Keragaan Nitrogen-Amonium dalam Magnetit Sintetik (Fe3O4)

KERAGAAN NITROGEN-AMONIUM DALAM MAGNETIT
SINTETIK (Fe3O4)

VIOLA MONIK PRADANA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
VIOLA MONIK PRADANA. Keragaan Nitrogen-Amonium dalam Magnetit
Sintetik (Fe3O4). Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan RUDI HERYANTO.
Salah satu bentuk nitrogen yang dapat digunakan langsung oleh tanaman
adalah amonium. Magnetit dapat digunakan sebagai media pembawa amonium.
Magnetit disintesis melalui perlakuan hidrotermal dari FeCl3, urea, dan sitrat.
Waktu sintesis diragamkan selama 3, 4, 6, dan 12 jam. Hasil sintesis kemudian
dikarakterisasi dengan difraksi sinar-X dan dianalisis kandungan amoniumnya.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan magnetit yang memiliki kandungan
amonium paling tinggi dengan waktu sintesis paling singkat. Berdasarkan pola

difraksi sinar-X, kristalinitas meningkat seiring dengan meningkatnya waktu
sintesis. Kadar amonium tertinggi sebesar 0,92% dimiliki oleh magnetit yang
disintesis selama 3 jam. Pengujian pelepasan amonium dalam air untuk magnetit
yang disintesis selama 3 jam menunjukkan waktu pelepasan maksimum selama 12
jam. Meningkatnya waktu sintesis menurunkan kelarutan magnetit di dalam air.
Hasil tersebut menunjukkan magnetit yang paling baik untuk digunakan sebagai
media pembawa amonium adalah magnetit yang disintesis selama 3 jam.
Kata kunci: amonium, hidrotermal, kristalinitas, magnetit, waktu sintesis.

ABSTRACT
VIOLA MONIK PRADANA. Performance of Nitrogen-Ammonium on Synthetic
Magnetite (Fe3O4). Supervised by DEDEN SAPRUDIN and RUDI HERYANTO.
One form of nitrogen that can be used directly by plant is ammonium.
Magnetite can be used as ammonium carrier. Magnetite has been synthesized by
hydrothermal treatment of FeCl3, urea, and citrate. The synthesis time was varied
for 3, 4, 6, and 12 hours. The synthesis products were characterized by X-ray
diffraction and were analyzed for its ammonium contain. The aim of this study
was to obtain magnetite with high ammonium content in short synthesis time.
Based on X-ray diffraction pattern, cristallinity increased as the synthesis time
increased. The highest ammonium content was 0,92% in magnetite synthesized in

3 hours. Release of ammonium in water for magnetite synthesized in 3 hours
showed that maximum release time was 12 hours. Increasing synthesis time would
decrease solubility of the magnetite in water. The results showed that the best
magnetite for ammonium carrier was magnetite synthesized in 3 hours.
Keywords: ammonium, crystallinity, hydrothermal, magnetite, synthesis time.

KERAGAAN NITROGEN-AMONIUM DALAM MAGNETIT
SINTETIK (Fe3O4)

VIOLA MONIK PRADANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Keragaan Nitrogen-Amonium dalam Magnetit Sintetik (Fe3O4)
Nama
: Viola Monik Pradana
NIM
: G44080038

Disetujui
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Deden Saprudin, M.Si
NIP 19680518 199412 1 001

Rudi Heryanto, S.Si, M.Si
NIP 19760428 200501 1 002

Diketahui

Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul
Keragaan Nitrogen-Amonium dalam Magnetit Sintetik (Fe3O4). Penelitian ini
dilakukan dari bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Kimia Analitik,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Balai
Penelitian Tanah Bogor, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan,
Bogor, Jawa Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Deden Saprudin, MSi dan
Rudi Heryanto SSi, MSi yang telah memberikan arahan dan dorongan semangat
kepada penulis selama penelitian. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada
seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik IPB (Bapak Suherman, Bapak Dede,

dan Ibu Nunung) atas bantuan dan masukan selama penelitian berjalan.
Terima kasih tak terhingga kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas doa,
dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Eko Prabowo, Amin, Kiki, Lena Elvira, Esti, Taufik dan Dwi
Wahyudi yang telah memberikan bantuan dan dukungan.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Januari 2013
Viola Monik Pradana

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 2 Januari 1990 dari ayah Edy
Sarwono dan ibu Kusmiyarsih. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Wonogiri dan pada tahun
yang sama, penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Asisten Praktikum Kimia
Dasar (2009) dan menjadi staf pengajar Kimia Dasar di bimbingan belajar MS
College (2010). Pada bulan Januari sampai Agustus 2011, penulis melaksanakan

praktik lapangan di Balai Penelitian Tanah, Bogor, Jawa Barat dengan judul
Analisis Sifat Kimia dan Fisika Tanah.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 2
Alat dan Bahan ................................................................................................... 2
Metode ................................................................................................................ 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 3
Sintesis Magnetit ................................................................................................ 3
Hasil Sintesis dan Karakterisasi Magnetit .......................................................... 4
Magnetit sebagai Media Pembawa Amonium.................................................... 5
Pola Pelepasan Amonium oleh Magnetit ........................................................... 6
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 8
Simpulan............................................................................................................. 8
Saran ................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8
LAMPIRAN .......................................................................................................... 10

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Alat uji pelepasan amonium dalam larutan. ...................................................... 2

2

Larutan FeCl3, urea, dan sitrat(A), larutan FeCl3 dan urea (B),
dan larutan FeCl3 dan sitrat (C)......................................................................... 3

3

Magnetit yang sudah dipisahkan (a) dan magnetit yang didekati magnet (c). .. 4

4


Difraktogram dari magnetit 3, 4, 6, 9, dan 12 jam ............................................ 4

5

Skema proses pembentukan kristal Fe3O4 (Lv et al. 2009) .............................. 5

6

Kadar amonium pada kristal magnetit .............................................................. 5

7

Rasio amonium yang terjerap terhadap amonium yang terbentuk. ................... 5

8

Kadar amonium pada filtrat magnetit dengan waktu sintesis yang berbeda ..... 6

9


Total amonium pada filtrat dan kristal magnetit. .............................................. 6

10 Kurva pelepasan amonium magnetit. ................................................................ 7

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Hasil dan Kristalinitas Magnetit ....................................................................... 4

2

Uji pencampuran kristal magnetit dengan beberapa pelarut ............................ 7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram alir penentuan pengaruh kristalinitas nanomagnetit
terhadap pelepasan nitrogen ............................................................................ 11


2

Pembuatan larutan pada penentuan N-amonium ............................................ 12

3

Penentuan panjang gelombang maksimum penentuan amonium .................. 13

4

Penentuan konsentrasi amonium pada filtrat magnetit ................................. 14

5

Kristalinitas magnetit berdasarkan hasil uji XRD .......................................... 15

