82
dengan tingkat kelengketan rendah. Hal ini mungkin terjadi karena efek viskositas puncak yang lebih kuat dalam mempengaruhi tingkat kelengketan bihun pada
perlakuan tersebut. Tabel 42 Perbandingan tingkat kelengketan dengan nilai KPAP bihun
Kelengketan KPAP 210 gf
210 gf 17
17 G1, G2, G3, G4,
G5, G6 I1, I2, I3, I4,
B1 BI1, BI2, BI3, BI4,
BI6 I5, I6
B2, B3, B4, B5, B6 BI5
G1, G2, G3, G4, G5, G6
I1, I2, I3, I4, I5, I6 B1, B2, B3, B4, B5,
B6 BI1, BI2, BI3, BI4,
BI5, BI6
Viskositas puncak yang tinggi mengindikasikan kemampuan penyerapan air yang tinggi pula dan berefek pada pengembangan granula. Granula pati yang
mengalami pengembangan berlebihan akan diikuti oleh peluruhan molekul amilosa dari dalam granula sebagai akibat dari ketidakmampuannya menahan
tekanan. Molekul – molekul yang keluar dari dalam granula menempel pada permukaan untaian bihun dan mengakibatkan kelengketan. Perbandingan antara
tingkat kelengketan bihun dengan nilai viskositas puncak bahan baku dapat dilihat pada Tabel 43.
Tabel 43 Perbandingan tingkat kelengketan bihun dengan viskositas puncak
Kelengketan Nilai VP
274 gf 274 gf
2280 cP 2280 cP
G1, G2, G3, G4, G5, G6
I1, I2, I3, I4, B1
BI1, BI2, BI3, BI4, BI6
I5, I6 B2, B3, B4, B5, B6
BI5 G2, G3, G4, G5, G6
I2, I3, I4, I5, I6 B2, B3, B4, B5, B6
BI1, BI2, BI3, BI4, BI5, BI6
G1 I1
B1
f. Penilaian Organoleptik Bihun Sukun
Pengaruh interaksi jenis tepung, jenis dan konsentrasi hidrokoloid serta konsentrasi CaCl
2
terhadap penilaian organoleptik bihun sukun dapat diketahui
83
dengan menggunakan metode skoring. Uji tersebut dapat digunakan untuk menentukan bihun yang lebih disukai oleh panelis. Uji yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa interaksi jenis tepung, jenis dan konsentrasi hidrokoloid serta konsentrasi CaCl
2
berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter uji yang terdiri atas kekerasan, elastisitas, kelengketan dan kesukaan P0.05.
Bihun yang berasal dari perlakuan tepung sukun 100 dengan penambahan iles-iles 1 dan CaCl
2
1 menghasilkan skor kekerasan tertinggi. Bihun yang dihasilkan dari perlakuan tersebut memiliki skor kekerasan 2.96 agak
keras. Nilai kekerasan bihun sukun hasil uji organoleptik disajikan pada Tabel 44.
Tabel 43 Nilai kekerasan bihun sukun hasil uji organoleptik
CaCl
2
Tepung sukun 100 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
1.88 ± 0.78
hijg
2.00 ± 0.71
hfig
2.00 ± 0.82
hfig
1.92 ± 0.57
hfijg
1 2.20 ± 0.87
ehdfcg
2.28 ± 0.84
edfcg
2.96 ±0.84
a
2.16 ± 0.85
ehdficg
2 2.84 ± 0.80
ba
2.56 ± 0.82
ebdac
1.48 ± 0.65
j
1.64 ± 0.81
ij
CaCl
2
Tepung sukun 85 + tepung beras 15 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
2.60 ± 1.00
bdac
2.04 ± 0.84
ehfig
1.72 ± 0.61
hij
1.88 ± 0.53
hijg
1 2.36 ± 0.91
ebdfcg
2.28 ± 0.94
edfcg
2.36 ± 0.70
ebdfcg
2.88 ± 0.78
ba
2 2.12 ± 0.88
ehdfig
2.28 ± 0.84
edfcg
2.64 ± 0.76
bac
2.44 ± 0.71
ebdfc
Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
Untuk elastisitas, bihun dengan skor elastisitas tertinggi 3.20, agak elastis dihasilkan dari perlakuan tepung sukun yang disubstitusi dengan tepung
