Transpormasi Cayley Pada P-Matriks

TRANSFORMASI CAYLEY PADA P -MATRIKS

SKRIPSI

Tialina Nainggolan
040803048

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara

TRANSFORMASI CAYLEY PADA P -MATRIKS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana
Sains


TIALINA NAINGGOLAN
040803048

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara

i
PERSETUJUAN

Judul

:

TRANSFORMASI CAYLEY PADA P -MATRIKS


Kategori

:

SKRIPSI

Nama

:

TIALINA NAINGGOLAN

Nomor Induk Mahasiswa

:

040803048

Program Studi


:

SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen

:

MATEMATIKA

Fakultas

:

MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA

Medan, Januari 2009

Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2

Pembimbing 1

Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si
NIP. 130810774

Dra. Elvina Herawati, M.Si
NIP. 131945361

Diketahui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU
Ketua,

Dr. Saib Suwilo, MSc
NIP. 131796149

Universitas Sumatera Utara


ii
PERNYATAAN

RANSFORMASI CAYLEY PADA P -MATRIKS

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2009

TIALINA NAINGGOLAN
040803048

Universitas Sumatera Utara

iii
PENGHARGAAN


Hormat dan syukur bagi Allah di tempat yang maha tinggi. Terima kasih
Tuhan Yesus Kristus, segala puji syukur kehadirat-Nya, yang telah memberikan
berbagai hikmat, pengetahuan, dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu
mata kuliah wajib yang harus diselesaikan oleh seluruh mahasiswa/i Departemen
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Pada skripsi ini saya melakukan studi tentang TRANSFORMASI
CAYLEY PADA P-MATRIKS.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Eddy Marlianto, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc, dan bapak
Henry Rani S, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra.
Elvina Herawati, M.Si selaku dosen pembimbing I dan bapak Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberi dukungan moril, motivasi dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ini. Bapak
Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku dosen
pembanding serta seluruh Staf Pengajar Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini juga
penulis persembahkan buat orang tua penulis, bapak Martua Nainggolan dan ibu
Restaria br. Simbolon terkasih atas doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan
yang begitu berharga terhadap semua kebutuhan dan kebaikan penulis. Syukur
atas semua kasih dan kebaikan dari abang Niat Marisi Nainggolan semoga abang
sukses dan menjadi berkat bagi banyak orang. Buat aik-adik penulis, Dinda

Efiera Nainggolan dan Melpiani Nainggolan dalam suka dan duka telah kita lalui
bersama, tetap semangat, Tuhan Yesus memberkati.
Penulis juga mengucapkan terima kasih buat teman-teman di UKM KMK
UP FMIPA USU atas kasih, doa dan motivasi yang diberikan. Buat K.Kecil
penulis SHAPE : B’Arist 01, Hans Tua, Moria dan Maria juga adik-adik K.Kecil
penulis 08 : Dina, Kathrin, Tika, Talenta, Melda dan Shanti yang manis-manis,
atas doa, perhatian, kasih dan dorongan mereka, tetap semangat dan tekun dalam
doa, Tuhan Yesus memberkati. Buat teman-teman seperjuangan stambuk 04 :
bidang murni, Debo, tiur, Darto, Chandra atas doa, waktu dan motivasinya. Buat
adik-adik stambuk 05, stambuk 06 : Marlina, Marlina S, Lusi, Jupri, atas doa dan
kasih yang diberikan, tetap semangat, stambuk 07, stambuk 08. Terima kasih juga
buat Yusni yang telah banyak memberikan bantuan, doa dan masukan positip
bagi penulis juga teman-teman penulis di Sibolga : Hetty, Sustri, Juli, Veppy
serta keluarga ompung di Helvetia, keluarga uda dan inang uda di Marindal atas
kebaikan, doa dan kasih mereka pada penulis, Tuhan Yesus memberkati.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, untuk
itu penulis meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya, semoga tulisan
ini berguna bagi yang membutuhkan.


Universitas Sumatera Utara

iv
ABSTRAK

Suatu matriks A berupa P −matriks berbentuk bujur sangkar yang nonsingular
sehingga dapat dibuat matriks (I + A) non-singular maka dapat dibentuk suatu
matriks baru C(A) = (I + A)−1 (I − A). Matriks C(A) disebut transformasi Cayley
dari A. Berdasarkan transformasi Cayley C(A) matriks A = (I + F )−1 (I − F )
diperoleh. Tulisan ini mengkaji bahwa faktorisasi (I + F ) dan (I − F ) berupa
P −matriks dan memberikan karakterisasi P −matriks melalui transformasi Cayleynya.

Universitas Sumatera Utara

v
ABSTRACT

A matrix A have the form of a square P −matrix is nonsingular such that matrix
(I + A) is nonsingular so that a new matrix C(A) = (I + A)−1 (I − A) is formed.
Matrix C(A) is called Cayley transform of A. Based on Cayley transform C(A),

matrix A = (I + F )−1 (I − F ) be found. This paper investigated whether factors
(I + F ) and (I − F ) are P −matrix and determine characterization of P −matrix
in terms of its Cayley transform.

Universitas Sumatera Utara

vi
DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN

i

PERNYATAAN

ii

PENGHARGAAN


iii

ABSTRAK

iv

ABSTRACT

v

DAFTAR ISI

vi

BAB
1. PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.

1.5.

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tinjauan Pustaka
Tujuan Penelitian
Metodologi Penelitian

1
2
2
3
4

2. LANDASAN TEORI
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
2.9.
2.10.

5

Matriks
Perkalian Matriks
Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss-Jordan
Determinan
Invers Matriks
Matriks Uniter dan Hermite
Matriks Similar atau Serupa
Spektrum dan Radius Spektral
Kelas-kelas Matriks yang Bersifat Positip
Transformasi Cayley

3. PEMBAHASAN

24

3.1. Transformasi Cayley dari P -matriks
3.2. Transformasi Cayley dari Matriks Definit Positip
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

5
5
6
7
11
12
14
15
17
21

24
31
32
32
33
34

Universitas Sumatera Utara

iv
ABSTRAK

Suatu matriks A berupa P −matriks berbentuk bujur sangkar yang nonsingular
sehingga dapat dibuat matriks (I + A) non-singular maka dapat dibentuk suatu
matriks baru C(A) = (I + A)−1 (I − A). Matriks C(A) disebut transformasi Cayley
dari A. Berdasarkan transformasi Cayley C(A) matriks A = (I + F )−1 (I − F )
diperoleh. Tulisan ini mengkaji bahwa faktorisasi (I + F ) dan (I − F ) berupa
P −matriks dan memberikan karakterisasi P −matriks melalui transformasi Cayleynya.

Universitas Sumatera Utara

v
ABSTRACT

A matrix A have the form of a square P −matrix is nonsingular such that matrix
(I + A) is nonsingular so that a new matrix C(A) = (I + A)−1 (I − A) is formed.
Matrix C(A) is called Cayley transform of A. Based on Cayley transform C(A),
matrix A = (I + F )−1 (I − F ) be found. This paper investigated whether factors
(I + F ) and (I − F ) are P −matrix and determine characterization of P −matrix
in terms of its Cayley transform.

Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kelas matriks yang bersifat positip adalah beberapa matriks yang dilihat dari
sifat kepositipan matriks tersebut. Salah satu bentuk matriks yang dikenal adalah
matriks positip yaitu matriks bujur sangkar yang setiap entrinya positip, tetapi
matriks ini tidak menjamin semua eigenvalue dan semua minor utamanya positip.
Setiap matriks A berukuran n × n dengan ketentuan semua minor utamanya
positip didefinisikan sebagai P−matriks, berakibat matriks A non-singular dan
dapat dibentuk (I + A) nonsingular, tetapi I + A tidak selalu nonsingular untuk
A sebarang matriks and I matriks identitas yang masing-masing berukuran n × n.
Jika I + A nonsingular, perkalian matriks (I + A)−1 (I − A) = C(A) disebut
sebagai transformasi Cayley (Meyer 2000).
Studi tentang transformasi Cayley pertama kali dilakukan oleh Cayley pada
tahun 1846. Cayley memperlihatkan hubungan antara transformasi Cayley terhadap suatu matriks A yaitu transformasi Cayley C(A) unitary jika dan hanya
jika A skew-hermite. Dalam teori matriks dikenal suatu matriks yang disebut sebagai matriks stabil yaitu jika semua λ eigenvalue riil bernilai negatif (Re(λ) < 0)
dan suatu matriks A nonnegative konvergen jika spektral radius dari A lebih kecil
dari 1 (ρ(A) < 1) (Plemmons 1979 ). Hubungan antara matriks stabil dengan
matriks konvergen diperlihatkan oleh (Stein 1965) dan (Taussky 1964) melalui
transformasi Cayley. Tetapi bukti yang diberikan relatif abstrak.
Bukti yang lebih transparan tentang hubungan antara matriks stabil dan
matriks konvergen melalui transformasi Cayley diperlihatkan oleh (Haynes 1991),
Haynes membuktikan B konvergen jika dan hanya jika ada suatu matriks stabil

Universitas Sumatera Utara

2
A sehingga B = C(−A).
Untuk suatu matriks hermitian A berukuran n × n dan vektor x 6= 0 sehingga dapat dibentuk x∗ Ax bernilai positip maka A disebut matriks definit positip.
Matriks definit positip mempunyai sifat yang sama dengan P−matriks, yaitu semua minor utama dan setiap eigenvaluenya positip. Matriks definit positip termasuk dalam kelas P−matriks (Plemmons 1979).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam tulisan ini timbul permasalahan, yaitu :
1. Untuk matriks A sebarang, syarat apa yang diberikan agar dapat dibuat
transformasi Cayley C(A)?
2. Untuk A berupa P−matriks maka transformasi Cayley C(A) well-defined.
Apakah I + C(A) dan I − C(A) juga berupa P-matriks?
3. Apakah dapat diperoleh karakteristik dari P−matriks melalui transformasi
Cayley?
4. Untuk A matriks definit positip, sifat apa yang dapat diberikan oleh transformasi Cayleynya?

1.3 Tinjauan Pustaka
Suatu matriks A berukuran n × n dikatakan P− matriks jika setiap minor utama
dari A positip. Suatu matriks hermitian A berukuran n × n dan vektor x 6= 0
sehingga dapat dibentuk x∗ Ax bernilai positip maka A disebut matriks definit
positip. Matriks definit positip termasuk dalam kelas P−matriks.
Untuk A berupa P−matriks, pernyataan berikut ekivalen :
1. Semua minor utama A positip.
2. Setiap minor utama dari semua submatriks utama A positip.
3. Untuk x 6= 0 ada suatu matriks diagonal positip D sehingga xt ADx > 0.
4. Untuk vektor x 6= 0 ada suatu matriks diagonal nonnegatip D sehingga
xt ADx > 0.

Universitas Sumatera Utara

3
5. Setiap x 6= 0 dengan y = Ax maka ada i sehingga xi yi > 0.
6. Untuk semua matriks signature S (S adalah matriks diagonal dengan entri
diagonal ±1) ada x >> 0 sehingga SAS x >> 0 (Plemmons 1979).

Untuk A berupa definit positip, pernyataan berikut ekivalen :
1. Semua eigenvalue dari A positip.
2. Leading minor utama A positip.
3. Semua minor utama A positip (Meyer 2000).

Himpunan matriks r(A, B) = {C|C = TA + (I − T )B, T = diag(t1 , t2 , ..., tn ),
ti ∈ [0, 1]} adalah kombinasi konveks bebas dari matriks riil A dan B yang berupa
matriks nonsingular jika dan hanya jika BA−1 adalah P-matriks. Kajian ini memperbaiki suatu teorema P-matriks yang dibuktikan oleh (Rohn 1989) dan (Rohn
1991) dalam bentuk matriks interval yang bersifat nonsingular. Rohn juga merlihatkan setiap P−matriks yang entri-entrinya atas himpunan bilangan riil memuat gambaran BA−1 dengan sifat-sifatnya. Hasil ini hanya sebagian yang berlaku
untuk P−matriks yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks sehingga didapat karakterisasi dari P-matriks yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks
dalam bentuk partisi-partisi blok (Johnson 1995). Diberikan syarat perlu dan
cukup untuk suatu matriks riil menjadi P-matriks berdasarkan spektral radius
riil dan sifat matriks interval (Rump 2003).

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari tulisan ini adalah
1. Untuk C(A) = F transformasi Cayley dari A akan diperlihatkan (I + F )
dan (I − F ) mempunyai kelas yang sama dengan A sehingga A dapat difaktorisasikan menjadi A = (I + F)−1 (I − F).
2. Memperlihatkan karakterisasi P −matriks melalui transformasi Cayley.

Universitas Sumatera Utara

4
1.5 Metodologi Penelitian
Tulisan ini bersifat literatur dan kepustakaan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mendefinisikan kembali beberapa kelas dari matriks positip.
2. Menuliskan kembali teorema-teorema dasar yang akan digunakan dalam pembahasan.
3. Mencari hubungan matriks sebarang dengan transformasi Cayley.
4. Mencari hubungan kelas-kelas matriks positip yang dituju dengan transformasi Cayley.
5. Untuk faktorisasi A = X −1 Y untuk X dan Y bersifat tertentu, akan diperlihatkan bahwa X −1 dan Y mempunyai kelas yang sama dengan A.
6. Mencari eigenvalue riil lebih fix dari suatu P−matriks dengan menggunakan
interpretasi setiap eigenvalue riil positip.
7. Mencari kharakterisasi P−matriks dalam bagian transformasi Cayley.

Universitas Sumatera Utara

BAB 2
LANDASAN TEORI

Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan
beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu
yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya.

2.1 Matriks
Matriks adalah susunan elemen-elemen yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang dengan panjang dan lebar menunjukkan banyak
baris dan banyak kolom. Matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut
matriks berukuran m × n. Matriks yang memiliki banyak baris dan banyak kolom
sama disebut matriks bujur sangkar.
Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:


a11 a12 · · · a1n


 a21 a22 · · · a2n 


A= .
 ← baris ke − i
.
.
.
..
..
.. 
 ..


an1 an2 · · · ann

kolom ke − j
Elemen yang menempati baris ke-i dan kolom ke-j disebut entri (i, j) dan ditulis
sebagai A = [aij ]. Matriks yang terdiri dari 1 baris dan n kolom ditulis 1 × n
disebut dengan matriks baris atau vektor baris dan yang terdiri atas n baris dan
1 kolom disebut matriks kolom atau vektor kolom.

2.2 Perkalian Matriks
Definisi 2.2.1 Diberikan matriks A = [aij ] berukuran n × p dan matriks B = [ij]
berukuran p × n, maka perkalian matriks A dan B yaitu AB adalah matriks

Universitas Sumatera Utara

6
yang berukuran n × n. Anggap perkalian matriks AB sebagai matriks C = [cij ]
didefinisikan sebagai :
cij = ai1 b1j + ai2 b2j + ... + aip bpj
Perkalian A dan B terdefinisi hanya jika banyak kolom matriks A sama
dengan banyak baris matriks B.

2.3 Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss-Jordan
Pada dasarnya eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss-Jordan digunakan dalam mencari solusi persamaan linier. Tetapi dalam tulisan ini eliminasi Gauss dan eliminasi
Gauss-Jordan digunakan dalam aturan perkalian determinan.

Definisi 2.3.1 Operasi berikut disebut dengan operasi baris elementer, antara lain
(1) Pertukaran dua baris.
(2) Perkalian suatu baris dengan skalar tak nol.
(3) Penjumlahan baris yang dikalikan dengan skalar tak nol dengan baris yang lain.