6

Difraktogram standar magnetit JCPDS No.19-0629....................................... 15


7

Amonium pada kristal nanomagnetit ............................................................. 16

8

Penentuan konsentrasi amonium yang dilepas magnetit ................................ 16

9

Uji pencampuran dengan beberapa pelarut kristal magnetit 3 jam (a),
4 jam (b) 6 jam (c), dan 12 jam (d) ................................................................ 18

PENDAHULUAN
Nitrogen merupakan unsur hara makro
yang dibutuhkan oleh tanaman (Winarso
2005). Menurut Corradini et al.(2010),
nitrogen sangat diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman. Tanaman yang kekurangan nitrogen
tidak dapat tumbuh cepat serta memiliki
warna hijau yang kurang. Kekurangan
nitrogen ini dapat diatasi dengan pemberian
pupuk urea. Pupuk komersil ini lebih mudah
larut dalam tanah dibandingkan dengan pupuk
organik. Nitrogen yang berada di dalam tanah,
tidak semuanya dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tanaman. Nitrogen dalam
bentuk ion amonium (NH4+) dan ion nitrat
(NO3-) yang dapat diserap langsung oleh
tanaman (Tan 1991 & Sujetoviene 2010).
Walaupun urea umum digunakan, namun
penggunaan pupuk urea dengan cara
ditebarkan dapat menimbulkan masalah bagi
lingkungan karena penyerapan yang rendah
dan penguapan (Sujetoviene 2010, Tong et al.
2009). Pelepasan nitrogen ini menyebabkan
pencemaran air pada daerah Cina Utara yang
menimbulkan ancaman penyakit serius pada
daerah setempat (Zhong et al.2009).
Beberapa penelitian yang digunakan untuk
mengatasi masalah pelepasan nitrogen
tersebut adalah proses penyalutan, pembuatan
urea terkondensasi, atau urea-aldehida (Tong
et al. 2009). Prinsip dari penyalutan ini adalah
melakukan pelapisan pada butiran kecil pupuk
yang mudah larut dengan suatu bahan yang
dapat menurunkan laju kelarutan pupuk
tersebut (Han et al. 2009). Namun proses
penyalutan memiliki kekurangan yaitu
pelepasan sulit untuk dikontrol, dan jumlah
nitrogen yang dilepaskan tidak sesuai dengan
kebutuhan
tanaman,
sehingga
kurang
ekonomis dibandingkan pemanfaatan secara
konvensional (Tong et al. 2009).
Upaya lainnya untuk mengatasi pelepasan
nitrogen adalah pemanfaatan nanomaterial
sebagai media pembawa nitrogen dalam
bentuk amonium. Sejauh ini, nanomagnetit
telah banyak dimanfaatkan dalam bidang
obat-obatan atau penyimpan data (Lv et al.
2009). Sintesis nanomagnetit menggunakan
urea telah banyak dilakukan antara lain dari
Fe2O3 (Setyoningsih et al. 2010), atau dengan
FeCl3 seperti yang dilakukan oleh Lv et
al.(2009) dan Cheng et al. (2010). Urea
digunakan sebagai sumber basa pada sintesis
nanomagnetit
menggunakan
sistem
hidrotermal. Kelebihan dari urea ini adalah
morfologi nanomagnetit yang terbentuk lebih
seragam dibandingkan penggunaan sumber
basa yang lain (Lv et al.2009).

Sintesis nanomagnetit yang melibatkan
urea sebagai bahan baku dapat dimanfaatkan
sebagai media pembawa nitrogen. Penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Siregar
(2011), menunjukkan bahwa magnetit yang
disintesis selama 12 jam dapat memberikan
efek peningkatan pertumbuhan terhadap
tanaman jagung. Hal ini dikarenakan
nanomagnetit yang terbentuk dapat menjerap
amonium hasil hidrolisis urea selama proses
hidrotermal. Pembentukan Fe3O4 diawali
dengan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Urea yang
terhidrolisis
pada
suhu
70˚C
akan
menyumbangkan OH- membentuk Fe(OH)2
dan Fe(OH)3 kemudian kristal nano akan
tumbuh tidak lama setelah endapan terbentuk
(Lv et al. 2009). Ion amonium yang terbentuk
dapat terjerap pada pori-pori nanomagnetit
selama proses pembentukan kristal.
Pupuk nitrogen yang berbentuk nano ini
ekonomis dan tidak memiliki dampak yang
membahayakan untuk lingkungan. Hal ini
disampaikan juga oleh Cheng et al.(2010)
bahwa sintesis magnetit dengan metode
hidrotermal dari FeCl3, sitrat, poliakrilamida
(PAM), dan urea tidak mahal, dan
menggunakan bahan-bahan yang tidak
beracun. Ukuran nano juga meningkatkan
penyerapan nitrogen karena langsung diserap
oleh akar tanaman, dan sangat bagus untuk
dikembangkan (Maria et al.2010).
Sintesis nanomagnetit oleh Cheng et
al.(2010) dilakukan pada suhu 200˚C agar
kristal yang terbentuk sempurna. Selain suhu,
lama waktu sintesis juga berpengaruh
terhadap kristalinitas nanomagnetit. Sintesis
nanomagnetit membutuhkan waktu 12 jam,
tetapi pada 3 jam sintesis sudah dihasilkan
magnetit yang masih berbentuk amorf (Lv et
al. 2009). Berdasarkan hal tersebut, maka
dilakukan sintesis nanomagnetit dengan
variasi waktu sintesis 3, 4, 6, dan 12 jam
untuk mencari waktu yang paling singkat pada
sintesis magnetit jika diaplikasikan sebagai
media pembawa amonium. Menurut Liang et
al. (2006), salah satu penanda terbentuknya
magnetit dapat dilihat dari warna koloid
nanopartikel. Warna koloid untuk magnetit
adalah hitam.
Keberadaan amonium pada masingmasing kristal juga dilihat untuk mengetahui
pengaruh dari variasi waktu sintesis. Hal ini
mengacu dari keberadaan amonium pada
kristal yang dihasilkan dari proses aglomerasi,
sehingga akan dipengaruhi juga oleh
kristalinitas magnetit.
Berdasarkan perbedaan tersebut, dilakukan
pengukuran amonium pada masing-masing