beras 15, guar gum 1 dan CaCl
2
2. Nilai elastisitas bihun sukun hasil uji organoleptik disajikan pada Tabel 45.
Tabel 45a Nilai elastisitas bihun sukun hasil uji organoleptik
CaCl
2
Tepung sukun 100 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
2.08 ± 0.86
dc
2.44 ± 0.96
bdac
2.48 ± 1.05
bdac
2.36 ± 0.76
bdc
1 2.36 ± 0.81
bdc
2.68 ± 1.07
bac
2.84 ± 1.03
ba
2.60 ± 0.87
bdac
2 2.80 ± 0.87
ba
2.84 ± 0.75
ba
2.08 ± 1.26
dc
1.96 ± 1.21
d
Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
84
Tabel 45b Nilai elastisitas bihun sukun hasil uji organoleptik CaCl
2
Tepung sukun 85 + tepung beras 15 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
2.40 ± 0.71
eghf
2.80 ± 1.04
edf
2.92 ± 1.15
ed
2.24 ± 0.78
ghf
1 2.76 ± 0.72
edf
2.64 ± 0.95
egdf
2.24 ± 0.83
ghf
2.04 ± 0.54
gh
2 3.20 ± 1.04
bdc
3.08 ± 1.08
dc
1.88± 0.73
h
2.08 ± 0.57
gh
Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
Untuk kelengketan, skor terendah dihasilkan dari perlakuan tepung sukun yang disubstitusi oleh tepung beras 15, iles-iles 1 dan CaCl
2
2. Nilai kelengketan bihun sukun hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46 Nilai kelengketan bihun sukun hasil uji organoleptik CaCl
2
Tepung sukun 100 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
3.72 ± 0.89
ba
2.40 ± 0.82
eghf
3.56 ± 1.04
bac
3.04 ± 0.98
dc
1 3.80 ± 1.12
a
2.88 ± 0.93
ed
3.08 ± 1.04
dc
2.96 ± 0.89
edc
2 3.12 ± 1.01
dc
2.92 ± 1.00
ed
3.88 ± 1.27
a
3.96 ± 1.06
a
CaCl
2
Tepung sukun 85 + tepung beras 15 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
2.40 ± 0.71
eghf
2.80 ± 1.04
edf
2.92 ± 1.15
ed
2.24 ± 0.78
ghf
1 2.76 ± 0.72
edf
2.64 ± 0.95
egdf
2.24 ± 0.83
ghf
2.04 ± 0.54
gh
2 3.20 ± 1.04
bdc
3.08 ± 1.08
dc
1.88 ± 0.73
h
2.08 ± 0.57
gh
Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bihun sukun yang berasal dari tepung sukun yang disubstitusi dengan tepung beras 15 dengan
penambahan guar gum 1 tanpa penambahan CaCl
2
B1 dan iles-iles 0.5 dan CaCl
2
1 BI5 lebih disukai dibandingkan dengan bihun sukun yang dihasilkan dari perlakuan lain seperti tersaji pada Tabel 47. Bihun sukun yang dihasilkan dari
perlakuan tersebut memiliki skor kesukaan 4.48 netral hingga agak suka. Bihun dari kedua perlakuan tersebut memiliki tingkat kekerasan dari tidak keras hingga
agak keras, elastisitas dari tidak elastis hingga agak elastis dan skor kelengketan dari tidak lengket hingga agak lengket.