Definisi 2.3.2 Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eshelon baris (dan akan
disebut row-echelon form atau ref ) bila memenuhi hal-hal berikut :
(1) Jika suatu baris tidak terdapat entri nol, maka entri tak nol pertama baris
tersebut adalah 1 (entri 1 ini disebut sebagai leading entry atau pivot).
(2) Jika terdapat baris yang semua entrinya nol maka baris tersebut diletakkan
dibagian bawah matriks.
(3) Setiap leading entri 1 terletak disebelah kanan leading entri 1 yang terletak di
bagian atas.

Definisi 2.3.3 Row-echelon form dikatakan reduced row-echelon form atau rref
jika memenuhi kondisi row-echelon form dengan setiap kolom terdiri atas leading
entri 1 dan nol untuk entri yang lain.

Universitas Sumatera Utara

7
2.4 Determinan
Diberikan sutu matriks A berukuran 2 × 2 sebagai berikut :
!
a b
A=
c d
Skalar ad − bc disebut determinan dari A yang dinotasikan dengan det(A)
atau |A|. Determinan matriks adalah berupa skalar yang hanya terdefinisi untuk
matriks bujur sangkar.
Berikut diberikan definisi determinan secara umum.

Definisi 2.4.1 Diberikan matriks A = [aij ] berukuran n × n dan determinan dari
A dinyatakan dengan skalar yaitu sebagai berikut
P
det(A) = σ(p)a1p1 a2p2 ...anpn
p

penjumlahan dilakukan sampai n! permutasi p = (p1 , p2 , ..., pn ) dari (1, 2, ..., n).
Setiap a1p1 a2p2 ...anpn memuat tepat satu entri dari setiap baris dan setiap kolom
dari A. Jika σ(p) = +1 dikatakan permutasi genap yaitu jumlah inversi seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang genap dan σ(p) = −1 dikatakan permutasi
ganjil yaitu jumlah inversi seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.

Contoh 1 : Diberikan matriks


1
2
3



A=
4
5
6


7
8
9
Carilah det(A) dengan menggunakan Definisi determinan.
Jawab:
Karena n = 3 dan 3! = 6, berarti ada 6 permutasi dari (1,2,3) dengan ketentuan
ekspansi dari det(A) ditunjukkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

8
p = (p1 , p2 , p3 ) σ(p) a1p1 a2p2 ...anpn
(1,2,3)
+
1 × 5 × 9 = 45
(1,3,2)
1 × 6 × 8 = 48
(2,1,3)
2 × 4 × 9 = 72
(2,3,1)
+
2 × 6 × 7 = 84
(3,1,2)
+
3 × 4 × 8 = 96
(3,2,1)
3 × 5 × 7 = 105
Sehingga diperoleh:
P
det(A) = σ(p)a1p1 a2p2 ...anpn = 45 − 48 − 72 + 84 + 96 − 105 = 0.
p

Untuk matriks A berukuran n × n dengan det(A) = 0 maka matriks A dikatakan
singular, selain itu dikatakan nonsingular.
Berikut diberikan beberapa sifat-sifat dari determinan :

Teorema 2.1 Diberikan matriks A dan B berukuran n × n, dan berlaku det
(AB) =det(A) det (B).

Bukti.
Asumsikan satu dari matriks A atau B mempunyai det = 0, berakibat det(A)
det(B) = 0. Jika det(B) = 0 maka Bx = 0, untuk x 6= 0. Persamaan ini
mempunyai tak berhingga banyaknya solusi. Kalikan Bx = 0 dengan matriks
A di ruas kiri sehingga ABx = 0 menunjukkan bahwa perkalian matriks AB
tidak invertible.

Oleh karena itu dipenuhi det(AB) = det(A) det(B).

Jika

det(B) 6= 0 dan det(A) = 0, maka ada suatu vektor y 6= 0 memenuhi persamaan Ay = 0. Ambil x = B−1 y maka ABx = Ay. Karena Ay = 0 berarti perkalian matriks AB tidak invertible. Asumsikan matriks A dan B berupa
matriks invertible berakibat C = AB adalah invertible. Dengan cara reduced
row-echelon form (rref) didapat rref(A) = rref(B) = I. Denngan menggunakan
matriks elementer I = rref(A) = E1 E2 ...Ek A−1 dan I = rref(B) = F1 F2 ...Fl B−1 .
Maka A B = E1 E2 ...Ek F1 F2 ...Fl . Karena det(EX) = det(E) det(X) untuk E
matriks elementer dan X sebarang matriks bujur sangkar. Sehingga diperoleh :
det(A) = det(E1 ) det(E2 )...det(Ek ) dan det(B) = det(F1 ) det(F2 )...det(Fk ). Jadi
det(AB) = det(A) det (B).

Universitas Sumatera Utara

9
Teorema 2.2 Diberikan matriks A berukuran n × n non-singular.
Untuk matriks c dan d berukuran n × 1, pernyataan berikut dipenuhi :
(1) det(I + cdt ) = 1 + dt c
(2) det(A + cdt ) = det(A)(1 + dt A−1 c)

Bukti.
(1) Dengan mengaplikasikan perkalian matriks berikut diperoleh
!
!
!
I
0
I + cd t
c
I
0
I
=
t
t
d
1
0
1
−d
1
0

!

c
1 + d tc

Apabila dideterminankan matriks ruas kiri dan kanan diperoleh :




I
I + cd t
I
I
0
c
0
c




t


=
t
d
1
0
1 −d
1 0
1 + d tc







sehingga didapat:
det(I) det(I + cdt ) det (I) = det I(1 + dt c)
1× det(I + cdt ) × 1 = (1 + dt c) det(I)
atau det(I + cdt ) = 1 + dt c.
(2) Dari bentuk matriks A + cd t = A(I + A−1 cd t ). Karena untuk sebarang
matriks A dan B berukuran n × n berlaku det(AB) = det (A) det (B), sehingga
det(A + cd t ) = det (A) det (I + A−1 cd t )
= det (A)(1 + d t A−1 c)
Contoh 2 : Diberikan matriks

1 + λ1
1


1
1 + λ2

A=
.
..
..

.

1
1
Untuk λi 6= 0, tentukanlah det (A).

...

1



...
..
.

1
..
.

...

1 + λn








Solusi :
Anggap bentuk matriks A = D + ee t , dengan D = diag(λ1 , λ2 , ..., λn )
dan e t = (1 1 ... 1), sehingga
t

t

det (D + ee ) = det (D)(1 + e D

−1

 n
 
n
Q
P
λi
1+
e) =
i=1

i=1

1
λi



Universitas Sumatera Utara

10
Himpunan yang beranggotakan matriks berukuran n × n atas lapangan dinotasikan dengan M n (F). Salah satu contoh himpunan matriks atas lapangan adalah
matriks yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks (C) dan matriks yang entrinya atas himpunan bilangan riil (R), dengan kata lain
M n (F) = {An×n |A = [aij ], aij ∈ F, i, j = 1, 2, ..., n}
Untuk suatu A matriks berukuran m × n yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks atau A ∈ Mm×n (C) dengan α ⊆ {1, 2, ..., m} dan β ⊆ {1, 2, ..., n},
dapat dibuat matriks baru dengan indeks α menyatakan baris dan indeks β menyatakan kolom sehingga [α, β] ditentukan dari baris α dan kolom β yang saling
bersesuaian atau saling berpotongan. Matriks baru yang terbentuk ini disebut
submatriks dari A yang dinotasikan dengan A[α, β].
Contoh 3 : Diberikan matriks

1
i

A=
3
 i
1-i
-i

i+1




-i 

4

jika α = {1, 3} dan β = {1, 2, 3} maka α = {1, 3} menyatakan baris dan
β = {1, 2, 3} menyatakan kolom sehingga dari baris α dan kolom β yang saling
berpotongan diperoleh submatriks berikut :



A[α, β] = 


1

i

i

3

1−i

-i

1+i




[{1, 3}, {1, 2, 3}] =
−i 

4

1

i

1 − i -i

1+i

!