magnetit dan cairan hasil sintesis untuk
mengetahui pengaruh waktu sintesis. Magnetit
yang memiliki kandungan amonium tertinggi
dengan waktu sintesis paling singkat diuji
pelepasan amoniumnya.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah pemanas hidrotermal, penganalisis
difraksi sinar-X (XRD) Shimadzu Philip,
pinggan porselin, spektrofotometer UV-Vis
Genesys, dan alat gelas. Bahan yang
digunakan adalah FeCl3.6H2O (Nacalai
Tesque), aloi Devarda, urea (Merck), natrium
sitrat (C6H5O7Na3.2H2O) (Merck), natrium
hipoklorit (NaOCl) 5%, NaOH p.a, (NH4)2SO4
p.a, serbuk fenol p.a, kaliumNa-tartrat, etanol,
H2SO4 98%, campuran selen, indikator
Conway, parafin cair, etanol, aseton, dietil
eter, n-heksana, kloroform, dan akuades.
Metode
Metode penelitian dilakukan sesuai
diagram alir pada Lampiran 1 meliputi sintesis
magnetit sebagai media pembawa nitrogen
dengan variasi waktu sintesis 3, 4, 6, dan 12
jam, kemudian karakterisasi nanopartikel
menggunakan XRD. Selanjutnya dilakukan
pengujian pengaruh kristalinitas nanomagnetit
terhadap penjerapan dan pelepasan amonium.
Sintesis Magnetit sebagai Media Pembawa
Nitrogen (Cheng et al. 2010)
Magnetit disintesis dengan metode
hidrotermal.
Sintesis
dimulai
dengan
melarutkan 2 mmol FeCl3.6H2O (0.05M), 4
mmol natrium sitrat (C6H5O7Na3.2H2O)(0.10
M), dan 6 mmol urea (0.15M) pada 40 ml
akuades. Kemudian campuran tersebut diaduk
hingga semua terlarut. Larutan tersebut
dimasukkan ke dalam wadah teflon. Wadah
tersebut dimasukkan ke dalam oven dan diatur
pada suhu 200˚C dengan beberapa ragam
waktu selama 3, 4, 6, dan 12 jam. Setelah itu,
wadah didinginkan pada suhu ruang, dan
endapan hitam yang terbentuk dipisahkan
dengan cara sentrifugasi kemudian dicuci
dengan air dan etanol. Kemudian dikeringkan
pada oven suhu 40˚C selama satu malam.
Penetapan Amonium pada Nanomagnetit
Sampel ditimbang 0,5 g lalu dimasukkan
ke dalam labu didih, ditambahkan beberapa
batu didih, 0,5 ml parafin cair, dan 100 ml
akuades. Blangko yang digunakan adalah 100
ml akuades ditambah batu didih dan parafin

cair. Penampung distilat ialah 10 ml asam
borat 1% dalam Erlenmeyer 100 ml yang
dibubuhi 3 tetes indikator Conway. Distilasi
dilakukan dengan menambahkan 20 ml NaOH
40 %. Distilasi selesai bila volume yang
tertampung sekitar 75 ml. Setelah itu, distilat
dititrasi dengan larutan baku H2SO4 hingga
titik akhir (B ml), ditandai dengan berubahnya
warna larutan dari hijau menjadi merah muda.
Penetapan blangko dikerjakan dengan
prosedur tersebut di atas (misalnya,
membutuhkan B1 ml titran).
N-NH4=

B-B1 ×BE N×BE H2SO4
mg contoh

× 100%

Keterangan:
B = volume H2SO4 untuk N-NH4
B1 = volume H2SO4 blangko
Kinetika Pelepasan Amonium Secara Statis
(Tong et al. 2009)
Penentuan pelepasan nitrogen secara statis
dapat dilakukan dengan cara merendam 0,3
gram sampel (magnetit) pada 500 ml akuades
selama 24 jam, seperti terlihat pada Gambar 3.
wadah sampel
sampel
gelas piala
air

stirer
magnetic stirer

Gambar 1 Pengujian pelepasan nitrogen.
Pengaduk dinyalakan, dan sampel harus
berada dalam larutan secara sempurna.
Larutan diambil dalam interval waktu tertentu
dan ditentukan konsentrasi amoniumnya.
Temperatur yang digunakan dijaga pada suhu
25±1˚C. Pola pelepasan yang terjadi
kemudian akan disesuaikan dengan suatu
persamaan tertentu untuk mengetahui kinetika
pelepasan amonium secara statis.
Penentuan Amonium pada Larutan
Larutan sebanyak 1 ml dipipet ke dalam
tabung
reaksi
kemudian
ditambahkan
berturut-turut larutan sangga Tartrat dan Nafenat masing-masing sebanyak 2 ml, dikocok
dan dibiarkan 10 menit. Larutan ditambahkan
2 ml NaOCl 5 %, dikocok dan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang

630 nm setelah 10 men
enit sejak pemberian
pereaksi ini. Pembuatan pereaksi
p
dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Pencirian XRD
Pencirian
XRD
dilakukan
untuk
mengetahui fasa yang terdapat
ter
dalam sampel
dan untuk menentukan uk
ukuran kristal. Sekitar
200 mg sampel dicet
etak langsung pada
aluminium ukuran 2×
×2,5 cm. Sampel
dikarakterisasi menggu
gunakan alat XRD
dengan lampu radiasi Cu.
u.
Uji Pencampuran
Serbuk magnetit 0,05
05 gram dimasukkan
dalam tabung reaksi, kem
emudian ditambahkan
pelarut sebanyak 2 ml. Pelarut yang
digunakan air, etanol, di
dietil eter, kloroform,
aseton, dan n-heksana.
a. Kristal yang telah
ditambahkan pelarut dikocok kemudian
diamati.

HASIL DAN PEM
EMBAHASAN
Peran Urea dalam Sintesis
S
Magnetit
Magnetit
disintesi
esis
menggunakan
FeCl3.6H2O, urea, dan natrium
na
sitrat melalui
proses hidrotermal. Prose
oses awal yang terjadi
adalah reduksi Fe3+
menjadi Fe2+
menggunakan natrium sitrat.
s
Natrium sitrat
merupakan reduktor lema
mah yang sudah sering
digunakan untuk sintesis
sis nanopartikel dalam
larutan berair (Yang et al. 2010). Reaksi
reduksi ini dapat terlihatt ddari perubahan warna
larutan setelah
FeCl3.6H2O ditambahkan
natrium sitrat. Reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ oleh
natrium sitrat menurutt Yang et al. (2011)
dituliskan pada reaksi beri
erikut:
C6H5O73- + 2Fe3+
C5H4O52- + H+ + CO2 +
2+
2Fe .................................
................................(1)
(C5H4O52- = -OOCCH2CO
OCH2COO)
Urea merupakan presi
esipitator yang efektif,
karena menghasilkan reaksi
re
dalam suasana
basa dari hidrolisis lamba
bat pada suhu 70˚C (Lv
et al. 2009). Setelah FeCl
Cl3.6H2O ditambahkan
natrium sitrat dan urea w
warna larutan berubah
menjadi kuning (Gambar
ar 2).
Suhu reaksi yang digu
gunakan adalah 200˚C,
untuk memastikan bahw
hwa urea benar-benar
telah terhidrolisis. Rea
eaksi hidrolisis urea
menurut Lv et al. (20
2009) adalah sebagai
berikut:

(NH2)2CO + 3H2O

2N 3 . H2O + CO2.(2)
2NH

Karena terjadi hidroli
olisis urea tersebut
Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 akan
a
terbentuk dari

reaksi yang terjadi sebagai
ai berikut:
Fe2+ + 2(NH3 . H2O) Fe(O
(OH)2 +2NH4+......(3)
3+
Fe + 3(NH3 . H2O) Fe(O
(OH)3 +3NH4+......(4)
dan melalui proses hidroter
termal akan terbentuk
magnetit (Fe3O4) dengan
an melepaskan air,
reaksi yang terjadi sebagai
ai berikut:
Fe(OH)2 + 2Fe(OH)3 Fe3O4 + 4H2O........(5)
A

B

C

Gambar 2 Larutan FeCl3, urea,
u
dan sitrat (A),
larutan FeCl3 dan urea (B), dan
larutan FeCl3 dan
da sitrat (C).
Natrium sitrat dann urea memegang
peranan penting dalam sintesis magnetit.
Menurut Cheng et al. (20
2009), tanpa natrium
sitrat tidak akan terbentuk
tuk Fe3O4 melainkan
hanya terbentuk -Fe2O3. Seperti halnya
dengan natrium sitrat, m
magnetit juga tidak
akan terbentuk tanpa adany
nya urea. Urea dipilih
sebagai presipitator, karen
ena urea merupakan
basa lemah. Proses hidr
drolisis urea terjadi
bertahap, sehingga berp
rpengaruh terhadap
pembentukan kristal. Pe
Penggunaan natrium
sitrat dan urea akan mengh
ghasilkan reaksi yang
sangat lembut sehing
ngga baik untuk
pertumbuhan kristal.
Jumlah sitrat yang digunakan dalam
sintesis sebanyak 4 mmo
mol, dan urea yang
digunakan 6 mmol. Perba
rbandingan ini harus
diperhatikan karena berp
erpengaruh terhadap
nilai pH sistem. Pengguna
naan urea yang lebih
tinggi diharapkan menghas
hasilkan kondisi basa
pada sistem. Menurut L
Lv et al. (2009),
kelebihan sitrat akan men
enurunkan nilai pH
sehingga sebagian besar F
Fe3+ akan direduksi
2+
menjadi Fe dan tidak aka
kan terbentuk Fe3O4.
Hal ini disebabkan padaa susana asam, urea
yang juga terhidrolisis me
menghasilkan banyak
CO2 yang akan membentu
ntuk FeCO3. Namun
jika sitrat terlalu sedikit,, m
maka sebagian dari
sitrat akan bereaksi denga
gan O2 yang terlarut
dalam air dan tidak aakan cukup kuat
mereduksi Fe3+ sehingga
ga akan terbentuk
Fe2O3. Jadi pembentukann Fe3O4 terjadi pada
suasana basa.
Penggunaan sumberr basa dari urea
memiliki kelebihan. Menu
nurut Lv et al.(2009)
penggunaan urea menghasi
asilkan perubahan pH
sistem yang relatif stabil sehingga
se
pembentu-

4

kan inti Fe3O4 menjadi lebih lambat. Selain
itu, kristal yang terbentuk akan lebih
homogen.
Hasil Sintesis dan Karakterisasi Magnetit
Magnetit disintesis menggunakan variasi
waktu sintesis 3, 4, 6, dan 12 jam. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh waktu sintesis
yang paling singkat untuk aplikasi magnetit
sebagai media pembawa amonium. Penelitian
pendahuluan yang dilakukan, menunjukkan
bahwa sintesis magnetit selam 2 jam belum
berhasil. Sintesis selama 2 jam hanya
menghasilkan endapan berwarna coklat,
sedangkan sintesis magnetit selama 3 jam
sudah menghasilkan endapan berwarna hitam.
Hal ini yang menjadi alasan waktu sintesis
dilakukan diatas 3 jam.
Magnetit yang dihasilkan jika dilihat
secara visual tidak ada perbedaan. Keempat
jenis magnetit berwarna hitam yang
tersuspensi dalam larutan yang berwarna
kekuningan. Sesuai dengan pernyataan Liang
et al. (2006) bahwa magnetit dapat dicirikan
dari warna kristal yang hitam. Magnetit
kemudian dipisahkan dari filtrat dan dicuci
dengan alkohol untuk menghilangkan
pengotor pada kristal. Semua magnetit hasil
disintesis juga memiliki sifat magnetik, seperti
terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3

(a)
(b)
Magnetit yang sudah dipisahkan
(a), magnetit yang didekati
magnet (b).

Warna hitam yang merupakan ciri dari
magnetit dipengaruhi oleh struktur kristalnya.
Menurut Roonasi (2007), warna hitam ini
disebabkan oleh adanya transfer muatan
intervalensi antara Fe2+ dan Fe3+.
Sifat magnetik yang dimiliki oleh magnetit
disebabkan karena ukurannya yang sangat
kecil. Seperti yang dikatakan oleh Huber
(2005), bahwa nanopartikel memiliki sifat
optik yang unik, bersifat magnet, dan
beberapa kelengkapan lain yang ditimbulkan
karena ukurannya yang sangat kecil. Hasil
penelitian sebelumnya (Siregar 2011),
magnetit yang disintesis selama 12 jam,
memiliki ukuran kristal rata-rata 46,66 nm
sehingga dapat disebut nano karena kurang
dari 100 nm.
Sifat magnetik pada magnetit ini
memberikan kelebihan jika diaplikasikan
sebagai media pembawa unsur hara. Nair et
al. (2010) menyampaikan bahwa efek sifat
magnet ini memudahkan magnetit menempel
pada akar sehingga unsur hara yang dibawa
akan dilepaskan pada lokasi yang spesifik.
Waktu
sintesis
berpengaruh
pada
kristalinitas. Kristalinitas magnetit meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu sintesis
(Tabel 1), perhitungan kristalinitas terdapat
pada Lampiran 5. Hal ini disampaikan juga
oleh Cheng et al. (2009) bahwa padatan
magnetit yang berbentuk amorf akan berubah
menjadi kristal secara bertahap dan ukuran
kristal juga meningkat.
Tabel 1 Hasil dan Kristalinitas Magnetit
Perlakuan
Rerata kristal
Kristalinitas
hasil sintesis (g)
(%)
3 jam
0,1096
47,81
4 jam
0,1052
74,02
6 jam
0,1120
77,15
12 jam
0,1190
84,67

Magnetit 12 jam
Magnetit 9 jam
Magnetit 6 jam
Magnetit 4 jam
Magnetit 3 jam

Gambar 4 Difraktogram magnetit 3, 4, 6, dan 9, dan 12 jam.

