berumur 25-30 tahun, pohon tidak lagi
menghasilkan lateks secara produktif sehingga perlu diremajakan.
Menurut Martawijaya (1972), ciri ciri dan sifat umum kayu karet adalah
sebagai berikut : kayu teras pada waktu masih segar berwarna keputih-putihan
yang lama kelamaan menjadi coklat muda keperangan, sedangkan kayu gubalnya
berwarna putih, tetapi tidak jelas batasnya dengan kayu keras, kayu berserat lurus
dengan tekstur agak kasar dan rapat, lingkaran tumbuhnya tampak jelas karena
warna kayu awal lebih terang daripada kayu akhir, kayu agak lunak dan
mempunyai bau asam yang khas. Sel pembuluh (pori) kayu karet tersusun dalam
pola tata baur. Pori umumnya soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-4 sel;
kadang-kadang 5-8 sel. Ukuran pori tergolong agak kecil sampai agak besar,
berjumlah sekitar 3-4 per mm2. Kayu karet mempunyai kandungan selulosa
52,88%, lignin 25,3%, pentosan 19,5%, kadar silika 0,02%. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kayu karet termasuk jenis kayu berserat pendek (1,33 mm) akan
tetapi berdinding relatif tipis (2,5 μ) dan lumennya agak lebar. Kayu karet mudah
dikerjakan terutama dibelah dan digergaji tanpa menimbulkan kesulitan, serta
mudah diserut sampai licin, tetapi cenderung pecah jika dipaku (Burgess, 1966
dalam Martawijaya, 1972). Kayu ini memiliki kerapatan 0,47-0,56 g/cm3.
Potensi kayu karet, ditentukan antara lain oleh luas areal kebun karet yang
ditebang untuk peremajaan, penanaman komoditas atau lahannya digunakan untuk
kepentingan lain. Barly (2001) mengasumsikan bahwa penebangan kebun karet

6

untuk peremajaan adalah 1% untuk kebun rakyat, 3% untuk perkebunan swasta,
dan 5% untuuk perkebunan negara. Produksi kayu bulat adalah 40-42 m3/ha untuk
perkebunan rakyat dan 33-37 m3/ha untuk perkebunan swasta dan negara.
Berdasarkan asumsi dari luas areal yang ada dapat diduga besarnya produksi kayu
karet di Indonesia seperti Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada 1998
Produksi kayu
Jumlah Produksi
Luas
Peremajaan
(m3/Ha
(m3)
Areal
(%)
(Ha)
A
B
A
B
1
Rakyat
2547750
1
42
40
1070055 1019100
2
Negara
286960
5
33
75
473464 1176100
3
Swasta
241350
3
33
75
238937
543038
Jumlah
3076060
1782456 2638238
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 1998 (Barly, 2001); A = berdasarkan
keterangan pabrik pengolah kayu karet; B = Berdasarkan data Dinas Perkebunan
Dati I Sumatera Utara

No

Jenis
Perkebunan

Kayu Nangka
Kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) merupakan famili
Moraceae (Burgess, 1966 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka di Pulau Jawa
banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung dan bahan
untuk meubel. Di Bali dan Makasar kayu tersebut sering digunakan untuk tiangtiang rumah raja. Kayu nangka juga tidak disenangi serangga dan tidak mudah
pecah karena pengaruh cuaca laut. Kayu nangka mempunyai sifat kayu agak berat,
agak padat atau padat (Heyne, 1987 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka
mempunyai berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum adalah 0,55
dengan berat jenis rata-rata 0,61 dan kelas kuat II-III (Anonymous, 1981 dalam
Isrianto, 1997).
Kayu Rasamala
Martawijaya et al.(1989) menyatakan bahwa kayu Rasamala (Altingia
excelsa Noronha) termasuk dalam famili Hamamelidaceae. Rasamala memiliki
nama daerah Mala, Rasamala beureum, rasamala bodas, bodi rimbo, cemara itam,
rasamala abang, semalo, tulason. Rasamala memiliki daerah penyebaran di
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Jawa Barat.
Pohon Rasamala dapat mencapai tinggi sampai 50 meter dengan panjang
batang bebas cabang antara 15-30 meter dan berbanir. Kulit luar berwarna coklat