4

Jika α = β maka A[α, β] = A[α], submatriks A[α] disebut submatriks utama
dari A. Determinan dari submatriks utama A disebut minor utama A.
Dari contoh di atas untuk α = β = {1, 3} diperoleh :


1
i
1+i
1


 [{1, 3}] =
A[α] = 
i
3
−i


1−i
1−i
-i
4

1+i

!

4

Universitas Sumatera Utara

11

2.5 Invers Matriks
Suatu matriks A mempunyai invers atau tidak mempunyai invers dapat dilakukan
dengan memperlihatkan determinan dari matriks A tersebut tidak nol. Dengan
kata lain det(A) 6= 0 berarti matriks A invertible.
Definisi 2.5.1 Diberikan matriks A dan B berukuran n × n, sehingga berlaku
AB = BA = I, maka A dikatakan invertibel atau nonsingular dan B dikatakan
invers dari A. Karena A adalah invers dari A maka B = A−1 . Jadi AA−1 =
A−1 A = I.

Sifat-sifat dari invers matriks diberikan pada teorema-teorema berikut ini :
Teorema 2.3 Untuk matriks A dan B berukuran n × n non-singular maka diperoleh :
(1) (A−1 )−1 = A
(2) Perkalian AB juga nonsingular dan (AB)−1 = B−1 A−1
(3) (A−1 )t = (At )−1

Bukti.
(1) Dari Definisi, A−1 adalah invers dari A sehingga A−1 A = AA−1 = I. Berakibat (A−1 )−1 adalah invers dari A−1 sehingga A−1 (A−1 )−1 = I . Karena
A−1 (A−1 )−1 = A−1 A = In maka (A−1 )−1 = A.
(2) Anggap X = B −1 A−1 dan menunjukkan bahwa (AB)X = I n . Diperoleh
(AB)X = (AB)B −1 A−1 = A(BB −1 )A−1 = A(I n )A−1 = AA−1 = In .
(3) Anggap X = (A−1 )t dan menunjukkan bahwa At X = I n .
Dengan membentuk At X = At (A−1 )t = (A−1 A)t = I n t = I n . Oleh karena
itu,(At )−1 = X = (A−1 )t .
Teorema 2.4 Untuk matriks A yang nonsingular, berlaku det (A−1 ) = 1/det(A).

Universitas Sumatera Utara

12
Bukti.
Karena AA−1 = In , jika dideterminankan ruas kiri dan kanan maka det(A A−1 )
= det (In ). Dari sifat determinan diperoleh det(AA−1 ) = det(A) det (A−1 ).
Karena det(In ) = 1 berakibat det(A) det (A−1 ) = 1. Kemudian bagi kedua sisi
dengan det(A), maka det(A−1 ) = 1/det(A).
Perkalian dua matriks yang berukuran sama biasanya tidak komutatif. Tetapi
pernyataan berikut selalu memperlihatkan sifat komutatif berlaku.

Teorema 2.5 Jika A adalah matriks berukuran n × n sedemikian hingga matriks
(I − A) non-singular maka A(I − A)−1 = (I − A)−1 A.

Bukti. Untuk matriks A yang berukuran n×n sedemikian hingga matriks (I −A)
nonsingular berarti (I − A)−1 ada.
Akan ditunjukkan bahwa : A(I − A) = (I − A)A
A(I − A) = AI − AA
= I A − A A = (I − A)A
Karena A(I − A) = (I − A)A maka dengan mengalikan kedua persamaan di sebelah kanan dengan (I − A)−1 diperoleh A = (I − A)A(I − A)−1 . Kalikan kembali
kedua persamaan di sebelah kiri dengan (I − A)−1 dan diperoleh (I − A)−1 A =
A(I − A)−1 .

2.6 Matriks Uniter dan Hermite
Untuk suatu matriks dengan entri berupa bilangan kompleks atau a + bi memiliki
sekawan atau konjugat a + bi = a − bi maka suatu matriks A memiliki sekawan
dinotasikan dengan A dan transpos sekawan yang didefinisikan sebagai berikut :
t

A∗ = A .

Universitas Sumatera Utara

13
Contoh 4 :Diberikan matriks
A=

1+i

−i

0

!

2
3 − 2i i
sehingga transpos sekawan A diperoleh sebagai berikut :
!
1−i
i
0
A=
2
3 + 2i −i

Definisi 2.6.1 Suatu matriks bujur sangkar A dengan entri-entri berupa bilangan
kompleks dikatakan uniter jika A−1 = A∗ atau berlaku sifat AA∗ = A∗ A = I.

Definisi 2.6.2 Matriks bujur sangkar A dengan entri-entri berupa bilangan kompleks dikatakan hermite jika A = A∗ .

Contoh 5 : Diberikan matriks


1
i
1+i



A=
−i
−5
2

i


1−i 2+i
3
diperoleh sekawan atau konjugat A sebagai berikut :


1
−i 1 − i



A=
i
−5
2
+
i


1+i 2−i
3
sehingga diperoleh :


1
i
1+i


t

A∗ = A = 
−i
−5
2

i


1−i 2+i
3
yang berarti bahwa A adalah hermite.
Untuk mengenali suatu matriks hermit merupakan suatu hal yang tidak sulit yaitu
dengan pemeriksaan entri-entri pada diagonal utama berupa bilangan riil dan
entri-entri di atas dan di bawah diagonal utama matriks tersebut berupa komplek sekawanannya.

Universitas Sumatera Utara

14

2.7 Matriks Similar atau Serupa
Dalam teori matriks ada yang dikenal dengan matriks similar. Suatu matriks A
dikatakan similar dengan B jika dan hanya jika matriks A dan B similar.

Definisi 2.7.1 Diberikan matriks A dan B berupa matriks bujur sangkar, maka disebut bahwa B similar dengan A jika terdapat suatu matriks R yang dapat
diinvertible sehingga A = R−1 BR

Dari Definisi persamaan A = R−1 BR dapat juga ditulis B = RAR−1 atau B =
(R−1 )−1 AR−1 . Dengan mengasumsikan Q = R−1 maka diperoleh B = Q−1 AQ
yang menyatkan bahwa A similar dengan B.
Contoh 6 : Diberikan matriks
!
1 1
A=
−2 4
Tentukanlah matriks similar dari A.
Jawab:
Anggap λ eigenvalue dari matriks A yang bersesuaian dengan vektor x 6= 0
memenuhi persamaan Ax = λx atau (A − λI)x = 0. Karena x 6= 0 maka
(A − λI) = 0 adalah singular yaitu det(A − λI) = 0.

1−λ

|(A − λI)| =
−2




= (1 − λ)(4 − λ) + 2 = λ2 − 5λ + 6 = 0.
4−λ
1

atau (λ − 2)(λ − 3) = 0, diperoleh λ1 = 2 dan λ2 = 3.
Untuk λ1 = 2 maka dari
! persamaan
! (A −!λ)x = 0 diperoleh :
−1 1
x1
0
(A − 2I)x =
=
−2 2
x2
0
Dari persamaan tersebut diperoleh
2.
! x1 = x!
x1
1
Ambil x1 = 1 maka X1 =
=
x2
1
Untuk λ2 = 3 maka dari persamaan (A − λ)x = 0 diperoleh :

Universitas Sumatera Utara

15
−2 1

(A − 3I)x =

!

x1

−2 1

x2

!

0

=

!

0

Dari persamaan tersebut diperoleh
! x2 = 2x
!1 .
x1
1
Ambil x1 = 1 maka X2 =
=
x2
2


Sehingga diperoleh suatu matriks R = X1 X2 =
Maka R−1 AR =
Jadi A =

1

1

−2 4

2

−1

−1
!