5

Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa
pembentukan kristal berlangsung secara
bertahap. Berawal dari larutan jenuh yang
menghasilkan partikel amorf. Kemudian
menurut Cheng et al. (2009), partikel amorf
ini akan membentuk agregat yang lebih besar
dengan meminimalisasi energi permukaan
total.
Jadi dengan bertambahnya waktu sintesis
ukuran kristal akan bertambah secara bertahap
dari partikel yang sangat kecil menjadi
partikel yang lebih besar. Walaupun demikian,
kristal yang dihasilkan tetap Fe3O4, yang
dapat dilihat dari hasil XRD ada persamaan
puncak antar variasi waktu.
Kristal hasil sintesis tidak diuji dengan
SEM untuk mengetahui morfologi dan ukuran
kristal. Hal ini disebabkan, magnetit 3 jam
masih berbentuk amorf sehingga tidak dapat
diuji dengan SEM. Menurut Liang et al.
(2006) partikel nanomagnetit berbentuk bulat
dan teraglomerasi. Aglomerasi ini terjadi
karena sifat kemagnetan dari partikel nano,
yang menyebabkan partikel saling tarikmenarik.
Pengaruh Waktu Sintesis terhadap
Amonium dalam Magnetit
Nitrogen berfungsi untuk membantu
pertumbuhan daun, pembentukan protein, dan
pembentukan
klorofil
pada
tanaman
(Corradini et al. 2010).

kadar amonium (%)

Gambar 5 Skema proses pembentukan kristal
Fe3O4 (Lv et al. 2009).

Amonium adalah salah satu bentuk
nitrogen yang dapat digunakan tanaman
secara langsung atau dalam bentuk tersedia
dalam tanah (Tan 1991). Magnetit dapat
digunakan sebagai media pembawa amonium,
karena dalam pembentukan kristal terjadi
agloromerasi bertahap yang dapat membuat
amonium terjebak dalam kristal.
Magnetit sebagai media pembawa
amonium memiliki beberapa kelebihan.
Menurut
Siregar
(2011),
pemberian
nanomagnetit sebagai pupuk cukup efisien.
Pupuk ini cukup ditambahkan sekali pada
tanaman jagung dan sudah dapat memenuhi
kebutuhan nitrogennya.
Selain itu magnetit juga merupakan
penghantar yang baik. Nair et al. (2010)
menyatakan bahwa nanomagnetit dapat
mengantarkan nutrisi masuk ke akar tanaman
sehingga meningkatkan penyerapan nitrogen.
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
3

Gambar 6

4
6
12
waktu sintesis magnetit (jam)

Kadar amonium pada kristal
magnetit.

Amonium dalam sintesis ini dihasilkan
dari hidrolisis urea yang terjadi pada suhu
70˚C. Amonium ini kemudian akan berada
dalam kristal saat
terjadi aglomerasi.
Pengaruh dari variasi waktu sintesis magnetit
terhadap amonium yang dikandung dapat
dilihat pada Gambar 7.
nisbah amonium yang
terjerap (%)

Berdasarkan karakterisasi magnetit dengan
uji XRD (Gambar 4) terlihat bahwa magnetit
yang disintesis selama 3 jam masih bersifat
amorf karena tidak ada puncak yang terlihat.
Pola difraksi sinar X pada Gambar 4 juga
telah memberikan puncak yang berkesesuaian
dengan pola difraksi standar magnetit JCPDS
No.19-0629 untuk kristal magnetit 3, 4, dan 6
jam(Lampiran 6). Sedangkan kristal 9 dan 12
jam pada 2 diatas 65⁰ terdapat satu puncak
yang tidak sesuai dengan pola difraksi standar
magnetit. Puncak tersebut diduga pengotor
pada magnetit.

0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
3
4
6
12
waktu sintesis magnetit (jam)

Gambar 7

Nisbah amonium yang terjerap
terhadap
amonium
yang
terbentuk.
Magnetit 3 jam memiliki kandungan
amonium (Lampiran 6) dan persentase
pengambilan amonium dari urea yang paling
tinggi dibandingkan magnetit 4, 6, dan 12 jam
(Gambar 8). Hal ini disebabkan oleh ruang

6

kadar amonium (%)

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
3

Gambar 8

4
6
12
waktu sintesis magnetit (jam)

Kadar amonium pada filtrat
magnetit dengan waktu sintesis
yang berbeda.

Terlihat bahwa pada filtrat 3 jam,
amoniumnya rendah karena banyak yang
dijerap oleh magnetit. Filtrat ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai penambah nitrogen
dalam tanah. Nitrogen dalam filtrat ini lebih
mudah diserap oleh tanaman. Namun karena
kandungan nitrogennya cukup rendah, maka
pengaruh yang akan diberikan tidak sebaik
dibandingkan dengan pemberian magnetit
langsung. Selain itu, nitrogen pada filtrat
mudah hilang oleh penguapan atau terlarut
oleh air. Hal ini disebabkan nitrogen dalam

filtrat bersifat bebas.
Namun, total amonium dari filtrat dan
kristal yang paling tinggi terdapat pada
magnetit 12 jam (Gambar 10 dan Lampiran
5). Hal ini dikarenakan amonium yang
terbentuk akan bertambah seiring dengan
meningkatnya waktu sintesis.

amonimu (gram)

antar partikel yang membentuk aglomerat
lebih
besar
yang
dipengaruhi
oleh
kristalinitas. Magnetit 3 jam masih amorf,
sehingga ukuran partikel yang lebih tidak
teratur akan memberikan ruang yang lebih
besar saat terjadi aglomerasi. Oleh karena,
dengan meningkatnya kristalinitas, susunan
partikel yang lebih teratur dan ruang antar
partikel menjadi kecil.
Menurut Lv et al (2011), luas permukaan
magnetit
semakin
rendah
dengan
meningkatnya waktu sintesis yang dibuktikan
dengan hasil uji luas permukaan dengan
metode BET. Waktu sintesis yang meningkat
akan menaikkan energi permukaan kristal,
oleh sebab itu luas permukaan kristal akan
menurun
untuk
menurunkan
energi
permukaan. Kandungan amonium pada kistal
magnetit 3 jam diduga karena magnetit 3 jam
memiliki luas permukaan kristal yang lebih
besar.
Semakin banyak amonium yang dihasilkan
dari proses hidrotermal yang terjebak dalam
proses aglomerasi, maka amonium yang
terdapat pada filtrat akan menurun. Hal ini
juga didukung dari data kadar amonium pada
filtrat sisa sintesis yang juga ditentukan
kandungan amoniumnya (Lampiran 4).
Hasilnya kadar amonium pada filtrat 3 jam, 4
jam, 6 jam, dan 12 jam berturut-turut adalah
0,1941%; 0,2544%; 0,2599%; dan 0,4956%
(Gambar 9).

0,08
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
3

4

6

12

waktu sintesis magnetit (jam)

Gambar 9

Total amonium pada filtrat dan
magnetit.