7

muda atau kelabu merah, sedikit mengelupas. Ciri umum kayu rasamala adalah
kayu teras berwarna merah daging, coklat merah sampai coklat hitam. Sedangkan
kayu gubalnya berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas
dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur yang halus, arah serat lurus tetapi
seringkali terpilin agak berpadu dan kadang-kadang berombak. Jika diraba maka
akan terasa bahwa permukaan kayu licin atau agak licin. Menghasilkan aroma
kayu yang segar berbau asam (Martawijaya et al., 1989).
Sifat fisis rasamala antara lain memiliki berat jenis 0,81 (0,61 – 0,9),
sedangkan untuk sifat mekanisnya, kayu rasa memiliki nilai MOE antara 7200092000 kg/cm2 dan keteguhan tekan sesejajar arah serat antara 401-598 kg/cm2
sehingga dapat dikelompokkan dalam kelas kuat II-III. Kayu rasamala termasuk
kelas awet II.
Jika dilihat dari sifat kimia, maka kayu rasamala memiliki kadar selulosa
sebesar 46,1 %, lignin sebesar 30%, pentosan 16,7 %, kadar abu 1,4 %, dan silika
sebesar 0,7%. Sedangkan kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol-benzena sebesar
1,5 %, dalam air dingin sebesar 2,4 %, dalam air panas sebesar 2,8 % dan dalam
NaOH 1% sebesar 14,4 % (Martawijaya et al., 1989).
Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu
Sifat fisik kayu
Sifat fisik dan sifat mekanik perlu diperhatikan dalam penggunaan kayu
sebagai bahan bangunan. Diantara sifat fisik yang penting adalah kadar air dan
berat jenis kayu yang berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu.
Kadar air. Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu,
yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat kering tanur (Brown et al,
1952). Untuk pengujian terhadap KA kayu umumnya digunakan KA kering udara.
Nilai kadar air kayu merupakan perbandingan antara air yang terkandung dalam
kayu dengan berat kering tanur kayu tersebut.
Kayu merupakan bahan yang higroskopis, yaitu bersifat mudah mengikat
dan melepas uap air dari udara sekelilingnya, sampai kayu mengalami kadar air
kesetimbangan dengan sekitarnya. Gugus OH yang terdapat dalam selulosa,

8

hemiselulosa dan lignin dengan ikatan hidrogen yang dimilikinya mampu
mengikat air.
Keberadaan air dalam kayu ada dua macam. Air bebas dalam kayu yaitu air
yang terdapat dalam rongga sel dan air ikatan yang merupakan air yang terdapat di
dalam dinding sel, terikat dengan ikatan hidrogen. Keberadaan air dalam kayu
dapat menyebabkan kadar air kayu berada dalam beberapa kondisi yaitu KA
maksimum, KA titik jenuh serat, KA kering tanur dan KA kesetimbangan
(Equilibrium Moisture Content).
Kadar air ini sangat penting untuk diketahui karena kadar air sangat
berpengaruh terhadap sifat fisik mekanik dan sifat lain (daya hantar panas, daya
hantar listrik dan lain sebagainya). Perubahan kadar air di atas titik jenuh serat
hingga maksimum tidak akan merubah sifat kayu. Sedangkan perubahan kadar air
di bawah titik jenuh serat akan menyebabkan terjadi perubahan sifat, karena
perubahan kadar air terjadi dalam dinding sel kayu sehingga mengakibatkan
pengkakuan, pengerasan, pengerutan pada dinding sel.
Pengujian dalam penelitian ini diusahakan semua contoh uji dalam keadaan
KA kesetimbangan, yaitu keadaan dimana kayu tidak melepas atau mengikat uap
air dari udara sekelilingnya karena terjadi keseimbangan dengan kelembaban
udara sekelilingnya. Dengan demikian diharapkan perbedaan kekuatan antar jenis
kayu tidak dipengaruhi oleh kadar air.
Kerapatan

dan

berat

jenis

kayu.