85
Tabel 47 Nilai kesukaan bihun sukun hasil uji organoleptik
CaCl
2
Tepung sukun 100 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
3.24 ± 1.56
bac
4.32 ± 1.35
ed
3.48 ± 1.58
bdc
3.92 ± 1.29
edc
1 2.88 ± 1.64
bac
4.2 ± 1.53
ed
3.88 ± 1.54
edc
3.92 ± 1.71
ed
2 4.00 ± 1.68
edc
4.16 ± 1.70
ed
2.88 ± 1.67
ba
2.60 ± 1.44
a
CaCl
2
Tepung sukun 85 + tepung beras 15 Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5
4.48 ± 1.66
e
4.24 ± 1.67
edc
4.44 ± 1.53
ed
4.20 ± 1.44
ed
1 4.20 ± 1.50
ed
3.72 ± 1.46
edc
4.44 ± 1.26
ed
4.48 ± 1.48
e
2 3.92 ± 1.44
edc
3.76 ± 1.64
edc
4.36 ± 1.52
e
4.16 ± 1.49
ed
Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
Adanya perbedaan tingkat kesukaan bihun sukun menunjukkan bahwa interaksi jenis tepung, jenis dan konsentrasi hidrokoloid serta konsentrasi CaCl
2
dapat mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Bihun sukun hasil rehidrasi dengan tingkat kesukaan tertinggi dan terendah disajikan pada Gambar 16.
a b .Gambar 16 Bihun sukun dengan tingkat kesukaan tertinggi a dan terendah b
Hasil uji organoleptik terhadap tekstur bihun sukun tidak sejalan dengan hasil pengukuran tekstur menggunakan instrumen texture analyzer. Hal ini dapat
terjadi karena uji organoleptik melibatkan persepsi manusia. Rosenthal 1999
86
menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses yang berulang seperti siklus dan diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi selama menyentuh, menggigit,
mengunyah dan menelan produk pangan yang diuji. Sementara instrumen texture analyzer
mengandalkan transducer untuk menkonversi pengukuran fisik dan material menjadi keluaran dalam bentuk visual atau elektrik yang dapat dilihat
langsung ataupun harus melalui serangkaian proses pengolahan data. Meskipun instrumen telah dirancang sedemikian rupa agar mendekati kondisi nyata dalam
mulut manusia, tetap akan terdapat perbedaan antara data yang dihasilkan dari uji organoleptik dengan data yang dihasilkan dari uji menggunakan instrumen.
Simpulan Tahap III
Interaksi antara tepung, hidrokoloid dan CaCl
2
menghasilkan bihun dengan karakteristik yang berbeda secara signifikan. Secara umum karakteristik
bihun lebih dipengaruhi oleh jenis tepung dan hidrokoloid, sementara pengaruh CaCl
2
tidak memperlihatkan pola yang jelas terhadap karakteristik bihun yang dihasilkan. Bihun yang diproduksi dari tepung sukun 100 memiliki KPAP
rendah, waktu rehidrasi singkat, tingkat kekerasan rendah, elastisitas tinggi dan kelengketan rendah. Sementara bihun yang diproduksi dari campuran tepung
sukun dan tepung beras memiliki KPAP rendah dan tingkat kekerasan tinggi pada penggunaan guar gum, serta waktu rehidrasi singkat dan kelengketan rendah pada
penggunaan iles-iles. Bila dibandingkan dengan karakteristik KPAP dan persen rehidrasi bihun
sukun sebelum perlakuan, penambahan hidrokoloid dan CaCl
2
menyebabkan terjadinya perubahan pada kedua parameter sifat fisik bihun tersebut.
Penambahan CaCl
2
pada tepung sukun 100 menghasilkan bihun dengan karakteristik yang dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi hidrokoloid. Pada bihun
yang diproduksi dari campuran tepung sukun dan tepung beras, penambahan CaCl
2
menghasilkan bihun dengan karakteristik yang tidak tergantung pada jenis dan konsentrasi hidrokoloid yang digunakan.
Perlakuan yang menghasilkan bihun dengan karakteristik terbaik adalah penggunaan tepung sukun 85 dan tepung beras 15, guar gum 1 tanpa
87
penambahan CaCl
2
. Karakteristik bihun yang dihasilkan dari perlakuan ini meliputi KPAP 8.63, persen rehidrasi 332.05, waktu rehidrasi 5.75 menit,
kekerasan 1695.80 gf, elastisitas 0.60 gs dan kelengketan -156.80 gf. Bihun hasil perlakuan ini memiliki skor kesukaan tertinggi 4.88 netral hingga agak suka.