Pola Pelepasan Amonium oleh Magnetit
Masalah dari penggunaan pupuk nitrogen
adalah proses pelepasan yang terlalu cepat.
Sebagian besar nitrogen dari pupuk tidak
dapat diserap oleh tanaman dan terlepas ke
lingkungan, hal ini tentu saja menyebabkan
polusi lingkungan yang cukup serius
(Corradini et al. 2010). Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah pembuatan pupuk
sebagai sumber nitrogen dengan pelepasan
yang lambat.
Bentuk nitrogen yang dapat digunakan
oleh tanaman secara langsung adalah NO3dan NH4+ (Tan 1991). Namun menurut
Sutihati (2003), tanaman lebih menyukai
menyerap NH4+ dibanding bentuk nitrogen
lain. Amonium yang diserap tanaman
energinya dapat disimpan untuk kemudian
dapat digunakan untuk sintesis protein.
Walaupun proses penyerapan ini dipengaruhi
oleh nilai pH pada tanah.
Pengaruh waktu sintesis juga dilihat
terhadap pelepasan amonium dari magnetit
tersebut. Pola pelepasan ini dilakukan sesuai
dengan pelepasan statis yang dilakukan oleh
Tong et al. (2009). Penentuan konsentrasi
amonium pada larutan dilakukan dengan
metode kolorimetri melalui penambahan
larutan natrium fenat, K-Na tartrat, dan
NaClO. Pengukuran dilakukan dengan
Spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 630 nm (Lampiran 3), dan reaksi
yang terjadi sebagai berikut:
NH4+ + 3 NaClO + NaOH + C6H5OH
3NaCl + Na+ + 4H2O +
(O=C6H4=N-C6H4OH) indofenol biru.

kadar amonium (ppm)

7

5
4
3
a

2
b

1
0
0

500

1000

1500
2000
2500
3000
waktu (menit)
Gambar 10 Kurva pelepasan amonium magnetit: (a) 3 jam, (b) 12 jam

Tabel 2 Uji pencampuran kristal magnetit dengan beberapa pelarut
Pelarut
Kristal magnetit
3 jam
4 jam
6 jam
Air
Terbentuk koloid
Tidak bercampur,
Tidak bercampur,
warna coklat tua
larutan berwarna
larutan warna
kekuningan
kuning seulas
Etanol
Terbentuk koloid
Tidak bercampur,
Tidak bercampur
warna coklat muda
larutan warna
kuning seulas
Kloroform
Tidak bercampur,
Tidak bercampur
Tidak bercampur
larutan berwarna
agak kekuningan
Aseton
Tidak bercampur,
Tidak bercampur
Tidak bercampur
larutan berwarna
coklat seulas
Dietil eter
Tidak bercampur
Tidak bercampur
Tidak bercampur
n-heksana

Tidak bercampur

Tidak bercampur

Gambar 10 menunjukkan perbedaan waktu
pelepasan dari magnetit 3 jam (a) dan 12 jam
(b).Terlihat bahwa magnetit 3 jam mencapai
titik maksimum pelepasan selama 12 jam
(Lampiran 7). Sedangkan pada magnetit 12
jam pelepasan maksimum amonium terjadi
pada waktu pelepasan selama 6 jam. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya bahwa
magnetit adalah salah satu upaya untuk
menurunkan pelepasan nitrogen. Maka dapat
dilihat bahwa magnetit 3 jam memiliki waktu
pelepasan yang lebih lama. Hal ini disebabkan
karena magnetit 3 jam masih dalam bentuk
amorf dan ukuran kristal kecil (Cheng et al.
2009), sehingga amonium yang berada di
dalam kristal lebih sulit untuk lepas karena
partikel penyusunnya tidak beraturan.
Magnetit 3 jam melepas amonium sebesar
4,3191 ppm dari 0,3 gram kristal magnetit
atau 78% amonium sudah lepas dari magnetit.

Tidak bercampur

12 jam
Tidak
bercampur
Tidak
bercampur
Tidak
bercampur
Tidak
bercampur
Tidak
bercampur
Tidak
bercampur

Magnetit 12 jam melepas amonium
sebesar 3,4681 ppm selama 6 jam atau 93%
amonium sudah lepas. Hal ini disebabkan sifat
kristal magnetit 12 jam sudah teratur susunan
partikelnya.
Keteraturan
ini
akan
memudahkan amonium lepas dari kristal.
Penurunan konsentrasi amonium setelah
mencapai pelepasan maksimum oleh magnetit
3 maupun 12 jam disebabkan oleh amonium
yang telah terlarut dalam air akan sangat
mudah untuk menguap.
Kristalinitas magnetit juga berpengaruh
terhadap kelarutan magnetit pada beberapa
pelarut seperti terlihat pada Tabel 2 dan
Lampiran 8.
Magnetit secara umum memiliki kelarutan
yang rendah pada air murni dimana nilai pH
dekat dengan keadaan saat magnetit tidak
bermuatan (Roonasi P 2007). Namun pada
magnetit 3 jam membentuk koloid pada
larutan polar, dikarenakan magnetit masih

dalam bentuk amorf. Karena masih berbentuk
amorf, maka kristal magnetit 3 jam kurang
stabil, sehingga membentuk koloid warna
cokelat. Hasil pencampuran dapat dilihat pada
Lampiran 9.
Magnetit 4 jam dan 6 jam dapat sedikit
larut dalam air, namun sama sekali tidak larut
dalam larutan non polar. Sedangkan magnetit
12 jam tidak dapat larut dalam semua pelarut.
Menurut Roonasi (2007), kelarutan magnetit
dapat meningkat dengan mengubah nilai pH
larutan, adanya senyawa pengompleks, atau
mikroorganisme yang dapat melarutkan
magnetit. Berdasarkan hal tersebut secara
alami,
magnetit
dapat
terurai
oleh
mikoorganisme yang terdapat dalam tanah.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Magnetit dapat disintesis melalui proses
hidrotermal pada FeCl3, urea, dan sitrat.
Magnetit sudah terbentuk dari waktu sintesis 3
jam. Magnetit yang dihasilkan memiliki
kristalinitas yang berbeda. Kristalinitas
magnetit yang paling tinggi adalah magnetit
12 jam, sedangkan kristalinitas magnetit 3 jam
sebesar 47,81% dan masih berbentuk amorf.
Magnetit 3 jam menjerap amonium paling
banyak diantara magnetit yang lain, yakni
sebesar 0,92%. Berdasarkan uji pelepasan
amonium,waktu
pelepasan
maksimum
amonium dari magnetit 3 jam adalah 12 jam.
Magnetit yang paling baik digunakan sebagai
media pembawa amonium adalah magnetit 3
jam.
Saran
Penelitian selanjutnya dilakukan pengujian
langsung magnetit sebagai media pembawa
amonium terhadap tanaman dan penentuan
adsorpsi maksimum amonium oleh magnetit.