Kerapatan

kayu

merupakan

perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya. Kerapatan kayu
didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat
kayu lainnya, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu.
Kerapatan kayu identik dengan Berat Jenis (BJ). Berat jenis merupakan nilai
perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar. Sebagai
benda standar digunakan air destilata pada suhu 4oC yang mempunyai kerapatan 1
gram/cm3 (Brown et al, 1952).
SNI

03-3527-1994

menggunakan

beberapa

mengenai

mutu

dan

ukuran

parameter

dari

sifat

fisik

kayu

bangunan

mekanik

untuk

mengklasifikasikan kayu dalam lima kelas awet. Sifat fisik yang digunakan adalah
BJ. Sedangkan kadar air perlu diperhatikan untuk menduga penurunan kekuatan

9

kayu dimana KA di bawah titik jenuh serat akan sangat mempengaruhi kekuatan
kayu.
Hal yang mempengaruhi kerapatan dan berat jenis adalah komposisi
penyusun kayu. Kayu tersusun oleh komponen kimia struktural yang dominan
terhadap komponen kimia non struktural. Komponen kimia struktural terdiri dari
holoselulosa dan lignin yang memberikan sifat kekuatan pada kayu. Sedangkan
komponen kimia non struktural terdiri dari bahan organik berupa zat ekstraktif
dan bahan anorganik berupa mineral. Dengan demikian, tidak selamanya kayu
dengan berat jenis tinggi akan mempunyai kekuatan yang tinggi pula karena
tingginya berat jenis dimungkinkan oleh banyaknya komponen kimia non
struktural yang tidak bersifat memberikan kekuatan pada kayu.
Sifat Mekanik Kayu
Kollman, Kuenzi dan Stamn (1975) menyatakan bahwa, sifat mekanik kayu
adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan dan kekakuan kayu. Sifat
kekuatan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gayagaya luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu
tersebut.
Menurut Kollman dan Cote (1968) sifat mekanik kayu yang dapat
digunakan untuk menilai kayu adalah kekakuan lentur (static bonding strength),
keteguhan tekan (compressive strength), keteguhan tarik (tensile strength),
keteguhan geser (shearing strength), kekakuan(stiffness), keuletan (toughness),
kekerasan (hardness) dan ketahanan belah (cleavage resistance).
Sifat mekanik kayu yang biasa dipakai dalam menduga kekuatan kayu
adalah kekuatan lentur (MOR) dan kekakuan lentur (MOE). Hubungan antara sifat
fisik dan sifat mekanik atau antar sifat mekanik dapat digunakan untuk menduga
keteguhan kayu. Khoirunnisa (2003) menyebutkan bahwa MOE cukup baik
digunakan untuk menduga kekuatan lentur (MOR) dan juga keteguhan tekan
sejajar serat.
Kekuatan lentur (Modulus of Rupture). Kekuatan lentur merupakan nilai
keteguhan kayu utuh dan produk-produk yang dibuat dari kayu yang dihitung
pada beban maksimum, dalam uji kekakuan lentur (Haygreen dan Bowyer, 1982).

10

Dengan kata lain kekuatan lentur merupakan sifat kekuatan kayu dalam
menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar.
Dalam melakukan pengujian sifat mekanik kayu perlu diperhatikan
karakteristik kayu yang diuji terutama sifat berdasarkan ketiga arah sumbunya.
Hal itu disebabkan kayu memiliki sifat mekanis yang berbeda untuk ketiga arah
sumbunya atau lebih dikenal sebagai sifat ortrotopis kayu. Kekuatan kayu berbeda
dalam arah longitudinal, tangensial dan radial. Namun sifat-sifat dalam arah radial
dan tangensial umumnya tidak berbeda banyak. Untuk tujuan rekayasa, suatu nilai
kekuatan yang sama digunakan untuk arah radial dan tangensial yang biasa
disebut sebagai sifat tegak lurus serat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Disamping
itu, kekuatan kayu yang menahan beban ternyata lebih besar pada arah
longitudinal daripada arah lainnya (Dumanau, 1990).
Kekakuan lentur (Modulus of Elasticity). Balok kayu yang mendapat gaya
luar yang cukup besar cenderung akan mengalami kerusakan atau perubahan
bentuk (deformasi). Pada batas tertentu perubahan ini berbanding lurus dengan
tegangan yang terjadi. Batas ini dikenal dengan batas proporsi. Di bawah batas
proporsi terdapat daerah elastis, dimana bila beban tersebut dilepaskan maka
balok kayu akan kembali ke bentuk semula. Keadaan ini menyatakan sifat
kekakuan dari balok tersebut. Sifat kekakuan ini merupakan ukuran kemampuan
kayu untuk menahan perubahan bentuk yang terjadi, umumnya dinyatakan dalam
bentuk Modulus of Elasticity (MOE), yang merupakan perbandingan antara beban
dengan deformasi per satuan luas.
Keteguhan Tekan (Compressive strength). Mardikanto (1979) dalam
Samputra (2004) menyatakan bahwa, keteguhan tekan maksimum merupakan
kemampuan sampel untuk menahan beban yang diberikan padanya secara
perlahan-lahan yang semakin lama semakin membesar sampai terjadi kerusakan.
Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban maksimum dibagi dengan
luas penampang dimana beban tersebut bekerja.
Pengujian tekan biasanya dilakukan pada arah sejajar serat dan arah tegak
lurus serat. Seringkali hanya keteguhan tekan sejajar serat maksimum yang dicari
dalam pengujian, yaitu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan
beban sejajar serat yang diberikan sampai terjadi kerusakan.

