Secondary endospermic embryos induction of gedong gincu mango clone 289

INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER
MANGGA GEDONG GINCU KLON 289

IRNI FURNAWANTHI HINDANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Embrio
Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289 adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Irni Furnawanthi Hindaningrum
NIM A253100231

RINGKASAN
IRNI FURNAWANTHI HINDANINGRUM. Induksi Embrio Endospermik
Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289. Dibimbing oleh NI MADE ARMINI
WIENDI dan WINARSO DRAJAD WIDODO.
Pemuliaan tanaman mangga (Mangifera indica L.) secara konvensional
terkendala oleh fase juvenil tanaman yang panjang, jumlah benih yang diperoleh
sedikit dan penyerbukan silang yang tinggi, sehingga seleksi progeni memerlukan
waktu yang lama. Bioteknologi merupakan solusi dalam pengembangan buah
mangga untuk menghasilkan klon unggul melalui teknik kultur in vitro sel
endosperma. Klon mangga yang dipilih dalam penelitian ini memiliki kriteria sifat
agronomi dan kualitas buah yang terbaik yaitu klon 289 dari kultivar Gedong
Gincu seperti yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian Republik
Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan tanaman mangga melalui
perbanyakan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289
untuk menghasilkan tanaman triploid dengan ukuran biji yang lebih kecil.
Embriogenesis mangga dapat digunakan untuk perbanyakan embrio dengan tujuan

produksi massal dan manipulasi genetik dari tanaman ini.
Penelitian ini terdiri atas tiga tahap percobaan: 1) induksi embrio
endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289, 2) keragaman morfologi
dan analisis histologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon
289 dan 3) pertumbuhan dan toleransi embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu klon 289 terhadap antibiotik kanamisin.
Pembentukan embrio endospermik sekunder (EES) mangga Gedong Gincu
klon 289 memerlukan media spesifik untuk setiap tahapan prosesnya. Tahap
induksi dan proliferasi memerlukan poly vinyl pyrrolidone (PVP) 1 g/l pada
media. Pemeliharaan EES hasil proliferasi pada media dengan arang aktif 2 g/l.
Pertumbuhan EES menjadi plantlet memerlukan tahap maturasi dan
perkecambahan. Inokulum tahap maturasi berasal dari media pemeliharaan yang
ditanam pada media maturasi dengan benzyl amino purine 0.4 mg/l. Keragaman
morfologi EES mangga pada tahap maturasi yaitu embrio normal dan abnormal.
Embrio fase kotiledonari abnormal berbentuk embrio dengan satu kotiledon, dua
embrio fase kotiledonari yang menjadi satu (fused embryos), embrio dengan
kotiledon tidak membuka sempurna, dan embrio dengan kotiledon lebih dari dua.
Embrio memiliki ukuran yang beragam dengan panjang rata-rata 2.58 cm pada
8 minggu setelah dikulturkan dengan jumlah pembentukan embrio normal 3.09.
Warna embrio selama periode maturasi adalah embrio hijau sebesar 31%, embrio

putih kehijauan 67%, dan embrio yang berwarna putih sebesar 2%.
Perkecambahan embrio terjadi pada media dengan gibberelic acid 3 (GA3)
1.5 mg/l.
Seleksi letal dosis antibiotik kanamisin untuk seleksi transforman embrio
endospermik mangga Gedong Gincu dengan menggunakan antibiotik
menghasilkan pertumbuhan embrio pada media dengan penambahan kanamisin
100 mg/l dengan persentase embrio hidup yang paling rendah yaitu hanya 4.44%
dan sisanya sebanyak 95.56% mengalami gejala kematian dengan adanya
perubahan warna embrio dari krem menjadi hitam.
Kata kunci: GA3, kanamisin, perkecambahan, PVP, sel endosperma

