Improving The Red Mud Quality Of Bauxite Mining Waste As Growing Media By Application Of Coal Bottom Ash And Humic Materials

PENINGKATAN KUALITAS LUMPUR MERAH DARI LIMBAH
TAMBANG BAUKSIT SEBAGAI MEDIA TANAM MELALUI
PEMBERIAN ABU DASAR BATUBARA DAN BAHAN HUMAT

EMIR MATSLAN LUBIS

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Kualitas
Lumpur Merah dari Limbah Tambang Bauksit sebagai Media Tanam melalui
Pemberian Abu Dasar Batubara dan Bahan Humat adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Emir Matslan Lubis
NIM A14110069

ABSTRAK
EMIR MATSLAN LUBIS. Peningkatan Kualitas Lumpur Merah dari Limbah
Tambang Bauksit sebagai Media Tanam melalui Pemberian Abu Dasar
Batubara dan Bahan Humat. Dibimbing oleh ISKANDAR dan DYAH TJ
SURYANINGTYAS.
Bauksit merupakan bahan tambang yang diolah untuk mendapatkan
logam Aluminium. Selama proses pengolahan bauksit tersebut dihasilkan
limbah yang disebut sebagai lumpur merah (red mud). Limbah ini dihasilkan
dari dua proses tahapan pengolahan yaitu proses pencucian yang memisahkan
bijih dari pengotornya dan proses pengolahan bijih bauksit menjadi aluminium
berkualitas. Penelitian ini berupaya untuk memanfaatkan lumpur merah hasil
proses pencucian bijih bauksit sebagai media tanam dengan cara memperbaiki
kualitasnya melalui proses ameliorasi. Bahan amelioran yang digunakan adalah

abu batubara jenis abu dasar (coal bottom ash) dan bahan humat cair. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik sifat kimia lumpur merah
sebelum dan sesudah pemberian bahan amelioran dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman Gmelina (Gmelina arborea roxb.). Penelitian dilakukan
di rumah kaca dengan melibatkan 2 faktor perlakuan: abu dasar batubara
dengan dosis 0; 80; dan 160 g/ 2kg lumpur merah, dan bahan humat cair dengan
dosis 0; 0.05; 0.1 ml/ 2kg lumpur merah masing-masing dengan 3 kali ulangan.
Berdasarkan data hasil analisis laboratorium terhadap sifat kimianya, lumpur
merah yang digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat kesuburan dan
kandungan hara yang sangat rendah. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian abu dasar batubara dan bahan humat cair berpengaruh nyata
meningkatkan pH, kadar P2O5-tersedia, Cadd, Mgdd, dan KTK. Secara
keseluruhan kombinasi perlakuan H0A2 dengan dosis tanpa bahan humat cair
dan dosis abu dasar batubara sebanyak 160 ton / ha merupakan yang paling baik
dan efisien untuk memperbaiki sifat kimia lumpur merah.
Kata kunci: bahan humat, bauksit, coal bottom ash, gmelina arborea roxb., red mud

ABSTRACT
EMIR MATSLAN LUBIS. Improving the Red Mud Quality of Bauxite Mining
Waste as Growing Media by Application of Coal Bottom Ash and Humic

Materials. Supervised by ISKANDAR and DYAH TJ SURYANINGTYAS.
Bauxite is an aluminium sourced mineral. Red mud is a waste product from
that process. The waste was generated from two processes, that is washing process that
separate the ore from its impurities and bauxite into qualified aluminium process. The
research aims to improve the utility of red mud from washing process as a growing
media by ameliorants. The ameliorants used are coal bottom ash and liquid humic
materials. The research was purposed to identify the chemical characteristics of red
mud before and after ameliorants application, and their effect on Gmelina (Gmelina
arborea roxb.) growth. This research was conducted in a greenhouse and designed with
two factors: coal bottom ash with levels of 0; 80; and 160g/2kg red mud and liquid
humic materials with levels of 0; 0.05; and 0.1ml/2kg red mud with three times
replications. The result showed that the red mud used in this study have low levels of
fertility and nutrient content. The application of coal bottom ash and liquid humic
materials significantly increases the pH, levels of P2O5 available, exchangeable Ca,
Mg, and cation exchange capacity (CEC). Overall H0A2 treatment with level of coal
bottom ash as much as 160 tons/ha without liquid humic materials is the most efficient
level to improve the chemical properties of red mud.
Keywords : Bauxite, coal bottom ash, Gmelina arborea roxb., humic materials, red
mud


PENINGKATAN KUALITAS LUMPUR MERAH DARI LIMBAH
TAMBANG BAUKSIT SEBAGAI MEDIA TANAM MELALUI
PEMBERIAN ABU DASAR BATUBARA DAN BAHAN HUMAT

EMIR MATSLAN LUBIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari 2015 ini ialah
Peningkatan Kualitas Lumpur Merah dari Limbah Tambang Bauksit sebagai
Media Tanam melalui Pemberian Abu Dasar Batubara dan Bahan Humat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iskandar dan Ibu Dr Ir
Dyah Tjahyandari Suryaningtyas, MAppl Sc selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan secara teknis dan teoritis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Dr Ir Syaiful Anwar, MSc selaku dosen penguji
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh Pegawai dan Petugas di Greenhouse Persemaian
Permanen Dramaga dan kepada Ibu Eviati, SSi serta rekan-rekan laboran di
Lab. Kimia Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mamak, Kakak
Fitri, Habib, Ihsan, om Solin, ibu Erika serta seluruh keluarga atas doa dan
dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen
dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, keluarga besar MSL
48, Genesis 48, kepada seluruh sahabat Isti, Uyul, Yuyun, Hanif, Windy,
Gunawan, Rio, Niken, Raytisa, kak Rika, dan juga kepada teman-teman yang
tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya
selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Oktober 2015
Emir Matslan Lubis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Karakteristik Bahan Humat
Karakteristik Abu batubara
Metode dan Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan Percobaan
Analisis Laboratorium
Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik dan Kimia Lumpur Merah
Pengaruh pemberian Bahan Humat dan Abu Dasar Batubara terhadap Sifat
Kimia Lumpur Merah dengan Indikator Tanaman Gmelina arborea roxb.
Pengaruh pemberian Bahan Humat dan Abu Dasar Batubara terhadap
Pertumbuhan Tanaman Gmelina arborea roxb.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2