DAFTAR PUSTAKA
Cheng W, Tang K, Qi Y, Sheng J, Liu Z.
2010.
One-step
synthesis
of
superparamagnetic monodisperse porous
Fe3O4 hollow and core-shell spheres.
J.Mater.Chem. 20:1799-1805.
Corradini E, de Moura MR, Mattoso LHC.
2010. A preliminary study of the
incorparation of NPK fertilizer into
chitosan nanoparticles. Polymer Letters 4
(8): 509–515.

Han X, Chen S, Hu X. 2009. Controlledrelease
fertilizer
encapsulated
by
starch/polyvinylalcohol
coating.
Desalination 240: 21-26.
Huber DL. 2005. Synthesis, Properties, and
Applications of Iron Nanoparticles.
Weinheim:Willey.
Liang X, Wang X, Zhuang J, Chen Y, Wang
D, Li Y. 2006. Synthesis of Nearly
Monodisperse
Iron
Oxide
and
Oxyhydroxide Nanocrystals. Adv. Funct.
Mater.16: 1805-1813.
Lv Y, Wang H, Wang X, Bai J. 2009.
Synthesis, characterization and growing
mechanism of monodisperse Fe3O4
microspheres. J. Crystal Growth 311:
3445-3450.
Maria C, DeRosa, Monreal C, Schnitzer M,
Walsh R, Sultan Y. 2010. Nanotechnology
in fertilizers. Nat. Nanotech 5: 91.
Nair R et al. 2010. Nanoparticulate material
delivery to plants. Plant Sci 179:154-163.
Roonasi P. 2007. Adsorbtion and Surface
Reaction Properties of Synthesized
Magnetite Nanopertikel [tesis]. Swedia:
Departemen Teknik Kimia dan Ilmu Bumi,
Universitas Teknologi Lulea.
Setyoningsih, Saprudin D, Maddu A. 2010.
Sintesis
nanokristal
magnetit
menggunakan urea sebagai penjerap
Cr(VI). [Skripsi]. Bogor: Departemen
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB.
Siregar IN. 2011. Penggunaan nanomagnetit
sebagai penyedia unsur hara nitrogen pada
tanaman jagung [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Sujetoviene G. 2010. Nitrification potential of
soils under pollution of a fertilizer plant.
Env.
Resrch.
Engineering
and
Management 3: 13– 16.
Sutihati I. 2003. Pengaruh dosis pupuk
nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil
beberapa varietas jagung (Zea mays L.)
hibrida
[skripsi].
Bogor:
Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tan KH. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah.
Edisi III. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

9

Tong Z, Yuhai L, Shihuo Y. Zhongyi H. 2009.
Superabsorbent hydrogels as carriers for
the controlledrelease of urea: experiments
and a mathematical model describing the
release rate. Bio. Engineering 2: 44–50.
Winarso Sugeng. 2005. Kesuburan Tanah.
Yogyakarta: Gava Media.
Yang Z, Qian H, Chen H, Anker JN. 2010.
One-pot hydrothermal synthesis of silver

nanowires via citrate reduction. J. Of
Colloid&Interface Sc. 352: 285-281.
Zhong SX, Xing ZC, Lan WX, Ji L. 2009.
Study of nitrate leaching and nitrogen fate
under intensive vegetable production
pattern in northern China. Bio. 332: 385–
392.

LAMPIRAN

11

Lampiran 1 Diagram alir penentuan pengaruh kristalinitas nanomagnetit terhadap
pola pelepasan nitrogen
Larutan
FeCl3.6H2O

Natrium sitrat
(C6H5O7Na3.2H2O)

Ditambahkan 40 ml akuades,
kemudian diaduk hingga homogen

Larutan urea
(CO(NH2)2)

Sintesis
nanomagnetit

Sintesis pada suhu 200˚C dengan variasi
waktu 3, 4, 6, 12 jam

Kristal dipisahkan, dicuci alkohol, dan
dikeringkan dengan oven 40˚ C

endapan (kristal nano magnetit)

Kristal
nanomagnetit

Koloid

Penentuan amonium
dalam nanomagnetit

Penentuan kadar
amonium

Uji pelepasan amonium

Amonium terjerap
Data XRD

Kristalinitas
nanomagnetit

Penentuan kadar
amonium

Pola pelepasan
amonium

12

Lampiran 2 Pembuatan larutan pada penentuan N-amonium
♦ Standar 1000 ppm N

Serbuk(NH4)2SO4 p.a ditimbang 4,7143 g ke dalam labu takar 1 l. Kemudian
ditambahkan air bebas ion hingga tepat 1 l dan dikocok hingga larutan homogen.
Standar 20 ppm N
Sebanyak 2 ml standar pokok 1000 ppm N dipipet ke dalam labu takar 100 ml dan
diencerkan dengan akuades hingga tepat 100 ml.
Deret standar 0-20 ppm N
Standar N 20ppm, dipipet 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml, masing-masing dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan akuades hingga semuanya
menjadi 10 ml. Deretstandar ini memiliki kepekatan 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ppm
N, tiap-tiap tabung reaksi kemudian dikocok.
Larutan Na-fenat
Sebanyak 100 g serbuk NaOH p.a ditimbang dan dilarutkan secara perlahan
sambildiaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 l. Setelah
dingin, ditambahkan 125 gram serbuk fenol dan aduk hingga larut. Kemudian
diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 l.
Larutan sangga Tartrat
Sebanyak 50 gram serbuk NaOH p.a. ditimbang dan dilarutkan secara perlahan
sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 l. Setelah
dingin ditambahkan 50 g serbuk K, Na-tartrat dan diaduk hingga larut. Kemudian
diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 l.

13

Lampiran 3 Penentuan panjang gelombang maksimum penentuan amonium
(nm)
absorbansi
(nm)
Absorbansi
550
0,211
602
0,359
552
0,217
604
0,362
554
0,223
606
0,364
556
0,227
608
0,367
558
0,233
610
0,371
560
0,238
612
0,374
562
0,244
614
0,377
564
0,250
616
0,381
566
0,257
618
0,385
568
0,264
620
0,386
570
0,271
622
0,388
572
0,278
624
0,389
574
0,283
626
0,390
576
0,289
628
0,389
578
0,294
630
0,390
580
0,298
632
0,389
582
0,303
634
0,389
584
0,308
636
0,388
586
0,314
638
0,386
588
0,319
640
0,374
590
0,326
642
0,374
592
0,333
644
0,373
594
0,339
646
0,364
596
0,345
648
0,364
598
0,350
650
0,358
600
0,354

Absorbansi

0,45
0,4

maksimum

0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
540 550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 650 660
(nm)

Kurva penentuan maksimum pada pengukuran amonium

14

Lampiran 4 Penentuan konsentrasi amonium pada filtrat magnetit
Nilai absorbansi larutan standar
Larutan
[amonium] (ppm)
Absorbansi