SUMMARY
IRNI FURNAWANTHI HINDANINGRUM. Secondary Endospermic Embryos
Induction of Gedong Gincu Mango Clone 289. Supervised by NI MADE ARMINI
WIENDI dan WINARSO DRAJAD WIDODO.
Mango (Mangifera indica L.) conventional breeding has constrain because
of llong juvenile phase, small number of seeds obtained and high cross
pollination. Mango is considered to be a difficult plant species to handle in
breeding programe. Biotechnology is one of solution technique for the
development of mango fruits to produce superior clone through in vitro cloning

culture of endosperm. The mango clone used in this research had agronomy
properties and best fruit quality, namely clone 289 from variety of Gedong Gincu
as designated by Ministry of Agriculture Republic of Indonesia. This research was
aimed to develop mango triploid plant with smaller seed size through cell
propagation of secondary endospermic embryos of Gedong Gincu mango clone
289 to produce seedlings.
The experiment composed of three steps: 1) induction of secondary
endospermic embryos of Gedong Gincu mango clone 289, 2) morphological
variance and histological analysis of secondary endospermic embryos of Gedong
Gincu mango clone 289 and 3) kanamycin antibiotic selection of endospermic
embryos of Gedong Gincu mango clone 289.
Optimal proliferation media for formation of secondary endospermic
embryos, that was media with addition of poly vinyl pyrrolidone (PVP) 1 g/l.
Maturation occured on media with addition of benzyl amino purine 0.4 mg/l with
inoculum from proliferation media with addition of activated charcoal 2 g/l gave
the best embryos formation of cotyledonary phase. Embryo germination occured
on medium with addition of 1.5 mg/l gibberelic acid 3. Secondary endospermic
embryos which was cultured on solid media composing of various sizes and colors
of embryos during a period of culture. The size of the embryo reach 2.58 with
normal embryos development 3.09 during a culture time. Color composition

change over the period of culture, the embryo percentages were 31% green,
greenish white embryo 67%, and white 2%.
Medium with 100 mg/l of kanamycin only 4.44 % inoculum can grew and
the rest of embryos become browning. Kanamycin concentration at 100 mg/l will
be used for further selection of secondary endospermic embryos Gedong Gincu
mango transformant.
Keywords: endosperm cell, germination, GA3, kanamycin, maturation, PVP

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER
MANGGA GEDONG GINCU KLON 289


IRNI FURNAWANTHI HINDANINGRUM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji luar komisi pembimbing : Dr Ir Agus Purwito, MScAgr

Judul Tesis : Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu
Klon 289
Nama
: Irni Fuma\\-an hi Hindaningrum

NIM
: A25310023

Disetujui oleh
-omisi Pembimbing

-iendi, MS

Ir Winarso Drajad Widodo, MS, Ph.D
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program S udi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Tri Koesoemaningtyas, MSc

Tanggal Ujian: 19 Agustus 2013


Tanggal Lulus :

3 0 SEP 2013

Judul Tesis : Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu
Klon 289
Nama
: Irni Furnawanthi Hindaningrum
NIM
: A253100231

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS
Ketua

Ir Winarso Drajad Widodo, MS, Ph.D
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Tri Koesoemaningtyas, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 19 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan November 2011 – Mei 2013
adalah Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon

289.
Terima kasih penulis haturkan kepada Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS.
atas sarana penelitian dan bimbingannya, Ir Winarso Drajad Widodo, MS, Ph.D.
atas motivasi dan bimbingannya. Dr Ir Agus Purwito, MscAgr. sebagai penguji
luar komisi dan Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MSc. sebagai perwakilan Program
Studi pada saat sidang. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) dan Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT atas ijin dan beasiswa
yang diberikan. Kepala Pusdiklat BPPT, pak Bony dan mbak Maya atas
dukungan kepada karyasiswa. Dr Teuku Tajuddin, Syofi MAgrSc.,
Prof Dr Sobir, Prof Wahyu Qomara dan Dr Koesnandar atas rekomendasi yang
diberikan untuk melanjutkan sekolah. Dr Yenni Bakhtiar MAgSc.,
Prof Nadirman, Drs Minaldi, Ahmad Riyadi, MSi., Dr Wahyu, Juwartina Ida
Royani, MSi., Hayat dan rekan-rekan P3T BPB terima kasih atas doa dan
dukungannya. Kepada Dr Ir Tri Koesoemaningtyas, MSc., pak Joko, pak Yudi,
teh Juju, bu Nur, bu Mimin, mbak Neng, pak Tri Joko, pak Wasil, pak Udin,
Indah, Fia, Eka, Dwi, Asep, mbak M, Firman dan mbak Yusra penulis sangat
menghargai bantuannya selama pelaksanaan penelitian. Seluruh dosen dan staf
Departemen AGH-IPB. Teman seperjuangan mbak Linda, Karyanti, Nurlaila,
Martha, Diah dan rekan-rekan di program studi PBT terimakasih atas kerjasama
dan dukungannya. Ungkapan terima kasih kepada Bapak dan Mamah, Bapak

dan Ibu, kang Edi Wahjono, anak-anakku Virdi, Virda, Valeria dan Vera dan
seluruh keluarga atas doa, kesabaran, dukungan dan kasih sayangnya selama
menjalani masa perkuliahan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Irni Furnawanthi Hindaningrum

