Pemanfaatan kompos dan zeolit untuk pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB) pada tanaman lada
PEMANFAATAN KOMPOS DAN ZEOLIT
UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
PADA TANAMAN LADA
JEKVY HENDRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: “ Pemanfaatan
Kompos dan Zeolit untuk Pengendalian Busuk Pangkal Batang (Bpb) pada
Tanaman Lada” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum
pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, April 2006
Jekvy hendra
Nrp. A451030101
PEMANFAATAN ZEOLIT DAN KOMPOS
UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
PADA TANAMAN LADA
(THE BENEFIT OF COMPOST AND ZEOLITES TO CONTROL
THE FOOT ROT DISEASE ON PEPPER PLANT)
ABSTRAK
JEKVY HENDRA. Pemanfaatan K ompos dan Zeolit untuk
Pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB) pada Tanaman Lada. Dibimbing
oleh BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO dan ABDUL MUNIF.
Kompos Dan zeolit berpotensi berpotensi dalam menekan
pertumbuhan pathogen dan membantu pertumbuhan tanaman. Penelitian
bertujuan mengetahui potensi zeolit dan ekstrak kompos menekan penyakit
busuk pangkal batang tanaman lada dilaksanakan di Laboratorium Mikologi
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB dari bulan November
2003- September 2005. Penelitian ini menggunakan RAK dengan 12
perlakuan dengan 3 ulangan dengan 2 faktor yaitu kompos dan zeolit. Zeolit
terdiri 0 kg, 125 kg/ha, 150 kg/ha. Kompos terdiri: KO (tanpa ekstrak
kompos), KA (kompos A.pintoii t), KK (kompos kulit kopi), KKA (kompos
kulit kopi-A.pintoii).
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan interaksi kompos dan zeolit
mampu menekan tingkat keparahan penyakit BPB. Tingkat keparahan
penyakit tanaman dan akar terendah yakni 3,47 % dan 3,1 % terjadi pada
perlakuan KA-Z1 dan KA-Z2. Pada percobaan labor berpengaruh nyata
terhadap populasi dan keragaman mikroba serta analisa unsur. Kandungan
nilai tukar kation tertinggi pada KA-Z1 13cmol+/kg. C/N rasio semua
perlakuan interaksi berkisar 10 – 15. Pada semua perlakuan diperoleh 15 isolat
aktinomisetes, 30 isolat bakteri dan 30 isolat cendawan. Populasi bakteri
tertinggi 121,5 cfu/g pada KKA-Z2, cendawan 39,5 cfu/g populasi pada KAZ2, dan 8,3 cfu/g popuilasi aktinomisetes pada KA-Z2. Pengamatan analisa
unsur menunjukkan semua perlakuan menghasilkan unsur P,Ca, Mg dan K
yang lebih tinggi dari kontrol yang sangat berperan menghalangi
perkembangan patogen dalam jaringan tanaman lada.
Kata kunci: lada, Phytopthora capsicii , kompos, zeolit
PEMANFAATAN KOMPOS DAN ZEOLIT
UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
PADA TANAMAN LADA
JEKVY HENDRA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomolgi/ Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Pemanfaatan Kompos dan Zeolit Untuk
Pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB)
Pada Tanaman Lada
Nama Mahasiswa
: Jekvy Hendra
Nomor Pokok
: A451030101
Program Studi
: Entomologi/Fitopatologi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bonny P.W. Soekarno, M.S
Dr. Ir. Abdul Munif, M.Agr
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Entomologi/Fitopatologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir.Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc
Prof.Dr.Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan pada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis dengan judul ‘Pemanfaatan Kompos dan Zeolit
untuk Pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB) pada Tanaman Lada’ ini
dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada kepada Dr. Ir. Bonny P.W. Soekarno, M.S selaku ketua komisi
pembimbing dan Dr. Ir. Abdul Munif, M.Agr selaku anggota komisi
pembimbing atas bimbingan, saran dan arahannya selama proses penelitian
hingga penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung yang telah memberi izin, kepercayaan dan
menugaskan penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Sains di
Sekolah Pascasarjana IPB .Ucapan terima kasih juga diberikan kepada
Departemen Pertanian Republik Indonesia dan Proyek Penelitian Hama
Terpadu atas bantuan biaya yang diberikan sehingga proses penyelesaian
pendidikan penulis dapat berjalan dengan lancar.
Terima kasih disampaikan kepada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB, teman-teman angkatan 2003 dan di Forum Wacana
Entomologi/Fitopatologi dan seluruh anggota Laboratorium Mikologi atas
semua bantuan, do’a dan dorongannya kepada penulis. Rasa hormat dan terima
kasih yang mendalam penulis aturkan kepada Ayahanda (Alm), Ibunda, Istri
Lola Linta dan Anak-anak tercinta Vynda, Anggi, Rofi serta Adik-adik yang
dengan kesabaran, ketabahan, kasih sayang dan do’anya selama ini untuk
kesuksesan penulis, Penulis mendo’akan semoga Allah SWT melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang Mikologi.
Bogor, April 2006
Jekvy Hendra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 17 April 1967 dari Bapak
Djamaludin dan Ibu Meynizar Ibrahim. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Pada tahun 1986 penulis lulus SMA Negeri I Padang, Sumatera Barat.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas Padang dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1994 sampai sekarang
penulis bekerja sebagai staf peneliti bidang penyakit tanaman di Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Pada tahun 2003, penulis diterima
sebagai mahasiswa di Program Studi Entomologi/Fitopatologi pada program
Magister Sains, Sekolah Pascasarjana IPB. Biasisws pendidikan Pascasarjana
diperoleh dari Proyek Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Pertanian
Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………...…………………...
Tujuan …………………………………………………………...…
Manfaat Penelitian ………………………………………………...
Hipotesis ………………………………………………………...…
1
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Busuk Pangkal Batang……………………………..…….
Kompos ………….......................................................................….
Zeolit
……………………………………………………...……
5
13
15
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………..
Penyiapan medium tanam dan inokulum P.capsicii ………………
Penambahan zeolit …………………………...…………………….
Penambahan kompos ……………………...………………….……
Isolasi mikroba ………………..……………………………………
Pemeliharaan tanaman…….………………………………….……..
Pengamatan…………………………………………………………
Analisis data………………………………………………………...
16
16
17
17
20
21
21
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian……………………………………………………... 24
Tingkat keparahan penyakit tanaman lada (intensitas serangan)…... 26
Tingkat keparahan penyakit akar lada, berat brangkasaan dan tinggi
Tanaman…………………………………………………………….
26
29
32
Keragaman dan populasi mikroorganisme………………………….
Pembahasan…………………………………………………………
KESIMPULAN………………………………………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 41
LAMPIRAN……………………………………………………………. 46
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengamatan marfologi isolat aktinomycetes dari 12 jenis kompos…
30
2
31
Pengamatan marfologi cendawan dari 12 jenis kompos……………
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Pengaruh iteraksi kompos dan zeolit terhadap tingkat serangan
BPB pada tanaman lada………………………………………….. 24
2.
Tingkat keparahaan penyakit P. Capsicii tanaman lada pada
perlakuan kompos………………………………. ……………… 25
3.
Tingkat keprahaan penyakit P. Capsicii tanaman lada pada
perlakuan zeolit…………………………………. ……………… 25
4.
Tingkat keparahaan penyakit lada saat pembongkaran dengan
perlakuaan kompos………………………………………………. 26
5.
Tingkat keparahaan penyakit lada saat pembongkaran dengan
perlakuaan zeolit…..…………………………………………….. 26
6.
Tingkat keparahan penyakit akar tanaman saat pembongkaran
dengan perlakuan interaksi kompos dan zeolit………………….. 27
7.
Berat brangkas saat panen dengan perlakuan interaksi kompos
dan zeolit…………………………………………………………
27
8.
Pertumbuhan tinggi tanaman dengan perlakuan interaksi kompos
dan zeolit………………………………………………………… 28
9.
Kandungan nilai tukar kation pada perlakuan interaksi kompos
dan zeolit…………………………………………………………
28
10.
Populasi isolat bakteri, aktinomycetes dan cendawan hasil isolat
dari tanah setelah perlakuan kompos dan zeolit…………………. 29
11.
Kandungan unsur Mg, K, dan Na dalam tanah pada berbagai
perlakuan interaksi kompos dan zeolit……….…………………..
12.
31
Kandungan unsur Ca, C/N dan P2O5 dalam tanah pada berbagai
perlakuan interaksi kompos dan zeolit…………………………... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Karakteristik mineral zeolit …………..…………..………………
2.
Data suhu dan kelembaban BPTP Lampung……………………... 47
3.
Data hasil pengamatan Actinomycetes pada medium yeast lukosa
agar………………………………………………………………..
55
4.
Data hasil uji glukosa/ uji fermentasi karbonhidrat koloni bakteri.
56
5.
Data hasil pengamatan bakteri dengan metode Bartholomew dan
Mittwer.. ………………………………………………………….
57
46
6.
Pertumbuhan tinggi tanaman…………..…………..……………... 58
7.
Panjang akar saat pembongkaran……..…………..………………
59
8.
Berat brangkas basah saat panen……..…………..……………….
60
9.
Indeks penyakit saat pembongkaran…..…………..……………...
61.
10.
Intensitas serangan Phytopthora sp tiap minggu…..……………... 62.
11
Jumlah daun………………. …………..…………..……………... 63
12
Rata-rata kejadian penyakit……………………………………….
13
Peta potensi lada berdasarkan zona agroekologi Propinsi
Lampung…...……………………………………………………... 65
14
Gambar gejala penyakit busuk pangkal batang tanaman lada diatas
permukaan tanah……………………………………………………………
Gambar gejala penyakit busuk pangkal batang akar tanaman
lada......……………………………………………………………
Gambar Performace tanaman terserang penyakit busuk pangkal batang
dan tanaman sehat………………………………………………………….
Gambar gejala serangan lanjut penyakit busuk pangkal batang
tanaman lada diatas permukaan tanah…………………………….
64
66
66
67
68
Gambar gejala serangan lanjut penyakit busuk pangkal batang saa
pembongkaran……………………………………………………. 69
Gambar hasil perlakuaan interaksi kompos dan zeolit terhadap
penyakit busuk pangkal batang tanaman saat pembongkaran……. 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lada (Piper nigrum Leon) merupakan komoditas ekspor non migas
yang penting setelah karet, teh, kelapa sawit dan kopi. Devisa nasional yang
berasal dari komoditas lada rata-rata bernilai 22 juta dolar setiap tahun,
merupakan 1.1 % dari jumlah ekspor hasil perkebunan (Ditbun 2000). Sebagai
komoditas ekspor, lada mempunyai peluang pasar yang sangat terbuka. Data
Komunitas Lada Internasional menyebutkan pada tahun 2003 produksi lada
hitam dunia turun hingga 258.950 ton, dibandingkan produksi lada hitam
dunia tahun 2002 sebesar 272.912 ton. Sementara ekspor lada hitam Indonesia
tahun 2003 hanya sebesar 33.000 ton (AELI 2006).
Tanaman lada merupakan tanaman perkebunan yang masih banyak
diusahakan oleh petani di Indonesia lebih-lebih pada daerah yang dikenal
sebagai sentra lada yaitu Bangka dan Lampung. Tanaman lada umumnya
diusahakan oleh petani kecil secara tradisional. Propinsi Lampung merupakan
penghasil lada yang utama di Indonesia dimana 80 % ekspor lada berasal dari
daerah ini (AELI 2006). Luas areal tanaman lada di Lampung 1996–2000
relatif stabil, 44.703 ha rata-rata per tahun, sedangkan produksinya cenderung
menurun dari 26.606 ton menjadi 20.603 ton dengan produktivitas 595 kg/ha
pada tahun 1996 menjadi 453 kg/ha pada tahun 2000 (Disbun Propinsi
Lampung 2001). Produktivitas tanaman lada sebesar 453 kg/ha tergolong
rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional yang mencapai
658 kg/ha.
Tanaman lada dalam pertumbuhannya sangat membutuhkan nutrisi yang
tinggi untuk mendapatkan pertumbuhan yang sehat dan produksi yang
potensial. Setiap kilogram tanaman lada membutuhkan 32 gr N, 5 gr P, 28
gr K, 8 gr Ca dan 3 gr Mg yang diambil dari tanah (Ward 1964). Selain itu
setiap 600 gr lada mengandung 54 mg Fe, 31 mg Mn, 16 mg Zn, 14 mg
Cu, dan 9 mg B (Sim 1973). Petani biasanya hanya menggunakan 250 gr
urea/tanaman. Tanaman menjadi kurus, kandungan karbohidrat dan asam
amino menjadi rendah. Konsentrasi N yang tinggi menyebabkan dinding
sel menjadi lebih tipis serta kandungan karbohidrat dan asam amino
menjadi lebih rendah sehingga kondisi tersebut menyebabkan tanaman
menjadi rentan dan mudah terserang patogen (Uexkull 1982).
Penyakit utama tanaman lada adalah busuk pangkal batang (BPB) yang
disebabkan oleh Phytophthora capsicii Leon. Patogen ini dapat menyerang
hampir semua bagian tanaman, namun yang paling berbahaya adalah serangan
pada akar dan pangkal batang (Kasim 1985). P. capsicii dapat menyebabkan
kerusakan tanaman lada 10% – 15% dari luas areal lada di Lampung dengan
jumlah kerugian 2370 – 3555 ton setiap tahun (Kasim 1989). Lebih dari
40.000 ha tanaman lada hitam di Lampung, Bangka dan Kalimantan Barat
telah yang terinfeksi P. capsicii penyebab BPB ini, dan pada tahun 2000 lebih
dari 2.000 ha tanaman lada telah mati akibat penyakit BPB (Deciyanto 2001).