1

!

1

1

!

−2 4

similar dengan B =

1 1

!

1 2

!

1 2
!
2 0
0 3

1 1

=

2 0
0 3

!
=B

.

Teorema 2.6 Jika matriks bujur sangkar A dan B adalah similar maka matriks
A dan B mempunyai eigenvalue yang sama.

Bukti :
Dari diketahui matriks A similar dengan matriks B maka ada suatu matriks invertibel R sedemikian hingga B = R−1 AR. Kemudian dicari eigenvalue dari
kedua sisi persamaan dan diperoleh :
det(B − λI) = det(R−1 AR − λI) dengan memanipulasi persamaan diperoeh :
det(B−λI) = det (R−1 AR−R−1 (λI)R) = det(R−1 (AR−(λI)R)) = det(R−1 (A−
λI)R) = det(R−1 ) det(A − λI) det(R) = det(A − λI).

2.8 Spektrum dan Radius Spektral

Definisi 2.6.1 Untuk suatu matriks A berukuran n × n, persamaan matriks
Ax = λx dengan λ skalar disebut eigenvalue dari A dan xn×1 6= 0 disebut eigenvektor dari A dapat dibawa ke bentuk (A − λI )x = 0. Jika det(A − λI ) = 0
maka matriks (A − λI ) singular. Dari matriks (A − λI ) yang singular dapat
dicari eigenvalue-eigenvalue dari A. Himpunan semua eigenvalue-eigenvalue yang
berbeda dari A disebut spektrum dari A dan dinotasikan dengan σ(A) dan di-

Universitas Sumatera Utara

16
peroleh hubungan sebagai berikut:
λ ∈ σ(A) ⇔ (A − λI )singular ⇔ det(A − λI ) = 0
Contoh 7 : Diberikan matriks
A=

2 −2i
i

!

3

maka det (A − λI ) = 0
diperoleh :λ1 = 1 dan λ2 = 4
sehingga spektrum dari A atau σ(A) = {λ1 , λ2 } = {1, 4}
Melalui konsep spektrum matriks dapat dicari determinan matriks tersebut.
Hal ini dinyatakan melalui teorema berikut.
Teorema 2.7 Untuk matriks A berukuran n × n.
Jika λ1 , λ2 , ..., λn eigenvalue-eigenvalue dari A maka det (A) = λ1 .λ2 ...λn .
Bukti.
Anggap matriks A similar dengan suatu matriks diagonal D = diag{λ1 , λ2 , ..., λn }
sehingga A dapat dinyatakan menjadi A = R−1 DR untuk R adalah suatu matriks
invertibel. Kemudian kedua sisi dideterminankan dan diperoleh det(A) = det(R−1 DR).
Dari sifat determinan berakibat
det(A) = det(R−1 ) det(D) det(R) = 1/det(R) det(A) det(R)
n
Q
atau detA = det(D) = λ1 λ2 ...λn =
λi .
i=1

Teorema 2.8 Diberikan suatu matriks bujur sangkar A nonsingular dan λ suatu
eigenvalue dari A maka 1/λ eigenvalue dari A−1 .
Bukti. Karena matriks A nonsingular akibatnya ada A−1 . Untuk A−1 dan vektor
x 6= 0 dapat ditulis A−1 x = A−1 (1x) = A−1 (1/λ × λx) = 1/λA−1 (λx). Untuk
λ eigenvalue dari A yang bersesuaian dengan vektor x 6= 0 memenuhi persamaan
Ax = λx maka A−1 x = 1/λA−1 (A)x = 1/λ(A−1 A)x = 1/λx. Ini menunjukkan
1/λ adalah eigenvalue dari matriks A−1 .

Universitas Sumatera Utara

17
Teorema 2.9 Diberikan suatu matriks A berukuran n × n, untuk λ eigenvalue
dari A dan x vektor tak nol. Jika λ 6= −1 maka matriks (I + A) invertible untuk
I matriks identitas berukuran n × n.

Bukti. Asumsikan matriks (I + A) tidak invertible berarti det(I + A) = 0.
Untuk x vektor tak nol dapat dipenuhi persamaan (I + A)x = 0 atau Ax = −x
yang bersesuaian dengan persamaan Ax = λx, skalar λ eigenvalue dari A. Dari
persamaan tersebut, berarti λ = −1. Jadi dipenuhi untuk λ 6= −1 maka matriks
(I + A) invertible.
Dari konsep spektrum matriks A yang berukuran n×n diperoleh eigenvalueeigenvalue yang berbeda . Jika eigenvalue-eigenvalue ini didefinisikan nilai modulusnya dan dipilih yang terbesar, maka nilai modulus eigenvalue yang terbesar disebut
sebagai radius spektral dari A dan dinotasikan dengan ρ(A). Atau ditulis
ρ(A) = max {|λ|}
λ∈σ(A)

2.9 Kelas-kelas Matriks yang Bersifat Positip
Berikut ini diberikan kelas dari matriks yang semua eigenvalue dan semua minor
utamanya selalu positip.
2.9.1 P -matriks.
Definisi 2.9.1 Matriks berukuran n × n dikatakan P-matriks jika semua minor
utama matriks A positip.

Contoh 7 : Diberikan suatu matriks :



1

i


A=


i

3

1−i

-i

1+i




−i 

4

akan ditunjukkan matriks A adalah P-matriks dengan menunjukkan semua

Universitas Sumatera Utara

18
minor utama dari matriks A adalah positif, yakni

• Ada 3 minor utama berorde 1 dari matriks A:






|A[{1}]| = 1 = 1, A|[{2}]| = 3 = 3, A|[{3}]| = 4 = 4
• Ada 3 minor utama berorde 2 dari matriks A :

1

|A[{1, 2}]| =
i


i
=3+1=4
3


1

|A[{1, 3}]| =
1−i

3

|A[{2, 3}]| =
−i


1 + i
=4−2=2
4

−i
= 12 + 1 = 13
4

• Ada 1 minor utama berorde 3 dari matriks A :


1

|A[{1, 2, 3}]| = i

1−i

i
3
−i



1+i

−i = 13

4

Untuk matriks A ∈ Mn (C) yang berbentuk P-matriks diperoleh karakteristik
berikut:

Teorema 2.10 Sebarang submatriks utama dari P-matriks adalah P-matriks.

Bukti. Ambil β ⊆ {1, 2, 3, ..., n} sebarang. Dibentuk A[β] submatriks utama
dari A. Ambil β1 ⊆ β sebarang dan bentuk A[β1 ] submatriks utama dari A[β]
berarti A[β1 ] juga submatriks utama dari A. Karena A berupa P-matriks maka
det(A[β1 ]) > 0. Dari β1 ⊆ β sebarang dengan det(A[β1 ]) > 0 berarti A[β] atau
submatriks utama dari A adalah P-matriks.

Universitas Sumatera Utara

19
Teorema 2.11 Untuk matriks A ∈ Mn (R) diperoleh pernyataan berikut ekivalen:
(1) A berbentuk P-matriks.
(2) semua minor utama matriks A positip.
(3) Semua eigenvalue riil dari submatriks utama A positip.

Bukti.
(1)⇒(2) Dari Definisi diperoleh bahwa untuk A berbentuk P-matriks berarti semua minor utama dari matriks A adalah positip.
(2)⇒(3) Karena semua minor utama dari A positip berarti A berupa P−matriks.
Ambil A[α] submatriks utama dari A untuk α ⊆ {1, 2, ..., n} sebarang. Karena
A[α] berupa P−matriks berarti A[α] > 0. Ambil λ ∈ σ(A[α]) sebarang. Untuk
x vektor taknol, bentuk A[α]x = λx atau x∗ A[α]x = x∗ λx. Karena perkalian
x∗ dan x nilainya merupakan perkalian entri-entri konjugatenya yang selalu bernilai positip yaitu (a + bi) × (a − bi) = a2 + b2 benilai positip sehingga diperoleh
λ = x∗ A[α]x/x∗ x > 0.
(3)⇒(1) Untuk A[α] sebarang submatriks utama dari A dan λ ∈ σ(B[α]) sebarang dengan λ > 0. Berarti untuk setiap eigenvalue dari A bernilai positip, dan
untuk setiap eigenvalue dari A[α] juga positip. Akibatnya det A[α] > 0, sehingga
A berupa P−matriks.