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

DAFTAR SINGKATAN

xvii

GLOSARIUM

xix

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
4
4
4
5

2. INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER MANGGA
GEDONG GINCU KLON 289
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

6
6
7
10
23

3. KERAGAMAN MORFOLOGI DAN ANALISIS HISTOLOGI
EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER MANGGA GEDONG
GINCU KLON 289
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

24
24
25
27
33

4. PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI EMBRIO ENDOSPERMIK
SEKUNDER MANGGA GEDONG GINCU KLON 289
TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

34
34
36
37
39

DAFTAR ISI (lanjutan)

5. PEMBAHASAN UMUM

40

6. SIMPULAN

43

DAFTAR PUSTAKA

44

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
2.1
2.2
2.3
2.4

2.5
2.6

2.7
2.8
2.9

2.10

2.11

2.12

2.13

2.14

2.15

3.1

Kombinasi perlakuan maturasi embrio endospermik sekunder
mangga Gedong Gincu
Perkembangan embrio endospermik primer mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media induksi embrio
Perkembangan akar embrio endospermik primer mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media induksi embrio
Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media proliferasi dengan absorban senyawa
fenolik umur 4 MSK
Pertambahan bobot dan frekuensi proliferasi embrio endospermik
primer mangga Gedong Gincu klon 289 umur 4 MSK
Fase pembentukan embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu klon 289 pada media dengan penambahan
senyawa absorban fenolik
Hasil analisis embrio fase kotiledonari total embrio endospermik
sekunder mangga Gedong Gincu klon 289
Hasil analisis embrio fase kotiledonari normal embrio
endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289
Jumlah embrio fase kotiledonari total dan embrio normal pada
tahap maturasi embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289
Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon
289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur
4 MSK
Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon
289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur
6 MSK
Jumlah embrio fase kotiledonari total mangga Gedong Gincu klon
289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur
8 MSK
Jumlah embrio fase kotiledonari normal mangga Gedong Gincu
klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur
6 MSK
Jumlah embrio fase kotiledonari normal mangga Gedong Gincu
klon 289 pada tahap maturasi embrio endospermik sekunder umur
8 MSK
Jumlah embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu
klon 289 fase kotiledonari yang berkecambah pada media
perlakuan GA3
Warna embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu
klon 289 pada media maturasi umur 8 MSK

10
12
13

14
15

15
16
16

17

18

18

19

19

20

21
28

DAFTAR TABEL (Lanjutan)
3.2
4.1
4.2
4.2

Panjang dan jumlah embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu klon 289 dalam satu periode kultur
Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media proliferasi

29
37

Embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289
berwarna krem pada media dengan penambahan kanamisin

38

Embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289
berwarna hitam pada media dengan penambahan kanamisin

39

DAFTAR GAMBAR
1.1

1.2
1.3
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5

2.6
2.7
2.8
3.1
3.2
3.3

3.4

Karakteristik buah dan biji mangga Gedong Gincu: (a) Buah
mangga Gedong Gincu, (b) biji buah mangga, (c) biji mangga
Gedong Gincu yang poliembrioni
Organ reproduksi mangga Gedong Gincu
Skema alur penelitian embryogenesis endospermik sekunder
mangga Gedong Gincu klon 289
Inokulum mangga Gedong Gincu:
Eksplan mangga Gedong Gincu
Fase perkembangan embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu klon 289
Induksi embrio sekunder dari embrio endospermik primer mangga
Gedong Gincu klon 289 pada 8 MSK
Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media perlakuan jenis absorban senyawa
fenolik umur 4 MSK
Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu Klon 289 pada tahap maturasi
Perkecambahan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu
Protokol embriogenesis sel endosperma mangga Gedong Gincu
klon 289
Inokulum yang digunakan pada tahap seleksi letal dosis antibiotik
kanamisin
Keragaman morfologi embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu Klon 289 fase kotiledonari
Keragaman morfologi embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu klon 289 fase kotiledonari dengan pola
pertumbuhan normal
Morfologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu
Klon 289 fase kotiledonari