Pengendalian penyakit BPB lada telah dilakukan dengan berbagai cara,
di antaranya penggunaan klon lada Belantung, pembuatan drainase kebun,
penanaman penutup tanah diantara tanaman lada dengan kacang-kacangan
(Arachis pintoii), penyiangan terbatas, pemangkasan tanaman penegak lada
dua kali per tahun, penyulaman tanaman lada mati dengan lada Belantung dan
penutupan kebun untuk lalu lintas umum (Manohara &
Kasim 1996;
Deciyanto & Suprapto, 1996; Suprapto & Sudaryanto 2001).
Pengendalia n secara kimia merupakan cara yang cukup efektif terutama
pada tingkat petani, untuk mengendalikan penyakit BPB lada. Penggunaan
metalaxyl 2 G, fosetyl-al 80 wp, fosforic acid 400 AS, alliete dan ridomil yang
telah direkomendasikan untuk mengendalikan penyakit ini banyak dipakai
(Manohara et al. 1992). Sementara itu penelitian hayati terhadap penyakit
busuk pangkal batang pada tanaman lada lebih difokuskan pada identifikasi
mikroorganisme dari rizhosfer tanaman lada yang efektif untuk menekan
penyakit tersebut. Diantaranya adalah Jamur antagonis dari species
Trichoderma yang telah dikenal sangat potensial sebagai agen pengendali
hayati. Cendawan tersebut menghalangi pembentukan spora dan menyebabkan
lisis pada miselium dan zoospora (Manohara et al. 1992). Hasil observasi
Balitro (2002) di Lampung utara tanaman yang mengandung N rendah dan K
tinggi mampu mengurangi tingkat serangan patogen di lapangan, dinding sel
menjadi keras dan tebal, kandungan karbohidrat serta molekul asam amino
menjadi lebih tinggi.
Pemanfaatan kembali pupuk hayati hasil daur ulang sangat berpotensi
karena
bahan baku tersedia banyak. Penambahan pupuk hayati/organik
diharapkan dapat meningkatkan pengembalian unsur -unsur yang penting bagi
tanaman ke dalam tanah dan mampu mengendalikan laju infeksi patogen pada
tanaman lada. Penggunaan mineral yang banyak mengandung unsur, dapat
dimanfaatkan tanaman untuk pertukaran ion dan memastikan ketersediaan
unsur hara tinggi di tanah. Pemanfaatan mineral dapat
menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang baik serta mampu mengurangi kehilangan nutrisi
tanah (Pine et al. 1994). Penambahan mineral ke dalam tanah merupakan salah
satu upaya untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman. Ketersediaan
unsur hara terutama
Kalium akan memperbaiki struktur dinding sel serta
pertumbuhan tanam. Struktur dinding sel yang tebal merupakan salah satu
potensi untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen, sehingga
dapat mengurangi laju infeksi P.capsicii pada tanaman lada.
Salah satu sumber mineral adalah zeolit. Saat ini pengelolaan dan
pemanfaatan zeolit belum optimum, padahal zeolit mempunyai kandungan
unsur hara yang cukup tinggi. Kadar zeolit di Lampung mengandung K
49,49%, Mg 16,46%, Ca 42,50%, dan Na 6,23% (Yufdy 2003). Oleh karena
itu
salah
satu
upaya
untuk
memanfaatkan
zeolit
adalah
dengan
mengaplikasikannya ke tanah sebagai sumber unsur hara tanaman sehingga
tanaman dapat bersifat resisten terhadap patogen.
Penggunaan
kompos
dapat
memperbaiki
struktur
tanah
dan
berperanan sangat penting dalam pengelolaan pertanian organik. Kompos juga
mampu
mengurangi populasi pathogen di tanah. Beberapa organisme
antagonis untuk menekan patogen tular tanah dapat diisolasi dari kompos
seperti Chaetomium, Aspergillus, Penicillium dan Trichoderma (Chet & Inbar
1994). Secara fisik, kimia, dan biologi kompos memberikan pengaruh positif
pada pertumbuhan tanaman. Ketersediaan unsur hara dalam kompos dapat
dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan (Alvarez et al. 1994). Proses
mekanisme antagonis dari bahan kompos menghasilkan suatu biokontrol yang
bisa menyebabkan lisis, antibiosis, mikoparasit, dan kompetisi (Zhang et al.
1998; Papavizas & Lumsden 1980). Keberadaan ekstrak kompos yang
diaplikasikan ke dalam tanah diharapkan dapat memperbaiki komposisi
mikroorganisme tanah
bermanfaat
dan
dapat
yang
meningkatkan
daya
tahan
tanaman
dalam
penanggulangan dari penyakit tanaman.
Berdasarkan hal yang dikemukan di atas, penelitian akan dilakukan untuk
mengetahui peranan perlakuan zeolit sebagai sumber unsur hara dan mineral
dan kompos dalam menekan penyakit BPB pada tanaman lada yang
disebabkan oleh P.capsicii Leon .
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kompos dan zeolit
dalam menekan penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada.
Manfaat Penelitian
Apabila kompos dan zeolit terbukti dapat menekan penyakit busuk
pangkal
batang
maka
hasil
tersebut
dapat
dijadikan
acuan
dalam
pengembangan manfaat zeolit dan kompos untuk mengendalikan cendawan
P.capsicii dan cendawan patogenik lainnya di areal pertanaman lada serta
dapat meningkatkan nilai tambah kedua bahan tersebut.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa perlakuan
kompos dan zeolit dapat menekan penyakit busuk pangkal batang pada
tanaman lada.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Busuk Pangkal Batang
Penyakit akar atau busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh
Phytopthora capsicii Leon, merupakan salah satu penyakit penting pada
pertanaman lada (Kasim 1978). Penyakit ini pertama kali dilaporkan sebagai
penyakit yang menyebabkan kematian tiba-tiba pada tanaman lada di
Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Selatan tahun 1885. Penyakit
ini kemudian disebut busuk pangkal batang (BPB) dan pertama kali
diperkenalkan tahun 1928 (Manohara 1992).
Penyakit ini biasanya menyerang tanaman yang berumur dua tahun atau
lebih. Serangan pada tanaman muda biasanya menyebabkan kematian
terutama jika konsentrasi inokulum tinggi. Di area yang baru ditanami lada
jumlah inokulum di dalam tanah biasanya rendah. Perkembangan infeksi di
perakaran sampai terjadi sangat lambat. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena sifat dari patogen P. capsicii termasuk pada patogen parasit lemah.
Penyakit BPB biasanya ditemukan pada daerah yang memiliki
kandungan hara yang miskin. Seranga n BPB akan menjadi berat, pada tanah
yang mempunyai periode basah sangat panjang. Pada bagian tanaman di
permukaan tanah gejalanya berbeda-beda. Gejala umum berupa penurunan
vigor dan pertumbuhan tanaman, menguning atau klorosis pada daun dan
akhirnya kola ps atau tanaman mati (JICA et al. 1993).
Pada awalnya warna daun berubah menjadi pucat dan menjadi layu,
sehingga patogen dapat dengan mudah menginfeksi daun tanaman yang
sehat. Ketika dasar dan pangkal batang terinfeksi tanaman menunjukkan warna
hitam dan sering menghasilkan eksudat bewarna hitam berbau busuk, sering
mengikuti perkembangan infeksi lanjut mikroorganisme. Pada daun, cendawan
dapat menyebabkan satu atau banyak lesio, yang umumnya berbentuk bulat
dengan karakteristik fimbr iate pada pinggirnya. Pada pagi hari beberapa tetes
embun dengan beberapa sporangium dapat ditemukan pada permukaan bawah
dari daun tanaman yang sakit. Jika kondisi baik untuk memproduksi
sporangium setelah menginfeksi daun tanaman (JICA et al. 1993).
Perubahan warna pada kulit pangkal batang dan gejala pada daun
yang berupa bercak coklat tua kosentris dengan warna abu-abu dipusatnya dan
akhirnya layu. Gejala penyakit ini yang mencolok adalah gajala layu pada
daun yang menjadi kuning, kusam dan lembek. Bila daun gugur, maka
keguguran daun dimulai dari bagian bawah kemudian bagian atas tanaman.
Setelah 10 hari tanaman akan mati. Pada musim kering, perkembangan
penyakit terjadi lebih cepat, yaitu tanaman akan mati dalam waktu tiga atau
empat hari setelah gejala layu mulai tampak. Dalam hal ini daun-daun tetap
menggantung kering dan tanaman terlihat seperti terbakar (Kasim 1978).
Infeksi pada batang biasanya terjadi dekat permukaan tanah sampai
setinggi 30 cm dari pangkal batang. Bagian yang terinfeksi mengalami
perubahan warna, dan bila dipotong tampak warna coklat sampai hitam.
Infeksi pada daun terlihat dari adanya bercak mulai kelabu, dengan tepi
bewarna
coklat. Di luar bagian nekrotik tersebut terdapat zone
kebasahan selebar
terserang ini dapat gugur
3–4 mm. Beberapa hari kemudian daun yang
(JICA et al. 1993). P. capsicii
memproduksi pedicellate sporangia untuk menginfeksi jaringan melalui
percikan dari satu tanaman ke tanaman lain dan menyebar di tempat itu dari
dalam tanah sampai ke atas permukaan tanah dari tanaman.
Kerugian Pada Tanaman
Tahun 1953 – 1956 Indonesia dapat memenuhi 23% kebutuhan lada
dunia terutama untuk lada hitam, tetapi produksi ini mulai menurun sejak
tingginya serangan penyakit busuk pangkal batang pada areal pertanaman lada
di Indonesia. Sebelum perang dunia kedua 80% total kebutuhan lada dunia
disuplai oleh Indonesia dan bahkan lada hitam Indonesia dianggap sebagai
lada yang terbaik di dunia (Kasim 1978). Permasalahan penyakit akar atau
busuk pangkal
batang tanaman lada juga merupakan problem yang
besar bagi negara-negara produsen lada dunia seperti India, Malaysia dan
Brazil. Kerugian di lapangan mencapai 30% dan 5% –10 % per tahun
(Nambiar & Sarma 1977). Total kerugian dalam produksi akibat dari penyakit
ini mencapai 7000 ton (Holliday & Mowat 1963). Di Lampung kerugian di
lapangan mencapai 10% -15% pertahun
(Kasim 1990).
Penyebaran Penyakit di Indonesia
Penyakit busuk pangkal batang atau penyakit akar pada tanaman lada
ditemukan 1885 di daerah Lampung. Sejak saat itu patogen P. capsicii
terus menyebar keluar dari daerah pertanaman lada di Lampung. Setelah di
laporkan di Lampung banyak daerah pertanaman lada di Indonesia telah
diserang oleh patogen ini, tetapi tidak dilaporkan. Baru tahun 1996 Manohara
dan Kasim melakukan survei penyebaran dari penyakit ini di beberapa
propinsi sentral lada di Indonesia. Area infeksi patogen ini meliputi : Bangka
(Sumatera selatan) penyakit ini telah ditemukan sejak tahun 1936, Aceh
(1929), Bengkulu (1916), Jawa barat, Banten dan Pelabuhan Ratu (1931),
Jawa tengah (1933), Kalimanta n Barat dan Selatan (1931), Kalimantan Timur
dan Kepulauan Sea (1930).
Patogen (P. Capsicii)
Sporulasi
P. capsicii memproduksi pedicellate sporangia untuk menginfeksi
jaringan melalui percikan dari satu tanaman ke tanaman lain dan menyebar di
tempat itu dari dalam tanah sampai ke atas permukaan tanah dari tanaman.
Temperatur optimum untuk pertumbuhan miselium 21 0C, walaupun
beberapa dapat tumbuh antara 12 0C – 30 0C. Seandainya temperatur tetap 26
0
C untuk beberapa waktu yang lama hifa patogen akan mati setelah 1 minggu.
Pada kondisi baik perkembangan miselia dari jamur menyebar keseluruh
jaringan dan akhirnya akan memproduksi sporangia dalam tanaman.
Walaupun suatu faktor termasuk aerasi, cahaya dan nutrisi berperan
dalam memproduksi spora, temperatur dan kelembaban kelihatannya menjadi
faktor penting. Jumlah sporangia akan berlimpah di dalam media antara 9 0C –
22 0C, dengan range optimum 180C – 220C. Sporangia yang berlimpah
diproduksi lebih kurang 14 jam. Sebaliknya pada temperatur re ndah (90C – 15
0
C) dibutuhkan waktu 48 jam. Kelembaban relatif 100 % adalah optimum dan
91% adalah minimum untuk memproduksi spora (Alexopoulos et al. 1996).
Pada agar tepung jagung miring, cendawan dapat membentuk oogonia
dengan antheridia yang berbentuk lonjong sedang pada tepung haver,
cendawan membentuk oospora dengan ukuran 26, 6 um x 22 – 34 µm. P.
capsicii ini dapat hidup pada temperatur 110C – 350C, sedang pertumbuhan
optimumnya berkisar antara 27,500C – 320C. Sporangia dapat terbentuk pada
pH 3,0 – 8.0 optimum antara 4.5 – 6.
Sporangia berbentuk bulat panjang, papilate nyata dan meruncing pada
bahagian dasarnya 31- 59 x 21 – 32 µm, dengan L/B ratio 1.54 – 2.37,
sporangia papillae terang/ menyolok. Pedicells 56 – 119 µm, panjangnya.
Sporangia memproduksi zoospora, jika ada sedikit air disekelilingnya.
Pembentukkan zoospora pada P. capsicii langsung dalam sporangium.
P.capsicii
mempunyai mating tipe (A1 & A2) ditemukan di
Lampung, Kalimantan Barat dan Jawa Barat.
Penyebaran Spora
P. capsicii pada tanaman lada adalah patogen polisiklik, dalam produksi
siklus inokulum dan penyebaran terjadi selama perkembangan epidemik.