2.9.2 Matriks Definit Positip.
Suatu matriks A berukuran n × n disebut definit positip jika dipenuhi x∗ Ax > 0
untuk semua x 6= 0 dan x ∈ Cn×1 dengan x∗ = xt .
Contoh 9 : Diberikan suatu vektor dan suatu matriks


x=


−2i





5



, A =  −1


3
−1 + i
4

−1
2
−2

3




−2 

3

Sehingga :

Universitas Sumatera Utara

20

x∗ A x =



2i

−1 − i

4

5

 −1

3







−2i


 = 54 > 0.


4
−2 

−1 + i
3

−1

3

2
−2

Berikut diberikan beberapa karakterisasi dari matriks definit positip :

Teorema 2.12 Sebarang submatriks utama dari suatu matriks definit positip merupakan matriks definit positip.

Bukti. Ambil β ⊆ {1, 2, .., n} sebarang. Bentuk A[β] submatriks utama dari A
dan detA[β] adalah minor utama dari A. Ambil x ∈ Cn×1 vektor tak nol dengan
entri sebarang dan x[β] menyatakan vektor yang diperoleh dari x yang bersesuaian
dengan β diperoleh :
x[β]∗ A[β]x[β] = x∗ A x > 0
Karena x[β] 6= 0 sebarang, berarti A[β] definit positip.
Contoh 10 : Diberikan suatu vektor dan suatu matriks


−2i







5
−1
3





4
2
−2 
, A =  −1

3
−2
3
−1 + i
Ambil β = {1, 3} maka diperoleh vektor baru dan submatriks dari dari A sebagai

x=


berikut :
x[{1, 3}] =

−2i

−1 + i

dan x∗ [{1, 3}] = 2i

!
,

A[{1, 3}] =
−1 − i

5

3

3

3

!



Sehingga diperoleh berikut ini :

x∗ [{1, 3}]A[{1, 3}]x[{1, 3}] = 2i

−1 − i



5

3

3

3

!

−2i
−1 + i

!
= 14 > 0.

Teorema 2.13 Setiap eigenvalue dari suatu matriks definit positip berupa bilangan riil positip.

Universitas Sumatera Utara

21
Bukti. Untuk A berupa matriks definit positip dan λ ∈ σ(A), anggap x suatu
eigenvektor dari A yang bersesuaian dengan λ sehingga diperoleh :
x∗ Ax = x∗ λx = λx∗ x
Karena perkalian x∗ dan x nilainya merupakan perkalian entri-entri konjugatenya
yang selalu bernilai positip yaitu (a + bi) × (a − bi) = a2 + b2 benilai positip oleh
karena itu, λ = x∗ Ax / x∗ x bernilai positip karena merupakan perbandingan dua
bilangan positip.

2.10 Transformasi Cayley
Suatu fungsi C yang didefinisikan atas M n (C) dan bernilai di M n (C), yaitu: suatu
matriks bujur sangkar A atas himpunan bilangan kompleks sedemikian hingga
dapat dibuat matriks (I + A) invertible sehingga dapat dibentuk matriks baru
C(A) = (I + A)−1 (I − A) juga atas himpunan bilangan kompleks. Matriks C(A)
seperti ini disebut sebagai transformasi Cayley pada matriks A.
Contoh 11 : Diberikan matriks
A=

1 i

!

i 3

Diperoleh :
(I + A) =

(I − A) =

2 i

!
⇒ (I + A)−1 =

i 4
0

−i

4
9
− 91 i

− 19 i

!

2
9

!

−i −2

Maka Transformasi Cayley dari matriks
A adalah:
!
!
4
1

i
0
−i
9
9
=
(I + A)−1 (I − A) =
1
2
−9i 9
−i −2

− 91

− 29 i

− 92 i

− 59

!

Transformasi Cayley untuk suatu matriks berukuran n × n pertama kali
diperkenalkan oleh Cayley, melalui matriks skew-hermite. Matriks A ∈ M n (C)
dikatakan skew-hermit jika A = −A∗ , dan matriks A dikatakan uniter jika ter-

Universitas Sumatera Utara

22
dapat suatu matriks kompleks U berukuran sama sehingga dari Definisi berlaku
U ∗ U = UU∗ = I n .
Hubungan matriks skew-hermit dengan transformasi cayley diperlihatkan pada pernyataan berikut ini.

Teorema 2.14 Jika A matriks skew-hermit maka transformasi Cayley C(A) uniter.

Bukti. Untuk A matriks skew-hermit dan dapat dibuat matriks (I +A) invertible
sedemikian hingga dapat dibentuk transformasi cayley C(A) = (I + A)−1 (I − A).
Dari Teorema 2.5 dengan mengganti matriks A dengan matriks −A, diperoleh
A(I + A)−1 = (I + A)−1 A, sehingga (I − A)(I + A)−1 = (I + A)−1 − A(I +
A)−1 = (I + A)−1 (I − A). Bentuk matriks U = (I + A)−1 (I − A), berarti


U ∗ = (I − A)∗ (I + A)−1 .
Sehingga untuk A matriks skew-hermit, diperoleh perkalian matriks


U ∗ U = (I − A)∗ (I + A)−1 (I + A)−1 (I − A)
= (I − A)∗ (I + A)∗ −1 (I + A)−1 (I − A)
= (I + A)(I − A)−1 (I + A)−1 (I − A)
= (I + A)(I − A)−1 (I − A)(I + A)−1 = (I + A)(I + A)−1 = I n
Dua pernyataan berikut merupakan pernyataan dasar yang berkenaan dengan
transformasi Cayley.

Lemma 2.15 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn (C) sedemikian hingga −1 ∈
/
σ(A). Maka A = C(F) = (I + F)−1 (I − F), untuk F = C(A).

Bukti. Karena −1 ∈
/ σ(A) maka matriks (I + A) non-singular artinya (I + A)
invertible. Sehingga diperoleh transformasi Cayley C(A). Anggap C(A) = F sehingga F = (I + A)−1 (I − A) dan (I + F ) bukan matriks nol. Untuk persamaan
F x = λx, dengan x 6= 0 dan λ = −1 maka diperoleh (I + F )x = 0 artinya x = 0,

Universitas Sumatera Utara

23
suatu kontradiksi. Jadi, harusnya −1 ∈
/ σ(F ) akibatnya (I + F ) invertible dan
diperoleh A = (I − F )(I + F )−1 = (I + F )−1 (I − F ).

Lemma 2.16 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn (C) sedemikian hingga −1 ∈
/
σ(A) dan F = C(A). Maka (I + F) = 2(I + F)−1 dalam penjumlahan, dan
jika A adalah invertible maka I − F = 2(I + A−1 )−1 .

Bukti. Karena −1 ∈
/ σ(A) maka matriks (I + A) non-singular artinya (I + A)
invertible. Sehingga diperoleh transformasi Cayley C(A). Anggap C(A) = F ,
sehingga F = (I + A)−1 (I − A). Diperoleh I + F = I + (I + A)−1 (I − A) =
2(I +A)−1 , dengan cara yang sama I −F = I +(I +A)−1 (I −A) = 2(I +A)−1 A.
Jika A invertible diperoleh (I − F ) = 2(A−1 (I + A))−1 = 2(I + A−1 )−1

Universitas Sumatera Utara

BAB 3
PEMBAHASAN

Pada Bab 2 telah dibicarakan tentang transformasi Cayley C untuk matriks sebarang berukuran n × n dengan syarat eigenvalue dari matriks tersebut tidak
sama dengan -1. Tetapi ada kelas dari matriks yang selalu mempunyai eigenvalue
positip, yaitu P −matriks.
Berikut ini diberikan transformasi Cayley dari kelas-kelas matriks yang memiliki
sifat-sifat positip.