11

Organisme Penggerek Kayu di Laut
Nicholas (1987) menyatakan bahwa binatang penggerek yang menyerang
kayu di laut dikenal dengan nama marine borers. Masyarakat nelayan Indonesia,
khususnya di kawasan perairan timur Indonesia memberi nama binatang ini
dengan sebutan tambelo, begitu juga masyarakat nelayan Manado. Binatang
perusak bangunan-bangunan di laut ini dibedakan menjadi dua kelompok utama
yaitu golongan Mollusca dan Crustaceae.
Mollusca. Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa golongan
Mollusca terdiri dari dua famili yaitu Pholadidae dan Teredinidae. Penggerek
kayu di laut yang termasuk famili Teredinidae adalah genus Teredo dan Bankia,
sedangkan famili Pholadidae terdiri atas genus Martesia dan Xylophaga.
Perbedaan Teredinidae dan Pholadidae secara umum dapat dilihat dari bentuk
tubuh, lubang gereknya serta caranya menyerang pada kayu.
Bagian tubuh Teredinidae yang lunak terletak pada bagian luar cangkangya,
memanjang seperti cacing, kepalanya dilengkapi dengan sepasang cangkuk yang
keras dan berbentuk seperti sabit. Pada bagian ujung belakang tubuh Teredinidae
terdapat palet yang melekat pada siphon. Siphon berfungsi sebagai alat
metabolisme dan komunikasi. Sedangkan palet berguna untuk menutup

dan

membuka lubang pada permukaan kayu. Palet tersebut sangat penting untuk
identifikasi jenis. Lubang gerek Teredinidae dilapisi oleh zat kapur dan besarnya
sesuai dengan ukuran tubuhnya. Lubang gerek berbentuk terowongan-terowongan
yang memanjang searah serat kayu. Ukuran tubuh Teredinidae tergantung dari
kepadatan populasinya dalam kayu. Teredo dan Bankia sering disebut shipworms.
Pada tahap larva, binatang ini mirip tiram atau kerang dan mengalami
metamorfose menjadi binatang seperti cacing ketika mengebor kayu. Anggota dari
golongan ini menyebabkan kerusakan kayu dengan cepat di lingkungan laut yang
luas. Anonymous (1972) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan,
Teredo dan Bankia selama stadium larva menempatkan diri sebagai plankton,
berenang di permukaan air laut untuk mendapatkan kayu yang cocok sebagai
tempat tinggalnya. Kemudian binatang ini membuat lubang kecil yang tidak
berarti pada permukaan kayu. Lubang biasanya dibuat tegak lurus terhadap arah
serat kayu kemudian membelok sejajar dengan arah serat kayu. Secara terus