88
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan tepung beras varietas Rojolele menurunkan kemampuan pengembangan dan ketahanan panas bahan baku, tetapi memperbaiki kemampuan
pembentukan gel dan retrogradasi bahan baku. Campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 85:15 memiliki karakteristik yang lebih baik sebagai
bahan baku bihun dibandingkan campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 70:30 yang ditunjukkan oleh nilai viskositas setback yang lebih tinggi serta
viskositas breakdown, KPAP dan persen rehidrasi bihun yang lebih rendah. Faktor jenis tepung, jenis dan konsentrasi hidrokoloid serta konsentrasi
CaCl
2
menghasilkan pengaruh yang nyata terhadap seluruh parameter profil gelatinisasi, tetapi interaksi ketiga faktor tersebut tidak berpengaruh nyata.
Tepung sukun menghasilkan viskositas yang lebih tinggi dibandingkan campuran tepung sukun dengan tepung beras, kecuali untuk viskositas breakdown dan
setback . Penggunaan guar gum menghasilkan viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan penggunaan iles-iles, kecuali untuk viskositas setback. Penambahan CaCl
2
pada tepung sukun 100 meningkatkan stabilitas tepung tersebut terhadap panas, sementara penambahan CaCl
2
pada campuran tepung sukun dan tepung beras justru menurunkan kestabilan bahan baku terhadap proses pemanasan.
Secara umum karakteristik bihun lebih dipengaruhi oleh jenis tepung dan hidrokoloid, sementara CaCl
2
menunjukkan pengaruh yang nyata hanya pada parameter warna. Intensitas kecerahan bihun yang diproduksi dari tepung sukun
100 semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi CaCl
2
yang ditambahkan, sedangkan untuk bihun sukun yang diproduksi dari campuran
tepung sukun dengan tepung beras, intensitas kecerahan tidak berbeda secara nyata di antara perlakuan konsentrasi CaCl
2
yang ditambahkan. Bihun dengan karakteristik terbaik dihasilkan dari penggunaan tepung sukun 85 dan tepung
beras 15, guar gum 1 tanpa penambahan CaCl
2
. Karakteristik bihun yang dihasilkan dari perlakuan ini meliputi KPAP 8.63, persen rehidrasi 332.05,
waktu rehidrasi 5.75 menit, kekerasan 1695.80 gf, elastisitas 0.60 gs dan
89
kelengketan -156.80 gf. Bihun hasil perlakuan ini memiliki skor kesukaan tertinggi 4.88 netral hingga agak suka.
Saran
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan garam dan hidrokoloid lain, seperti NaCl dan CMC carboxymethilcellulose, dalam
memperbaiki profil gelatinisasi bahan baku dan kualitas bihun sukun yang dihasilkan terutama dalam hal tekstur. Perlu dikaji mengenai potensi penggunaan
pati, seperti tapioka, sebagai pensubstitusi tepung sukun mengingat tapioka banyak diaplikasikan dalam produk noodle berbahan dasar non-terigu untuk
memperbaiki tekstur dan penampakan produk yang dihasilkan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Alloncle M, Lefebvre J, Llamas G, Doublier JL. 1989. A Rheological Characterization of Cereal Starch-Galactomannan Mixtures. Cereal
Chem 66:90-93.
Alloncle M, Doublier JL. 1991. Viscoelastic Properties of Maize StarchHydrocolloid Pastes and Gels. Food Hydrocolloids 5:455-467.
Akanbi TO, Nazamid S, Adebowale AA. 2009. Functional and Pasting Properties of a Tropical Breadfruit Artocarpus Altilis Starch from Ile-
Ife, Osun State, Nigeria. Int Food Research J 16:151-157 [Anonim]. 2002. Sukun. www.bkp.deptan.go.idpkk. [Diakses 29 April 2010].