Kepadatan propagul P. capsicii di dalam tanah meningkat awalnya di dalam
area pertanaman lada sebagai akibat munculnya penyakit, dimana sporangia
dan miselia terpendam di dalam tanah. Peningkatan yang lebih besar dari
kepadatan propagul P. capsicii terjadi di dalam tanah yang terdapat jaringan
akar
untuk patogen berkolonisasi. Peningkatan ini
memproduksi inukolum yang
tanah selama satu periode
dapat menyebarkan zoospora di dalam
ketahanannya.
Oospore diyakini menjadi awal propagul di lapangan mengganggu dari
P. capsicii pada tanaman. Oospora P. capsicii berkecambah untuk membentuk
sporangia. Zoospora terbebas dari sporangia selama periode ketahanan dalam
tanah menyebabkan peningkatan penyakit pada lada dan mungkin awal
infektif propagul di lapangan (Hord & Ristaino 1991).
Sejak pembebasan ke dalam tana h zoospora dari spesies P. capsicii
mampu bergerak beberapa milimeter dengan kekuatannya sendiri. Meskipun
demikian penyebaran zoospora P.capsicii banyak terjadi bersama aliran air.
Penetrasi dan Perkembangan Patogen dalam Jaringan Tanaman
Manohara & Machmud (1986) melakukan observasi proses infeksi
patogen
pada tanaman lada varietas Lampung daun lebar. Ada dua jalan
infeksi proses infeksi oleh P. capsicii yaitu penetrasi langsung melalui
epidermis dan penetrasi tidak langsung melalui stomata dan atau lubang alami.
Infeksi mudah terjadi pada permukaan daun. Pertama cendawan tumbuh
interseluler dan kemudian berkembang secara intra dan inter seluler. Delapan
jam setelah inokulasi, miselia telah siap berkembang di dalam jaringan
tanaman. Dua belas jam kemudian miselia telah menjangkau sel di bawah
epidermis
dari
permukaan
daun.
Gejalanya
seperti
bintik
bewarna
coklat/kehitaman muncul pada daun setelah 18 jam sesudah inukulasi.
Alconero et al. (1972) menggambarkan penetrasi dan perkembangan
patogen ini di dalam jaringan. Zoospora mempenetrasi di antara dua sel dan
pertumbuhan cendawan secara intraseluler. Satu zoospora mampu menginfeksi
lebih kurang 10 sel dalam waktu 6 jam pada akar tanpa percabangan. Di dalam
kasus lain, cendawan berkembang secara interseluler, dan memproduksi
haustoria seperti mengeras dalam sel akar. Hifa pada interseluler tidak
kelihatan seperti tingkat infeksi dimana cendawan telah masuk lebih kedalam
di dalam sel. Setelah 9 jam berada dalam akar, patogen telah sampai ke
dalam korteks dari akar lebih kurang 2 cm dari ujung akar, tetapi jaringan pada
waktu ini tidak begitu nyata melihatkan tanda terserang. Setelah 12 jam
kerusakan dari jaringan telah
dalam kondisi gelap dan jaringan
dapat dilihat secara makroskopik. Di
lunak, cendawan tidak mudah
terlihat, bagaimanapun juga banyak hifa yang terlihat tanpa protoplasma.
Daur Hidup P.capsicii
Cendawan P. capsicii hidup dalam tanah dan dapat bertahan hidup
secara saprofitik. Cendawan dapat bertahan di dalam tanah sebagai miselium
untuk menginfeksi atau sebagai oospore. Oospora dapat bertahan dalam waktu
yang lama di dalam tanah. Bila kondisi tanah basah oospora berkecambah
untuk membentuk filamen cendawan. Miselia dari perkecambahan spora atau
dari infeksi jaringan memproduksi struktur reproduksi berupa sporangia.
Sporangia ini berisi spora yang infektif yang disebut zoospora. Zoospora dari
sporangia hanya terbentuk ketika tanah kompleks penuh dengan air. Zoospora
menggunakan flagelnya untuk berenang ke permukaan tanah dan berpindah
mengikuti sepanjang aliran air. Pada periode panjang dan peride dalam tanah,
siap menimbulkan infeksi Alexopoulos et al. (1996).
Zoospora biasanya mencari inang pada daun dan batang kemudian
berkecambah membentuk tabung kecambah. Tabung kecambah memproduksi
apresorium dari tingkat infeksi pertumbuhannya dan masuk ke jaringan
inang dengan mempenetrasi langsung pada permukaan bawah sel epidermis
atau tumbuh dan masuk melalui stomata atau lubang alami (Alexopoulos et al.
1996).
Zoospora yang berada di sekitar perakaran inang akan tertarik secara
kemotaktis ke dalam akar oleh eksudat akar. Zoospora cendrung untuk
berkumpul pada akar atau dibahagian ujung akar di dalam zona elongasi dan
menjadi benar-benar melekat di permukaan akar. Pelekatan encyst spora
terjadi 1–4 menit setelah induksi encystment dan berhubungan
dengan
pengeluaran sebuah glycoprotein bermolekul tinggi oleh encyst spora. Kedua
proses pelekatan dan perkembangan berikutnya dari tabung kecambah dari
cyst adalah tergantung pada penyesuaian diri dari zoospora terhadap
permukaan akar (Alexopoulos et al. 1996).
Pelepasan Inokulum
P. capsicii L sebenarnya dapat menginfeksi setiap bahagian dari
tanaman lada dan produksi inokulumnya dapat menambah untuk penyebaran
berikutnya di lapangan (Ristaino et al. 1994). Tiga mekanisme awal inokulum
bebas telah dapat diidentifikasi. Inokulum P. capsicii ini termasuk inokulum
yang dapat berpindah dari satu akar ke akar yang lainnya di dalam tanah
(Larkin et al. 1995), inokulum berpindah kelingkungan dibawahnya karena
adanya air permukaan dan curah hujan (Bower et al. 1990), dan pelepasannya
dari dalam tanah tanah ke atas permukaan tanah dan bahagian tanaman karena
adanya hujan atau aliran air irigas i (Ristaino et al. 1994).
Perpindahan inokulum melalui air permukaan adalah suatu mekanisme
yang sangat penting pada pelepasan inokulumnya untuk banyak spesies
polisiklik Phytopthora spp . termasuk di dalamnya P. capsicii (Neher &
Duniway 1992). Hal tersebut merupakan mekanisme utama pelepasan
P.capsicii di alam untuk penyebaran di lapangan.
Kedua penyakit dan siklus hidup cendawan berhubungan dengan
kelembaban yang tinggi. Penyakit yang berkembang dari membutuhkan
banyak air biasanya menghasilkan patogen tumbuh dan berkembang, karena
pengaruh air langsung pada tanaman. Pembuktian penyebaran akan
berkembangnya penyakit ini ketika periode basah terjadi satu minggu atau
lebih. Diantara periode basah cendawan berkembang, sporulasi, menyebar dan
menginfeksi dengan serius, gejala penyakit tidak berkembang selama periode
dengan kelembaban yang tinggi (Uchida & Aragaki 1991).
Infeksi yang terjadi pada tanaman disekelilingnya, dikarenakan oleh
spora yang pindah dengan adanya air atau terbawa oleh angin. Spora dari P.
capsicii dan spesies lainnya adalah rentan sekali terhadap kekeringan. Jika
kelembaban relatif turun dibawah 100% spora mati dalam beberapa menit.
Jika ditemukan air sporagium juga berkecambah langsung membentuk sebuah
tabung kecambah masuk melalui stomata dan menginfeksi daun atau dengan
zoospora. Spora dapat berkecambah dengan rang temperatur dari 15 0C sampai
24 0C. Di atas 20 0C spora kehilangan viabilitas dalam 1 – 3 jam dalam udara
kering dan 5–15 jam di dalam udara basah. Optimum temperatur untuk
langsung tabung kecambah berkecambah adalah 24
0
C, dimana untuk
0
perkecambahan tidak langsung adalah 12 C. Zoospora dapat berenang di
permukaan yang ada film air untuk 15 menit pada temperatur tinggi dan di
bawah 24 jam kalau terjadi peningkatan temperatur (Alexopoulos et al. 1996).
Struktur Ketahanan
Beberapa Phytopthora memproduksi dinding klamidospora yang
tebal yang memungkinkan patogen dapat bertahan hidup selama periode
musim kering yang panjang. Klamidopsora biasanya berbentuk fase istirahat
dalam siklus hidup atau sering tinggal di dalam jaringan tanaman yang
mati. Disamping dari kekeringan klamidospora diketahui juga toleran terhadap
kondisi yang tidak menguntungkan (Uchida & Aragaki 1991). Spora seksual
yang disebut
oospora juga berdinding tebal dan mempunyai fungsi
juga
untuk ketahanan kelangsungan hidupnya. Spora banyak di produksi ketika tipe
A1
dan A2 dari spesies Phytopthora tumbuh bersama-sama
menginfeksi
tanaman.
Hujan menyebarkan spora dan zoospora dari tanaman terinfeksi ke
dalam tanah dan menyebabkan infeksi akar. Curah hujan yang tinggi
mempunyai pengaruh yang luas terhadap rang perkembangan penyakit,
diantaranya penyebaran penyakit dan perkembangan berikutnya di areal
perkebunan tanaman lada (Ristaino 1991).
Bila kelembaban tanah tinggi, temperatur tinggi serta kondisi
lingkungan lainnya dalam keadaan optimum, misalnya cuaca yang lembab,
cendawan P. capsicii tumbuh dengan baik dan akan menyebar dengan cepat
pada musim hujan. Menurut JICA et al. 1993 keadaan tersebut akan
mempercepat pembentukkan spora kembara sebagai akibat turunnya
temperatur tanah, sehingga dapat terjadi infeksi pada tanaman.
Pengaruh Lingkungan
Pengaruh cuaca pada siklus hidup patogen terutama sekali pada tingkat
perkecambahan spora, bentuk dan penetrasi klamidospora, periode inkubasi
penyakit, sporulasi, pembebasan dan pelepasan spora dan penurunannya.
Awalnya P capsicii dan P.nicotianae adalah spesies tropik hidup pada
kelembaban yang tinggi dan temperatur 24 0C – 30 0C.
Kedua penyakit dan siklus hidup cendawan berhubungan dengan
kelembaban yang tinggi. Penyakit yang berkembang dari membutuhkan
banyak air biasanya menghasilkan patogen tumbuh dan berkembang karena
pengaruh air langsung pada tanaman. Pembuktian penyebaran akan
berkembangnya penyakit ini ketika periode basah terjadi satu minggu atau
lebih. Diantara periode basah cendawan berkembang, sporulasi, menyebar dan
menginfeksi dengan serius, gejala penyakit tidak berkembang selama periode
dengan kelembaban yang tinggi (Uchida & Aragaki 1991).
Infeksi yang terjadi pada tanaman disekililingnya dikarenakan oleh
spora yang dipindahkan karena adanya air atau terbawa oleh angin. Spora dari
P. capsicii dan spesies lainnya adalah rentan sekali terhadap kekeringan.
Jika kelembaban relatif turun dibawah 100% spora mati dalam beberapa
menit. Jika ditemukan air sporagium juga berkecambah langsung membentuk
sebuah tabung kecambah masuk melalui stomata dan menginfeksi daun atau
dengan zoospora. Spora dapat berkecambah dengan rang temperatur dari 1.5
0
C sampai 24 0C. Di atas 20 0C spora kehilangan viabilitas dalam 1–3 jam
dalam udara kering dan 5– 15 jam di dalam udara basah. Optimum temperatur
untuk langsung tabung kecambah berkecambah adalah 24 0C, dimana untuk
perkecambahan tidak langsung adalah 12 0C. Zoospora dapat berenang di
permukaan yang ada film air untuk 15 menit pada temperatur tinggi dan di
bawah 24 jam kalau terjadi peningkatan temperatur (Alexopoulos 1996).
Kompos
Terdapat gejala penurunan kadar bahan organik tanah di banyak
perkebunan lada, terutama pada tanah latosol seiring dengan makin lamanya
pengusahan lahan tersebut (Pujiyanto 1996; Wibawa 1987). Jika penurunan
kadar bahan organik berlangsung terus -menerus, maka keberlanjutan usaha
pertanian pada lahan tersebur akan terancam. Tanah dapat menjadi rusak dan
tidak produktif, sehingga tidak ekonomis lagi dimanfaatkan sebagai usaha
pertanian. Guna mengembalikan sifat fisik dan fisikokimia rizhosfer serta
menjamin keberlangsungan pengusahaan lahan tersebut, maka degradasi lahan
dapat dihindari, antara lain dengan menambahkan bahan organik berupa
kompos untuk mempertahankan kandungannya pada aras minimum sebesar
3,5% atau 2%
C organik (Baon et al. 2003).
Penurunan kadar bahan organik tanah merupakan salah satu indikator
utama penurunan kesuburan tanah mineral di perkebunan lada. Kecenderungan
penurunan kandungan BOT (bahan organik tanah) tersebut disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara kehilangan dan penambahan bahan organik ke
dalam tanah. Kehilangan BO dari tanah dapat terjadi karena oksidasi biologis
oleh mikroorganisme didala m tanah, erosi tanah lapisan atas pada umumnya
berkandungan BO tinggi, ataupun karena pembakaran pada saat melakukan
persiapan lahan (Baon et al. 2003).