3.1 Transformasi Cayley dari P -matriks
Pada sub bab ini dibicarakan hubungan antara P-matriks dan transformasi Cayley
Suatu matriks A atas himpunan bilangan kompleks C yang berbentuk P-matriks,
berarti semua minor utama dari A positip, akibatnya A non-singular. Oleh karena
itu dapat diperoleh matriks (I + A) juga non-singular sehingga dapat dibuat
transformasi Cayley C(A). Untuk C(A) = F maka A = (I +F )−1 (I −F ), artinya
A dapat difaktorisasi menjadi bentuk dari dua perkalian matriks (I + F )−1 dan
(I − F ).
Berikut ini diperlihatkan masing-masing faktorisasi (I + F )−1 dan (I − F )
berupa P-matriks.
Teorema 3.1 Diberikan A ∈ Mn (C) suatu P-matriks, maka :
(1) F = C(A) well-defined
(2) A = (I + F)−1 (I − F)
(3) (I + F) dan (I − F) berupa P-matriks

Universitas Sumatera Utara

25
Bukti.
(1) Karena A berupa P-matriks maka −1 ∈
/ σ(A) sehingga det(I + A) 6= 0
artinya (I + A) invertible. Sehingga C(A) well-defined.
(2) C(A) = (I + A)−1 (I − A)
Anggap C(A) = F maka F = (I + A)−1 (I − A) dan (I + F ) bukan matriks
nol karena I + F = 2(I + A)−1 berupa matriks yang invertibel. Untuk
persamaan F x = λx, dengan x 6= 0 dan λ = −1 maka diperoleh (I +F )x = 0
artinya x = 0, suatu kontradiksi. Jadi, harusnya −1 ∈
/ σ(F ) akibatnya
(I + F ) invertible dan diperoleh A = (I − F )(I + F )−1 = (I + F )−1 (I − F ).
(3) Untuk A berupa P-matriks maka semua minor utama A positip. Dari Lemma 2.14 dan Lemma 2.15 diperoleh I + F = 2(I + A)−1 dan I − F =
2(I + A)−1 A. Untuk A berupa P-matriks dengan A[α] submatriks utama dari A dan α ⊆ {1, 2, ..., n} sebarang maka detA[α] > 0 akibatnya det
((I +A)[α]) > 0 akibatnya det((I +A)[α])−1 > 0 dan det2((I +A)[α])−1 > 0
positip. Karena (I + F ) = 2(I + A)−1 dan (I + A)[α] sebarang submatriks
utama dari I + A maka (I + F ) adalah P-matriks.
Karena A dan (I + A) berupa P−matriks dengan A[α] dan (I + A)[α]
masing-masing submatriks utamanya, maka det A[α] > 0 dan det (I +
A)[α] > 0 akibatnya det(I + A)−1 [α] > 0. Sehingga det (2(I + A)−1 A)[α] >
0. Karena ((I + A)−1 A)[α] sebarang submatriks utama dari (I + A)−1 A
maka I − F adalah P-matriks.
Kebalikan dari Teorema 3.1 tidak berlaku, yaitu jika (I − F ) dan (I + F ) adalah
P-matriks maka tidak ada jaminan A adalah P-matriks. Hal ini ditunjukkan
melalui contoh berikut ini :
Contoh 12 : Diberikan transformasi Cayley


0

F=
 −1
−1

1
0
−1

1.1




1 

0

Universitas Sumatera Utara

26
Maka:



1

−1

−1.1





0.4762




 dan (I + F)−1 = 
(I - F)=
0
1
1
−1



0.4762
1
1
1
Matriks (I − F ) dan (I + F ) keduanya adalah P-matriks.


Akan tetapi : A = (I + F )−1 (I − F ) = 


−0.5

−0.0238



0.5

−0.5

0

0.4762





−0.0476

−1

−0.0476



0

0

−1

0.9524

0

−0.04762





Matriks ini bukanlah P-matriks.

Untuk A ∈ M n (C) transformasi Cayley merupakan syarat cukup untuk A
berupa P−matriks. Berikut ini diberikan syarat perlu dan cukup untuk P-matriks
dengan spektrum kompleks merupakan self konjugatenya yaitu σ(A) = σ(A).

Lemma 3.2 Diberikan suatu matriks B ∈ Mn (C) sedemikian hingga σ(B[α]) =
(σB[α]) untuk semua α ⊆ {1, 2, 3, ..., n}. Maka B adalah P-matriks jika dan
hanya jika setiap eigenvalue rill dari semua submatriks utama B adalah positip.

Bukti. (⇒) Karena B berupa P-matriks berarti semua minor utama dari A
positip. Ambil B[α] submatriks utama dari B untuk α ⊆ {1, 2, ..., n} sebarang
maka B[α] berupa P-matriks berarti B[α] > 0. Ambil λ ∈ (σ(B[α]) = σ(B[α]))
sebarang. Untuk x vektor taknol, bentuk B[α]x = λx atau x∗ B[α]x = x∗ λx,
sehingga diperoleh λ = x∗ B[α]x/x∗ x > 0.
(⇐) Untuk B[α] sebarang submatriks utama dari B dan λ ∈ (σ(B[α]) = σ(B[α]))
sebarang dengan λ > 0. Maka detB[α] positip, oleh karena itu B berupa P−matriks.

Berdasarkan Lemma 3.2 dan Teorema 3.1 dikatakan bahwa untuk matriks
A berupa P-matriks maka matriks (I + F )−1 juga P-matriks yang berarti semua
eigenvalue rill submatriks utama dari matriks (I + F )−1 adalah positip.

Universitas Sumatera Utara

27
Pernyataan berikut memberikan syarat kuat untuk eigenvalue rill submatriks utama (I + F )−1 menjadi suatu P-matriks.
Teorema 3.3 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn (C) sedemikian hingga σ(A[α]) =
(σA[α]) untuk semua α ⊆ {1, 2, 3, ..., n} dan −1 ∈
/ σ(A). Maka A berupa Pmatriks jika dan hanya jika setiap eigenvalue rill dari semua submatriks utama
(I + F)−1 lebih besar dari 1/2.
Bukti. Karena -1 ∈
/ σ(A) dan F = C(A), maka menurut Lemma 2.15 A =
2(I + F )−1 − I . Karena σ(A[λ]) = σ(A[λ]), maka menurut Lemma 3.2 untuk A
berbentuk P-matriks jika dan hanya jika setiap eigenvalue riil dari setiap submatriks utama A positip. Berarti untuk A = 2(I + F )−1 − I berupa P-matriks jika
dan hanya jika setiap eigenvalue riil dari submatriks utama (I + F )−1 lebih besar
dari 1/2.