Antarlina S, Purnomo S. 2009. Mie Sukun Ala BPTP Jatim.
http:www.litbang.deptan.go.idartikelone248pdfMie20Sukun20Al a20BPTP20Jatim.pdf. [Diakses 5 Mei 2010].
[AOAC]. 1995. Official Method of Analysis of the Association of Official Agricultural Chemistry. Washington DC: Association of Official
Agriculture Chemistry. Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Germany: Springer Verlag.
Beta T, Corke H. 2001. Noodle Quality as Related to Sorghum Starch Properties.
Cereal Chem 78:417-420.
Blazek J, Copeland L. 2007. Pasting and Swelling Properties of Wheat Flour and Starch in Relation to Amylose Content. Carbohydrate Polymer 7:380-387.
Charles AL, Huang TC, Lai PY, Chen CC, Chang YH. 2007. Study of Wheat Flour–Cassava Starch Composite Mix and the Function of Cassava
Mucilage in Chinese Noodles. Food Hydrocolloids 21:368-378. [Codex Alimentarius Commission]. 1985. Codex Stan 152-1985. Codex Standard
for Wheat Flour. [Codex Alimentarius Commission]. 2006. Codex Stan 249-2006. Codex Standard
for Instant Noodle. [Codex Alimentarius Commission]. 2010. GSFA Provisions for Pre-cooked Pastas
and Noodles and Like Products. Collado LS, Corke H. 1999. Heat Moisture Treatment Effects of Sweetpotato
Starches Differing in Amylose Content. J Food Chem 65:339-346.
91
Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corke H. 2001. Bihon Type of Noodles from Heat Moisture Treated Sweetpotato Starch. J Food Sci 66:604-609.
[Dewan Standardisasi Nasional]. 1992. Analisis Kandungan Pati. SNI 01-2891- 1992.
[Ditjen RLPS]. 2009. Prediksi Panen Buah Sukun di Indonesia. http:www.dephut.go.idfilesDEPHUT_Makalah_HPS.pdf. [Diakses 8
Mei 2010]. Eliasson AC, Gudmundsson M. 1996. Starch: Physicochemical and Functional
Aspects. Di dalam Eliasson AC, editor. Carbohydrates In Food. New York: Marcel Dekker.
Fu BX. 2008. Asian Noodles: History, Classification, Raw Materials and Processing. Food Research Int 41:888-902.
Funami T, Kataoka Y, Omoto T, Goto Y, Asai I, Nishinari K. 2005. Effects of Non-Ionic Polysaccharides on the Gelatinization and Retrogradation
Behavior of Wheat Starch. Food Hydrocolloids 19:1-13. Funami T, Kataoka Y, Omoto T, Goto Y, Asai I, Nishinari K. 2005. Food
Hydrocolloids Control the Gelatinization and Retrogradation Behaviour of Starch. 2a. Functions of Guar Gums with Different Molecular Weights
on the Gelatinization Behaviour of Corn Starch. Food Hydrocolloids 19:15-24.
Glicksman M. 1982. Functional Properties of Hydrocolloids. Di dalam Glicksman M, editor. Food Hydrocolloids Vol. 1, Boca Raton: CRC
Press. Graham HD, de Bravo EN. 1981. Composition of the Breadfruit. J Food Sci 46:
535-539. Herawati D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture
Treatment HMT dan Aplikasinya Dalam Memperbaiki Kualitas Bihun
[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hormdok R, Noomhorm A. 2007. Hydrothermal Treatments of Rice Starch for
Improvement of Rice Starch Noodle Quality. LWT-Food Science and Technology
40:1723–1731. Hutching JB. 1999. Food Colour and Appearance. Gaitersburg, Maryland:
Aspen Publ. Inc.
[Indo Agri]. 2010. Suweg Amorphophallus Campanulatus BL.. www.indoagri.com. [Diakses 4 Mei 2010].
92
Jacon SA, Rao MA, Cooley HJ, Walter RH. 1993. The Isolation and Characterization of a Water Extract of Konjac Flour Gum. Carbohydrate
Polymer 20:35-41.