Proses dekomposisi bahan organik yang cukup dalam tanah mampu
mengaktifkan
mineralisasi
populasi
BO
dan
mikroorganisme
dekomposisi
tanah
yang
dapat
memacu
pestisida,
serta
meminimumkan
perkembangan mikroorganisme tanah yang merugikan. Kompos sebagai
sumber bahan organik dapat dipertimbangkan dalam upaya menekan beberapa
penyakit tanaman yang disebabkan ole h patogen tular tanah. Penyakit yang
disebabkan oleh patogen tular tanah adalah unik, disebabkan patogen dapat
bertahan hidup dibawah tekanan mikroorganisme tanah, dan dapat menginvasi
tanaman melalui tanah (Hyakumachi 2000).
Kompos
yang
mengandung sejumlah mikroorganisme dapat berperan sebagai biokontrol,
bersifat antagonis terhadap patogen dan mikroorganisme di dalamnya juga
dapat menimbulkan suatu induksi resistensi induce systemic acquired
resistance (SAR) di dalam tanaman (Brito et al. 1994; Zhang et al. 1998).
Chloe et al. (1998) mengemukakan bahwa kompos dari kotoran hewan banyak
digunakan untuk memperbaiki struktur dan kondisi tanah, kesehatan tanaman,
dan pengendalian penyakit. Aktivitas antagonis yang terlibat dalam biologi
kontrol ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi di dalam kompos
tersebut (Brito et al. 1994).
Zhang et al. (1998) mengemukakan proses dekomposisi yang cepat dan
matang mengakibatkan patogen tular tanah Phytium dan Phytophthora spp.
terhalang aktivitasnya oleh kelompok bakteri yang berperanan sebagai agensia
hayati di dalam campuran tanah kompos. Gliocladium virens merupakan suatu
organisme biokontrol potensial dan penting untuk mengendalikan beberapa
patogen tular tanah (Papavizas 1985). Phytophthora merupakan salah satu
spesies yang dapat dipengaruhi oleh mikroorganisme tanah, hasil antagonisnya
menyebabkan perkembangbiakan fungi terhalang. Bentuk antagonis yang
terjadi bisa parasit, amensalisme, kompetisi dan keduanya terjadi di tanah dan
dalam rizosfir spesies tanaman. Tingkat penekanan penyakit yang disebabkan
oleh Phytopthora bervariasi sangat tergantung dengan tipe tanah dan cara
pelaksanaannya (Malajzuk 1983). Keefektifan kompos sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain, aerasi, kadar air bahan, suhu, nisbah C/N, dan
aktvitas mikroba.
Zeolit
Ketersedian sumber unsur hara dan mineral dalam tanah untuk
mencukupi kebutuhan bagi tanaman selalu menjadi kendala utama untuk
menghasilkan tanaman yang lebih sehat. Ditambah dengan banyaknya unsur unsur yang bersifat racun berada di dalam tanah. Hal ini menyebabkan
tanaman menjadi merana dan mudah terserang oleh penyakit. Zeolit alam
dapat dimanfaatkan dan sangat potensial
secara alami mencukupi nutrisi
tanah. Zeolit mempunyai pertukaran ion yang baik dan seka ligus mempunyai
sifat penyerapan.
Zeolit dalam aplikasinya di tanah dapat memperbaiki struktur tanah dan
melepaskan mineral dan unsur hara secara lambat (mobile) ke dalam tanah
(Pine et al. 1994). Dalam perbaikan struktur tanah, aplikasi zeolit dilakukan
dalam bentuk tekstur kasar dan dapat meningkatkan kekayaan lahan seperti
kapasitas penyimpanan air, aktifitas biologi, kadar keasaman lahan, struktur
lahan sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Sani (2001) mengemukakan
aplikasi zeolit pada tanaman padi pada lahan yang sudah jenuh mampu
mengambil CEC, dan meningkatkan hasil 13% – 41% dengan aplikasi zeolit
200 & 1000 kg ha-1 secara berturut-turut.
Pelepasan unsur hara dan mineral secara lambat pada zeolit memberikan
ketersediaan unsur hara & mineral yang cukup bagi tanah. Pelepasan nutrisi
mineral terjadi melalui pertukaran ion dan menjamin ketersediaan nutrisi yang
cukup tinggi untuk perbaikan pertumbuhan tanaman. Harsley et al. (1980)
menemukan pelepasan unsur K dari zeolit diaplikasikan secara tunggal dengan
50 gr zeolit (clinoptilolite) pada setiap 1.5 liter air irigasi mengandung 234 µg.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Lampung dan Laboratorium Mikologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanam Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari
bulan Agustus 2004 sampai September 2005.
Penyiapan Medium Tanam Lada dan Inokulum P. capsicii
Penyiapan Perbanyakan Tanaman
Medium tanah yang digunakan dalam penelitian adalah tanah yang
berasal dari desa Sukamarga, Kecamatan Abung Tinggi, Lampung Utara
denga n jenis latosol, dicampur dengan tanah yang terinfeksi P. capsicii dengan
perbandingan
3:1 (v/v). Campuran tanah dan yang terinfeksi
dimasukkan dalam bak
1 x 1 x 0,25 m.
Penyiapan Inokulum P. capsicii
Inokulum P. ca psicii diperoleh dengan mengambil tanah disekitar
tanaman lada
yang terserang
dari desa Sukamarga, Kecamatan Abung
Selatan, Kabupaten Lampung Utara. Tanah tersebut dihitung kepekatan spora
rehatnya dengan hemositometer. Kepekatan suspensi spora dengan ke pekatan
106/g bobot kering tanah (Kasim 1985).
Penambahan Zeolit
Perlakuan Penambahan Zeolit
Zeolit digunakan sebagai sumber unsur hara dan mineral. Zeolit yang
dipakai berasal dari Provinsi Lampung yang sudah diketahui komposisi unsur
mineralnya (lampiran 1 dan 2). Selanjutnya batu zeolit dalam bentuk pril ini
dicampurkan ke dalam medium tanam dengan cara diaduk secara merata ke
dalam tanah yang sudah terinfeksi P.capsicii sesuai dengan perlakuan yang
telah ditentukan. Perlakuan penambahan zeolit diberikan sebelum bibit lada
ditanam.
Dosis yang digunakan setelah analisis dicari dengan menggunakan
rumus bobot pot x konsentrasi zeolit x banyak tanah, terdiri atas tiga taraf
yaitu
1) 0 kg zeolit/ha
2) 125 kg zeolit/ha
3) 150 kg zeolit/ha
Dosis tersebut didasarkan pada komposisi kandungan unsur K zeolit
dengan kebutuhan unsur K tanaman lada (Bathia 1990).
Penambahan Kompos
Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos dilakukan dengan cara pencacahan bahan kulit
kopi dan Arachis pintoii dengan menggunakan mesin pencacah. Kemudian
bahan tersebut dicampurkan dengan pupuk kandang, diaduk secara merata dan
diberi efektif mikroorganisme dengan perbandingan 5 ml/ 10 liter air. Dan
bahan tersebut dimasukkan ke dalam lubang lalu ditutup dengan menggunakan
lumpur. Pada bahagian atas ditancapkan bambu sebagai sumber sirkulasi
udara. Bahan kompos terdiri atas kulit kopi dan tanaman kacang-kacangan
(Arachis pintoii), dan tanah dari kebun lada yang termasuk jenis tanah latosol.
Proses pematangan kompos berlangsung se lama 30 hari. Kompos yang sudah
matang siap diaplikasikan. Kompos diberikan masing-masing 5 kg/polibag
tanaman lada, adapun perlakuan yang diberikan yaitu :
1)
Kontrol tanpa kompos
2)
Kompos limbah kulit kopi
3)
Kompos kacang-kacangan A.pintoii
4)
Kompos campuran kulit kopi dan A.pintoii
Alasan penggunaan limbah kulit kopi, A. pintoii sebagai sumber bahan
organik (kompos) adalah untuk mengetahui pengaruh kompos yang berasal
dari bahan organik yang berbeda, yaitu limbah kulit kopi dan A. pintoii
mewakili golongan tumbuhan. Limbah kulit kopi dan A. pintoii yang
digunakan banyak terdapat di sekitar lokasi pertanaman lada dan kopi serta
sering menumpuk tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
A. pintoii dipakai sebagai
cover crop (penutup tanah) di sekitar
pertanaman lada, sehingga sering ketika rumput disiangi akan terjadi
penumpukan sisa -sisa hasil
pemotongan dan di saat musim hujan
pertumbuhannya sangat cepat sering dibiarkan menjadi tumpukan sampah di
lokasi perkebunan lada. Oleh karena itu untuk mengoptimalkannya, maka
rumput ini digunakan sebagai salah satu sumber bahan organik untuk
pembuatan kompos.
Penggunaan mikroorganisme S. cerevisae dari air kelapa diharapkan
akan membantu mempercepat proses dekomposisi yang terjadi pada kompos
dan diharapkan akan mendorong pembiakan kelompok mikroorganisme yang
ada pada bahan kompos. Alasan digunakannya tanah kebun lada sebagai
starter dalam pembuatan ekstrak kompos, karena patogen yang menjadi
sasaran adalah P. capsicii yang merupakan patogen penting pada tanaman
lada. Salah satu sasaran tanah yang digunakan berasal dari lahan lada dengan
asumsi, bahwa pada tanah tersebut terdapat mikroorganisme yang sudah dapat
beradaptasi dengan baik sebagai antagonis terhadap P. capsicii.
Penyiapan Pembibitan Tanaman Lada dan Perlakuan Kompos
Media yang digunakan penyiapan pembibitan yaitu kotak yang berisi
media pasir pembibitan 1m x 1m x 2 m. Pembuatan bibit tanaman lada
dilakukan dengan menggunakan sulur panjat dengan stek tiga ruas. Untuk
menghindari rusaknya bibit karena terik matahari langsung, bak persemaian
diberi naungan. Untuk mengurangi penguapan, daun dipotong sepertiganya.
Stek yang telah disemai dipindahkan ke tempat pembibitan. Pada saat stek
masih dipersemaian, dipersiapkan media pembibitan.
Pembuatan Bak Perlakuan Sebagai Media Pembibitan
Bak untuk perlakuan penelitian ini dibuat dari bambu dengan ukuran
1m x 1m x 0,25 m, bahagian dinding dari bak dilapisi dengan plastik. Pada
dasar bak juga dilapisi dengan plastik dan diberi lobang. Komposisi media
tanah dalam bak 1 bagian tanah berasal dari tanaman yang terserang P.capsicii
dan 4 bagian dari tanah tanaman lada yang tidak terserang.
Rancangan Percobaan Kompos dan Zeolit pada Tanaman Lada
Metode perlakuan merupakan interaksi antara per lakuan zeolit dan
kompos untuk melihat sampai sejauh mana pengaruh zeolit dan kompos
terhadap P.capsicii yang menyerang tanaman lada. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK)
Faktorial dengan 12 perlakuan dengan 3 ulangan.
1. Kontrol tanpa kompos dan zeolit (KO-Z0)
2. Kontrol tanpa kompos dan 125 kg zeolit/ha (KO-Z1)
3. Kontrol tanpa kompos dan 150 kg zeolit/ha (KO-Z2)
4. Kompos kulit kopi dan 0 kg zeolit/ha (KA-Z0)
5. Kompos kulit kopi dan 125 kg zeolit/ha (KA-Z1)
6. Kompos kulit kopi dan 150 kg zeolit/ha (KA-Z2)
7. Kompos A.pintoii dan 0 kg zeolit/ha (KK-Z0)
8. Kompos A.pintoii dan 125 kg zeolit/ha (KK-Z1)
9. Kompos A.pintoii dan 150 kg zeolit/ha (KK-Z2)
10. Kompos campuran Kulit kopi dan 0 kg zeolit/ha (KKA-Z0)
11. Kompos campuran Kulit kopi, A.pintoii dan 125 kg zeolit/ha (KKAZ1)
12. Kompos campuran Kulit kopi, A.pintoii dan 150 kg zeolit/ha (KKAZ2)
Aplikasi masing-masing perlakuan dilakukan dengan mencampurkan
secara merata terlebih dahulu setiap perlakuan dengan media tanah yang sudah
ada P.capsicii di luar bak perlakuan. Setelah semuanya teraduk secara merata,
masing-masing perlakuan dimasukkan kedalam bak, baru kemudian bibit lada
di tanam. Tanaman dipelihara sampai dengan tanaman berumur 3 bulan
setelah tanaman dipindahkan.
Isolasi Mikroba
Isolasi Mikrob dari BakPembibitan Setelah Penambahan Interaksi
Perlakuan Zeolit dan Kompos
Isolasi mikroba tanah dilakukan untuk mengetahui keragaman dan
kepadatan populasi mikroba tanah setelah perlakuan penambahan zeolit dan
kompos. Metode isolasi yang digunakan sebagai berikut: 10 gram tanah
dimasukkan ke dalam 90 ml air steril, kemudian dikocok dengan
menggunakan shaker pada 200 rpm selama 30 menit sehingga diperoleh
suspensi dengan pengenceran 10-1. Selanjutnya dari suspensi tersebut diambil
1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml air steril sehinga diperoleh suspensi
dengan penyenceran 10-2. Hal serupa dilakukan hingga mencapai tingkat
pengenceran 10 -8. Pada pengenceran 10 -3 dan 10-4 diambil 0,1 ml kemudian
disebar pada medium Martin agar (MA) dan diinkubasi selama 5 hari pada
suhu ruang dalam inkubator. Cendawan yang tumbuh pada media
MA
-7
diisolasi dan dimurnikan pada medium PDA. Pada pengenceran 10 dan 10-8
diambil 0,1 ml kemudian disebar pada medium nutrient agar (NA) dan di
inkubasi selama 7 hari, selanjutnya bakteri dan aktinomysetes yang tumbuh
diisolasi dan dimurnikan, medium NA untuk bakteri dan TSA untuk
aktinomysetes.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan pengendalian hama.
Penyiraman dilakukan setiap hari selama berlangsungnya penelitian.