12

menerus binatang ini memperpanjang lubang gereknya di dalam kayu, dinding
saluran dilapisi dengan zat kapur. Besar saluran lubang gerek sesuai dengan besar
tubuhnya. Ukuran tubuh binatang ini dipengaruhi pula oleh kepadatan populasi di
dalam kayu. Apabila serangan pada kayu sangat berat maka saluran yang
dibuatnya menjadi tidak beraturan sehingga menyerupai sarang lebah.
Pholadidae memiliki bagian tubuh lunak yang terdapat dalam bagian dalam
cangkang. Martesia memiliki ukuran tubuh yang dapat mencapai panjang 2,5 cm
dengan diameter 2 cm, sedangkan Xylophaga panjangnya tidak lebih dari 40 mm,
cangkoknya tidak bergaris. Pholadidae mengebor kayu bukan untuk memperoleh
makanan tetapi hanya sebagai tempat tinggal. Tak jarang dijumpai Pholadidae
membuat lubang pada batu dan merusak kabel kawat dalam laut. Kerusakan yang
diakibatkan oleh Pholadidae mudah dikenali dengan adanya pengikisan pada
permukaan kayu serta lubang gerek yang dangkal.
Laju serangan Pholadidae lebih lambat dibandingkan Teredinidae, kedua
famili tersebut mempunyai ciri yang berbeda dalam merusak kayu. Teredinidae
merusak kayu untuk dijadikan sumber makanan, terutama jenis kayu yang banyak
mengandung selulosa. Ciri-ciri kerusakan akibat Teredinidae berupa noda-noda
kecil di bagian permukaan kayu, sedangkan di bagian dalam sudah sangat parah.
Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan
bahwa Pholadidae merusak kayu hanya digunakan sebagai tempat tinggalnya.
Kerusakan akibat serangan Pholadidae berupa lubang gerek yang dangkal, tegak
lurus pada permukaan kayu dan besarnya sesuai dengan ukuran cangkuknya.
Crustaceae. Crustaceae terdiri dari tiga genera yaitu Limnoria, Chelura dan
Sphaeroma. Crustaceae banyak dijumpai menyerang kayu yang berada pada batas
pasang surut air laut. Contoh jenis kayu yang sering diserang oleh Crustaceae
adalah kayu yang dipergunakan secara vertikal seperti tiang dermaga dan tiang
pancang pelabuhan.
Limnoria memiliki panjang 1-2 cm, sedangkan lebarnya 0,5-1 cm,
bentuknya seperti selop, kepalanya kecil, tubuhnya bersekmen dan berakhir
dengan ekor yang bentuknya seperti papan yang berguna untuk menutup lubang
bilamana binatang ini terganggu. Serangan Limnoria pada kayu disebut dengan
“gribble”, menyebabkan kerusakan kayu dengan jalan mengebor dan membuat

13

serambi kecil untuk tempat tinggalnya. Kedalaman lubang serangan biasanya
tidak lebih dari 15 mm dan binatang ini bisa bergerak dengan bebas. Serangan
Limnoria memperlihatkan gambaran seperti bunga karang. Besar kecilnya gerakan
air laut mempengaruhi aktifitas Limnoria, semakin besar gerakan air laut akan
mendorong Limnoria membuat lubang tempat berlindung sehingga akan
memperluas kerusakan pada kayu.
Chelura memiliki bentuk dan cara hidup yang sangat mirip dengan
Limnoria, tetapi ukurannya lebih besar. Chelura hidup bersama dalam satu sarang
dengan Limnoria dan keduanya hidup bersimbiose. Sphaeroma juga memiliki
bentuk yang mirip dengan Limnoria , tetapi memiliki ukuran yang lebih panjang
dan lebih gemuk. Binatang ini mempunyai panjang 5-15mm, diameternya 5 mm
dan membuat lubang gerek dengan diameter kurang lebih 10 mm dan kedalaman
70-100 mm.
Kondisi lingkungan. Penggerek kayu di laut tersebar secara luas di seluruh
dunia terutama di perairan tropis. Penggerek laut ini telah mengakibatkan
kerugian yang besar. Walaupun banyak cara telah dipakai untuk mengatasi
serangan penggerek kayu di laut, namun kerusakan yang ditaksir mencapai 50 juta
US$ setiap tahun pada bangunan pelabuhan sepanjang pantai di Amerika Serikat.
Disamping kerugian biaya, masih ada kerugian lain yaitu dermaga-dermaga tidak
dapat dipakai selama jangka waktu dalam pembangunannya kembali (Nicholas,
1987).
Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa dalam perairan yang
mempunyai salinitas dengan fluktuasi yang menyolok sangat berpengaruh pada
perkembangan serangan penggerek kayu. Turner (1966) dalam Muslich dan
Sumarni (1988) menambahkan, temperatur dan salinitas adalah merupakan faktor
pembatas dalam lingkungan laut. Temperatur merupakan salah satu sarana penting
selama musim kawin, setiap species mempunyai temperatur optimum untuk
bertelur dan perkembangan larvanya. Demikian juga untuk kelangsungan
hidupnya, setiap species juga mempunyai batas toleransi pada salinitas tertentu.
Fluktuasi temperatur dan salinitas pada setiap daerah berbeda-beda. Hal ini
mengakibatkan aktifitas serangan penggerek kayu di laut pada setiap daerah tidak
sama. Sebagai contoh, tiang-tiang dermaga dari kayu Greenheart yang digunakan