Absorbansi

1
2
3
4
5
6
7

0
1
2
4
6
8
10
0,04
0,035
0,03
0,025
0,02
0,015
0,01
0,005
0
-0,005 0

Absorban
terkoreksi
0,000
0,002
0,007
0,014
0,023
0,030
0,037

0,017
0,019
0,024
0,031
0,040
0,047
0,054

y = 0,0038x - 0,0008
R² = 0,9976

2

4

6
8
[ammonium] ppm

10

12

Kurva regresi linear penentuan amonium
Penentuan amonium filtrat hasil sintesis
Filtrat
12 jam

6 jam

4 jam

3 jam

Absorbansi
terkoreksi
0,029
0,029
0,030
0,015
0,015
0,015
0,015
0,015
0,014
0,012
0,010
0,011

[amonium]
ppm
7,8421
7,8421
8,1053
4,1579
4,1579
4,1579
4,1579
4,1579
3,8947
3,3684
2,8421
3,1053

Faktor
pengenceran
625
625
625
625
625
625
625
625
625
625
625
625

[amonium]
× Fp
4901,316
4901,316
5065,789
2598,684
2598,684
2598,684
2598,684
2598,684
2434,211
2105,263
1776,316
1940,789

Rerata
(ppm)
4956,14

Rerata
% (b/v)
0,4956

Volume
filtrat (ml)
14

Amonium
(gram)
0,0694

2598,68

0,2599

23

0,0598

2543,86

0,2544

15

0,0382

1940,79

0,1941

19

0,0369

Contoh perhitungan:
• [amonium] ppm
Kurva standar pada penentuan amonium menghasilkan persamaan garis y=
0.0038 x – 0.0008 dengan nilai r2 sebesar 0,9976

15

[amonium] = (
[amonium] = (



! "



!

Rerata (ppm)
"

Rerata =
!

Rerata =


#

ppm= 4956,14 ppm

Rerata % (b/v)
b/v)
4565, 14



= 4901,316 ppm

×

×

01
100

= 0,456514

100

Amonium (gra
gram)
= 0,0694 gram

Lampiran 5 Kristalini
linitas magnetit berdasarkan hasil uji XRD
Luas daerah (kcps*deg)
No
Magnetit
Kristal
Amorf
Total
1
3 jam
0,1985
0,2167
0,4152
2
4 jam
0,2730
0,0958
0,3688
3
6 jam
0,4012
0,1188
0,5200
4
12 jam
0,6105
0,1105
0,7210
Contoh perhitungan:
Kristalinitas (%) =

$%

!
!

×100% = 47,8121%
8121%

"

Lampiran 6 Difraktog
ktogram standar magnetit JCPDS No.19-0629

Kristalinitas
(%)
47,8121
74,0172
77,1511
84,6471

16

Lampiran 7 Amonium pada kristal nanomagnetit
Kristal
nanomagnetit

Amonium
(%)

Rerata bobot
kristal (gram)

Bobot amonium dalam kristal (gram)

12 jam
6 jam
4 jam
3 jam

0,62
0,67
0,79
0,92

0,1096
0,1052
0,1120
0,1190

0,0010
0,0008
0,0008
0,0007

Contoh perhitungan:
Bobot amonium (gram) =

0.
100

×0.109

= 0,0010 gram

Total amonium pada filtrat dan kristal
Perlakuan

3 jam
4 jam
6 jam
12 jam

awal

Amonium (gram)
kristal filtrat
total

hilang

0,42
0,42
0,42
0,42

0,0010
0,0008
0,0008
0,0007

0,3821
0,3810
0,3594
0,3499

0,0369
0,0382
0,0598
0,0694

0,0379
0,0390
0,0606
0,0701

Amonium
terserap
(%)
0,23
0,19
0,19
0,17

absorbansi

Lampiran 8 Penentuan konsentrasi amonium yang dilepas magnetit
Nilai absorbansi larutan standar
Larutan
[amonium] (ppm)
Absorbansi
Absorbansi
terkoreksi
1
0
0,014
0,001
2
1
0,018
0,005
3
2
0,027
0,014
4
4
0,036
0,023
5
6
0,046
0,033
6
8
0,056
0,043
7
10
0,014
0,001
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0

y = 0,0047x - 0,0043
R² = 0,9989

0

2

4

6

8

ammonium (ppm)

Kurva regresi linear penentuan amonium

10

12

17

Uji pelepasan amonium kristal magnetit 3 jam
No
Waktu
Absorbansi
[amonium] ppm
pelepasan
terkoreksi
(menit)
1
5
0,002
1.3404
2
10
0,002
1.3404
3
15
0,003
1.5532
4
20
0,004
1.7660
5
30
0,004
1.7660
6
45
0,004
1.7660
7
60
0,004
1.7660
8
90
0,004
1.7660
9
120
0,005
1.9787
10
180
0,006
2.1915
11
360
0.011
3.2553
12
540
0.015
4.1064
13
720
0,016
4.3191
14
900
0.014
3.8936
15
1080
0,011
3.2553
16
1440
0,010
3.0426
17
2160
0.008
2.5670
18
2880
0,007
2.4043
Uji pelepasan amonium kristal magnetit 12 jam
No
Waktu
Absorbansi
[amonium] ppm
pelepasan
terkoreksi
(menit)
1
5
0,000
0.9149
2
10
0,000
0.9149
3
15
0,000
0.9149
4
20
0,000
0.9149
5
30
0,000
0.9149
6
45
0,001
1.1277
7
60
0,002
1.3404
8
90
0,002
1.3404
9
120
0,002
1.3404
10
180
0,004
1.7660
11
360
0.012
3.4681
12
540
0.080
2.6170
13
720
0.004
1.7660
14
900
0.004
1.7660
15
1080
0,004
1.7660
16
1440
0,004
1.7660
17
2160
0.002
1.3404
18
2880
0.002
1.3404

Amonium
dilepas (%)
24,28
24,28
28,14
31,99
31,99
31,99
31,99
31,99
35,85
39,70
55.12
72.46
78,24
70.53
58,97
55,12
46.50
43,56

Amonium
dilepas (%)
24,59
24,59
24.59
24.59
24.59
30.31
36.03
36.03
36.03
47.47
93.23
70.35
47.74
47.74
47.74
47.74
36.03
36.03

18

Lampiran 9 Uji pencampuran dengan beberapa pelarut kristal magnetit 3 jam (a),
4 jam (b), 6 jam (c), dan 12 jam (d)

1

2

3

4

5

6

1

2

3

(a)

1

2

3

4

5

6

4

5

6

(b)

4

5

6

1

2

3

(c)
(d)
Keterangan: (1) air, (2) etanol, (3) kloroform, (4) aseton, (5) dietil eter, (6) n-heksana