Pengendalian hama dilakukan secara mekanis yakni mengambil hama yang
ada di tanaman dengan menggunakan tangan.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan te
UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
PADA TANAMAN LADA
JEKVY HENDRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: “ Pemanfaatan
Kompos dan Zeolit untuk Pengendalian Busuk Pangkal Batang (Bpb) pada
Tanaman Lada” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum
pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, April 2006
Jekvy hendra
Nrp. A451030101
PEMANFAATAN ZEOLIT DAN KOMPOS
UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
PADA TANAMAN LADA
(THE BENEFIT OF COMPOST AND ZEOLITES TO CONTROL
THE FOOT ROT DISEASE ON PEPPER PLANT)
ABSTRAK
JEKVY HENDRA. Pemanfaatan K ompos dan Zeolit untuk
Pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB) pada Tanaman Lada. Dibimbing
oleh BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO dan ABDUL MUNIF.
Kompos Dan zeolit berpotensi berpotensi dalam menekan
pertumbuhan pathogen dan membantu pertumbuhan tanaman. Penelitian
bertujuan mengetahui potensi zeolit dan ekstrak kompos menekan penyakit
busuk pangkal batang tanaman lada dilaksanakan di Laboratorium Mikologi
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB dari bulan November
2003- September 2005. Penelitian ini menggunakan RAK dengan 12
perlakuan dengan 3 ulangan dengan 2 faktor yaitu kompos dan zeolit. Zeolit
terdiri 0 kg, 125 kg/ha, 150 kg/ha. Kompos terdiri: KO (tanpa ekstrak
kompos), KA (kompos A.pintoii t), KK (kompos kulit kopi), KKA (kompos
kulit kopi-A.pintoii).
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan interaksi kompos dan zeolit
mampu menekan tingkat keparahan penyakit BPB. Tingkat keparahan
penyakit tanaman dan akar terendah yakni 3,47 % dan 3,1 % terjadi pada
perlakuan KA-Z1 dan KA-Z2. Pada percobaan labor berpengaruh nyata
terhadap populasi dan keragaman mikroba serta analisa unsur. Kandungan
nilai tukar kation tertinggi pada KA-Z1 13cmol+/kg. C/N rasio semua
perlakuan interaksi berkisar 10 – 15. Pada semua perlakuan diperoleh 15 isolat
aktinomisetes, 30 isolat bakteri dan 30 isolat cendawan. Populasi bakteri
tertinggi 121,5 cfu/g pada KKA-Z2, cendawan 39,5 cfu/g populasi pada KAZ2, dan 8,3 cfu/g popuilasi aktinomisetes pada KA-Z2. Pengamatan analisa
unsur menunjukkan semua perlakuan menghasilkan unsur P,Ca, Mg dan K
yang lebih tinggi dari kontrol yang sangat berperan menghalangi
perkembangan patogen dalam jaringan tanaman lada.
Kata kunci: lada, Phytopthora capsicii , kompos, zeolit
PEMANFAATAN KOMPOS DAN ZEOLIT
UNTUK PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
PADA TANAMAN LADA
JEKVY HENDRA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomolgi/ Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Pemanfaatan Kompos dan Zeolit Untuk
Pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB)
Pada Tanaman Lada
Nama Mahasiswa
: Jekvy Hendra
Nomor Pokok
: A451030101
Program Studi
: Entomologi/Fitopatologi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bonny P.W. Soekarno, M.S
Dr. Ir. Abdul Munif, M.Agr
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Entomologi/Fitopatologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir.Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc
Prof.Dr.Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan pada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis dengan judul ‘Pemanfaatan Kompos dan Zeolit
untuk Pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB) pada Tanaman Lada’ ini
dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada kepada Dr. Ir. Bonny P.W. Soekarno, M.S selaku ketua komisi
pembimbing dan Dr. Ir. Abdul Munif, M.Agr selaku anggota komisi
pembimbing atas bimbingan, saran dan arahannya selama proses penelitian
hingga penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung yang telah memberi izin, kepercayaan dan
menugaskan penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Sains di
Sekolah Pascasarjana IPB .Ucapan terima kasih juga diberikan kepada
Departemen Pertanian Republik Indonesia dan Proyek Penelitian Hama
Terpadu atas bantuan biaya yang diberikan sehingga proses penyelesaian
pendidikan penulis dapat berjalan dengan lancar.
Terima kasih disampaikan kepada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB, teman-teman angkatan 2003 dan di Forum Wacana
Entomologi/Fitopatologi dan seluruh anggota Laboratorium Mikologi atas
semua bantuan, do’a dan dorongannya kepada penulis. Rasa hormat dan terima
kasih yang mendalam penulis aturkan kepada Ayahanda (Alm), Ibunda, Istri
Lola Linta dan Anak-anak tercinta Vynda, Anggi, Rofi serta Adik-adik yang
dengan kesabaran, ketabahan, kasih sayang dan do’anya selama ini untuk
kesuksesan penulis, Penulis mendo’akan semoga Allah SWT melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang Mikologi.
Bogor, April 2006
Jekvy Hendra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 17 April 1967 dari Bapak
Djamaludin dan Ibu Meynizar Ibrahim. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Pada tahun 1986 penulis lulus SMA Negeri I Padang, Sumatera Barat.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas Padang dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1994 sampai sekarang
penulis bekerja sebagai staf peneliti bidang penyakit tanaman di Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Pada tahun 2003, penulis diterima
sebagai mahasiswa di Program Studi Entomologi/Fitopatologi pada program
Magister Sains, Sekolah Pascasarjana IPB. Biasisws pendidikan Pascasarjana
diperoleh dari Proyek Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Pertanian
Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………...…………………...
Tujuan …………………………………………………………...…
Manfaat Penelitian ………………………………………………...
Hipotesis ………………………………………………………...…
1
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Busuk Pangkal Batang……………………………..…….
Kompos ………….......................................................................….
Zeolit
……………………………………………………...……
5
13
15
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………..
Penyiapan medium tanam dan inokulum P.capsicii ………………
Penambahan zeolit …………………………...…………………….
Penambahan kompos ……………………...………………….……
Isolasi mikroba ………………..……………………………………
Pemeliharaan tanaman…….………………………………….……..
Pengamatan…………………………………………………………
Analisis data………………………………………………………...
16
16
17
17
20
21
21
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian……………………………………………………... 24
Tingkat keparahan penyakit tanaman lada (intensitas serangan)…... 26
Tingkat keparahan penyakit akar lada, berat brangkasaan dan tinggi
Tanaman…………………………………………………………….
26
29
32
Keragaman dan populasi mikroorganisme………………………….
Pembahasan…………………………………………………………
KESIMPULAN………………………………………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 41
LAMPIRAN……………………………………………………………. 46
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengamatan marfologi isolat aktinomycetes dari 12 jenis kompos…
30
2
31
Pengamatan marfologi cendawan dari 12 jenis kompos……………
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Pengaruh iteraksi kompos dan zeolit terhadap tingkat serangan
BPB pada tanaman lada………………………………………….. 24
2.
Tingkat keparahaan penyakit P. Capsicii tanaman lada pada
perlakuan kompos………………………………. ……………… 25
3.
Tingkat keprahaan penyakit P. Capsicii tanaman lada pada
perlakuan zeolit…………………………………. ……………… 25
4.
Tingkat keparahaan penyakit lada saat pembongkaran dengan
perlakuaan kompos………………………………………………. 26
5.
Tingkat keparahaan penyakit lada saat pembongkaran dengan
perlakuaan zeolit…..…………………………………………….. 26
6.
Tingkat keparahan penyakit akar tanaman saat pembongkaran
dengan perlakuan interaksi kompos dan zeolit………………….. 27
7.
Berat brangkas saat panen dengan perlakuan interaksi kompos
dan zeolit…………………………………………………………
27
8.
Pertumbuhan tinggi tanaman dengan perlakuan interaksi kompos
dan zeolit………………………………………………………… 28
9.
Kandungan nilai tukar kation pada perlakuan interaksi kompos
dan zeolit…………………………………………………………
28
10.
Populasi isolat bakteri, aktinomycetes dan cendawan hasil isolat
dari tanah setelah perlakuan kompos dan zeolit…………………. 29
11.
Kandungan unsur Mg, K, dan Na dalam tanah pada berbagai
perlakuan interaksi kompos dan zeolit……….…………………..
12.
31
Kandungan unsur Ca, C/N dan P2O5 dalam tanah pada berbagai
perlakuan interaksi kompos dan zeolit…………………………... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Karakteristik mineral zeolit …………..…………..………………
2.
Data suhu dan kelembaban BPTP Lampung……………………... 47
3.
Data hasil pengamatan Actinomycetes pada medium yeast lukosa
agar………………………………………………………………..
55
4.
Data hasil uji glukosa/ uji fermentasi karbonhidrat koloni bakteri.
56
5.
Data hasil pengamatan bakteri dengan metode Bartholomew dan
Mittwer.. ………………………………………………………….
57
46
6.
Pertumbuhan tinggi tanaman…………..…………..……………... 58
7.
Panjang akar saat pembongkaran……..…………..………………
59
8.
Berat brangkas basah saat panen……..…………..……………….
60
9.
Indeks penyakit saat pembongkaran…..…………..……………...
61.
10.
Intensitas serangan Phytopthora sp tiap minggu…..……………... 62.
11
Jumlah daun………………. …………..…………..……………... 63
12
Rata-rata kejadian penyakit……………………………………….
13
Peta potensi lada berdasarkan zona agroekologi Propinsi
Lampung…...……………………………………………………... 65
14
Gambar gejala penyakit busuk pangkal batang tanaman lada diatas
permukaan tanah……………………………………………………………
Gambar gejala penyakit busuk pangkal batang akar tanaman
lada......……………………………………………………………
Gambar Performace tanaman terserang penyakit busuk pangkal batang
dan tanaman sehat………………………………………………………….
Gambar gejala serangan lanjut penyakit busuk pangkal batang
tanaman lada diatas permukaan tanah…………………………….
64
66
66
67
68
Gambar gejala serangan lanjut penyakit busuk pangkal batang saa
pembongkaran……………………………………………………. 69
Gambar hasil perlakuaan interaksi kompos dan zeolit terhadap
penyakit busuk pangkal batang tanaman saat pembongkaran……. 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lada (Piper nigrum Leon) merupakan komoditas ekspor non migas
yang penting setelah karet, teh, kelapa sawit dan kopi. Devisa nasional yang
berasal dari komoditas lada rata-rata bernilai 22 juta dolar setiap tahun,
merupakan 1.1 % dari jumlah ekspor hasil perkebunan (Ditbun 2000). Sebagai
komoditas ekspor, lada mempunyai peluang pasar yang sangat terbuka. Data
Komunitas Lada Internasional menyebutkan pada tahun 2003 produksi lada
hitam dunia turun hingga 258.950 ton, dibandingkan produksi lada hitam
dunia tahun 2002 sebesar 272.912 ton. Sementara ekspor lada hitam Indonesia
tahun 2003 hanya sebesar 33.000 ton (AELI 2006).
Tanaman lada merupakan tanaman perkebunan yang masih banyak
diusahakan oleh petani di Indonesia lebih-lebih pada daerah yang dikenal
sebagai sentra lada yaitu Bangka dan Lampung. Tanaman lada umumnya
diusahakan oleh petani kecil secara tradisional. Propinsi Lampung merupakan
penghasil lada yang utama di Indonesia dimana 80 % ekspor lada berasal dari
daerah ini (AELI 2006). Luas areal tanaman lada di Lampung 1996–2000
relatif stabil, 44.703 ha rata-rata per tahun, sedangkan produksinya cenderung
menurun dari 26.606 ton menjadi 20.603 ton dengan produktivitas 595 kg/ha
pada tahun 1996 menjadi 453 kg/ha pada tahun 2000 (Disbun Propinsi
Lampung 2001). Produktivitas tanaman lada sebesar 453 kg/ha tergolong
rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional yang mencapai
658 kg/ha.
Tanaman lada dalam pertumbuhannya sangat membutuhkan nutrisi yang
tinggi untuk mendapatkan pertumbuhan yang sehat dan produksi yang
potensial. Setiap kilogram tanaman lada membutuhkan 32 gr N, 5 gr P, 28
gr K, 8 gr Ca dan 3 gr Mg yang diambil dari tanah (Ward 1964). Selain itu
setiap 600 gr lada mengandung 54 mg Fe, 31 mg Mn, 16 mg Zn, 14 mg
Cu, dan 9 mg B (Sim 1973). Petani biasanya hanya menggunakan 250 gr
urea/tanaman. Tanaman menjadi kurus, kandungan karbohidrat dan asam
amino menjadi rendah. Konsentrasi N yang tinggi menyebabkan dinding
sel menjadi lebih tipis serta kandungan karbohidrat dan asam amino
menjadi lebih rendah sehingga kondisi tersebut menyebabkan tanaman
menjadi rentan dan mudah terserang patogen (Uexkull 1982).
Penyakit utama tanaman lada adalah busuk pangkal batang (BPB) yang
disebabkan oleh Phytophthora capsicii Leon. Patogen ini dapat menyerang
hampir semua bagian tanaman, namun yang paling berbahaya adalah serangan
pada akar dan pangkal batang (Kasim 1985). P. capsicii dapat menyebabkan
kerusakan tanaman lada 10% – 15% dari luas areal lada di Lampung dengan
jumlah kerugian 2370 – 3555 ton setiap tahun (Kasim 1989). Lebih dari
40.000 ha tanaman lada hitam di Lampung, Bangka dan Kalimantan Barat
telah yang terinfeksi P. capsicii penyebab BPB ini, dan pada tahun 2000 lebih
dari 2.000 ha tanaman lada telah mati akibat penyakit BPB (Deciyanto 2001).