14

di pelabuhan Liverpool, Inggris selama 80 tahun dinilai masih dalam keadaan
baik, akan tetapi di pelabuhan Salem, Inggris dan pelabuhan-pelabuhan di India
ternyata jenis kayu yang sama hanya bisa bertahan selama 4-10 tahun saja.
Keawetan kayu terhadap serangan penggerek kayu di laut. Intensitas
serangan penggerek kayu di laut tergantung dari keawetan jenis kayu yang
diserang. Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme
perusak kayu seperti jamur, serangga dan penggerek di laut. Keawetan kayu
dipengaruhi oleh umur pohon, kandungan zat ekstraktif, letak kayu dalam batang
(teras dan gubal), kecepatan tumbuh dan lainnya. Selain itu, keawetan kayu
dipengaruhi juga tempat dimana kayu itu digunakan, asal pohon, varietas, jenis
pohon, perlakuan silvikultur, demikian juga faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban.
Menurut Martawidjaya (1971) dalam Rohadi (1992), keawetan kayu tidak
berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh
kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon
dan damar yang kesemuanya dapat bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu.
Tobing (1977) menyatakan bahwa keawetan kayu diartikan sebagai daya tahan
kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Southwell
dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan bahwa,
kandungan silika, kerapatan atau kekerasan tinggi dan kandungan zat ekstraktif
yang bersifat racun dapat mendukung ketahanan terhadap serangan Teredinidae,
tetapi tidak menghalangi serangan Pholadidae.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian di

laksanakan

di

Laboratorium Keteknikan

Kayu

dan

Laboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor serta kawasan Konservasi Sumberdaya Alam Pulau Rambut.
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 6 bulan, terhitung dari bulan Juli
2006 sampai dengan bulan Desember 2006.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg), rasamala (Altingia excelsa Noronha), nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk.) dan batang kelapa (Cocos nucifera L.). Batang
kelapa dibedakan menjadi tiga bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung.
Bagian pangkal, tengah dan ujung batang kelapa yang digunakan adalah 33%,
33%-66% dan 66%-99% bagian batang di atas tanah dari panjang batang total.
Pembagian batang kelapa dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

66%-99%

33%-66%

33%>

Gambar 1. Pembagian batang kelapa

16

Bahan pembantu yang diperlukan untuk merakit contoh uji adalah tali plastik dan
pipa paralon sebagai penyekat antar contoh uji
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Testing
Machine (UTM) merk Instron, UTM merk Baldwin, gergaji mesin, circular saw,
mesin bor, mesin serut, oven, moisture meter, caliper, mikroskop berkamera,
timbangan, meteran, software pengolah data statistik SPSS 11.5 for Windows, alat
tulis, hand counter dan kalkulator.
Metode Penelitian
Pembuatan Contoh Uji
Contoh uji yang tidak direndam di laut (kontrol). Metode pengujian sifat
fisis yang meliputi berat jenis, kerapatan, kadar air dan sifat mekanik yang
meliputi kekakuan lentur, kekuatan lentur dan keteguhan tekan sejajar serat
didasarkan pada standar Amerika yaitu, American Society for Testing and
Materials (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000) Standard Test Methods for
Small Clear Specimens of Timber. Ukuran contoh uji sifat fisik dan mekanik dapat
dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