Juliano BO, Sakurai J. 1985. Miscellaneous Rice Products. Di dalam Juliano BO, editor. Rice: Chemistry and Technology. Ed ke-2. St. Paul,
Minessota: AACC. Khanna S, Tester RF. 2006. Influence of Purified Konjac-Glucomannan on the
Gelatinization and Retrogradation of Maize and Potato Starches. Food Hydrocolloids
20:567-576. Kim YS, Wiesenborn DP, Lorenzen JH, Berglund P. 1996. Suitable of Edible
Bean and Potato Starches for Starch Noodle. Cereal Chem 73:302-308. Lee MH, Baek MH, Cha DS, Park HJ, Lim ST. 2002. Freeze-Thaw Stabilization
of Sweet Potato Starch Gel by Polysaccharide Gums. Food Hydrocolloids
16: 345–352. Lii CY, Chang SM. 1981. Characterization of Red Bean Phaseolus Radiates
Var. Auea Starch and Its Noodle Quality. J Food Sci 46:78-81. Luh BS, Liu YK. 1980. Rice Flour in Baking. Di dalam BS Luh, editor. Rice
Production and Utilization . Westport, Connecticut: AVI Publishing Co.
Mali S, Ferrero C, Redigonda V, Beleia AP, Grossmann MVE, Zaritsky NE. 2003. Influence of pH and Hydrocolloids Addition on Yam Dioscorea
Alata Starch Pastes Stability. Lebensmittel-Wissenschaft und-Technologie
36:475-481. Mandala IG, Bayas E. 2003. Xanthan Effect on Swelling, Solubility and Viscosity
of Wheat Starch Dispersions. Food Hydrocolloids 18:191-201. Matjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor: IPB Press. Moritaka H, Kimura S, Fukuba H. 2003. Rheological Properties of Matrix-Particle
Gellan Gum Gel: Effects of Calcium Chloride on The Matrix. Food Hydrocolloids
17:653-660. Muhamed A, Jamilah B, Abbas KA, Rahman RA, Roseline K. 2008. A Review on
Physicochemical and Thermorheological Properties of Sago Starch. Am J of Agric and Bio Sci
3:639-646. Munarso SJ. 1998. Modifikasi Sifat Fungsional Tepung Beras dan Aplikasinya
dalam Pembuatan Mi Beras Instan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
93
[NutritionData]. 2009. Food Additives. www.nutritiondata.com. [Diakses 17 Desember 2010].
Panda H. 2005. Handbook on Speciality Gums, Adhesives , Oils, Rosin Derivatives, Resins, Oleoresins, Katha, Chemicals with Other Natural
Products. India: Asia Pasific Business Press Inc. Prabawati S, Suismono. 2009. Sukun: Bisakah Menjadi Bahan Baku Produk
Pangan? Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31:1. Purwani EY, Widaningrum, Thahrir R, Muslich. 2006. Effect of Moisture
Treatment of Sago Starch on Its Noodle Quality. Indonesian J Agr Sci 7:8-14.
Ratnayake WS, Hoover R, Tom W. 2002. Pea Starch: Composition, Structure and Properties – Review. Starch 54:217-234.
Riley CK, Wheatley AO, Asemota HN. 2006. Isolation and Characterization of Starches from Eight Dioscorea alata Cultivars Grown in Jamaica.
African J of Biotech 17:1528-1536.
Rincón AM, Padilla FC. 2004. Physicochemical Properties of Breadfruit Artocarpus Altilis Starch from Margarita Island, Venezuela. Arch
Latinoam 54:449-456.
Roder N, Ellis PR, Butterworth PJ. 2005. Starch Molecular and Nutritional Properties: a Review. Adv Mol Med 1:5-14.
Rosenthal AJ. 1999. Food Texture Measurement and Perception. Gaithersburg, Maryland: Aspen Publ. Inc.