Pengendalian penyakit BPB lada telah dilakukan dengan berbagai cara,
di antaranya penggunaan klon lada Belantung, pembuatan drainase kebun,
penanaman penutup tanah diantara tanaman lada dengan kacang-kacangan
(Arachis pintoii), penyiangan terbatas, pemangkasan tanaman penegak lada
dua kali per tahun, penyulaman tanaman lada mati dengan lada Belantung dan
penutupan kebun untuk lalu lintas umum (Manohara &
Kasim 1996;
Deciyanto & Suprapto, 1996; Suprapto & Sudaryanto 2001).
Pengendalia n secara kimia merupakan cara yang cukup efektif terutama
pada tingkat petani, untuk mengendalikan penyakit BPB lada. Penggunaan
metalaxyl 2 G, fosetyl-al 80 wp, fosforic acid 400 AS, alliete dan ridomil yang
telah direkomendasikan untuk mengendalikan penyakit ini banyak dipakai
(Manohara et al. 1992). Sementara itu penelitian hayati terhadap penyakit
busuk pangkal batang pada tanaman lada lebih difokuskan pada identifikasi
mikroorganisme dari rizhosfer tanaman lada yang efektif untuk menekan
penyakit tersebut. Diantaranya adalah Jamur antagonis dari species
Trichoderma yang telah dikenal sangat potensial sebagai agen pengendali
hayati. Cendawan tersebut menghalangi pembentukan spora dan menyebabkan
lisis pada miselium dan zoospora (Manohara et al. 1992). Hasil observasi
Balitro (2002) di Lampung utara tanaman yang mengandung N rendah dan K
tinggi mampu mengurangi tingkat serangan patogen di lapangan, dinding sel
menjadi keras dan tebal, kandungan karbohidrat serta molekul asam amino
menjadi lebih tinggi.
Pemanfaatan kembali pupuk hayati hasil daur ulang sangat berpotensi
karena
bahan baku tersedia banyak. Penambahan pupuk hayati/organik
diharapkan dapat meningkatkan pengembalian unsur -unsur yang penting bagi
tanaman ke dalam tanah dan mampu mengendalikan laju infeksi patogen pada
tanaman lada. Penggunaan mineral yang banyak mengandung unsur, dapat
dimanfaatkan tanaman untuk pertukaran ion dan memastikan ketersediaan
unsur hara tinggi di tanah. Pemanfaatan mineral dapat
menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang baik serta mampu mengurangi kehilangan nutrisi
tanah (Pine et al. 1994). Penambahan mineral ke dalam tanah merupakan salah
satu upaya untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman. Ketersediaan
unsur hara terutama
Kalium akan memperbaiki struktur dinding sel serta
pertumbuhan tanam. Struktur dinding sel yang tebal merupakan salah satu
potensi untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen, sehingga
dapat mengurangi laju infeksi P.capsicii pada tanaman lada.
Salah satu sumber mineral adalah zeolit. Saat ini pengelolaan dan
pemanfaatan zeolit belum optimum, padahal zeolit mempunyai kandungan
unsur hara yang cukup tinggi. Kadar zeolit di Lampung mengandung K
49,49%, Mg 16,46%, Ca 42,50%, dan Na 6,23% (Yufdy 2003). Oleh karena
itu
salah
satu
upaya
untuk
memanfaatkan
zeolit
adalah
dengan
mengaplikasikannya ke tanah sebagai sumber unsur hara tanaman sehingga
tanaman dapat bersifat resisten terhadap patogen.
Penggunaan
kompos
dapat
memperbaiki
struktur
tanah
dan
berperanan sangat penting dalam pengelolaan pertanian organik. Kompos juga
mampu
mengurangi populasi pathogen di tanah. Beberapa organisme
antagonis untuk menekan patogen tular tanah dapat diisolasi dari kompos
seperti Chaetomium, Aspergillus, Penicillium dan Trichoderma (Chet & Inbar
1994). Secara fisik, kimia, dan biologi kompos memberikan pengaruh positif
pada pertumbuhan tanaman. Ketersediaan unsur hara dalam kompos dapat
dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan (Alvarez et al. 1994). Proses
mekanisme antagonis dari bahan kompos menghasilkan suatu biokontrol yang
bisa menyebabkan lisis, antibiosis, mikoparasit, dan kompetisi (Zhang et al.
1998; Papavizas & Lumsden 1980). Keberadaan ekstrak kompos yang
diaplikasikan ke dalam tanah diharapkan dapat memperbaiki komposisi
mikroorganisme tanah
bermanfaat
dan
dapat
yang
meningkatkan
daya
tahan
tanaman
dalam
penanggulangan dari penyakit tanaman.
Berdasarkan hal yang dikemukan di atas, penelitian akan dilakukan untuk
mengetahui peranan perlakuan zeolit sebagai sumber unsur hara dan mineral
dan kompos dalam menekan penyakit BPB pada tanaman lada yang
disebabkan oleh P.capsicii Leon .
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kompos dan zeolit
dalam menekan penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada.
Manfaat Penelitian
Apabila kompos dan zeolit terbukti dapat menekan penyakit busuk
pangkal
batang
maka
hasil
tersebut
dapat
dijadikan
acuan
dalam
pengembangan manfaat zeolit dan kompos untuk mengendalikan cendawan
P.capsicii dan cendawan patogenik lainnya di areal pertanaman lada serta
dapat meningkatkan nilai tambah kedua bahan tersebut.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa perlakuan
kompos dan zeolit dapat menekan penyakit busuk pangkal batang pada
tanaman lada.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Busuk Pangkal Batang
Penyakit akar atau busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh
Phytopthora capsicii Leon, merupakan salah satu penyakit penting pada
pertanaman lada (Kasim 1978). Penyakit ini pertama kali dilaporkan sebagai
penyakit yang menyebabkan kematian tiba-tiba pada tanaman lada di
Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Selatan tahun 1885. Penyakit
ini kemudian disebut busuk pangkal batang (BPB) dan pertama kali
diperkenalkan tahun 1928 (Manohara 1992).
Penyakit ini biasanya menyerang tanaman yang berumur dua tahun atau
lebih. Serangan pada tanaman muda biasanya menyebabkan kematian
terutama jika konsentrasi inokulum tinggi. Di area yang baru ditanami lada
jumlah inokulum di dalam tanah biasanya rendah. Perkembangan infeksi di
perakaran sampai terjadi sangat lambat. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena sifat dari patogen P. capsicii termasuk pada patogen parasit lemah.
Penyakit BPB biasanya ditemukan pada daerah yang memiliki
kandungan hara yang miskin. Seranga n BPB akan menjadi berat, pada tanah
yang mempunyai periode basah sangat panjang. Pada bagian tanaman di
permukaan tanah gejalanya berbeda-beda. Gejala umum berupa penurunan
vigor dan pertumbuhan tanaman, menguning atau klorosis pada daun dan
akhirnya kola ps atau tanaman mati (JICA et al. 1993).
Pada awalnya warna daun berubah menjadi pucat dan menjadi layu,
sehingga patogen dapat dengan mudah menginfeksi daun tanaman yang
sehat. Ketika dasar dan pangkal batang terinfeksi tanaman menunjukkan warna
hitam dan sering menghasilkan eksudat bewarna hitam berbau busuk, sering
mengikuti perkembangan infeksi lanjut mikroorganisme. Pada daun, cendawan
dapat menyebabkan satu atau banyak lesio, yang umumnya berbentuk bulat
dengan karakteristik fimbr iate pada pinggirnya. Pada pagi hari beberapa tetes
embun dengan beberapa sporangium dapat ditemukan pada permukaan bawah
dari daun tanaman yang sakit. Jika kondisi baik untuk memproduksi
sporangium setelah menginfeksi daun tanaman (JICA et al. 1993).
Perubahan warna pada kulit pangkal batang dan gejala pada daun
yang berupa bercak coklat tua kosentris dengan warna abu-abu dipusatnya dan
akhirnya layu. Gejala penyakit ini yang mencolok adalah gajala layu pada
daun yang menjadi kuning, kusam dan lembek. Bila daun gugur, maka
keguguran daun dimulai dari bagian bawah kemudian bagian atas tanaman.
Setelah 10 hari tanaman akan mati. Pada musim kering, perkembangan
penyakit terjadi lebih cepat, yaitu tanaman akan mati dalam waktu tiga atau
empat hari setelah gejala layu mulai tampak. Dalam hal ini daun-daun tetap
menggantung kering dan tanaman terlihat seperti terbakar (Kasim 1978).
Infeksi pada batang biasanya terjadi dekat permukaan tanah sampai
setinggi 30 cm dari pangkal batang. Bagian yang terinfeksi mengalami
perubahan warna, dan bila dipotong tampak warna coklat sampai hitam.
Infeksi pada daun terlihat dari adanya bercak mulai kelabu, dengan tepi
bewarna
coklat. Di luar bagian nekrotik tersebut terdapat zone
kebasahan selebar
terserang ini dapat gugur
3–4 mm. Beberapa hari kemudian daun yang
(JICA et al. 1993). P. capsicii
memproduksi pedicellate sporangia untuk menginfeksi jaringan melalui
percikan dari satu tanaman ke tanaman lain dan menyebar di tempat itu dari
dalam tanah sampai ke atas permukaan tanah dari tanaman.
Kerugian Pada Tanaman
Tahun 1953 – 1956 Indonesia dapat memenuhi 23% kebutuhan lada
dunia terutama untuk lada hitam, tetapi produksi ini mulai menurun sejak
tingginya serangan penyakit busuk pangkal batang pada areal pertanaman lada
di Indonesia. Sebelum perang dunia kedua 80% total kebutuhan lada dunia
disuplai oleh Indonesia dan bahkan lada hitam Indonesia dianggap sebagai
lada yang terbaik di dunia (Kasim 1978). Permasalahan penyakit akar atau
busuk pangkal
batang tanaman lada juga merupakan problem yang
besar bagi negara-negara produsen lada dunia seperti India, Malaysia dan
Brazil. Kerugian di lapangan mencapai 30% dan 5% –10 % per tahun
(Nambiar & Sarma 1977). Total kerugian dalam produksi akibat dari penyakit
ini mencapai 7000 ton (Holliday & Mowat 1963). Di Lampung kerugian di
lapangan mencapai 10% -15% pertahun
(Kasim 1990).
Penyebaran Penyakit di Indonesia
Penyakit busuk pangkal batang atau penyakit akar pada tanaman lada
ditemukan 1885 di daerah Lampung. Sejak saat itu patogen P. capsicii
terus menyebar keluar dari daerah pertanaman lada di Lampung. Setelah di
laporkan di Lampung banyak daerah pertanaman lada di Indonesia telah
diserang oleh patogen ini, tetapi tidak dilaporkan. Baru tahun 1996 Manohara
dan Kasim melakukan survei penyebaran dari penyakit ini di beberapa
propinsi sentral lada di Indonesia. Area infeksi patogen ini meliputi : Bangka
(Sumatera selatan) penyakit ini telah ditemukan sejak tahun 1936, Aceh
(1929), Bengkulu (1916), Jawa barat, Banten dan Pelabuhan Ratu (1931),
Jawa tengah (1933), Kalimanta n Barat dan Selatan (1931), Kalimantan Timur
dan Kepulauan Sea (1930).
Patogen (P. Capsicii)
Sporulasi
P. capsicii memproduksi pedicellate sporangia untuk menginfeksi
jaringan melalui percikan dari satu tanaman ke tanaman lain dan menyebar di
tempat itu dari dalam tanah sampai ke atas permukaan tanah dari tanaman.
Temperatur optimum untuk pertumbuhan miselium 21 0C, walaupun
beberapa dapat tumbuh antara 12 0C – 30 0C. Seandainya temperatur tetap 26
0
C untuk beberapa waktu yang lama hifa patogen akan mati setelah 1 minggu.
Pada kondisi baik perkembangan miselia dari jamur menyebar keseluruh
jaringan dan akhirnya akan memproduksi sporangia dalam tanaman.
Walaupun suatu faktor termasuk aerasi, cahaya dan nutrisi berperan
dalam memproduksi spora, temperatur dan kelembaban kelihatannya menjadi
faktor penting. Jumlah sporangia akan berlimpah di dalam media antara 9 0C –
22 0C, dengan range optimum 180C – 220C. Sporangia yang berlimpah
diproduksi lebih kurang 14 jam. Sebaliknya pada temperatur re ndah (90C – 15
0
C) dibutuhkan waktu 48 jam. Kelembaban relatif 100 % adalah optimum dan
91% adalah minimum untuk memproduksi spora (Alexopoulos et al. 1996).
Pada agar tepung jagung miring, cendawan dapat membentuk oogonia
dengan antheridia yang berbentuk lonjong sedang pada tepung haver,
cendawan membentuk oospora dengan ukuran 26, 6 um x 22 – 34 µm. P.
capsicii ini dapat hidup pada temperatur 110C – 350C, sedang pertumbuhan
optimumnya berkisar antara 27,500C – 320C. Sporangia dapat terbentuk pada
pH 3,0 – 8.0 optimum antara 4.5 – 6.
Sporangia berbentuk bulat panjang, papilate nyata dan meruncing pada
bahagian dasarnya 31- 59 x 21 – 32 µm, dengan L/B ratio 1.54 – 2.37,
sporangia papillae terang/ menyolok. Pedicells 56 – 119 µm, panjangnya.
Sporangia memproduksi zoospora, jika ada sedikit air disekelilingnya.
Pembentukkan zoospora pada P. capsicii langsung dalam sporangium.
P.capsicii
mempunyai mating tipe (A1 & A2) ditemukan di
Lampung, Kalimantan Barat dan Jawa Barat.
Penyebaran Spora
P. capsicii pada tanaman lada adalah patogen polisiklik, dalam produksi
siklus inokulum dan penyebaran terjadi selama perkembangan epidemik.