76 cm

20 cm
5 cm

5 cm
5 cm

5 cm

Contoh uji
keteguhan tekan sejajar serat

Contoh uji MOE & MOR

5 cm
5 cm
5 cm
Contoh uji BJ,
Kerapatan dan KA

Gambar 2. Contoh uji yang tidak direndam

17

Contoh uji yang direndam di laut. Ukuran contoh uji yang direndam di
laut merupakan penyesuaian antara standar (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000)
dengan standar Keawetan 200 Jenis Kayu Indonesia Terhadap Penggerek di Laut
yang disusun oleh Muslich dan Sumarni (2005). Penyesuaian ukuran contoh uji
ini dimaksudkan agar dapat dilakukan pengujian sifat fisik mekanik dan sekaligus
untuk penghitungan intensitas serangan penggerek kayu di laut. Ukuran contoh uji
yang dipasang di laut ini dibagi menjadi dua potong balok dengan ukuran masingmasing 5 x 5 x 76 cm3 untuk pengujian kekakuan lentur dan kekuatan lentur serta
5 x 5 x 20 cm3 untuk pengujian keteguhan tekan sejajar arah serat. Pengujian sifat
fisik menggunakan ukuran 5 x 5 x 5 cm3 yang diambil dari sisa pengujian
kekakuan dan kekuatan lentur.
Penyusunan contoh uji menjadi rakit sesuai yang dilakukan oleh Muslich
dan Sumarni (1987). Ukuran contoh uji dan susunan rakit yang direndam di laut
dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

tali plastik

selang plastik
76 cm
20 cm
5 cm
Lubang bor ø
1 cm
5 cm
5 cm

Gambar 3. Contoh uji yang direndam di laut

18

Contoh uji yang sudah dirakit dipasang di perairan Pulau Rambut secara
horizontal dan terletak di bawah garis surut air laut, seperti yang telah dilakukan
oleh Muslich dan Sumarni (1987). Setelah 3 bulan, contoh uji diambil dan
dilakukan penilaian terhadap intensitas serangan penggerek kayu di laut. Setelah
dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik kayu, kemudian contoh uji dibelah
menjadi tiga bagian seperti Gambar 4 di bawah ini untuk menghitung intensitas
serangan penggerek kayu laut.

dibelah

5 cm

1,5 cm

Gambar 4. Contoh uji penghitungan intensitas serangan
Intensitas serangan dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut :
IS =

luas _ serangan _ pada _ permukaan _ kayu
x 100%
luas _ permukaan _ kayu _ total

Intensitas serangan dalam satu contoh uji dihitung dengan rumus :

IStotal =

IS1 + IS 2 + ... + IS n
n

Dimana :
IStotal = intensitas serangan total dalam satu contoh uji
ISn

= intensitas serangan kedalaman bagian kayu ke-n

n

= jumlah pembagian kedalaman kayu
Untuk identifikasi jenis penggerek yang menyerang contoh uji dilakukan

pengamatan struktur cangkuk dan bentuk palet dari penggerek serta bekas lubang
gerek pada contoh uji. Identifikasi jenis penggerek tersebut dilakukan sesuai
dengan klasifikasi yang disusun oleh Turner (1966 dan 1971).

19

Pengujian Sifat Fisis
Kadar air. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm3 ditimbang untuk mengetahui

berat kering udara. Kemudian contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 ± 2 oC
selama 24 jam. Setelah 24 jam, contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama
kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur
kayu.
Kadar air kayu yang diuji pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
KA =

BKU − BKT
x100%
BKT

Dimana :
KA

= Kadar air (%)

BKU = Berat kering udara (gram)
BKT = Berat kering tanur (gram)
Kerapatan dan berat jenis kayu. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm3

ditimbang untuk mengetahui berat kering udara dan diukur volumenya. Kemudian
contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam,
contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit
kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur kayu.
Nilai kerapatan pada kondisi kering udara dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

ρ=

BKU
VKU

Dimana :
Ρ

= Kerapatan (g/cm3)

BKU = Berat kering udara (g)
VKU = Volume kering udara (cm3)
Sedangkan nilai berat jenis pada kondisi kering udara dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut :
BJ =

BKT
BVKU

20

Dimana :
BJ

= Berat Jenis

BKT = Berat kering tanur (g)
BVKU = berat air