2
2
2
3
3
5
5
5
5
5
6
13
17
17
17
18
19
30

DAFTAR TABEL

1
2
3
4

Karakteristik bahan humat yang digunakan
Metode analisis sifat fisik dan kimia lumpur merah
Perlakuan ameliorasi terhadap tanaman Gmelina
Karakteristik lumpur merah yang digunakan

2
4
4
6

DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap pH dengan indikator tanaman Gmelina.
7
2 Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara

terhadap kadar C-organik dengan indikator tanaman Gmelina.
8

3
4

5
6
7
8

9

10
11
12
13
14
15


Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap kadar N-total dengan indikator tanaman Gmelina.
8
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap kadar P2O5-tersedia pada lumpur merah dengan indikator tanaman
Gmelina.
9
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap kadar Kdd di dalam lumpur merah dengan indikator tanaman Gmelina. 10
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap kadar Nadd di dalam lumpur merah dengan indikator tanaman Gmelina. 10
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap kadar Cadd di dalam lumpur merah dengan indikator tanaman Gmelina. 11
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap kadar Mgdd di dalam lumpur merah dengan indikator tanaman
Gmelina.
11
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap kapasitas tukar kation lumpur merah dengan indikator tanaman
Gmelina
12
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap Pertumbuhan tinggi batang tanaman Gmelina
13
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap penambahan tinggi tanaman Gmelina selama 3 bulan
14
Kurva sigmoid penambahan tinggi batang tanaman Gmelina pada perlakuan
terbaik
15
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman Gmelina
15
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
terhadap Laju Penambahan diameter batang tanaman Gmelina selama 3 bulan 16
Kurva sigmoid pertumbuhan diameter batang tanaman Gmelina pada perlakuan
terbaik
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Gambar lokasi pengambilan sampel lumpur merah
Kriteria Penilaian data analisis tanah
Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu
batubara terhadap pH
4 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu
batubara terhadap kadar C-organik
5 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu
batubara terhadap kadar N-total
6 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu
batubara terhadap kadar P2O5-tersedia
7 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu
batubara terhadap kadar Kdd
8 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu
batubara terhadap kadar Nadd

19
19
dasar
20
dasar
20
dasar
20
dasar
21
dasar
21
dasar
21

16 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar Cadd
22
17 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar Mgdd
22
18 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap KTK lumpur merah
22
19 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap tinggi batang tanaman Gmelina
23
20 Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap diameter batang tanaman Gmlina
23
21 Data hasil analisis awal sifat fisik dan kimia lumpur merah
24
22 Data hasil analisis sifat kimia lumpur merah setelah tanam
25
23 Data pengukuran tinggi batang tanaman Gmelina (cm)
26
24 Data pengukuran diameter batang tanaman Gmelina (cm)
27
25 Data hasil uji selang berganda Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% 28
26 Foto-foto hasil percobaan di rumah kaca
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bauksit merupakan bahan tambang yang diolah untuk mendapatkan logam
Aluminium. Selama proses pengolahan bauksit tersebut dihasilkan limbah yang
disebut sebagai lumpur merah. Limbah lumpur merah dihasilkan dari dua proses
tahapan pengolahan. Limbah pertama dihasilkan pada saat proses pencucian untuk
memisahkan bijih bauksit dari pengotornya. Limbah lumpur merah dari proses
pencucian umumnya berupa partikel-partikel berbagai ukuran dengan komposisi
utama oksida-oksida besi sebanyak 52.9% dan oksida aluminium 21.2%
(Lacatusu 2014). Bijih bauksit yang sudah dibersihkan selanjutnya diolah dengan
proses Bayer menggunakan natrium hidroksida pada suhu dan tekanan tinggi
untuk menghasilkan Aluminium berkualitas yang diinginkan (Jones dan Haynes
2011). Proses ini juga menghasilkan lumpur merah yang memiliki karakteristik
berbeda dengan lumpur merah dari proses pencucian bijih bauksit. Lumpur merah
yang dihasilkan oleh proses Bayer memiliki pH pada kisaran 13. Menurut Jones et
al (2012) distribusi ukuran partikel lumpur merah adalah 96.5% pasir, 2.2% debu,
dan 1.3% liat.
Pada sisi lain lahan bekas tambang bauksit ini harus direklamasi agar lahan
bisa dimanfaatkan kembali sesuai dengan tujuannya. Umumnya reklamasi
dilakukan dengan cara revegetasi menggunakan tanaman-tanaman kehutanan
ataupun perkebunan. Salah satu kendala yang dijumpai di lapang adalah sulitnya
mendapatkan media tanam yang sesuai agar tanaman revegetasi dapat tumbuh
secara optimal.
Salah satu bahan yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai media tanam
di tambang-tambang bauksit adalah lumpur merah yang dihasilkan dari proses
pencucian bijih bauksit. Lumpur merah ini didominasi oleh oksida-oksida besi
yang miskin unsur hara dan kemampuan retensi kation yang rendah. Oksidaoksida besi memiliki muatan yang tergantung pH, yaitu bermuatan positif pada
pH rendah dan bermuatan negatif pada pH tinggi (Schwertmann dan Taylor
1989). Oleh sebab itu agar lumpur merah dapat dimanfaatkan sebagai media
tanam, maka kualitasnya perlu diperbaiki terlebih dahulu melalui proses
ameliorasi. Bahan amelioran yang dapat dimanfaatkan adalah abu dasar batubara
dan bahan humat cair. Kedua bahan ini mudah diperoleh. Abu batubara
merupakan limbah dari pembakaran batubara dan memiliki pH sekitar 9-11 serta
mengandung beberapa unsur hara, baik makro maupun mikro dalam jumlah relatif
tinggi (Iskandar, Suwardi, dan Ramadina 2008). Bahan humat merupakan
senyawa organik yang memiliki kemampuan retensi terhadap kation cukup tinggi
dengan pH 8-9 (Herjuna 2011). Pemberian abu dasar batubara dan bahan humat
cair diharapkan dapat mengubah sifat permukaan oksida-oksida besi dalam
lumpur merah dari dominan muatan positif menjadi dominan muatan negatif,
sehingga kemampuan retensinya terhadap kation meningkat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik lumpur merah
dan memperbaiki karakteristiknya agar dapat dimanfaatkan sebagai media tanam

2
dengan menggunakan bahan amelioran abu dasar batubara dan bahan humat cair
serta mengujinya dengan menggunakan tanaman Gmelina (Gmelina arborea
roxb.).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2015.
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama merupakan penelitian
laboratorium untuk analisis karakteristik dan ameliorasi lumpur merah di
Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, IPB. Tahap kedua
merupakan penelitian rumah kaca menggunakan lumpur merah sebagai media
tanam yang dicampur dengan bahan amelioran berupa bahan humat cair dan abu
dasar batubara sesuai dosis dan ditanami tanaman Gmelina sebagai tanaman
indikator.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1). lumpur merah
hasil proses pencucian bijih bauksit, 2). bahan humat cair, 3). abu dasar batubara,
4). tanaman Gmelina yang diperoleh dari pembibitan tanaman kehutanan di
Persemaian Permanen Dramaga dan 5). bahan-bahan kimia untuk analisis di
laboratorium. Peralatan yang digunakan antara lain berbagai peralatan gelas dan
alat-alat ukur, seperti Atomic Absorption Spectrometer (AAS), flame photometer
dan spectrofotometer.
Karakteristik Bahan Humat
Menurut Aiken et al. (1985) secara kimia, bahan-bahan organik dalam
tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu: (1) Humin; tidak larut dalam
larutan asam maupun basa. (2) Asam humat; larut dalam larutan basa tetapi tidak
larut dalam larutan asam (pH < 2). (3) Asam fulvat; larut dalam larutan asam
maupun larutan basa.
Tabel 1 Karakteristik bahan humat yang digunakan
Jenis Analisis
Nama contoh
Kemasaman (pH)
Daya Hantar Listrik (DHL) (mS/cm)
Kandungan Karbon (C) (%)
Kandungan abu (%)
Kandungan padatan (%)
Bobot isi (g/cm3)
Kandungan asam humat (%)
Sumber: Wibowo (2011)

Nilai
Proper Humic
9 - 10
20 - 30
10 - 13
10 - 15
25 - 35
1,10 – 1,18
20 – 26

3
Bahan humat yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan humat cair.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Wibowo (2011), bahan humat ini
memiliki kisaran pH 9-10 dan kandungan karbon (C) berkisar 10-13% (Tabel 1).
Diharapkan bahan humat ini dapat meningkatkan pH dan kadar C-organik pada
lumpur merah.
Bersama dengan liat tanah, bahan humat berperan atas sejumlah aktivitas
kimia dalam tanah. Bahan humat dan liat terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak
langsung. Secara tidak langsung, bahan humat memperbaiki kesuburan tanah
dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung
bahan humat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap
metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya (Tan 1993).
Karakteristik Abu batubara
Abu batubara sebagai limbah abu padat hasil proses pembakaran batubara
terdiri dari 20 % abu terbang dan 80 % abu dasar yang secara mineralogi tersusun
dalam fasa amorf, kristalin dan memiliki daya rekat (pozzolan) dengan komposisi
kimia utama SiO2, Al2O3, MgO, dan komposisi pendukung CaO, NaO, dan Fe2O3
(American Electric Power 2004). Abu dasar memiliki warna gelap, dengan ukuran
butiran (partikel) kasar, sementara abu terbang berwarna terang dengan butiran
yang halus berdasarkan pengamatan dengan mikroskop yang dilakukan oleh
Sheng et al. (2003), Yang & Buenfeld (2001). Abu batubara memiliki pH tinggi
(11-12) dan mengandung berbagai jenis unsur dengan kadar komposisi kimia
bervariasi 52.00% SiO2; 31.86% Al2O3; 11.85% SO3; 4.89% Fe2O3; 2.68%
CaO dan 4.66% MgO, sehingga abu batubara berpotensi dimanfaatkan sebagai
sumber tambahan unsur hara pada tanah pertanian dan digunakan sebagai
bahan amelioran dalam memperbaiki tanah-tanah yang memiliki masalah sifat
kimia tanah, seperti lahan bekas tambang. Beberapa penelitian tentang
peranan abu batubara sebagai bahan amelioran tanah telah dilakukan. Penelitian
yang dilakukan oleh para peneliti di Western Australia dan New South Wales
Australia menjelaskan bahwa abu batubara dapat digunakan sebagai bahan
amelioran pada lahan reklamasi dan sumber hara bagi tanah-tanah pertanian
(ADAA 2009).
Abu batubara yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis abu dasar
yang diperoleh dari PLTU Paiton, Jawa Timur. Abu dasar batubara ini masih
tergolong segar. Karakterikstik abu dasar umumnya memiliki kandungan hara
yang relatif tinggi. Menurut Melisa (2014) abu dasar batubara memiliki
kandungan K2O, Na2O, CaO, dan MgO berturut-turut 1.02%, 0.32%, 5.29%, dan
1.92% (studi kasus PLTU Nagan Raya, Aceh). Berdasarkan kadar hara yang
terdapat pada abu dasar batubara ini diharapkan dapat meningkatkan hara tersedia
pada lumpur merah.
Metode dan Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan sampel
Sampel yang digunakan adalah lumpur merah yang berasal dari proses
pencucian bijih bauksit pada kegiatan pertambangan bauksit PT Karya Utama

4
Tambang Jaya pada site Kualan dan Labai, Kec. Simpang Hulu, Kab. Ketapang,
Kalimantan Barat.
Analisis sifat fisik dan kimia lumpur merah
Analisis lumpur merah dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan
perlakuan ameliorasi. Analisis lumpur merah meliputi tekstur, pH, KTK, Corganik, N-total, P-Bray I/ Olsen, dan kation-kation dapat dipertukarkan Ca, Mg,
K, Na, H dan Al seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Metode analisis sifat fisik dan kimia lumpur merah
Parameter
Sifat Fisik
Tekstur
Sifat Kimia
pH
KTK
N-total
P-tersedia
C-organik
Ca-dd, dan Mg-dd
K-dd, dan Na-dd
Al-dd dan H-dd

Metode Analisis
Pipet dan gravimetrik
pH meter
NH4OAc 1 N pH 7.0
Kjeldahl
Bray 1/ Olsen, Spektrofotometer
Walkey and Black
NH4OAc 1 N pH 7.0, AAS
NH4OAc 1 N pH 7.0, flame
photometer
Ekstrak KCl 1 N

Percobaan penanaman
Percobaan penanaman dilakukan dengan maksud untuk mengetahui potensi
penggunaan lumpur merah sebagai media tanam dengan tanaman Gmelina.
Sebelum digunakan sebagai media tanam, lumpur merah terlebih dahulu dicampur
dengan bahan amelioran berupa bahan humat cair dan abu dasar batubara.
Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2
faktor, yaitu bahan humat cair dengan dosis 3 level (0,00; 0,05; dan 0,1
ml/polybag) setara dengan (0; 50; dan 100 liter/ha) dan abu dasar batubara dengan
dosis 3 level (0; 80; dan 160 g/polybag) setara dengan (0; 80; dan 160 ton/ha).
Perlakuan dan dosis masing-masing amelioran disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perlakuan ameliorasi terhadap tanaman Gmelina
Perlakuan
H0A0
H0A1
H0A2
H1A0
H1A1
H1A2
H2A0
H2A1
H2A2

Bahan humat cair
(ml/polybag)
0,00
0,00
0,00
0,05
0,05
0,05
0,1
0,1
0,1

Abu dasar batubara
(g/polybag)
0
80
160
0
80
160
0
80
160

5
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 3 x
3 x 3 = 27 polybag. Sebelum penanaman media tanam diberi pupuk dasar NPK
dengan dosis 0.4 g/polybag atau setara dengan 400 kg/ha. Indikator pertumbuhan
tanaman yang diukur adalah tinggi tanaman dan diameter batang tanaman.
Pengukuran dilakukan secara periodik pada 1 MST sampai 12 MST.
Pelaksanaan Percobaan
Abu dasar batubara dan bahan humat cair disiapkan sesuai takaran pada
Tabel 3, untuk bahan humat diencerkan 100 kali sebelum diaplikasikan. Lumpur
merah lolos saringan 5 mm ditimbang seberat 2 kg bobot kering udara,
dilanjutkan dengan pencampuran lumpur merah dengan bahan amelioran sesuai
dengan dosis perlakuan pada Tabel 3. Lumpur merah dan amelioran (bahan humat
cair dan abu dasar batubara) dicampur homogen. Kemudian dimasukkan ke dalam
polybag. Lumpur merah yang telah diberi perlakuan kemudian diinkubasi selama
7 hari. Setelah inkubasi, lumpur merah dicampur dengan pupuk NPK dengan
dosis yang sama pada semua perlakuan (0.4g/2kg lumpur merah). Tanaman
Gmelina dipilih secara homogen baik umur (± 2 bulan) dan tinggi tanaman (± 20
cm). Tanaman Gmelina ditanam pada media polybag setelah masa inkubasi
selesai. Kadar air diusahakan tetap pada kondisi kapasitas lapang. Parameter
vegetatif tinggi tanaman dan diameter batang diukur setiap minggu selama 12
minggu. Pada minggu ke-12 pada masa pemanenan ditimbang bobot basah dan
kering tanaman.
Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan setelah 12 minggu untuk mengetahui
sifat kimia lumpur merah setelah percobaan meliputi pH, C-organik, N-total,
P2O5-tersedia, K, Na, Ca, Mg yang dapat dipertukarkan dan KTK.
Analisis Data
Analisis data menggunakan sidik ragam (Anova) pada selang kepercayaan
95% kemudian parameter yang berpengaruh nyata diuji lanjut menggunakan uji
selang berganda Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik dan Kimia Lumpur Merah
Hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 4 memperlihatkan
bahwa lumpur merah memiliki distribusi ukuran partikel 82.5% pasir, 7.79%
debu, dan 9.7% klei sehingga kelas teksturnya adalah pasir berlempung. Lumpur
merah ini memiliki pH aktual (H2O) masam 5.45 sedangkan pH potensial (KCl)
5.63. Hal itu dapat terjadi karena ion H+ yang terukur pada penentuan pH
potensial lebih sedikit. Selisih pH potensial dengan pH aktual menunjukkan
muatan pada lumpur merah. Jika nilai pH potensial lebih besar, maka lumpur

6
merah bermuatan positif, dan sebaliknya. Muatan tanah positif ini berpengaruh
langsung terhadap kapasitas tukar kation lumpur merah menjadi sangat rendah.
Tabel 4 Karakteristik lumpur merah yang digunakan
Sifat
Sifat Fisik
% pasir
% debu
% klei
Sifat Kimia
pH H2O (1:5)
pH KCl (1:5)
C-Organik (%)
N-Total (%)
P2O5 tersedia (ppm)
Al-dd (me/100g)
H-dd (me/100g)
Kejenuhan Al (%)
K-dd (me/100g)
Na-dd (me/100g)
Ca-dd (me/100g)
Mg-dd (me/100g)
KTK (me/100g)
KB (%)

Metode

Nilai

Keterangan

Pipet
Pipet
Pipet

82.50
7.79
9.71

pH meter
pH meter
Walkey and Black
Kjeldahl
Bray 1
Ekstrak KCl 1N
Ekstrak KCl 1N
Ekstrak KCl 1N
NH4OAc 1N pH 7.0,
flame photometer
NH4OAc 1N pH 7.0,
flame photometer
NH4OAc 1N pH 7.0, AAS
NH4OAc 1N pH 7.0, AAS
NH4OAc 1N pH 7.0, AAS
NH4OAc 1N pH 7.0, AAS

5.45
5.63
0.14
0.01
1.27
0.12
0.07
30.00
0.03

Masam
Agak masam
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah

0.12

Rendah

1.58
2.30
0.40
1007.50

Sangat rendah
Tinggi
Sangat rendah
Sangat Tinggi

Kandungan C-organik pada lumpur merah ini hanya sebesar 0.14% dan NTotal 0.01%, sehingga C/N rasionya 14. Kandungan P-tersedia juga sangat rendah
dengan kadar P2O5 sebesar 1.27 ppm. Kemasaman dapat dipertukarkan yang
ditunjukkan oleh nilai Al-dd dan H-dd sangat rendah begitu juga dengan kadar
basa-basa yang dapat dipertukarkan. Kapasitas tukar kation pada lumpur merah
juga sangat rendah yaitu sebesar 0.40 me/100g lumpur merah, sehingga lumpur
merah memiliki kejenuhan basa yang sangat tinggi (KB>100%). Hal tersebut
menunjukkan bahwa lumpur merah masih berupa batuan yang belum melapuk.
Oleh karena itu, lumpur merah ini memiliki kemampuan retensi hara yang sangat
rendah. Berdasarkan data hasil analisis laboratorium terhadap sifat kimianya,
lumpur merah yang digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat kesuburan dan
kandungan hara yang sangat rendah, sehingga diperlukan perlakuan khusus untuk
memperbaiki sifat kimianya agar memperoleh pertumbuhan tanaman yang
optimal dalam upaya revegetasi lahan bekas tambang.
Pengaruh pemberian Bahan Humat dan Abu Dasar Batubara terhadap Sifat
Kimia Lumpur Merah dengan Indikator Tanaman Gmelina arborea roxb.
Sifat kimia lumpur merah yang dianalisis dalam penelitian ini untuk
melihat respon pemberian bahan amelioran berupa abu dasar batubara dan bahan

7
humat cair pada percobaan rumah kaca meliputi pH, C-Organik, N-Total,
P2O5-tersedia, Kdd, Nadd, Cadd, dan Mgdd, dan KTK. Hasil analisis akhir sifatsifat kimia lumpur merah disajikan pada Lampiran 15. Analisis statistik sifat
kimia tanah (uji lanjut DMRT 5%) disajikan pada Lampiran 18.
pH lumpur merah
Hasil pengukuran pH setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
disajikan pada Gambar 1.

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 1

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap pH dengan indikator tanaman Gmelina.

Gambar 1 menunjukkan adanya peningkatan pH seiring dengan
penambahan jumlah bahan humat cair dan abu dasar batubara. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
berpengaruh nyata meningkatkan pH lumpur merah. Data statistik
memperlihatkan bahwa pengaruh tunggal pemberian abu dasar batubara lebih
dominan dibandingkan dengan pemberian bahan humat sehingga interaksi
pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara tidak berpengaruh nyata
terhadap peningkatan pH dan akan berpengaruh nyata pada taraf nyata 23.9%
(Lampiran 3). Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa perlakuan H1A2 adalah
perlakuan dengan dosis yang paling baik dalam meningkatkan pH dibandingkan
perlakuan yang lainnya (Lampiran 18). Perlakuan ini mampu meningkatkan pH
4.37 menjadi 6.57.
Kadar C-Organik
Hasil pengukuran kadar C-Organik setelah pemberian bahan humat cair dan
abu dasar batubara disajikan pada Gambar 2. Hasil menunjukkan peningkatan
kadar C-Organik tanah tidak terlalu signifikan dengan penambahan bahan humat
cair dan abu dasar batubara. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
pemberian bahan humat cair tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar
C-Organik dan akan berpengaruh nyata pada taraf nyata 21.9 %, sedangkan
pemberian tunggal abu dasar batubara mampu meningkatkan kadar C-Organik.
Data hasil statistik juga menunjukkan pengaruh abu dasar batubara lebih dominan
sehingga mampu mendukung interaksi kedua bahan tersebut untuk meingkatkan

8
kadar C-organik (Lampiran 4). Hasil uji lanjut memperlihatkan perlakuan H0A2
dengan dosis abu dasar batubara 160 ton/ha mampu meningkatkan kadar Corganik lumpur merah 0.14% menjadi 0.30% (Lampiran 18).

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 2

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar C-organik dengan indikator tanaman Gmelina.

Kadar N-Total
Hasil pengukuran N total setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara disajikan pada Gambar 3.

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 3

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar N-total dengan indikator tanaman Gmelina.

Gambar 3 menunjukkan pengaruh pemberian bahan humat cair dan abu
dasar batubara jelas memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar N-total
pada lumpur merah pada perlakuan H1A0 tetapi cenderung menurunkan kadar Ntotal pada perlakuan lainnya dan paling rendah pada perlakuan H2A1. Namun
hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat cair dan abu

9
dasar batubara serta interaksi kedua bahan tersebut berpengaruh nyata
meningkatkan kadar N-Total (Lampiran 5). Hasil uji lanjut memperlihatkan
bahwa perlakuan H1A0 dengan dosis bahan humat 50 liter/ha adalah perlakuan
paling baik dan efisien dalam meningkatkan kadar N-total tanah 0.04% menjadi
0.05% (Lampiran 18).
Kadar P2O5 tersedia
Hasil pengukuran P2O5 tersedia setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara disajikan pada Gambar 4.

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 4

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar P2O5-tersedia pada lumpur merah dengan
indikator tanaman Gmelina.

Gambar 4 menunjukkan adanya peningkatan kadar P2O5-tersedia seiring
dengan penambahan dosis pemberian abu dasar batubara dan dosis bahan humat
cair. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat, abu
dasar batubara dan interaksi antara kedua bahan tersebut berpengaruh nyata
meningkatkan kadar P2O5 tersedia (Lampiran 6). Hasil uji lanjut memperlihatkan
bahwa perlakuan H1A2 merupakan yang paling baik dan efisien dengan dosis
bahan humat 50 liter/ha dan abu dasar batubara dengan dosis 160 ton/ha mampu
meningkatkan kadar P2O5 tersedia 1.09 ppm menjadi 3.92 ppm (Lampiran 18).
Kadar Hara Dapat Dipertukarkan (K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd)
Hasil pengukuran Kdd setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara disajikan pada Gambar 5. Hasil menunjukkan kadar Kdd pada setiap
kombinasi dosis bahan humat cair dan abu batubara hampir sama. Hal ini jelas
menunjukkan bahwa amelioran tersebut tidak berpengaruh pada kadar Kdd pada
batas dosis yang diberikan pada penelitian ini (Lampiran 7). Hal ini terjadi karena
bahan yang diharapkan sebagai sumber hara K yaitu abu batubara merupakan
jenis abu dasar yang memiliki sifat dengan tingkat kelarutan lambat (slow release)
dan diperburuk lagi dengan karakteristik lumpur merah yang memiliki sifat retensi
hara yang rendah.

10

H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 l/ha. A0, A1, A2 = abu dasar batubara
dengan dosisi 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 5

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar Kdd di dalam lumpur merah dengan indikator
tanaman Gmelina.

Hasil pengukuran Nadd setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara disajikan pada Gambar 6.

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 6

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar Nadd di dalam lumpur merah dengan indikator
tanaman Gmelina.

Gambar 6 menunjukkan peningkatan kadar Nadd yang tidak signifikan
dengan penambahan dosis pemberian abu dasar batubara dan dosis bahan humat
cair. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat cair
berpengaruh nyata meningkatkan kadar Nadd, sedangkan pemberian abu dasar
batubara serta interaksi kedua bahan amelioran tersebut tidak berpengaruh nyata
meningkatkan kadar Nadd dan akan berpengaruh nyata masing-masing pada taraf
nyata 49.7 % dan 29.4 % (Lampiran 8). Berdasarkan data statistik, hal itu
dikarenakan pengaruh tunggal bahan humat cair sangat lemah sehingga tidak
mampu mendukung pengaruh interaksinya untuk meningkatkan kadar Nadd. Hasil
uji lanjut memperlihatkan perlakuan H1A1 merupakan perlakuan dengan dosis

11
terbaik dan efisien. Dosis bahan humat 50 liter/ha dan dosis abu dasar batubara 80
ton/ha hanya mampu meningkatkan Nadd pada lumpur merah dari 0.07 me/100g
menjadi 0.09 me/100g (Lampiran 18).
Hasil pengukuran Cadd setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara disajikan pada Gambar 7.

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 7

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar Cadd di dalam lumpur merah dengan indikator
tanaman Gmelina.

Gambar 7 menunjukkan adanya peningkatan kadar Cadd seiring dengan
penambahan jumlah pemberian abu dasar batubara dan bahan humat cair. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat, abu dasar batubara
dan interaksi antara kedua bahan tersebut berpengaruh nyata terhadap peningkatan
kadar Cadd (Lampiran 9). Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa kombinasi
perlakuan H0A2 merupakan perlakuan yang paling baik dimana abu dasar
batubara dengan dosis 160 ton/ha mampu meningkatkan kadar Cadd 2.83 menjadi
8.97 me/100 g lumpur merah (lampiran 18).
Hasil pengukuran Mgdd setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara disajikan pada Gambar 8

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 8

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kadar Mgdd di dalam lumpur merah dengan indikator
tanaman Gmelina.

12
Berdasarkan Gambar 8, terlihat bahwa adanya peningkatan kadar Mgdd
seiring dengan penambahan jumlah pemberian abu dasar batubara dan bahan
humat cair. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat
cair dan abu dasar batubara berpengaruh nyata terhadap kadar Mgdd (Lampiran
14). Data statistik memperlihatkan bahwa pengaruh tunggal pemberian abu dasar
batubara lebih dominan dibandingkan dengan pemberian bahan humat sehingga
interaksi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara tidak berpengaruh
nyata terhadap peningkatan pH dan akan berpengaruh nyata pada taraf nyata
15.6%. Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa perlakuan H0A2 merupakan
perlakuan yang paling baik dan efisien dimana abu dasar batubara dengan dosis
160 ton/ha mampu meningkatkan kadar Mgdd 0.59 menjadi 3.18 me/100 g lumpur
merah.
Kapasitas tukar kation (KTK)
Hasil pengukuran KTK setelah pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara disajikan pada Gambar 9.

Angka pada diagram batang yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% menurut uji DMRT. H0, H1, H2 = bahan humat cair dengan dosis 0; 50; 100 liter/ha. A0, A1,
A2 = abu dasar batubara dengan dosis 0; 80; 160 ton/ha.

Gambar 9

Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap kapasitas tukar kation lumpur merah dengan
indikator tanaman Gmelina

Gambar 9 menunjukkan adanya peningkatan kapasitas tukar kation seiring
dengan penambahan jumlah pemberian abu dasar batubara dan bahan humat cair.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan abu dasar
batubara serta interaksi kedua bahan ameliorant tersebut berpengaruh nyata
meningkatkan KTK (Lampiran 11). Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa
perlakuan H1A2 yang paling baik dan efisien dalam meningkatkan KTK 1.96
me/100g menjadi 4.52 me/100 g lumpur merah (Lampiran 18).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian amelioran abu dasar
batubara berpengaruh meningkatkan pH, kadar P2O5-tersedia, kadar Cadd, dan
kadar Mgdd. Peningkatan hara yang terjadi pada lumpur merah tidak signifikan,
terutaman pada kadar C-organik, kadar N-total, kadar hara Kdd dan Nadd. Hal ini
dimungkinkan karena sifat abu dasar batubara yang slow release. Pernyataan
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Melisa (2014) menyatakan
bahwa abu terbang memiliki konsentrasi unsur hara lebih tinggi dibandingkan abu
dasar. Hal ini dapat disebabkan oleh pembakaran abu terbang terjadi lebih

13
sempurna dibandingkan abu dasar dan juga ukuran abu terbang lebih halus
dibandingkan abu dasar. Berdasarkan hasil analisis kimia total, abu terbang dan
abu dasar mengandung beberapa unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Secara umum terlihat bahwa unsur Ca dan Mg merupakan unsur yang terlarut
dalam jumlah yang relatif besar kemudian disusul oleh K, Na, Fe dan Mn (Melisa
2014).
Berdasarkan kriteria penilaian data analisis tanah (Lampiran 2), data hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa pengaruh pemberian abu dasar batubara dan
bahan humat mampu mengubah kriteria pH lumpur merah yang sebelumnya
berkriteria masam (pH 4.37) menjadi agak masam (6.57). Hal yang sama juga
terjadi pada parameter Cadd yang sebelumnya berkriteria rendah (2.83 me/100g)
menjadi sedang (8.97 me/100g), begitu juga dengan Mgdd yang sebelumnya
berkriteria rendah (0.59 me/100g) menjadi tinggi (3.18 me/100g), sedangkan pada
parameter C-organik, N-total, P-tersedia, Kdd, Nadd, dan KTK, pemberian kedua
bahan emelioran tersebut tidak mampu merubah kriteria penilaian.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pemberian bahan humat
berpengaruh meningkatkan pH, P2O5-tersedia, dan KTK lumpur merah. Hal
tersebut mendukung beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan
pemanfaatan bahan humat. Penelitian Monica (2011) menunjukkan bahwa bahan
humat dapat meningkatkan kandungan C-organik, N-total, P-tersedia, dan KTK.
Wibowo (2011) menunjukkan bahwa pemberian bahan humat mampu
meningkatkan P-tersedia, pH, C-organik, dan KTK. Penelitian Oklima (2014)
menyatakan bahwa bahan humat dapat meningkatkan kadar C-organik tanah dan
P-tersedia tanah.
Pengaruh pemberian Bahan Humat dan Abu Dasar Batubara terhadap
Pertumbuhan Tanaman Gmelina arborea roxb.
Tinggi tanaman
Hasil pengukuran tinggi sejak 0 MST hingga 12 MST dengan pemberian
bahan humat cair dan abu dasar batubara dengan beberapa kombinasi dosis
disajikan pada Gambar 11.

Gambar 10 Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap pertumbuhan tinggi batang tanaman Gmelina

14
Gambar 10 menunjukkan adanya penambahan dosis abu dasar batubara
direspon lemah oleh perubahan tinggi batang tanaman indikator. Hal yang sama
juga terjadi dengan penambahan dosis bahan humat cair yang tidak terlalu
menunjukkan pola meningkat maupun menurun dari tinggi tanaman Gmelina.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan abu
batubara serta interaksi kedua bahan tersebut tidak berpengaruh nyata
meningkatkan pertumbuhan tinggi batang tanaman dan akan berpengaruh nyata
pada taraf nyata masing-masing 50.8%, 26.1%, dan 68.7% (Lampiran 12). Hal ini
terjadi dikarenakan tanaman yang digunakan merupakan tanaman tahunan, dan
waktu pengamatan hanya selama 3 bulan sehingga pengaruhnya tidak secara nyata
terlihat terhadap pertumbuhan tinggi tanaman indikator. Berdasarkan data
pengukuran pada 12MST (Lampiran 16) terlihat bahwa tinggi tanaman pada
perlakuan kontrol (H0A0) 31 cm, sedangkan pada perlakuan yang lainnya tinggi
tanaman hanya berkisar 31.5 sampai 33.8 cm. Perbedaan tinggi tanaman tidak
secara jelas terlihat pada tanaman indikator. Hal tersebut diperkuat lagi oleh data
laju pertumbuhan tinggi tanaman indikator yang terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap penambahan tinggi tanaman Gmelina selama 3
bulan
Gambar 11 memperlihatkan kecepatan pertumbuhan tinggi tanaman
menurun selama periode 3 bulan. Pada bulan ke-1 rata-rata tinggi tanaman
bertambah 4.4 cm sampai 6.9 cm, sedangkan pada bulan ke-3 hanya 1.2 cm
sampai 3.2 cm. Berdasarkan pola grafik tersebut terlihat bahwa perlakuan H1A1
(dosis bahan humat 50 liter/ha dan abu dasar batubara 80 ton/ha) yang paling baik
untuk mendukung pertumbuhan tinggi tanaman Gmelina selama pengamatan 3
bulan (Lampiran 18).

15

Gambar 12 Kurva sigmoid penambahan tinggi batang tanaman Gmelina pada
perlakuan terbaik
Gambar 12 memperlihatkan bahwa tinggi batang tanaman Gmelina pada
perlakuan terbaik (H1A1) mengalami kenaikan pada minggu ke-1 sampai minggu
ke-12, pertumbuhan meningkat terus dari 17.4 cm sampai 32.5 cm. Data tersebut
membuktikan bahwa tanaman indikator dapat tumbuh dengan baik jika diberi
perlakuan dibandingkan dengan kontrol walaupun selisih pertumbuhannya tidak
berbeda jauh. Berdasarkan grafik dapat dikatakan bahwa tanaman berada pada
fase logaritmik dimana laju pertumbuhan lambat pada awalnya tetapi kemudian
meningkat terus dan laju pertumbuhan berbanding lurus dengan ukuran organisme
(Srigandono 1991).
Diameter batang tanaman
Hasil pengukuran diameter batang tanaman Gmelina sejak 0 MST hingga
12 MST dengan pemberian bahan humat dan abu dasar batubara dengan beberapa
kombinasi dosis disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman Gmelina
Gambar 13 menunjukkan adanya penambahan lebar diameter batang
tanaman Gmelina seiring dengan penambahan jumlah pemberian abu dasar

16
batubara dan bahan humat cair. Namun hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara serta interaksi kedua bahan
tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap lebar diameter batang tanaman
(lampiran 13). Berdasarkan data pengukuran pada 12 MST (Lampiran 17) terlihat
bahwa diameter batang tanaman pada perlakuan kontrol (H0A0) 0.62 cm,
sedangkan pada perlakuan yang lainnya diameter batang tanaman berkisar 0.550.72 cm. Perbedaan diameter batang tanaman tidak secara jelas terlihat pada
tanaman indikator. Hal tersebut diperkuat lagi oleh grafik yang terlihat pada
Gambar 14.

Gambar 14 Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar
batubara terhadap Laju Penambahan diameter batang tanaman
Gmelina selama 3 bulan
Pengaruh kombinasi pemberian bahan humat cair dan abu dasar batubara
juga berpengaruh fluktuatif terhadap penambahan diameter batang tanaman
Gmelina. Hal ini terlihat pada Gambar 14, dimana penambahan diameter tanaman
pada bulan ke-2 mengalami penurunan, namun pada bulan ke-3 diameter batang
mengalami penambahan yang sangat signifikan. Berdasarkan Gambar 14, rata-rata
pertumbuhan diameter paling baik terjadi pada perlakuan H0A2 dengan dosis
tanpa bahan humat dan dosis abu batubara 160 ton/ha (Lampiran 18).

Gambar 15 Kurva sigmoid pertumbuhan diameter batang tanaman Gmelina pada
perlakuan terbaik

17
Gambar 16 memperlihatkan bahwa diameter batang tanaman Gmelina
pada perlakuan terbaik (H0A2) mengalami penambahan lebar pada minggu ke-1
sampai minggu ke-12, dari 0.33 cm sampai 0.69 cm. Data tersebut membuktikan
bahwa tanaman indikator memasuki fase logaritmik dimana laju pertumbuhan
berbanding lurus dengan waktu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian bahan amelioran
berupa abu dasar batubara dan bahan humat tidak berpengaruhi secara nyata
terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter batang tanaman Gmelina. Hal yang
sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Oklima (2014) yang
menyatakan bahwa pemberian bahan amelioran berpengaruh tidak nyata
terhadap penambahan tinggi dan diameter tanaman sengon jawa pada
percobaan rumah kaca. Hal tersebut terjadi karena penelitian dilakukan terhadap
tanaman indikator berupa tanaman kehutanan yang merupakan tanaman tahunan
sedangkan pengamatan dilakukan hanya selama 3 bulan dan menggunakan media
yang berasal dari limbah tambang.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lumpur merah dari limbah
tambang bauksit dari proses pencucian bijih bauksit memiliki tingkat kesuburan
yang sangat rendah dan miskin hara. Pemberian amelioran abu dasar batubara dan
bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan pH (4.37 menjadi 6.57), kadar
P2O5-tersedia (1.09 menjadi 3.92 ppm), kadar Cadd (2.83 menjadi 8.97 me/100g),
kadar Mgdd (0.89 menjadi 3.18 me/100g), dan KTK lumpur merah (1.96 menjadi
4.32 me/100g). Tetapi pemberian bahan humat dan abu dasar batubara tidak
mampu meningkatkan secara signifikan kadar C-Organik, kadar N-total, Kadar
Kdd, dan kadar Nadd pada lumpur merah. Pengaruh masing-masing bahan humat
dan abu dasar batubara maupun interaksi kedua bahan amelioran tersebut tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi batang dan diameter batang
tanaman Gmelina. Hasil uji statistik menunjukkan kombinasi perlakuan H0A2
dengan dosis tanpa bahan humat dan abu dasar batubara sebanyak 160 ton/ha
merupakan perlakuan yang paling baik dan efisien untuk memperbaiki sifat kimia
lumpur merah dan mendukung pertumbuhan tanaman Gmelina selama
pengamatan 3 bulan.
Saran
Pada penelitian ini diketahui bahwa pemberian abu dasar batubara
dengan dosis 160 ton/ha merupakan dosis optimum yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sifat kimia pada lumpur merah, sedangkan pemberian bahan humat
cair dengan dosis 100 liter/ha masih kurang sehingga dosis bahan humat cair
masih perlu ditingkatkan lagi untuk memperbaiki sifat kimia pada lumpur merah
dan juga untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Pengamatan
tanaman indikator berupa tanaman kehutanan perlu dilakukan pengamatan
minimal satu tahun dan percobaan di lapang.

18

DAFTAR PUSTAKA
[ADAA] Ash Development Association of Australia. 2009. Amendement of
Australian soil by fly ash addition. Coal Combustion Products:
Assessment Criteria for Use in Agricultural Applications. Australia
Aiken, G.R., McKnight, D.M., Wershaw, R.L., and MacCarthy, P. 1985. An
Introduction to Humic Subtance in Soil, Sediment and Water. In Aiken,
G.R., McKnight, D.M., Wershaw, R.L., dan MacCarthy, P., 1985. Humic
Subtances in Soil, Sediment and Water: Geochemistry, Isolation, and
Characterization. John Wiley & Sons. New York
American Electric Power. 2004. Concrete and Cement Reserch Laboratory, A
Division of the U.S. Bureu of Standards, 35, p12-18
Herjuna, S. 2011. Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang untuk Reklamasi
Lahan Bekas Tambang. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Ihdaryanti, I. M. 2011. Pengaruh Asam Humat Dan Cara Pemberiannya Terhadap
Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman Padi (Oryza sativa). Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Iskandar, Suwardi, dan E.F.R. Ramadina. 2008. Pemanfaatan Bahan Amelioran
Abu Terbang pada Lingkungan Tanah Gambut: (1) Pelepasan Hara Makro.
Jurnal Tanah Indonesia 1(1):1-6
Jones, B. E. H., Haynes, R.J., Phillips, I.R., 2012. Amendment of bauxite
residue sand can alleviate constraints to plant establishment and
nutrient cycling capacity in a water-limited environment, Ecological
Engineering 62, 179– 187
Jones, B.E.H., Haynes, R.J. 2011. Influence of organic waste and
residuemud additions on chemical, physical and microbial properties
of bauxite residue sand. Environ. Sci. Pollut. Res. 18, 199–211
Lacatusu, R., Kiselev, A., Rizea, N. 2014. Plant growth suitable nutritivered mud
composite materials from the romanian dry landfilled red mud. 65, 9-10
Melisa. 2014. Karakterisasi Limbah Abu Batubara (Fly Ash dan Bottom Ash)
Untuk Pemanfaatan dalam Bidang Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Oklima, A. M. 2014. Pemanfaatan Abu Batubara (Coal Ash) dan Bahan Humat
sebagai Amelioran pada Lahan Reklamasi Bekas Tambang. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Schwertmann, U and R.M. Taylor. Iron Oxides. In J.B. Dixon and S.B. Weed
(eds): Minerals in Soil Environments. 2nd Ed. Soil Sci. Soc. Amer.,
Madison, Wisconsin, USA
Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor
Srigandono, B. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Tan, K. H. 1993. Principless of Soil Chemistry. 2nd ed. Marcel Dekker Inc., New
York
Wibowo, A. Y. 2011. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap
Pertumbuhan Tanaman Sengon dan Sifat-Sifat Kimia Tanah di Lahan
Bekas Tambang Batubara. Institut Pertanian Bogor. Bogor

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar lokasi pengambilan sampel lumpur merah

(a)
(b)
Keterangan : (a) Kondisi lokasi sampling yang masih tergenang air (b) Kondisi
lokasi sampling setelah kering
Lampiran 2 Kriteria Penilaian data analisis tanah
Nilai
Parameter tanah *

Sangat
Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat
Tinggi

C (%)
N (%)
C/N
P2O5 HCl 25% (mg/100g)
P2O5 Bray (ppm P)
P2O5 Olsen (ppm P)
K2O HCl 25% (mg/100g)
KTK (me/100g)
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
Kejenuhan Basa (%)
Kejenuhan Aluminium (%)
Cadangan mineral (%)
Salinitas/DHL (dS/m)
Presentase natrium dapat
ditukar/ESP (%)