Kepadatan propagul P. capsicii di dalam tanah meningkat awalnya di dalam
area pertanaman lada sebagai akibat munculnya penyakit, dimana sporangia
dan miselia terpendam di dalam tanah. Peningkatan yang lebih besar dari
kepadatan propagul P. capsicii terjadi di dalam tanah yang terdapat jaringan
akar
untuk patogen berkolonisasi. Peningkatan ini
memproduksi inukolum yang
tanah selama satu periode
dapat menyebarkan zoospora di dalam
ketahanannya.
Oospore diyakini menjadi awal propagul di lapangan mengganggu dari
P. capsicii pada tanaman. Oospora P. capsicii berkecambah untuk membentuk
sporangia. Zoospora terbebas dari sporangia selama periode ketahanan dalam
tanah menyebabkan peningkatan penyakit pada lada dan mungkin awal
infektif propagul di lapangan (Hord & Ristaino 1991).
Sejak pembebasan ke dalam tana h zoospora dari spesies P. capsicii
mampu bergerak beberapa milimeter dengan kekuatannya sendiri. Meskipun
demikian penyebaran zoospora P.capsicii banyak terjadi bersama aliran air.
Penetrasi dan Perkembangan Patogen dalam Jaringan Tanaman
Manohara & Machmud (1986) melakukan observasi proses infeksi
patogen
pada tanaman lada varietas Lampung daun lebar. Ada dua jalan
infeksi proses infeksi oleh P. capsicii yaitu penetrasi langsung melalui
epidermis dan penetrasi tidak langsung melalui stomata dan atau lubang alami.
Infeksi mudah terjadi pada permukaan daun. Pertama cendawan tumbuh
interseluler dan kemudian berkembang secara intra dan inter seluler. Delapan
jam setelah inokulasi, miselia telah siap berkembang di dalam jaringan
tanaman. Dua belas jam kemudian miselia telah menjangkau sel di bawah
epidermis
dari
permukaan
daun.
Gejalanya
seperti
bintik
bewarna
coklat/kehitaman muncul pada daun setelah 18 jam sesudah inukulasi.
Alconero et al. (1972) menggambarkan penetrasi dan perkembangan
patogen ini di dalam jaringan. Zoospora mempenetrasi di antara dua sel dan
pertumbuhan cendawan secara intraseluler. Satu zoospora mampu menginfeksi
lebih kurang 10 sel dalam waktu 6 jam pada akar tanpa percabangan. Di dalam
kasus lain, cendawan berkembang secara interseluler, dan memproduksi
haustoria seperti mengeras dalam sel akar. Hifa pada interseluler tidak
kelihatan seperti tingkat infeksi dimana cendawan telah masuk lebih kedalam
di dalam sel. Setelah 9 jam berada dalam akar, patogen telah sampai ke
dalam korteks dari akar lebih kurang 2 cm dari ujung akar, tetapi jaringan pada
waktu ini tidak begitu nyata melihatkan tanda terserang. Setelah 12 jam
kerusakan dari jaringan telah
dalam kondisi gelap dan jaringan
dapat dilihat secara makroskopik. Di
lunak, cendawan tidak mudah
terlihat, bagaimanapun juga banyak hifa yang terlihat tanpa protoplasma.
Daur Hidup P.capsicii
Cendawan P. capsicii hidup dalam tanah dan dapat bertahan hidup
secara saprofitik. Cendawan dapat bertahan di dalam tanah sebagai miselium
untuk menginfeksi atau sebagai oospore. Oospora dapat bertahan dalam waktu
yang lama di dalam tanah. Bila kondisi tanah basah oospora berkecambah
untuk membentuk filamen cendawan. Miselia dari perkecambahan spora atau
dari infeksi jaringan memproduksi struktur reproduksi berupa sporangia.
Sporangia ini berisi spora yang infektif yang disebut zoospora. Zoospora dari
sporangia hanya terbentuk ketika tanah kompleks penuh dengan air. Zoospora
menggunakan flagelnya untuk berenang ke permukaan tanah dan berpindah
mengikuti sepanjang aliran air. Pada periode panjang dan peride dalam tanah,
siap menimbulkan infeksi Alexopoulos et al. (1996).
Zoospora biasanya mencari inang pada daun dan batang kemudian
berkecambah membentuk tabung kecambah. Tabung kecambah memproduksi
apresorium dari tingkat infeksi pertumbuhannya dan masuk ke jaringan
inang dengan mempenetrasi langsung pada permukaan bawah sel epidermis
atau tumbuh dan masuk melalui stomata atau lubang alami (Alexopoulos et al.
1996).
Zoospora yang berada di sekitar perakaran inang akan tertarik secara
kemotaktis ke dalam akar oleh eksudat akar. Zoospora cendrung untuk
berkumpul pada akar atau dibahagian ujung akar di dalam zona elongasi dan
menjadi benar-benar melekat di permukaan akar. Pelekatan encyst spora
terjadi 1–4 menit setelah induksi encystment dan berhubungan
dengan
pengeluaran sebuah glycoprotein bermolekul tinggi oleh encyst spora. Kedua
proses pelekatan dan perkembangan berikutnya dari tabung kecambah dari
cyst adalah tergantung pada penyesuaian diri dari zoospora terhadap
permukaan akar (Alexopoulos et al. 1996).
Pelepasan Inokulum
P. capsicii L sebenarnya dapat menginfeksi setiap bahagian dari
tanaman lada dan produksi inokulumnya dapat menambah untuk penyebaran
berikutnya di lapangan (Ristaino et al. 1994). Tiga mekanisme awal inokulum
bebas telah dapat diidentifikasi. Inokulum P. capsicii ini termasuk inokulum
yang dapat berpindah dari satu akar ke akar yang lainnya di dalam tanah
(Larkin et al. 1995), inokulum berpindah kelingkungan dibawahnya karena
adanya air permukaan dan curah hujan (Bower et al. 1990), dan pelepasannya
dari dalam tanah tanah ke atas permukaan tanah dan bahagian tanaman karena
adanya hujan atau aliran air irigas i (Ristaino et al. 1994).
Perpindahan inokulum melalui air permukaan adalah suatu mekanisme
yang sangat penting pada pelepasan inokulumnya untuk banyak spesies
polisiklik Phytopthora spp . termasuk di dalamnya P. capsicii (Neher &
Duniway 1992). Hal tersebut merupakan mekanisme utama pelepasan
P.capsicii di alam untuk penyebaran di lapangan.
Kedua penyakit dan siklus hidup cendawan berhubungan dengan
kelembaban yang tinggi. Penyakit yang berkembang dari membutuhkan
banyak air biasanya menghasilkan patogen tumbuh dan berkembang, karena
pengaruh air langsung pada tanaman. Pembuktian penyebaran akan
berkembangnya penyakit ini ketika periode basah terjadi satu minggu atau
lebih. Diantara periode basah cendawan berkembang, sporulasi, menyebar dan
menginfeksi dengan serius, gejala penyakit tidak berkembang selama periode
dengan kelembaban yang tinggi (Uchida & Aragaki 1991).
Infeksi yang terjadi pada tanaman disekelilingnya, dikarenakan oleh
spora yang pindah dengan adanya air atau terbawa oleh angin. Spora dari P.
capsicii dan spesies lainnya adalah rentan sekali terhadap kekeringan. Jika
kelembaban relatif turun dibawah 100% spora mati dalam beberapa menit.
Jika ditemukan air sporagium juga berkecambah langsung membentuk sebuah
tabung kecambah masuk melalui stomata dan menginfeksi daun atau dengan
zoospora. Spora dapat berkecambah dengan rang temperatur dari 15 0C sampai
24 0C. Di atas 20 0C spora kehilangan viabilitas dalam 1 – 3 jam dalam udara
kering dan 5–15 jam di dalam udara basah. Optimum temperatur untuk
langsung tabung kecambah berkecambah adalah 24
0
C, dimana untuk
0
perkecambahan tidak langsung adalah 12 C. Zoospora dapat berenang di
permukaan yang ada film air untuk 15 menit pada temperatur tinggi dan di
bawah 24 jam kalau terjadi peningkatan temperatur (Alexopoulos et al. 1996).
Struktur Ketahanan
Beberapa Phytopthora memproduksi dinding klamidospora yang
tebal yang memungkinkan patogen dapat bertahan hidup selama periode
musim kering yang panjang. Klamidopsora biasanya berbentuk fase istirahat
dalam siklus hidup atau sering tinggal di dalam jaringan tanaman yang
mati. Disamping dari kekeringan klamidospora diketahui juga toleran terhadap
kondisi yang tidak menguntungkan (Uchida & Aragaki 1991). Spora seksual
yang disebut
oospora juga berdinding tebal dan mempunyai fungsi
juga
untuk ketahanan kelangsungan hidupnya. Spora banyak di produksi ketika tipe
A1
dan A2 dari spesies Phytopthora tumbuh bersama-sama
menginfeksi
tanaman.
Hujan menyebarkan spora dan zoospora dari tanaman terinfeksi ke
dalam tanah dan menyebabkan infeksi akar. Curah hujan yang tinggi
mempunyai pengaruh yang luas terhadap rang perkembangan penyakit,
diantaranya penyebaran penyakit dan perkembangan berikutnya di areal
perkebunan tanaman lada (Ristaino 1991).
Bila kelembaban tanah tinggi, temperatur tinggi serta kondisi
lingkungan lainnya dalam keadaan optimum, misalnya cuaca yang lembab,
cendawan P. capsicii tumbuh dengan baik dan akan menyebar dengan cepat
pada musim hujan. Menurut JICA et al. 1993 keadaan tersebut akan
mempercepat pembentukkan spora kembara sebagai akibat turunnya
temperatur tanah, sehingga dapat terjadi infeksi pada tanaman.
Pengaruh Lingkungan
Pengaruh cuaca pada siklus hidup patogen terutama sekali pada tingkat
perkecambahan spora, bentuk dan penetrasi klamidospora, periode inkubasi
penyakit, sporulasi, pembebasan dan pelepasan spora dan penurunannya.
Awalnya P capsicii dan P.nicotianae adalah spesies tropik hidup pada
kelembaban yang tinggi dan temperatur 24 0C – 30 0C.
Kedua penyakit dan siklus hidup cendawan berhubungan dengan
kelembaban yang tinggi. Penyakit yang berkembang dari membutuhkan
banyak air biasanya menghasilkan patogen tumbuh dan berkembang karena
pengaruh air langsung pada tanaman. Pembuktian penyebaran akan
berkembangnya penyakit ini ketika periode basah terjadi satu minggu atau
lebih. Diantara periode basah cendawan berkembang, sporulasi, menyebar dan
menginfeksi dengan serius, gejala penyakit tidak berkembang selama periode
dengan kelembaban yang tinggi (Uchida & Aragaki 1991).
Infeksi yang terjadi pada tanaman disekililingnya dikarenakan oleh
spora yang dipindahkan karena adanya air atau terbawa oleh angin. Spora dari
P. capsicii dan spesies lainnya adalah rentan sekali terhadap kekeringan.
Jika kelembaban relatif turun dibawah 100% spora mati dalam beberapa
menit. Jika ditemukan air sporagium juga berkecambah langsung membentuk
sebuah tabung kecambah masuk melalui stomata dan menginfeksi daun atau
dengan zoospora. Spora dapat berkecambah dengan rang temperatur dari 1.5
0
C sampai 24 0C. Di atas 20 0C spora kehilangan viabilitas dalam 1–3 jam
dalam udara kering dan 5– 15 jam di dalam udara basah. Optimum temperatur
untuk langsung tabung kecambah berkecambah adalah 24 0C, dimana untuk
perkecambahan tidak langsung adalah 12 0C. Zoospora dapat berenang di
permukaan yang ada film air untuk 15 menit pada temperatur tinggi dan di
bawah 24 jam kalau terjadi peningkatan temperatur (Alexopoulos 1996).
Kompos
Terdapat gejala penurunan kadar bahan organik tanah di banyak
perkebunan lada, terutama pada tanah latosol seiring dengan makin lamanya
pengusahan lahan tersebut (Pujiyanto 1996; Wibawa 1987). Jika penurunan
kadar bahan organik berlangsung terus -menerus, maka keberlanjutan usaha
pertanian pada lahan tersebur akan terancam. Tanah dapat menjadi rusak dan
tidak produktif, sehingga tidak ekonomis lagi dimanfaatkan sebagai usaha
pertanian. Guna mengembalikan sifat fisik dan fisikokimia rizhosfer serta
menjamin keberlangsungan pengusahaan lahan tersebut, maka degradasi lahan
dapat dihindari, antara lain dengan menambahkan bahan organik berupa
kompos untuk mempertahankan kandungannya pada aras minimum sebesar
3,5% atau 2%
C organik (Baon et al. 2003).
Penurunan kadar bahan organik tanah merupakan salah satu indikator
utama penurunan kesuburan tanah mineral di perkebunan lada. Kecenderungan
penurunan kandungan BOT (bahan organik tanah) tersebut disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara kehilangan dan penambahan bahan organik ke
dalam tanah. Kehilangan BO dari tanah dapat terjadi karena oksidasi biologis
oleh mikroorganisme didala m tanah, erosi tanah lapisan atas pada umumnya
berkandungan BO tinggi, ataupun karena pembakaran pada saat melakukan
persiapan lahan (Baon et al. 2003).
Proses dekomposisi bahan organik yang cukup dalam tanah mampu
mengaktifkan
mineralisasi
populasi
BO
dan
mikroorganisme
dekomposisi
tanah
yang
dapat
memacu
pestisida,
serta
meminimumkan
perkembangan mikroorganisme tanah yang merugikan. Kompos sebagai
sumber bahan organik dapat dipertimbangkan dalam upaya menekan beberapa
penyakit tanaman yang disebabkan ole h patogen tular tanah. Penyakit yang
disebabkan oleh patogen tular tanah adalah unik, disebabkan patogen dapat
bertahan hidup dibawah tekanan mikroorganisme tanah, dan dapat menginvasi
tanaman melalui tanah (Hyakumachi 2000).