Contoh
Cayley
 13 : Diberikan transformasi

0
1
1.1



F= 
−1
0
1


−1
−1
0


0.4762
−0.5
−0.0238



Diperoleh : (I + F )−1 = 
0
0.5
−0.5


0.4762
0
0.4762
adalah P -matriks
Untuk submatriks utama dari matriks!(I + F )−1 berukuran 2x2 :
0.4762
−0.5
(I + F )−1 (1, 2) =
0
0.5
−1
⇒ |(I + F ) (1, 2) − λI | = 0 diperoleh λ1 = 0.4762 dan λ2 = 0.5
Artinya ada eigenvalue dari submatriks utama yang berukuran 2x2 bernilai 1/2.
Jadi matriks (I + F )−1 tidak memenuhi kriteria Teorema 3.3. Akibatnya A bukan
berupa P-matriks.
Lemma 3.4 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn (C) sedemikian hingga σ(A[α]) =
(σA[α]) untuk semua α ⊆ {1, 2, 3, ..., n}. Maka A adalah P-matriks jika dan

Universitas Sumatera Utara

28
hanya jika setiap x 6= 0 dengan y = Ax maka ada i sehingga xi yi > 0

Bukti.
(⇒) Karena A berbentuk P−matriks maka untuk α ⊆ {1, 2, ..., n} sebarang A[α]
submatriks utama dari A dan λ ∈ σ(A[α]) eigenvalue sebarang , berlaku λ positip.
Karena A sendiri submatriks utama dari A, maka untuk λ eigenvalue sebarang
dari A berlaku λ juga positip. Jadi untuk x 6= 0 dan y = Ax = λx berlaku
n
P
xt y = λxt x. Karena λ > 0 dan xt x > 0 akibatnya xt y =
xi yi > 0. Jika setiap
i = 1, 2, ..., n, xi yi ≤ 0 maka

n
P

i=1
n
P

xi yi ≤ 0. Jadi jika xt y =

i=1

xi yi > 0 maka ada

i=1

i ∈ α ⊆ {1, 2, ..., n} dengan xi yi > 0.
(⇐) Ambil sebarang λ ∈ σ(A[α]) dengan A[α] submatriks utama dari A. Untuk
x 6= 0 dengan y = A[α]x = λx maka xt y = λxt x , dan diperoleh λ = xt y/xt x.
P
Dalam hal ini xt y =
xi yi . Dari hipotesa berarti ada i ∈ β ⊆ α ⊆ {1, 2, ..., n}
i∈α
P
P
P
0
dengan
xi yi > 0. Jika β = α\β maka
xi yi > 0 atau
xi yi = 0 atau
i∈β
i∈β 0
i∈β 0
P
P
P
xi yi < 0. Jika
xi yi > 0 maka xt y > 0 sehingga λ > 0. Jika
xi yi < 0
i∈β 0
i∈β 0
i∈β 0
P
P
P
P
P
maka xt y =
xi yi =
xi yi +
xi yi . Jika
x i yi >
xi yi maka
i∈α
i∈β
i∈β
i∈β 0
i∈β 0
P
xi yi < 2xt y sehingga 2 xt y > 0 atau xt y > 0 sehingga λ > 0.
i∈β

Berikut ini merupakan karakterisasi dari P-matriks atas himpunan bilangan
riil :

Teorema 3.5 Diberikan matriks B, G ∈ Mn (R).
c(B, G) = {C|C = BT + G(I − T) : T = diag (t1 , ..., tn ), ti ∈ [0, 1](1 ≤ i ≤ n)}
Maka pernyataan berikut ekivalen :
(a) C ∈ c(B, G) non-singular
(b) G−1 B berbentuk P-matriks.

Bukti.
(a) (⇒) (b) Dengan kontraposisi, asumsikan G −1 B bukan P−matriks berarti
ada x vektor tak nol dan untuk y = G −1 Bx berlaku xi yi ≤ 0 untuk semua

Universitas Sumatera Utara

29
i = 1, 2, ..., n. xi yi ≤ 0 untuk semua i = 1, 2, ..., n berarti
(1). xi ≥ 0 dan yi ≤ 0 atau (2). xi ≤ 0 dan yi ≥ 0
Jika 0 ≤ ti ≤ 1 maka 0 ≤ 1 − ti ≤ 1 untuk semua i = 1, 2, ..., n dan
pada kasus (1) berlaku 0 ≤ (1 − ti )xi + yi ti ≤ xi
pada kasus (2) berlaku 0 ≤ (1 − ti )xi + yi ti ≤ yi
Jadi jika xi yi ≤ 0 untuk semua i = 1, 2, ..., n maka dapat diperoleh 0 ≤ ti ≤ 1
sehingga (1 − ti )xi + yi ti = 0. Anggap T = diag(t1 , t2 , ..., tn ) maka
(I − T )x + yT = 0 atau (I − T )x + G −1 BT x = 0
Karena x 6= 0 maka G(I − T ) + BT = 0 artinya G(I − T ) + B T = 0 singular.
(b) (⇒) (a) Karena G −1 B berbentuk P−matriks dan T = diag(t1 , t2 , ..., tn )
dengan ti ∈ [0, 1] maka
C = B T +G(I −T ) invertible jika dan hanya jika G −1 C = G −1 B T +(I −T )
invertible. Ambil α ⊆ N = {1, 2, ..., n} sebarang maka G −1 B(α) submatriks utama dari G −1 B dengan T dan I − T matriks diagonal. Anggap G −1 B = D maka
diperoleh matriks G −1 C = (I − T ) + D T yang berukuran n × n.
Akan ditunjukkan G −1 C = (I − T ) + D T non-singular dengan induksi matematika.
Pilih α = {1, 2, ..., m} ⊆ N
Untuk λ = {1, 2}
det ((I −T )+D T ([1, 2])) = (1−t1 )(1−t2 )+(1−t1 )t2 det(D[2])+(1−t2 )t1 det(D[1])
+ t1 t2 det(D[1, 2]).
Asumsikan benar untuk λ = {1, 2, ..., k}, yaitu
det ((I − T ) + D T ([1, 2, ..., k])) = (1 − t1 )(1 − t2 )...(1 − tk ) + (1 − t2 )(1 − t3 )...
(1 − tk−1 )(1 − tk ) t1 det(D[1]) + (1 − t1 )(1 − t3 )...
(1 − tk−2 ) (1 − tk ) t2 det(D[2]) + ... + (1 − t1 )
(1 − t2 )... (1 − tk−1 ) tk det(D[k]) + ...
+ t1 t2 ... tk det(D[1, 2, ..., k]), maka

Universitas Sumatera Utara

30
det ((I − T ) + D T ([1, 2, ..., k + 1])) = (1 − t1 )(1 − t2 )...(1 − tk )(1 − tk+1 ) + (1 − t2 )
(1 − t3 )...(1 − tk−1 )(1 − tk ) t1 det(D[1]) + (1 − t1 )
(1 − t3 )...(1 − tk−2 ) (1 − tk ) t2 det(D[2]) + ...
+ (1−t1 )(1−t2 )... (1−tk−1 )(1−tk+1 ) tk det(D[k])
+(1 − t1 )(1 − t2 )(1 − t3 )... (1 − tk−1 )(1 − tk )tk+1
det(D[k + 1]) + ... + t1 t2 ... tk det(D[1, 2, ..., k])
sehingga dapat diperoleh
det ((I −T )+D T ([1, 2, ..., m])) =

m
Q

(1−ti )+

i=1

([α])). Karena ti ∈ [0, 1] dan G

−1

(1−ti )det((G −1 B T )

P
α⊆{1,..,m},i∈α
/

B berupa P−matriks maka det(G −1 C ) ≥ 0.

Jika ti = 1 untuk beberapa i dan G −1 B = P−matriks maka det(G −1 C ) > 0.
Jika T = I maka C = B sehingga G −1 C = G −1 B. Karena G −1 B berbentuk
P−matriks, jadi det (G −1 C ) > 0 artinya C ∈ c(B, G) nonsingular.
Berdasarkan hasil di atas, berikut ini diberikan syarat perlu dan cukup untuk
P−matriks atas himpunan bilangan riil.

Teorema 3.6 Diberikan matriks A ∈ Mn (R).
Maka pernyataan berikut ekivalen :
(a) A berupa P-matriks
(b) F = C(A) well-defined dan matriks I − FD matriks non-singular untuk semua
matriks diagonal D = (dii ) dengan −1 ≤ dii ≤ 1 (1 ≤ i ≤ n).

Bukti. Untuk A ∈ Mn (R) dan F = C(A) well-defined jika dan hanya jika
A = (I