Sandhu KS, Kaur M, Mukesh. 2010. Studies on Noodle Quality of Potato and Rice Starches and Their Blends In Relation to Their Physicochemical,
Pasting and Gel Textural Properties. Food Sci Technol 43:1289-1293. Shi X, BeMiller JN. 2002. Effects of Food Gums on Viscosities of Starch
Suspensions During Pasting. Carbohydrate Polymers 60:7-18. Simon BW. 2008. Processing, Marketing and Konjac Based Food Products.
http:simonbw.lecture.ub.ac.idfiles201003KONJAC-SBW-PROCESS.pdf. [Diakses 8 Mei 2010]
Singh N, Singh J, Sodhi NS. 2002. Morphological, Thermal, Rheological and Noodle Making Properties of Potato and Corn Starch. J Food Agr
82:1376-1383. Sudhakar V, Singhal RS, Kulkarni PR. 1996. Effect of Salts on Interactions of
Starch with Guar Gums. Food Hydrocolloids 10:329-334.
94
Syah A, Nazaruddin. 1994. Sukun dan Kluwih. Jakarta: Penebar Swadaya. [USDA]. 2004. National Nutrient Database for Standard Reference, Release
16-1. [USDA-SR 21]. 2008. Nutrition Information of White Rice Flour.
www.nutritiondata.com. [Diakses 8 Mei 2010]. Viturawong Y, Achayuthakan P, Suphantharika M. 2008. Gelatinization and
Rheological Properties of Rice StarchXanthan Mixtures: Effects of Molecular Weight of Xanthan and Different Salts. J Food Chem
111:106-114.
Wang HH, Sun DW, Zeng Q, Lu Y. 2000. Effect of pH, Corn Starch and Phosphates on the Pasting Properties of Rice Flour. J Food Eng 46:133-
138. Wattanachant S, Muhammad SKS, Hasyim DM, Rahman RA. 2002a.
Characterization of Hydroxyprophylated Crosslinked Sago Starch as Compared to Commercial Modified Starch. Songklanakarin J Sci Technol
24:439-450.
Wattanachant S, Muhammad SKS, Hasyim DM, Rahman RA. 2002b. Suitability of Sago Starch as a Base for Dual Modification. Songklanakarin J Sci
Technol 24:432-438.
Whistler RL, Daniel JR. 1985. Carbohydrates. Di dalam Fennema OR, editor. Food Chemistry.
Ed ke-2. New York and Basel: Marcel Dekker Inc. Widowati S, Damardjati DS. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal dalam
Rangka Ketahanan Pangan. Majalah PANGAN No 36XJan2001. Jakarta: BULOG.
Widowati S, Richana N, Suarni, Raharto P, Sarasutha IGP. 2001. Studi Potensi
dan Peningkatan Dayaguna Sumber Pangan Lokal Untuk Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Bogor: Laporan Hasil
Penelitian Puslitbangtan.
Widowati S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan Dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. Makalah Pribadi
Pengantar ke Falsafah Sains. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 2000. Potensi dan Peran Tepung-tepungan Bagi Industri Pangan dan Program Perbaikan Gizi. Makalah pada Seminar Nasional
Interaktif: Penganekaragaman Makanan Untuk Memantapkan Ketersediaan Pangan.
95
Yoshimura M, Takaya T, Nishinari K. 1996. Effects of Konjac-Glucomannan on the Gelatinization and Retrogradation of Corn Starch as Determined by
Rheology and Differential Scanning Calorimetry. J Agr Food Chem 44: 2970–2976.
Yoshimura M, Takaya T, Nishinari K. 1998. Rheological Studies on Mixtures of Corn Starch and Konjac-Glucomannan. Carbohydrate Polymer 35:71–79.
Zaidul ISM, Norulaini NAN, Omar AKM, Yamauchi H, Noda T. 2007. RVA Analysis of Mixtures of Wheat Flour and Potato, Sweet Potato, Yam and
Cassava Starches. Carbohydrate Polymer 69:784-791.
96
Lampiran 1 Grafik Korelasi a.
Swelling volume vs viskositas puncak
b. Swelling volume vs fraksi pati yang tidak membentuk gel