Kompos
yang
mengandung sejumlah mikroorganisme dapat berperan sebagai biokontrol,
bersifat antagonis terhadap patogen dan mikroorganisme di dalamnya juga
dapat menimbulkan suatu induksi resistensi induce systemic acquired
resistance (SAR) di dalam tanaman (Brito et al. 1994; Zhang et al. 1998).
Chloe et al. (1998) mengemukakan bahwa kompos dari kotoran hewan banyak
digunakan untuk memperbaiki struktur dan kondisi tanah, kesehatan tanaman,
dan pengendalian penyakit. Aktivitas antagonis yang terlibat dalam biologi
kontrol ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi di dalam kompos
tersebut (Brito et al. 1994).
Zhang et al. (1998) mengemukakan proses dekomposisi yang cepat dan
matang mengakibatkan patogen tular tanah Phytium dan Phytophthora spp.
terhalang aktivitasnya oleh kelompok bakteri yang berperanan sebagai agensia
hayati di dalam campuran tanah kompos. Gliocladium virens merupakan suatu
organisme biokontrol potensial dan penting untuk mengendalikan beberapa
patogen tular tanah (Papavizas 1985). Phytophthora merupakan salah satu
spesies yang dapat dipengaruhi oleh mikroorganisme tanah, hasil antagonisnya
menyebabkan perkembangbiakan fungi terhalang. Bentuk antagonis yang
terjadi bisa parasit, amensalisme, kompetisi dan keduanya terjadi di tanah dan
dalam rizosfir spesies tanaman. Tingkat penekanan penyakit yang disebabkan
oleh Phytopthora bervariasi sangat tergantung dengan tipe tanah dan cara
pelaksanaannya (Malajzuk 1983). Keefektifan kompos sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain, aerasi, kadar air bahan, suhu, nisbah C/N, dan
aktvitas mikroba.
Zeolit
Ketersedian sumber unsur hara dan mineral dalam tanah untuk
mencukupi kebutuhan bagi tanaman selalu menjadi kendala utama untuk
menghasilkan tanaman yang lebih sehat. Ditambah dengan banyaknya unsur unsur yang bersifat racun berada di dalam tanah. Hal ini menyebabkan
tanaman menjadi merana dan mudah terserang oleh penyakit. Zeolit alam
dapat dimanfaatkan dan sangat potensial
secara alami mencukupi nutrisi
tanah. Zeolit mempunyai pertukaran ion yang baik dan seka ligus mempunyai
sifat penyerapan.
Zeolit dalam aplikasinya di tanah dapat memperbaiki struktur tanah dan
melepaskan mineral dan unsur hara secara lambat (mobile) ke dalam tanah
(Pine et al. 1994). Dalam perbaikan struktur tanah, aplikasi zeolit dilakukan
dalam bentuk tekstur kasar dan dapat meningkatkan kekayaan lahan seperti
kapasitas penyimpanan air, aktifitas biologi, kadar keasaman lahan, struktur
lahan sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Sani (2001) mengemukakan
aplikasi zeolit pada tanaman padi pada lahan yang sudah jenuh mampu
mengambil CEC, dan meningkatkan hasil 13% – 41% dengan aplikasi zeolit
200 & 1000 kg ha-1 secara berturut-turut.
Pelepasan unsur hara dan mineral secara lambat pada zeolit memberikan
ketersediaan unsur hara & mineral yang cukup bagi tanah. Pelepasan nutrisi
mineral terjadi melalui pertukaran ion dan menjamin ketersediaan nutrisi yang
cukup tinggi untuk perbaikan pertumbuhan tanaman. Harsley et al. (1980)
menemukan pelepasan unsur K dari zeolit diaplikasikan secara tunggal dengan
50 gr zeolit (clinoptilolite) pada setiap 1.5 liter air irigasi mengandung 234 µg.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Lampung dan Laboratorium Mikologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanam Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari
bulan Agustus 2004 sampai September 2005.
Penyiapan Medium Tanam Lada dan Inokulum P. capsicii
Penyiapan Perbanyakan Tanaman
Medium tanah yang digunakan dalam penelitian adalah tanah yang
berasal dari desa Sukamarga, Kecamatan Abung Tinggi, Lampung Utara
denga n jenis latosol, dicampur dengan tanah yang terinfeksi P. capsicii dengan
perbandingan
3:1 (v/v). Campuran tanah dan yang terinfeksi
dimasukkan dalam bak
1 x 1 x 0,25 m.
Penyiapan Inokulum P. capsicii
Inokulum P. ca psicii diperoleh dengan mengambil tanah disekitar
tanaman lada
yang terserang
dari desa Sukamarga, Kecamatan Abung
Selatan, Kabupaten Lampung Utara. Tanah tersebut dihitung kepekatan spora
rehatnya dengan hemositometer. Kepekatan suspensi spora dengan ke pekatan
106/g bobot kering tanah (Kasim 1985).
Penambahan Zeolit
Perlakuan Penambahan Zeolit
Zeolit digunakan sebagai sumber unsur hara dan mineral. Zeolit yang
dipakai berasal dari Provinsi Lampung yang sudah diketahui komposisi unsur
mineralnya (lampiran 1 dan 2). Selanjutnya batu zeolit dalam bentuk pril ini
dicampurkan ke dalam medium tanam dengan cara diaduk secara merata ke
dalam tanah yang sudah terinfeksi P.capsicii sesuai dengan perlakuan yang
telah ditentukan. Perlakuan penambahan zeolit diberikan sebelum bibit lada
ditanam.
Dosis yang digunakan setelah analisis dicari dengan menggunakan
rumus bobot pot x konsentrasi zeolit x banyak tanah, terdiri atas tiga taraf
yaitu
1) 0 kg zeolit/ha
2) 125 kg zeolit/ha
3) 150 kg zeolit/ha
Dosis tersebut didasarkan pada komposisi kandungan unsur K zeolit
dengan kebutuhan unsur K tanaman lada (Bathia 1990).
Penambahan Kompos
Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos dilakukan dengan cara pencacahan bahan kulit
kopi dan Arachis pintoii dengan menggunakan mesin pencacah. Kemudian
bahan tersebut dicampurkan dengan pupuk kandang, diaduk secara merata dan
diberi efektif mikroorganisme dengan perbandingan 5 ml/ 10 liter air. Dan
bahan tersebut dimasukkan ke dalam lubang lalu ditutup dengan menggunakan
lumpur. Pada bahagian atas ditancapkan bambu sebagai sumber sirkulasi
udara. Bahan kompos terdiri atas kulit kopi dan tanaman kacang-kacangan
(Arachis pintoii), dan tanah dari kebun lada yang termasuk jenis tanah latosol.
Proses pematangan kompos berlangsung se lama 30 hari. Kompos yang sudah
matang siap diaplikasikan. Kompos diberikan masing-masing 5 kg/polibag
tanaman lada, adapun perlakuan yang diberikan yaitu :
1)
Kontrol tanpa kompos
2)
Kompos limbah kulit kopi
3)
Kompos kacang-kacangan A.pintoii
4)
Kompos campuran kulit kopi dan A.pintoii
Alasan penggunaan limbah kulit kopi, A. pintoii sebagai sumber bahan
organik (kompos) adalah untuk mengetahui pengaruh kompos yang berasal
dari bahan organik yang berbeda, yaitu limbah kulit kopi dan A. pintoii
mewakili golongan tumbuhan. Limbah kulit kopi dan A. pintoii yang
digunakan banyak terdapat di sekitar lokasi pertanaman lada dan kopi serta
sering menumpuk tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
A. pintoii dipakai sebagai
cover crop (penutup tanah) di sekitar
pertanaman lada, sehingga sering ketika rumput disiangi akan terjadi
penumpukan sisa -sisa hasil
pemotongan dan di saat musim hujan
pertumbuhannya sangat cepat sering dibiarkan menjadi tumpukan sampah di
lokasi perkebunan lada. Oleh karena itu untuk mengoptimalkannya, maka
rumput ini digunakan sebagai salah satu sumber bahan organik untuk
pembuatan kompos.
Penggunaan mikroorganisme S. cerevisae dari air kelapa diharapkan
akan membantu mempercepat proses dekomposisi yang terjadi pada kompos
dan diharapkan akan mendorong pembiakan kelompok mikroorganisme yang
ada pada bahan kompos. Alasan digunakannya tanah kebun lada sebagai
starter dalam pembuatan ekstrak kompos, karena patogen yang menjadi
sasaran adalah P. capsicii yang merupakan patogen penting pada tanaman
lada. Salah satu sasaran tanah yang digunakan berasal dari lahan lada dengan
asumsi, bahwa pada tanah tersebut terdapat mikroorganisme yang sudah dapat
beradaptasi dengan baik sebagai antagonis terhadap P. capsicii.
Penyiapan Pembibitan Tanaman Lada dan Perlakuan Kompos
Media yang digunakan penyiapan pembibitan yaitu kotak yang berisi
media pasir pembibitan 1m x 1m x 2 m. Pembuatan bibit tanaman lada
dilakukan dengan menggunakan sulur panjat dengan stek tiga ruas. Untuk
menghindari rusaknya bibit karena terik matahari langsung, bak persemaian
diberi naungan. Untuk mengurangi penguapan, daun dipotong sepertiganya.
Stek yang telah disemai dipindahkan ke tempat pembibitan. Pada saat stek
masih dipersemaian, dipersiapkan media pembibitan.
Pembuatan Bak Perlakuan Sebagai Media Pembibitan
Bak untuk perlakuan penelitian ini dibuat dari bambu dengan ukuran
1m x 1m x 0,25 m, bahagian dinding dari bak dilapisi dengan plastik. Pada
dasar bak juga dilapisi dengan plastik dan diberi lobang. Komposisi media
tanah dalam bak 1 bagian tanah berasal dari tanaman yang terserang P.capsicii
dan 4 bagian dari tanah tanaman lada yang tidak terserang.
Rancangan Percobaan Kompos dan Zeolit pada Tanaman Lada
Metode perlakuan merupakan interaksi antara per lakuan zeolit dan
kompos untuk melihat sampai sejauh mana pengaruh zeolit dan kompos
terhadap P.capsicii yang menyerang tanaman lada. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK)
Faktorial dengan 12 perlakuan dengan 3 ulangan.
1. Kontrol tanpa kompos dan zeolit (KO-Z0)
2. Kontrol tanpa kompos dan 125 kg zeolit/ha (KO-Z1)
3. Kontrol tanpa kompos dan 150 kg zeolit/ha (KO-Z2)
4. Kompos kulit kopi dan 0 kg zeolit/ha (KA-Z0)
5. Kompos kulit kopi dan 125 kg zeolit/ha (KA-Z1)
6. Kompos kulit kopi dan 150 kg zeolit/ha (KA-Z2)
7. Kompos A.pintoii dan 0 kg zeolit/ha (KK-Z0)
8. Kompos A.pintoii dan 125 kg zeolit/ha (KK-Z1)
9. Kompos A.pintoii dan 150 kg zeolit/ha (KK-Z2)
10. Kompos campuran Kulit kopi dan 0 kg zeolit/ha (KKA-Z0)
11. Kompos campuran Kulit kopi, A.pintoii dan 125 kg zeolit/ha (KKAZ1)
12. Kompos campuran Kulit kopi, A.pintoii dan 150 kg zeolit/ha (KKAZ2)
Aplikasi masing-masing perlakuan dilakukan dengan mencampurkan
secara merata terlebih dahulu setiap perlakuan dengan media tanah yang sudah
ada P.capsicii di luar bak perlakuan. Setelah semuanya teraduk secara merata,
masing-masing perlakuan dimasukkan kedalam bak, baru kemudian bibit lada
di tanam. Tanaman dipelihara sampai dengan tanaman berumur 3 bulan
setelah tanaman dipindahkan.
Isolasi Mikroba
Isolasi Mikrob dari BakPembibitan Setelah Penambahan Interaksi
Perlakuan Zeolit dan Kompos
Isolasi mikroba tanah dilakukan untuk mengetahui keragaman dan
kepadatan populasi mikroba tanah setelah perlakuan penambahan zeolit dan
kompos. Metode isolasi yang digunakan sebagai berikut: 10 gram tanah
dimasukkan ke dalam 90 ml air steril, kemudian dikocok dengan
menggunakan shaker pada 200 rpm selama 30 menit sehingga diperoleh
suspensi dengan pengenceran 10-1. Selanjutnya dari suspensi tersebut diambil
1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml air steril sehinga diperoleh suspensi
dengan penyenceran 10-2. Hal serupa dilakukan hingga mencapai tingkat
pengenceran 10 -8. Pada pengenceran 10 -3 dan 10-4 diambil 0,1 ml kemudian
disebar pada medium Martin agar (MA) dan diinkubasi selama 5 hari pada
suhu ruang dalam inkubator. Cendawan yang tumbuh pada media
MA
-7
diisolasi dan dimurnikan pada medium PDA. Pada pengenceran 10 dan 10-8
diambil 0,1 ml kemudian disebar pada medium nutrient agar (NA) dan di
inkubasi selama 7 hari, selanjutnya bakteri dan aktinomysetes yang tumbuh
diisolasi dan dimurnikan, medium NA untuk bakteri dan TSA untuk
aktinomysetes.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan pengendalian hama.
Penyiraman dilakukan setiap hari selama berlangsungnya penelitian.
Pengendalian hama dilakukan secara mekanis yakni mengambil hama yang
ada di tanaman dengan menggunakan tangan.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan te