Pengaruh Limbah Substrat Jamur Tiram dan Pupuk Organik Cair terhadap Budidaya Jamur Tiram Biru

PENGARUH LIMBAH SUBSTRAT JAMUR TIRAM DAN
PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP BUDIDAYA
JAMUR TIRAM BIRU

ANISAH FITRI ANA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Limbah
Substrat Jamur Tiram dan Pupuk Organik Cair Terhadap Budidaya Jamur Tiram
Biru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Anisah Fitri Ana
NIM E44100053

ABSTRAK
ANISAH FITRI ANA. Pengaruh Limbah Substrat Jamur Tiram Dan Pupuk
Organik Cair Terhadap Budidaya Jamur Tiram Biru. Dibimbing oleh ELIS NINA
HERLIYANA dan HANIFAH NURYANI LIOE.
Pleurotus sp. merupakan salah satu jamur pelapuk kayu yang terdapat di
alam dan mempunyai potensi baik untuk dikembangkan dalam bidang budidaya,
salah satunya yaitu jamur tiram biru. Berkurangnya bahan baku dalam pembuatan
media jamur tiram memberikan suatu peluang untuk memanfaatkan kembali
limbah sisa jamur tiram. Pupuk organik cair digunakan untuk menambah nutrisi
yang dibutuhkan jamur. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji pertumbuhan
jamur tiram biru (Pleurotus columbinus atau Pleurotus ostreatus var. columbinus)
dengan perlakuan limbah substrat jamur atau spent mushroom substrate dan
pemberian pupuk organik cair. Penelitian ini terdiri atas 2 faktor perlakuan yaitu
perlakuan limbah substrat jamur tiram dengan perlakuan pupuk organik cair

sebanyak tiga kali pengulangan untuk setiap perlakuan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan limbah substrat jamur dengan perlakuan pupuk
organik cair berpengaruh nyata terhadap bobot basah jamur tiram biru. Perlakuan
perbandingan limbah subsrat jamur 75% dengan subsrat sengon baru 25% dengan
konsentrasi pemberian pupuk organik cair 0.2% menghasilkan bobot basah tubuh
buah total paling besar yaitu 140 gram dan nilai efisiensi biologi 70.0%.
Sedangkan untuk diameter tudung, panjang tangkai, lebar tangkai, dan jumlah
tangkai tidak berpengaruh nyata. Penggunaan limbah substrat jamur dengan
pemberian pupuk organik cair dapat digunakan sebagai media dalam budidaya
jamur tiram.
Kata kunci: budidaya, jamur tiram biru, limbah substrat jamur tiram, pupuk
organik cair, substrat sengon baru.

ABSTRACT
ANISAH FITRI ANA. Influence of Spent Oyster Mushroom Substrate and
Liquid Organic Fertilizer to the Blue Oyster Mushroom Cultivation. Supervised
by ELIS NINA HERLIYANA and HANIFAH NURYANI LIOE.
Pleurotus spp. is one of wood-rot fungi that found in nature and has a good
potential to be developed for cultivation. The decrease of raw material for re-used
oyster mushrooms media provide an opportunity to recover residual spent

mushroom substrate. More advanced technology, the use of liquid organic
fertilizer is intended to supplement the mushrooms by needed nutrients. The
purpose of this research was to analyze the effect of spent oyster mushrooom
substrate and liquid organic fertilizer on the growth of blue oyster mushroom. The
research consisted of two factors, the ratio of spent mushroom substrate and the
concentration of liquid organic fertilizer with three replications for each factor.
The result of this research indicated that factor spent mushroom subsrate and
liquid organic fertilizer significantly affected the weight of wet blue oyster
mushrooms. The ratio of 75% spent mushroom substrate combined with 25% new
substrate of sengon with the concentration of the liquid organic fertilizer 0.2%,
gave the highest wet weight of fruiting bodies (140 gram) and the highest biology
efficiency (70%). While for the diameter of pileus, length of stalk, width of stalk,
and total of stalk were not significantly affected. The use of spent mushroom
subsrate with a liquid organic fertilizer could be used as a media for the
cultivation of oyster mushroom.
Keyword : blue oyster mushroom, cultivation, liquid organic fertilizer, new
substrate of sengon, spent oyster mushroom substrate.

PENGARUH LIMBAH SUBSTRAT JAMUR TIRAM DAN
PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP BUDIDAYA

JAMUR TIRAM BIRU

ANISAH FITRI ANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Limbah Substrat Jamur Tiram dan Pupuk Organik Cair
terhadap Budidaya Jamur Tiram Biru
Nama
: Anisah Fitri Ana

NIM
: E44100053

Disetujui oleh

Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai Desember
2013 ini ialah Pengaruh Limbah Substrat Jamur Tiram dan Pupuk Organik Cair
Terhadap Budidaya Jamur Tiram Biru.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi dan Dr
Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
arahan, bimbingan, motivasi, solusi, dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian
skripsi.
Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga disampaikan kepada
ayahanda Muhammad Slamet, Ibunda Sumiyati dan keluarga tercinta yang selalu
memberikan doa, kasih sayang dan dukungan secara moral dan spritual dalam
penyusunan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Laboratorium Penyakit
Hutan IPB yaitu Ibu Tutin, Bapak Engkus, Bibi Encah, Mbak Ayi, yang telah
bersedia membantu dalam penyediaan beberapa alat dan bahan penelitian. Terima
Terima kasih kepada Bu Aliyah yang sudah membantu dalam kelancaran dalam
pembuatan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan oleh teman satu bimbingan Mira Febianti selama
penelitian. Terima kasih untuk sahabat saya Novita Yanti S, Dwi wahyuni, Try
Yessi S, serta teman-teman Silvikultur 47 atas kebersamaannya, bantuan dan

dukungannya. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penelitian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Anisah Fitri Ana
NIM E44100053

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Penelitian

2

Rancangan Percobaan

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Fase Vegetatif, Fase Reproduktif, dan Jumlah Panen

6

Bobot Basah dan Efisiensi Biologi

8

Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis

10

a. Diameter Tudung Jamur Tiram Biru

10


b. Panjang Tangkai Jamur Tiram Biru

11

c. Diameter Tangkai Jamur Tiram Biru

12

d. Jumlah Tubuh Buah Jamur Tiram Biru

12

Analisis Komposisi Kimia

12

Hama dan Penyakit pada Media Baglog dan Tubuh Buah Jamur Tiram

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Kombinasi limbah susbstrat jamur dan Pupuk Organik Cair (POC)
sebagai perlakuan percobaan
2 Fase vegetatif, fase reproduktif dan lama panen
3 Nilai rata-rata total panen tubuh buah pada setiap perlakuan
4 Perbandingan nilai EB jamur tiram biru pada setiap perlakuan
5 Analisis komposisi kimia jamur tiram biru

5
7
9
10
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Diameter tudung jamur tiram biru
Panjang tangkai jamur tiram biru
Lebar tangkai jamur tiram biru
Patogen jamur

11
11
12
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Dokumentasi penelitian
Rekapitulasi data suhu dan kelembaban pada saat penelitian
Bobot basah tubuh buah hasil panen jamur tiram biru
Fase vegetatif, fase reproduktif dan jumlah panen jamur tiram biru

18
18
19
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia.
Hutan memiliki banyak manfaat yang diperlukan untuk kebutuhan hidup. Hasil
hutan terdiri atas hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Salah satu contoh
hasil hutan bukan kayu adalah jamur. Jamur biasanya tumbuh secara liar di alam,
pada awal musim hujan serta dapat tumbuh di tanah maupun kayu pada kondisi
yang cukup lembab.
Menurut Suriawiria (2002), jamur memiliki potensi yang sangat tinggi di
bidang pertanian, kehutanan, industri, lingkungan, bahan makanan, dan sebagai
bahan berkhasiat obat. Melihat potensi dan keberadaannya yang terancam akibat
kerusakan hutan, sudah selayaknya kekayaan jenis jamur ini dilestarikan dengan
cara melakukan budidaya (kultivasi).
Jamur merupakan suatu organisme yang tidak mengandung klorofil dan
memperoleh sumber energi secara heterotrof yaitu menyerap makanan dengan
miselium dari bahan-bahan organik. Beberapa jamur mengandung racun, namun
ada juga yang dapat dikonsumsi. Jamur konsumsi umumnya berasal dari Filum
Basidiomycota. Salah satu jenis jamur yang dikonsumsi dan dibudidayakan adalah
jamur tiram (Pleurotus).
Secara alami Pleurotus sp. dapat ditemukan di hutan pada batang pohon
berdaun lebar atau bahan tanaman berkayu lainnya. Pleurotus sp. tidak
memerlukan cahaya matahari yang banyak untuk pertumbuhan dan miseliumnya
akan tumbuh lebih cepat di tempat terlindung. Sejak tahun 1982, Pleurotus sp.
sudah dibudidayakan di Indonesia (Gunawan 2001). Proses budidayanya dapat
dilakukan dengan teknologi sederhana yaitu dengan menggunakan bahan media
serbuk gergajian kayu dan ditambah nutrisi seperti dedak, gips, kapur, dan air.
Limbah substrat jamur yang dihasilkan dari sisa budidaya jamur, banyak
yang tidak dimanfaatkan kembali. Limbah tersebut dapat mengakibatkan
pencemaran terhadap lingkungan. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan
kembali limbah substrat jamur atau spent mushroom substrate (SMS) sebagai
media pertumbuhan jamur. Serbuk gergaji mengandung komponen-komponen
kimia selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat ekstraktif (Tarmidi dan Hidayat
2004). Dengan bantuan jamur tiram, komponen-komponen tersebut diuraikan
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi serbuk gergaji tersebut,
dan dapat digunakan sebagai media tanam (Tarmidi dan Hidayat 2004).
Seiring kemajuan zaman, pada saat ini terdapat pupuk organik cair (POC)
yang dapat digunakan dalam menambah nutrisi yang terdapat pada limbah media
jamur tiram. Penggunaan POC dalam media jamur tiram belum pernah diteliti
sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji pertumbuhan jamur tiram biru (P.
columbinus atau P. ostreatus var. columbinus) dengan perlakuan limbah substrat
jamur (SMS) dan pemberian pupuk organik cair (POC).

2
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai pengaruh potensi limbah substrat jamur dan pupuk organik
cair terhadap budidaya jamur tiram serta komposisi yang baik untuk pertumbuhan
dan perkembangan jamur.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan
Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di kumbung jamur, Gunung Batu,
Bogor dan Laboratorium Patologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan IPB. Analisis komposisi kimia dilakukan di Laboratorium Saraswanti
Indo Genetech (SIG) dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian IPB (LDITP-IPB).
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik PP (Polypropilen),
kapas, karet, kertas penutup, ayakan (penyaring serbuk gergajian kayu), drum,
trash bag, sprayer, timbangan digital, kompor, sudip, penggaris, alat tulis,
Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007 dan software SAS 9.1. Alat analisis
komposisi kimia berupa spektrofotometer dan pH meter di LDITP-IPB dan HPLC
dengan detektor UV-Vis di SIG.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jamur tiram
biru (P. columbinus), serbuk gergaji kayu sengon (Falcataria moluccana), dedak
padi, gips (CaSO4), kapur (CaCO3), air, limbah substrat jamur, dan pupuk organik
cair (Bio-Hara Plus), serta bahan kimia yang diperlukan dalam uji komposisi
kimia berupa kit analisis β-glukan (Megazyme International Ireland Ltd.
(Irlandia)) dan bahan kimia (pro analysis grade) yang dipakai di laboratorium SIG
dan Laboratorium LDITP-IPB.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan
Kegiatan ini meliputi menimbang bahan-bahan yang akan digunakan dengan
komposisi untuk subsrat sengon baru (SSB) yaitu 82.5% serbuk gergaji kayu
sengon, 15.0% dedak padi, 1.0% kapur, 1.5% gips (Herliyana et al. 2008).
Adapun perbandingan komposisi limbah subsrat jamur (SMS) dan subsrat sengon
baru (SSB) adalah:
1. 100% SMS : 0% SSB
2. 75% SMS : 25% SSB
3. 50% SMS : 50% SSB
4. 25% SMS : 75% SSB
5. 0% SMS : 100% SSB
Setelah itu ditambahkan air secukupnya yang telah dicampur dengan pupuk
organik cair dengan konsentrasi 0%; 0.5% (10ml POC + 2000ml air sumur); 0.3%
(10ml POC + 3000ml air sumur); dan 0.2% (10ml POC + 5000ml air sumur)

3
untuk masing masing perlakuan baglog. Kadar air sebesar 50%. Kemudian diaduk
dengan indikator apabila dikepal atau diremas tidak hancur pada campuran
tersebut. Selanjutnya dilakukan pengomposan bahan selama 24 jam.
Pembuatan Baglog
Baglog adalah substrat jamur di dalam plastik/ kantong. Pembuatan baglog
dilakukan dengan memasukkan bahan yang sudah dikomposkan ke dalam plastik
PP sebanyak 400 gram dengan 3 kali pengulangan, sebelumnya plastik dilipat
bagian bawahnya sehingga berbentuk persegi dan dipadatkan. Setelah padat, pada
baglog dipasangkan cincin baglog, kapas, kertas, dan diikatkan menggunakan
karet.
Sterilisasi Baglog
Sterilisasi baglog dilakukan dengan cara mengukus baglog ke dalam drum
di atas tungku kompor. Sterilisasi dilakukan selama 8 jam dengan suhu 80-100°C.
Sterilisasi ini dimaksudkan agar media terbebas dari mikroba lainnya.
Pembibitan atau Inokulasi
Pembibitan yang dilakukan yaitu dengan memasukkan bibit jamur tiram ke
dalam baglog. Bibit jamur yang dimasukkan sebanyak 10±0.1 gram. Pembibitan
ini dilakukan pada ruangan aseptik. Alat yang digunakan pada saat pembibitan
dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. Pada saat memasukkan bibit ke dalam
baglog, baglog didekatkan ke lampu spirtus, agar bibit yang berada dalam baglog
tidak terkena mikroba yang berasal dari luar. Setelah bibit dimaksukkan ke dalam
baglog, baglog ditutup dengan menggunakan kapas dan kertas baru yang telah
disterilkan dan diikatkan menggunakan karet. Kemudian baglog diletakkan dan
disusun di atas rak pada ruangan inkubasi selama fase vegetatif.
Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan pada fase vegetatif dan fase
reproduktif. Lama fase vegetatif adalah lama waktu inkubasi dari awal inokulasi
sampai dengan miselium penuh. Lama fase reproduktif adalah lama waktu
inkubasi setelah miselium penuh sampai panen tubuh buah dan substrat habis.
Media baglog yang sudah diinokulasi disimpan di ruang inkubasi sampai
miseliumnya tumbuh. Baglog yang sudah penuh dengan miselium kemudian
dipindahkan ke ruang pemeliharan. Kondisi ruangan di ruang pemeliharaan
dipertahankan agar tetap optimal untuk pertumbuhan jamur.
Pada fase vegetatif dilakukan pengukuran yaitu tinggi miselium jamur tiram
biru. Tahapan ini dilakukan pada saat miselium mulai tumbuh hingga miselium
penuh.
Pemeliharaan untuk Pertumbuhan Tubuh Buah (Fase Generatif atau Fase
Reproduktif)
Setelah baglog penuh dengan miselium, baglog diletakkan di ruang
pemeliharaan dengan dilakukan penyiraman menggunakan sprayer serta diukur
suhu dan kelembabannya. Tubuh buah yang telah tumbuh besar dengan ciri-ciri
diameter tudung buahnya lurus, kemudian dipetik dan dilakukan pemanenan.
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut semua tubuh buah jamur dengan
menggunakan tangan. Pemanenan juga dilakukan pada tubuh buah jamur muda
yang terdapat pada satu rumpun agar tidak menimbulkan kebusukan atau

4
kontaminasi. Tubuh buah yang sudah dipanen dibersihkan dari media ataupun
kotoran-kotoran yang masih menempel, lalu dilakukan penimbangan bobot tubuh
buah segar (bobot basah).
Pada penentuan bobot basah tubuh buah jamur, bobot yang diperoleh
merupakan hasil penimbangan semua bagian tubuh buah yang ada dalam media
produksi (baglog) berupa batang (stem) dan tudung (cap) yang telah dibersihkan
selama panen. Tahapan ini dilakukan penimbangan bobot buah jamur dengan
menggunakan timbangan digital dengan satuan gram.
Untuk mengukur nilai efisiensi biologi (EB) digunakan rumus :

Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran morfologi tubuh buahnya, meliputi:
a. Diameter Tudung
Tahapan ini dilakukan pada saat tubuh buah dipanen. Dari setiap komposisi
media baglog pengukuran diameter tudung. Adapun alat yang digunakan adalah
penggaris dengan satuan sentimeter.
b. Panjang Tangkai
Tahap ini dilakukan pada saat tubuh buah dipanen. Pengukuran dilakukan
pada tangkai menggunakan penggaris satuan sentimeter.
c. Lebar Tangkai
Pada tahap ini adalah mengukur lebar tangkai dengan menggunakan
penggaris dengan satuan sentimeter, yang dilakukan pada bagian pangkal tangkai.
d. Jumlah Tangkai
Tahap ini dilakukan pada saat tubuh buah dipanen dengan menghitung
jumlah tangkai.
Analisis Komposisi Kimia
Adapun analisis komposisi kimia, terdiri atas komposisi gizi, meliputi a)
analisis energi total dengan metode calculation (SNI 1992) b) analisis kadar air
dengan metode gravimetri (SNI 1992), c) analisis kadar abu dengan metode
gravimetri (SNI 1992), d) analisis lemak total dengan metode Soxhlet (SNI 1992),
e) analisis protein dengan metode Kjeldhal (SNI 1992), f) analisis karbohidrat
total dengan metode by difference (AOAC 2012), g) analisis natrium dengan
metode AAS (AOAC 2012), h) analisis serat pangan dengan metode enzimatis
(AOAC 2012), dan i) analisis vitamin B1, C, dan E dengan metode HPLC (Aslam
et al. 2008; Romero et al. 1992; Ake et al. 1998). Analisis a-i dilakukan di
dilakukan di SIG dengan metode analisis mengilkuti SNI 2891/1992 dan metode
yang dikembangkan secara internal di SIG.
Analisis komponen bioaktif, meliputi a) analisis senyawa fenolik dilakukan
di SIG dengan metode spektrofotometri menggunakan standar asam tanat
(Afrouziyeh et al. 2014) dan b) analisis β-glukan dilakukan di LDITP-IPB dengan
metode spektrofotometri mengikuti kit dari Megazyme, Irlandia (Megazyme
2008). Nilai pH diukur dengan pH meter di LDITP-IPB (SNI 1992).

5
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Rancangan ini terdiri atas 2 faktor
perlakuan, yang diuraikan sebagai berikut :
Faktor A adalah faktor perlakuan limbah substrat jamur (perbandingan SMS
dengan SSB) yang terdiri atas 5 tingkat, yaitu:
KSMS = 100% SMS dengan 0% SSB
75 : 25 = 75% SMS dengan 25% SSB
50 : 50 = 50% SMS dengan 50% SSB
25 : 75 = 25% SMS dengan 75% SSB
KSSB = 0% SMS dengan 100% SSB
Faktor B adalah faktor perlakuan pupuk organik cair, yang terdiri atas 4
tingkat, yaitu 0%, 0.2%, 0.3%, dan 0.5%.
Kombinasi perlakuan limbah substrat jamur (perbandingan SMS dengan SSB)
dengan perlakuan pupuk organik cair dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Kombinasi perlakuan limbah subsrat jamur dan pupuk organik cair
sebagai perlakuan percobaan
Perlakuan
KSMS

75:25

50:50

25:75

KSSB

ulangan

[0]*

[0.2]

[0.3]

[0.5]

1

KSMS [0] 1

KSMS [0.2] 1

KSMS [0.3] 1

KSMS [0.5] 1

2

KSMS [0] 2

KSMS [0.2] 2

KSMS [0.3] 2

KSMS [0.5] 2

3

KSMS [0] 3

KSMS [0.2] 3

KSMS [0.3] 3

KSMS [0.5] 3

1

75:25 [0] 1

75:25 [0.2] 1

75:25 [0.3] 1

75:25 [0.5] 1

2

75:25 [0] 2

75:25 [0.2] 2

75:25 [0.3] 2

75:25 [0.5] 2

3

75:25 [0] 3

75:25 [0.2] 3

75:25 [0.3] 3

75:25 [0.5] 3

1

50:50 [0] 1

50:50 [0.2] 1

50:50 [0.3] 1

50:50 [0.5] 1

2

50:50 [0] 2

50:50 [0.2] 2

50:50 [0.3] 2

50:50 [0.5] 2

3

50:50 [0] 3

50:50 [0.2] 3

50:50 [0.3] 3

50:50 [0.5] 3

1

25:75 [0] 1

25:75 [0.2] 1

25:75 [0.3] 1

25:75 [0.5] 1

2

25:75 [0] 2

25:75 [0.2] 2

25:75 [0.3] 2

25:75 [0.5] 2

3

25:75 [0] 3

25:75 [0.2] 3

25:75 [0.3] 3

25:75 [0.5] 3

1

KSSB [0] 1

KSSB [0.2] 1

KSSB [0.3] 1

KSSB [0.5] 1

2

KSSB [0] 2
KSSB [0.2] 2
KSSB [0.3] 2
KSSB [0.5]2
3
KSSB [0] 3
KSSB [0.2] 3
KSSB [0.3] 3
KSSB [0.5] 3
Keterangan : KSMS adalah kontrol spent mushroom substrate, KSSB adalah kontrol substrat
sengon baru, 25:75 merupakan angka perbandingan spent mushroom substrate
dengan subsrat sengon baru, (1,2,3) adalah ulangan.
*[0] : 0%, [0.2] : 0.2%, [0.3] : 0.3%, dan [0.5] : 0.5% merupakan presentasi atau
konsentrasi pupuk organik cair.

Pengaruh pemberian pupuk organik cair di berbagai media baglog adalah
menggunakan model rancangan percobaan sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Cijk

6
dimana :
Yijk
= nilai pengamatan untuk pengaruh perlakun limbah substrat jamur
taraf ke-i, pengaruh perlakuan pupuk organik cair taraf ke j, dan
ulangan ke-k
µ
= nilai rataan umum
Ai
= pengaruh perlakuan limbah subsrat jamur pada taraf ke-i
Bj
= pengaruh perlakuan pupuk organik cair pada taraf ke-j
ABij =pengaruh interaksi antara perlakuan limbah substrat jamur dengan
perlakuan pupuk organik cair
Cijk
=pengaruh galat pada faktor perlakuan media taraf ke-i, faktor
perlakuan pupuk organik cair taraf ke-j dan ulangan ke- k
i
= taraf limbah substrat jamur
j
= taraf pupuk organik cair (0%, 0.2%, 0.3%, dan 0.5%)
k
= ulangan (1,2,3)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan
terhadap pertumbuhan jamur. Apabila sidik ragam memberikan hasil nyata,
selanjutnya dilakukan uji Duncan pada taraf kesalahan 5% untuk mengetahui beda
antar perlakuan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft
Office Excel 2007 dan software SAS 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase Vegetatif, Fase Reproduktif, dan Jumlah Panen
Jamur tiram (P. ostreatus) memiliki bentuk seperti tiram cembung
kemudian menjadi rata atau kadang membentuk corong; permukaan licin, agak
berminyak ketika lembab; warna bervariasi dari putih sampai abu-abu, cokelat,
atau cokelat tua; tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda sering kali
bergelombang atau bercuping. Daging tebal, berwarna putih kokoh, tetapi lunak
pada bagian yang berdekatan dengan tangkai. Bilah cukup berdekatan, lebar,
warna putih atau keabuan dan sering kali berubah menjadi kekuningan ketika
dewasa (Gunawan 2001).
Klasifikasi lengkap jamur tiram menurut beberapa peneliti Hibbett et al.
(2007) dan Moncalvo et al. (2000) dalam Herliyana 2014 adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phyllum : Basidiomycota
Sub filum : Agaricomycotina
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Pleurotaceae
Genus : Pleurotus
Species : Pleurotus sp.
Fase vegetatif adalah waktu inokulasi sampai kantong penuh dengan
miselium (full growth miselium) (Herliyana et al. 2008). Miselium ini nantinya
akan membentuk primordia yang kemudian membentuk tangkai dan tubuh buah
jamur. Rata-rata fase vegetatif jamur tiram biru pada saat penelitian berkisar
antara 22-29 hari (Tabel 2).

7
Fase reproduktif diawali dengan berakhirnya fase vegetatif hingga
membentuk tubuh buah hingga panen beberapa kali sampai bahan substrat habis
(Herliyana et al. 2008). Lama fase reproduktif pada saat penelitian berkisar antara
27-82 hari (Tabel 2). Pleurotus sp. dapat dipanen sebanyak 10-12 kali dari setiap
baglog pada satu periode penanaman selama 6-7 bulan. Dalam kondisi yang baik,
Pleurotus sp. dapat dipanen sampai 16 kali. Setelah media tumbuh hanya
menghasilkan tubuh buah jamur yang berukuran kecil harus diganti dengan bibit
baru dari hasil pembiakan yang baik dan mutunya terjamin (Djarijah dan Djarijah
2001). Pada penelitian ini, jamur tiram biru mengalami 1-2 kali panen (Tabel 2)
dalam waktu 3 bulan.
Menurut Suriawiria (2002), waktu yang diperlukan untuk tiap stadium atau
tingkatan daur hidup bervariasi, tergantung pada bentuk dan sifat media atau
substrat tempat tumbuh, lingkungan yang mendukung (lingkungan fisik,
lingkungan kimia, dan lingkungan biologi), dan jenis atau strain jamur. Dalam
keadaan normal, waktu yang diperlukan dari miselium sampai terbentuk tubuh
buah rata-rata 1-2 bulan. Variabel pertumbuhan dan produksi merupakan indikasi
kemampuan tanaman dalam tumbuh dan berkembang baik secara vegetatif
maupun generatif (Nurul 2013).
Tabel 2 Fase vegetatif, fase reproduktif dan lama panen
Perlakuan
KSMS [0]
KSMS [0.2]
KSMS [0.3]
KSMS [0.5]
75:25 [0]
75:25 [0.2]
75:25 [0.3]
75:25 [0.5]
50:50 [0]
50:50 [0.2]
50:50 [0.3]
50:50 [0.5]
25:75 [0]*
25:75 [0.2]
25:75 [0.3]
25:75 [0.5]
KSSB [0]
KSSB [0.2]*
KSSB [0.3]*
KSSB [0.5]

rata-rata fase
vegetatif (hari)
26.7 ab
29.0 a
29,.0 a
22.0 b
29.0 a
26.7 ab
29.0 a
24.3 ab
29.0 a
24.3 ab
26.7 ab
29.0 a
29.0 a
24.3 ab
29.0 a
29.0a
26.7 ab
26.7 ab
24.3 ab

lama panen
ke- (hari)
1
2
31.0 20.0
31.7 30.0
34.3 25.0
25.0 22.3
40.5 22.0
33.0
-**
35.0 13.0
35.0 21.0
33.0 35.0
39.3 42.7
26.7 47.0
52.0
48.0
40.3
49.3
33.0 32.0
27.0
-

Total fase
reproduktif
(hari)
51.0
61.7
59.3
47.3
62.5
33.0
48.0
56.0
68.0
82.0
73.7
52.0
48.0
40.3
49.3
65.0
27.0

rata-rata
lama panen
25.5
30.8
29.7
23.7
31.3
33.0
24.0
28.0
34.0
41.0
36.8
52.0
48.0
40.3
49.3
32.5
27.0

jumlah
panen
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
1.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
1.0
1.0
1.0
1.0
2.0
1.0

Keterangan : KSSB adalah kontrol substrat sengon baru, KSMS adalah kontrol spent mushroom
substrate, 25:75 merupakan angka perbandingan limbah substrat jamur dengan
substrat sengon baru; [ ] merupakan konsentrasi pupuk organik cair; Huruf yang sama
menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05); *: kontaminasi; -** : tidak ada
panen.

8
Tabel 2 menunjukkan bahwa fase vegetatif lebih cepat dibandingkan dengan
fase reproduktif. Pada fase vegetatif, perlakuan KSMS [0.5] mengalami masa
vegetatif yang paling cepat (22 hari), sedangkan perlakuan KSSB [0] mengalami
masa vegetatif terlama (29 hari). Perbedaan lama fase vegetatif disebabkan oleh
faktor komposisi media baglog, tinggi media, suhu, dan kelembaban. Perlakuan
25:75 [0] mengalami kontaminasi, sehingga menghambat pertumbuhan miselium.
Pada semua perlakuan faktor tinggi media baglog yang berbeda mengakibatkan
perbedaan lamanya fase vegetatif. Suhu ruang inkubasi pada fase vegetatif adalah
antara 36-38°C (rata-rata 37°C) dengan kelembaban antara 40-45% (rata-rata
42.3%), hal ini belum optimal. Menurut Chang (1980) dalam Suprapti (1987)
temperatur optimum untuk pertumbuhan miselium Pleurotus ialah 25-30°C dan
temperatur optimum untuk pembentukan buah adalah 20-25°C.
Perlakuan KSSB [0.5] mengalami fase reproduktif yang cepat, sedangkan
perlakuan 50 : 50 [0.5] mengalami fase reproduktif yang lama untuk satu kali
panen. Total fase reproduktif yang lama untuk dua kali panen adalah perlakuan 50
: 50 [0.2], sedangkan perlakuan KSMS [0.5] dan 75 : 25 [0.2] memiliki total fase
reproduktif cepat. Perbedaan fase reproduktif tersebut diduga karena tiap-tiap
perlakuan memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam mengambil nutrisi
untuk pertumbuhannya. Perlakuan KSSB [0.2] dan KSSB [0.3] tidak mengalami
fase reproduktif, hal ini juga disebabkan karena pada saat fase reproduktif
mengalami kontaminasi.
Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan cahaya berpengaruh
terhadap pertumbuhan miselium maupun tubuh buah jamur tiram. Pada saat
penelitian tercatat kisaran suhu yaitu 25-33°C (suhu pagi), 30-36°C (suhu siang),
26-29°C (suhu sore) dan kelembaban 59-95% (pagi), 42-90% (siang), 72-85%
(sore). Hal tersebut belum sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur yang
optimum. Menurut Chang dan Miles (1989) kelembaban yang dibutuhkan untuk
memunculkan primordia dan tubuh buah adalah 90-100%.
Bobot Basah Tubuh Buah dan Nilai Efisiensi Biologi
Efisiensi biologi (EB) ialah presentase efisiensi jamur dalam menggunakan
substrat untuk membentuk tubuh buah. Hasil analisis menunjukkan perbandingan
perlakuan substrat sengon baru dan limbah substrat jamur dengan pemberian
pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap total bobot basah tubuh buah
(Tabel 3) dan efisiensi biologi (Tabel 4). Perlakuan KSMS 75% : KSSB 25%
konsentrasi 0.2% menghasilkan total bobot basah tubuh buah paling besar (140
gram) dan nilai EB yang tinggi (70.0%), sedangkan bobot basah terkecil adalah
KSMS [0] menghasilkan bobot basah sebesar 82 gram dengan EB 27.3%. EB
Pleurotus sp. dapat mencapai 100% dalam waktu 30-45 hari pada media jerami
padi, yang berarti bahwa 1 kg bahan kompos kering dapat menghasilkan 1 kg
jamur segar (Chang 1980 dalam Kartika 1992 ).
Untuk menjaga suhu serta kelembaban pertumbuhan dan perkembangan
pada tubuh jamur dilakukan perlakuan dengan menyemprotan air bersih secara
berkala dengan menggunakan sprayer. Kondisi suhu, kelembaban udara dan
intensitas cahaya dalam kumbung harus menunjang pertumbuhan jamur, sehingga
tidak tergantung musim (Utoyo 2010).

9
Tabel 3 Nilai rata-rata total panen tubuh buah pada setiap perlakuan jamur tiram
biru

Perlakuan

Total panen per kantong
substrat (gram) per ulangan
1

KSMS [0]
KSMS [0.2]
KSMS [0.3]
KSMS [0.5]
75:25 [0]
75:25 [0.2]
75:25 [0.3]
75:25 [0.5]
50:50 [0]
50:50 [0.2]
50:50 [0.3]
50:50 [0.5]
25:75 [0]*
25:75 [0.2]
25:75 [0.3]
25:75 [0.5]
KSSB [0]
KSSB [0.2]*
KSSB [0.3]*
KSSB [0.5]

23.0
41.0
36.0
54.0
53.0
43.0
69.0
110.0
92.0
72.0
46.0
75.0
26.0
52.0
74.0
33.0

2
32.0
28.0
71.0
52.0
46.0
37.0
108.0
169.0
48.0
89.0
97.0
119.0
74.0
45.0
47.0
36.0.0

3
27.0
70.0
30.0
50.0
103.0
53.0
33.0
141.0
114.0
119.0
86.0
102.0
45.0
42.0
63.0
60
40.0

bobot jamur
dari 3 ulangan
(gram)

Rata-rata total panen
per kantong substrat

82.0
139.0
137.0
156.0
202.0
133.0
210.0
420.0
254.0
280.0
229.0
296.0
145.0
139.0
184.0
60.0
109.0

27.3f
46.3def
45.7def
52.0cdef
67.3bcdef
44.3def
70.0bcdef
140.0a
84.7bcd
93.3bc
76.3bcdef
98.7b
48.3cdef
46.3cdef
61.3bcdef
60.0bcdef
36.3ef

(gram)

Ket : Huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05); *: kontaminasi.

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari tiga ulangan rata-rata total panen per
kantong dari masing-masing perlakuan. Perlakuan 50:50 [0.5], 50:50 [0.2], dan
50:50 [0] tidak berbeda nyata dan memiliki bobot basah yang besar. Sedangkan
perlakuan 25:75 [0.2], 25:75 [0.3], 75:25 [0.2], KSMS [0.2], dan KSMS [0.3]
tidak berbeda nyata dan memiliki bobot basah kecil. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan bahwa bobot basah pada masing-masing perlakuan berbeda, hal ini
dikarenakan pada masing-masing perlakuan memiliki kemampuan yang berbeda
dalam memanfaatkan nutrisi secara optimal. Limbah substrat jamur (SMS)
merupakan material organik yang bersifat heterogen yang mengandung serbuk
gergaji, kotoran hewan, dedak dan gypsum. SMS ini mengandung nutrient dan
penyedia sumber karbon (Newcombe 2009). Panen pertama nutrisi yang terdapat
pada baglog sebagai media substrat masih utuh dan banyak.
Secara umum, bobot basah panen semakin lama semakin menurun, hal ini
disebabkan nutrisi media yang semakin berkurang. Menurut Gunawan (1992a)
dalam Kartika (1992), EB Pleurotus sp. pada media serbuk gergaji sengon dapat
mencapai 52.6%.
Perlakuan KSSB [0.2], KSSB [0.3], dan 25:75 [0] tidak memiliki jumlah
bobot basah. Hal ini dikarenakan pada ketiga perlakuan tersebut tidak mengalami
panen dan kontam.

10
Tabel 4 Perbandingan nilai Efisiensi Biologi (EB) jamur tiram biru pada setiap
perlakuan
Perlakuan
KSMS [0]
KSMS [0.2]
KSMS [0.3]
KSMS [0.5]
75:25 [0]
75:25 [0.2]
75:25 [0.3]
75:25 [0.5]
50:50 [0]
50:50 [0.2]
50:50 [0.3]
50:50 [0.5]
25:75 [0]*
25:75 [0.2]
25:75 [0.3]
25:75 [0.5]
KSSB [0]
KSSB [0.2]*
KSSB [0.3]*
KSSB [0.5]

Efisiensi Biologi per kantong
substrat (%)
1
2
3
11.5
16.0
13.5
20.5
14.0
35.0
18.0
35.5
15.0
27.0
26.0
25.0
26.5
23.0
51.5
21.5
18.5
26.5
34.5
54.0
16.5
55.0
84.5
70.5
46.0
24.0
57.0
36.0
44.5
59.5
23.0
48.5
43.0
37.5
59.5
51.0
13.0
37.0
22.5
26.0
22.5
24.5
37.0
23.5
31.5
-**
30.0
16.5
18.0
20.0

EB dari 3
ulangan (%)
41.0
69.5
68.5
78.0
101.0
66.5
105.0
210.0
127.0
140.0
114.5
148.0
72.5
73.0
92.0
30.0
54.5

Rata-rata EB per
kantong substrat
(%)
13.7f
23.2def
22.8def
26.0cdef
33.7bcdef
22.2def
35.0bcdef
70.0a
42.3bcd
46.7bc
38.2bcdef
49.3b
24.2cdef
24.3cdef
30.7bcdef
30.0bcdef
18.2ef

Ket : Huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05); *: kontaminasi.

Tabel 4 menunjukkan nilai EB dari masing-masing perlakuan. Perlakuan
50:50 [0.5], 50:50 [0.2], dan 50:50 [0] tidak berbeda nyata dan memiliki EB yang
besar. Sedangkan perlakuan 25:75 [0.2], 25:75 [0.3], 75:25 [0.2], KSMS [0.2],
dan KSMS [0.3] tidak berbeda nyata dan memiliki EB yang kecil. Data tersebut
menunjukkan bahwa pemberian nutrisi pada baglog memberikan pengaruh nyata
terhadap nilai EB. Semakin tinggi nilai EB maka semakin baik budidaya jamur
tersebut karena nilai EB sebagai parameter keberhasilan budidaya jamur. EB yang
tinggi menunjukkan kemampuan jamur yang baik dalam menggunakan media
produksinya (Subowo dan Latupapua 1998).
Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis
Tubuh buah Pleurotus sp. memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau
stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5-15 cm dan permukaan
bagian bawah berlapis-lapis seperti insang berwarna putih dan lunak (Djarijah dan
Djarijah 2001).
a. Diameter Tudung Jamur Tiram Biru
Hasil analisis menunjukkan bahwa perbandingan perlakuan limbah substrat
jamur dan substrat sengon baru dengan penambahan pupuk organik cair tidak
berpengaruh nyata terhadap diameter tudung. Diameter terbesar memiliki ratarata 6.3 cm (KSSB [0]) dan terkecil 2.5 cm (KSMS [0]) (Gambar 1).

5.9ab

KSSB [0.5]

KSSB [0.3]

KSSB [0]

KSSB [0.2]

25 : 75 [0.5]

25 : 75 [0]

4.0abc
3.5abc

25 : 75 [0.2]

50 :50 [0.3]

50 : 50 [0.5]

50 : 50 [0]

50 : 50 [0.2]

75 : 25 [0.5]

3,5abc 4.0abc
2.6c

75 : 25 [0.3]

75 : 25 [0]

75 : 25 [0.2]

KSMS [0.5]

2.5c

3.7abc
3.4abc
2.9bc

KSMS [0.3]

4.1abc

6.3a
4.7abc

5.3ab

25 : 75 [0.3]

4.8abc
4.6abc

4.1abc

KSMS [0.2]

7,0
6,0
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0

KSMS [0]

Diameter Tudung(cm)

11

perlakuan

Gambar 1 Rata-rata diameter tudung jamur tiram biru. KSSB adalah kontrol substrat sengon baru,
KSMS adalah kontrol spent mushroom substrate, 25:75 merupakan angka
perbandingan limbah subsrat jamur dengan subsrat sengon baru; [ ] merupakan
konsentrasi pupuk organik cair.

Setiap basidioma jamur dewasa yang dipanen, kira-kira 20% dari bobotnya
merupakan tangkai jamur, sedangkan 80% ialah tudung jamur (Kartika 1992).
Diameter tudung memiliki rata-rata yang tidak berbeda jauh pada tiap-tiap
perlakuan. Menurut Herliyana (2007) diameter terkecil Pleurotus sp. dapat
mencapai1.6-1.9 cm. Diameter tudung mengalami penurunan pada panen kedua,
hal ini diduga karena substrat sudah banyak dimanfaatkan pada awal panen.
Menurut Kartika et al. (1995) ukuran suatu tubuh buah dipengaruhi oleh banyak
tubuh buah yang terbentuk, semakin sedikit tubuh buah maka akan semakin tebal.
Hal ini disebabkan oleh penyerapan nutrisi dari media ke setiap tubuh buah.

5,5
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0

4.5ab
3.7ab

3.5ab
2.3b
2.2
2.2b b
1.7b

3.0ab
3.1ab
2.8ab
2.4b
2.0

4.8a
4.0ab
3.0ab

3.3ab

3.6ab

b

KSMS [0]
KSMS [0.2]
KSMS [0.3]
KSMS [0.5]
75 : 25 [0]
75 : 25 [0.2]
75 : 25 [0.3]
75 : 25 [0.5]
50 : 50 [0]
50 : 50 [0.2]
50 :50 [0.3]
50 : 50 [0.5]
25 : 75 [0]
25 : 75 [0.2]
25 : 75 [0.3]
25 : 75 [0.5]
KSSB [0]
KSSB [0.2]
KSSB [0.3]
KSSB [0.5]

panjang tangkai (cm)

b. Panjang Tangkai Jamur Tiram Biru
Hasil analisis menunjukkan bahwa perbandingan perlakuan limbah susbstrat
jamur dan substrat sengon baru dengan penambahan pupuk organik cair tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang tangkai. Menurut Djarijah dan Djarijah
(2001), tangkai Pleurotus sp. berkisar antara 2-6 cm. Kisaran tersebut sesuai
dengan hasil pengukuran penelitian terhadap panjang tangkai tertinggi memiliki
rata-rata 4.8 cm (25:75 [0.2]) dan terendah 1.7 cm (KSMS [0.3]) (Gambar 2).

perlakuan
Gambar 2 Rata-rata panjang tangkai jamur tiram biru.

12

1,2

1.0a

1,0

0.8ab

0,8
0,6
0,4
0,2

0.6ab

0.5ab
0.4ab

0.5ab

0.5ab

0.6ab

0.3b

0.3b

0.7ab

0.5ab 0.5ab
0.3b

0.6ab

0.6ab

0.1b

0,0
KSMS [0]
KSMS [0.2]
KSMS [0.3]
KSMS [0.5]
75 : 25 [0]
75 : 25 [0.2]
75 : 25 [0.3]
75 : 25 [0.5]
50 : 50 [0]
50 : 50 [0.2]
50 :50 [0.3]
50 : 50 [0.5]
25 : 75 [0]
25 : 75 [0.2]
25 : 75 [0.3]
25 : 75 [0.5]
KSSB [0]
KSSB [0.2]
KSSB [0.3]
KSSB [0.5]

Diameter tangkai (cm)

c. Diameter Tangkai Jamur Tiram Biru
Hasil analisis menunjukkan bahwa perbandingan perlakuan limbah susbstrat
jamur dan substrat sengon baru dengan penambahan pupuk organik cair tidak
berpengaruh nyata terhadap lebar tangkai. Lebar tangkai tertinggi memiliki ratarata 1.0 cm (KSMS [0.5]) dan terendah 0.1 cm (KSMS [0.3]) (Gambar 3).

perlakuan
Gambar 3 Rata-rata diameter tangkai jamur tiram biru.

Pada penelitian, perbedaan yang tidak berbeda nyata pada masing-masing
perlakuan terlihat pada lebar tangkai. Tangkai Pleurotus biasanya pendek, kokoh,
gemuk, padat, kuat, kering, dan umumnya berambut atau berbulu kapas paling
sedikit di dasar (Gunawan 2001).
d. Jumlah Tubuh Buah
Berdasarkan penelitian, saat primordia jamur tiram biru memiliki jumlah
tangkai berkisar antara 10-15 tangkai. Namun berbeda saat masa panen, jumlah
tangkai yang dihasilkan hanya 1-4 tangkai jamur. Hal ini diduga karena pengaruh
nutrisi yang berbeda pada setiap perlakuan. Disamping itu, pengaruh lingkungan
seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya juga mempengaruhi jumlah tubuh
buah yang dihasilkan.
Keberhasilan budidaya Pleurotus sp. dalam pertumbuhan ditentukan oleh
kualitas media tanam, proses budidaya, faktor lingkungan dan kualitas bibit yang
digunakan. Selain itu, faktor lain seperti persiapan bahan baku media termasuk
kualitas serbuk kayu yang akan digunakan, pencampuran bahan-bahan tambahan,
teknik penanaman, pemeliharaan tanaman hingga penanganan pada saat masa
panen dan pascapanen juga mempengarahui keberhasilan (Kushendraini 2003).
Pada pertumbuhan dan perkembangan Pleurotus sp. dipengaruhi oleh suhu,
kelembaban, kandungan O2 dan CO2, imbangan C/N, mineral jumlah substrat dan
populasi awal inokulum. Produktivitas jamur dapat dilihat dari parameter rata-rata
diameter tudung buah, rata-rata intensitas periode panen, rata-rata total bobot
segar badan buah, dan rata-rata masa panen (Alan et al. 2013)

13
Analisis Komposisi Kimia
Komposisi kimia jamur tiram biru terdiri atas komposisi proksimat (kadar
air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat), serat pangan, natrium, vitamin
larut lemak (vitamin E), vitamin larut air (vitamin B1), bahan bioaktif (senyawa
fenolik dan β-glukan), dan pH. Komposisi tersebut diperlihatkan pada Tabel 5.
Jamur tiram merupakan jenis jamur yang memiliki gizi yang cukup tinggi
sebagai bahan pangan, serta dapat dikategorikan berkhasiat sebagai obat. Sesuai
dengan Chang dan Buswell (1996), bahwa jamur pangan tidak hanya lezat, tetapi
juga berkhasiat karena kandungan nutrisi yang tinggi dan mempunyai khasiat obat
seperti anti kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan anti diabetes.
Jamur tiram bermanfaat untuk menekan kolesterol jahat dalam darah, menyerap
kelebihan kadar gula dalam darah dan menyeimbangkan metabolisme tubuh
(Suriawiria 1986).
Tabel 5 Analisis komposisi kimia jamur tiram biru
Parameter
Energi total
Kadar air
Kadar mineral
Lemak total
Protein
Karbohidrat total
Natrium
Serat pangan
Vitamin E
Vitamin C
Vitamin B1
Senyawa fenolik
β-glukan
pH

Unit
kkal / 100 g
%
%
%
%
%
mg / 100 g
%
mg / 100 g
mg / 100 g
mg / 100 g
%
g / 100 g
-

Hasil
46.3
88.5
0.8
0.7
2.2
7.9
3.3
3.6
0.1
ttd*
0.1
2.2
4.3
7.3

Keterangan : * : tidak terdeteksi

Analisis komposisi kimia jamur tiram biru menunjukkan bahwa kadar air
yang tinggi (88.5%) diikuti oleh kadar karbohidrat (7.9%), kadar protein (2.2%),
dan kadar mineral (0.8%) serta kadar lemak (0.7%). Sesuai dengan pernyataan
Djarijah dan Djarijah (2001) yaitu kadar air 86.6%, kadar air yang tinggi dapat
mempengaruhi daya tahan bahan pangan terhadap serangan mikroorganisme.
Kadar serat 3.6% dan kadar lemak 0.7% memiliki nilai yang tinggi. Nilai tersebut
lebih tinggi daripada yang dipaparkan oleh Kurtzman (2005), yaitu 2.4% untuk
kadar serat dan 0.35% (berat basah) untuk kadar lemak. Jamur tiram banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh, yaitu 72% dari total asam lemak yang ada.
Kandungan protein 2.2%, nilai protein ini lebih rendah dari pernyataan Suriawiria
(1986) yaitu 3.5-4% dari berat basah. Kandungan natrium yang rendah (3.3
mg/100g) aman dikonsumsi oleh penderita darah tinggi yang memerlukan asupan
rendah natrium.
Komponen bioaktif, meliputi senyawa fenolik dan β-glukan. Meskipun
vitamin C dan vitamin E mempunyai aktivitas antioksidan, tetapi dari komposisi
ini yang paling berpotensi menyumbang aktivitas antioksidan adalah senyawa

14
fenolik. Kandungan β-glukan jamur tiram biru adalah 4.3 g/100 g, nilai ini lebih
tinggi dibandingkan yang dipaparkan oleh Manzi et al. (2004) yaitu jumlah βglukan mewakili 2-13% dari total serat makanan berkisar 0.5-3.3 g/100 g. Nilai
kandungan β-glukan hasil penelitian tersebut sama dengan 54% dari total
karbohidrat (Tabel 5). Senyawa β-glukan dari Pleurotus sp. dikenal juga sebagai
Pleuran telah digunakan sebagai suplemen makanan karena aktivitas
imunosupresif. Seperti komponen serat diet lainnya, polisakarida dalam jamur
tiram dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme usus (prebiotik), yaitu
bertindak sebagai prebiotik (Andriy et al. 2009).
Hama dan Penyakit Pada Media Baglog dan Tubuh Buah Jamur
Jamur Tiram merupakan jenis tanaman yang kebal terhadap hama dan
penyakit, namun tidak semua terbebas dari hama dan penyakit. Hama dan
penyakit dapat menyebar melalui udara, air, tanah, manusia, bibit, media baglog
yang kurang steril, atau perawatan yang tidak optimal. Hama biasanya muncul
karena kumbung yang tidak terjaga kebersihannya. Untuk mencegah munculnya
hama, ruang kumbung yang hendak digunakan, sebelumnya disemprotkan dengan
formalin 0.5% ke seluruh ruangan dan rak-rak baglog lalu diamkan dalam kondisi
tertutup selama 2-3 hari. Kemudian tiap baglog dalam kumbung disusun agar
sirkulasi udaranya baik, sehingga dapat membantu untuk mencegah hama
bersarang dalam kumbung.
Hama yang mengganggu produktivitas baglog dalam memproduksi jamur
adalah tungau, ulat, laba-laba, lalat, kumbang, tikus, siput, rayap, dan cacing .
Pada penelitian, hama yang menyerang yaitu tungau, laba-laba, dan tikus.
Penyakit jamur tiram bermacam-macam seperti adanya pertumbuhan jamur
pengganggu pada baglog atau jamur tiram yang terserang virus dan bakteri.
Penyakit jamur tiram dapat berkembang karena sterilisasi yang tidak sempurna
pada saat pembuatan bibit ataupun baglog, lingkungan dan alat-alat yang kurang
steril, substrat atau bahan-bahan media tanam berkualitas rendah, dan karena
manusia. Jamur tiram yang terserang penyakit umumnya ditandai dengan
munculnya bercak warna lain selain putih miselium, berlendir, atau pertumbuhan
fisik jamur yang tidak normal.

a

b

Gambar 4 Patogen jamur (Trichorderma sp.) (a) (Neurospora sp.) (b)

Penyakit yang menyerang Pleurotus sp. adalah Trichoderma sp., Mucor sp.,
Neurospora sp., Penicillium sp., bakteri, dan virus. Trichoderma sp. merupakan
sejenis jamur pengganggu pada budi daya jamur tiram dan dapat menghambat
pertumbuhan miselium jamur tiram. Pada baglog yang terserang ditemukan warna
hijau seperti lumut. Trichoderma sp. menghasilkan zat beracun dan enzim

15
hidrolitik yang dapat mematikan miselium jamur dan dapat menurunkan hasil
panen jamur (Achmad et al. 2012). Kontaminasi Mucor sp. ditandai dengan
munculnya warna hitam pada baglog. Neurospora sp. ditandai dengan munculnya
warna jingga atau orange merupakan penyakit karena pertumbuhannya dapat
mengganggu pertumbuhan miselium dan tubuh buah jamur tiram.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian yang dilakukan selama 3 bulan menunjukkan bahwa
perlakuan limbah substrat jamur tiram dan pupuk organik cair berpengaruh nyata
terhadap bobot basah pada jamur tiram biru. Pemberian POC cukup efektif dalam
meningkatkan nutrisi pada jamur tiram biru. Perbandingan perlakuan limbah
subsrat jamur (SMS) 75% dan substrat sengon baru (SSB) 25% dengan
konsentrasi penambahan pupuk organik cair 0.2% menghasilkan bobot basah
tubuh buah total paling besar (140 gram) dan nilai EB yang tinggi (70.0%),
sedangkan bobot basah terkecil adalah KSMS [0] menghasilkan bobot basah total
27.3 gram dengan EB 13.7%. Perbandingan perlakuan limbah susbstrat jamur dan
subsrat sengon baru dengan penambahan pupuk organik cair tidak berpengaruh
nyata terhadap diameter tudung, panjang tangkai, dan diameter tangkai. Hal
tersebut dimungkinkan karena faktor lingkungan yang kurang mendukung potensi
tubuh jamur untuk tumbuh dengan baik. Jamur tiram hasil budidaya memiliki
komposisi zat gizi dan komponen bioaktif seperti senyawa fenolik dan β-glukan.
Terdapatnya kontaminasi menyebabkan produksi jamur yang kurang optimal.
Keberhasilan budidaya Pleurotus sp. dalam pertumbuhan ditentukan oleh kualitas
media tanam, proses budidaya, faktor lingkungan, dan kualitas bibit yang
digunakan.
Saran
Dari hasil penelitian ini limbah substrat jamur tiram dapat digunakan
kembali sebagai media dalam budidaya jamur tiram dengan pemberian nutrisi
seperti pupuk organik cair. Limbah susbtrat jamur tiram ini dapat meningkatkan
produksi jamur tiram. Diperlukan waktu pengamatan penelitian lebih lama agar
dapat melakukan panen yang lebih banyak sehingga pengaruh pemberian POC
lebih terlihat jelas.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method
2011.25: Insoluble, soluble, and total dietary fiber in foods. Di dalam:
Latimer GW, editor. Official Methods of Analysis. Volume 2. Enzymatic-

16
gravimetric-liquid chromatography. Maryland (US) : AOAC International.
Chapt 32 hlm 31-41.
[AOAC] Association of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method
966.16: Sodium in fruits and fruit products. Di dalam: Latimer GW, editor.
Official Methods of Analysis. Volume 2. Flame spectrophotometric method.
Maryland (US) : AOAC International. Chapt 37 hlm 8.
[AOAC] Association of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method
986.25: Proximate analysis of milk-based infant formula. Di dalam: Latimer
GW, editor. Official Methods of Analysis. Volume 2. Maryland (US) :
AOAC International. Chapt 50 hlm 18.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman.
Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Andriy S, Katerina M, Alla S, Ivan J, Jiri S, Vladimir E, Eliska K, Jana C. 2009.
Glucan from fruit of cultivated mushrooms Pleurotus ostreatus and
Pleurotus eryngii. Structure and potensial prebiotic activity. J Carbohidrate
Polymers. 76(4):548-556.
Achmad, Mugiono, Arlianti T, Azmi C. 2012. Panduan Lengkap jamur. Jakarta
(ID) : penebar Swadaya.
Alan RG, Ninuk H, Setyono YT. 2013. Studi pertumbuhan dan produksi jamur
tiram putih (Plerotus ostreatus) pada media tumbuh gergaji kayu sengon
dan bagas tebu. J Produksi Tanaman. 1(2):17–24.
Aslam J, Mohajir MS, Saeed AKJ, Abdul QK. 2008. HPLC analysis of watersoluble vitamins (B1, B2, B3, B5, B6) in in vitro and ex vitro germinated
chickpea (Cicer arietinum L.). J Biotechnology. 14(7):2310-2314.
Chang ST, Miles PG. 1989. Edible Mushroom and Their Cultivation. Florida:
CRC Press, Inc.
Chang ST, Buswell JA. Mushroom Nutraceuticals. 1996. J Microbiology and
Biotechnology. 12(4):73-76.
Djarijah NM & Djarijah AS. 2001. Jamur Tiram Pembibitan Pemeliharaan dan
Pengendalian Hama-Penyakit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Gunawan AW. 2001. Usaha Pembibitan Jamur. Bogor: Penebar Swadaya.
Hendritomo HI. 2002. Biologi Jamur Pangan. Jakarta: Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Bio Industri.
Herliyana EN. 2007. Potensi Ligninolitik Jamur Pelapuk Kayu Kelompok
Pleurotus [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
Herliyana EN, D. Nandika, Ahmad, LL. Sudirman, AB. Witarto. 2008.
Biodegradasi substrat gergajian kayu sengon oleh jamur kelompok
Pleurotus asal Bogor. J Trop. Wood Sci. Technol. 6(2):75-84.
Herliyana EN. 2014. Biodiversitas Cendawan dan Potensinya di Indonesia.
Bogor: IPB Press.
Kartika L. 1992. Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Jacq. Ex
Fr.) Kummer) pada Campuran Serbuk Gergaji Kayu Jeungjing dan Tongkol

17
Jagung [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
IPB.
Kaul TN. 1997. Introduction to Mushroom Science. New Hampshire: Science
Publisher Inc.
Kurtzman RH. 2005. Mushroom: Source for modern western medicine. A review.
J Mycologia Aplicada International. 17:21-33.
Kushendrarini P. 2003. Analisis Budidaya untuk Peningkatan Produksi Jamur
Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.
Manzi P, Marconi S, Aguzzi A, Pizzoferato L. 2004. Commercial mushrooms,
nutrional quality and effect of cooking. J Food Chem. 84:201-206.
Megazyme. 2008. Mushroom and yeast beta-glucan : assay prcedure. Ireland :
Megazyme International Ireland Ltd.
Mohammad A, Arezoo P, Sima M.2014. Extraction of phenolic compounds and
quantification of the total phenol of grape pomace. J Experimental Biology.
4(1):174-176.
Mulyono. 2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga.
Newcombe C. 2009. Effective and low-cost of acid mine drainage using chittin as
a fractional amendment to compost [thesis]. US: Pennysylvania State
University, Degree program.
Nurul H, Lilik S, Ellis N. 2013. Studi pertumbuhan dan hasil produksi jamur tiram
putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh jerami padi dan serbuk
gergaji. J Produksi Tanaman. 1(1):47-53.
Romero RMA, Vazquez OML, Lopez HJ, Simal LJ. 1992. Determination of
vitamin C and organic acids in various fruits by HPLC. J Chromatogr Sci.
30(11):433-7.
Suprapti S. 1987. Pembudidayaan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan
media limbah kayu. J Penelitian Hasil Hutan. 4(3):50-53.
Suprapti S. 1988. Pengaruh penambahan dedak terhadap produksi jamur tiram. J
Penelitian Hasil Hutan. 5(6):337-339.
Suprapti S. 1989. Pengaruh penambahan pupuk terhadap produksi jamur tiram. J
Penelitian Hasil Hutan. 6(4):225-230.
Suprapti S. 2000. Petunjuk Teknis Budidaya Jamur Tiram