1
2
5
8
8
11
11

13
20
21
22
25

28

29
30

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
3.5

Perkembangan inokulum embrio endospermik primer mangga
Gedong Gincu klon 289 pada media proliferasi
3.6 Perkembangan kalus embriogenik embrio endospermik sekunder
manga Gedong Gincu pada media proliferasi
3.7 Histologi embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu
Klon 289
3.8 Histologi embrio endospermik sekunder fase globular mangga
Gedong Gincu Klon 289
3.9 Perkembangan lintasan pembentukan embrio secara uniseluler
dan multiselluler dari embriogenesis tidak langsung Coffea
arabica
3.10 Histologi perkembangan inokulum embrio endospermik sekunder
(EES) mangga Gedong Gincu klon 289
4.1 Inokulum embrio endospermik sekunder (EES) fase proembrio
4.2

4.3

Perkembangan warna embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu klon 289 pada media dengan penambahan
antibiotik kanamicin setelah 4 MSK
Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media dengan penambahan kanamisin

30
31
31
32

32
33
36

38
39

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Komposisi media M3 per liter
Komposisi media proliferasi per liter

48
49

DAFTAR SINGKATAN
AA

:

Arang Aktif

BAP

:

6-Benzyl amino purine

EEP

:

Embrio Endospermik Primer

EES

:

Embrio Endospermik Sekunder

EG

:

Embrio Fase Globular

EH

:

Embrio Fase Hati (heart)

EK

:

Embrio Fase Kotiledonari

ES

:

Embrio Somatik

ET

:

Embrio Fase Torpedo

GA3

:

Gibberelic Acid

MP

:

Media Proliferasi

MS

:

Murashige dan Skoog

MSK

:

Minggu Setelah Dikulturkan

NAA

:

Naphtalene Acetic Acid

npt II

:

Neomycin phospho transferase II

PE

:

Proembryo

PVP

:

Poly Vinyl Pirolidone

SLS

:

Suspensor Like Structure

GLOSARIUM
Clumps

:

Kumpulan sel atau proembrio pada tahap
embriogenesis

Eksplan

:

Bagian tanaman berupa sel, jaringan atau organ
yang paling cocok untuk perlakuan kultur
jaringan

Embrio endospermik

:

Embrio yang berkembang dari sel endosperma

Embrio fase globular

:

Fase embrio berbentuk spherical pada proses
embriogenesis

Embrio fase hati

:

Fase embrio berbentuk hati (heart) pada proses
embriogenesis

Embrio fase
kotiledonari

:

Struktur embrio seperti kotiledon pada proses
embriogenesis

Embrio fase
kotiledonari normal

:

Embrio dengan dua kotiledon dan memiliki
struktur bipolar yaitu adanya calon tunas dan
akar

Embrio fase torpedo

:

Fase embrio berbentuk torpedo pada proses
embriogenesis

Embrio somatik

:

Embrio yang berkembang dari sel somatik atau
bukan berasal dari hasil fertilisasi

Embrio zigotik

:

Embrio hasil fertilisasi antara gamet jantan
dengan gamet betina

Embriogenesis

:

Proses pembentukan embrio dari sel

Endosperma

:

Jaringan yang terdapat pada biji, hasil
penyatuan dua inti polar gamet betina dengan
satu inti gamet jantan, berbeda dengan embrio
zigotik dalam jumlah kromosomnya dan
berfungsi sebagai penyedia metabolit bagi
pertumbuhan embrio, yang terbentuk di dalam
kantong embrio pada tumbuhan berbiji

Haustorium

:

Struktur pada embrio yang berfungsi
melakukan penetrasi untuk mengambil
makanan pada jaringan endosperma

Inokulum

:

Bagian sel dan jaringan dalam kondisi aseptik
(tidak terkontaminasi) hasil perbanyakan secara
kultur jaringan

GLOSARIUM (Lanjutan)
Kalus embriogenik

:

Kumpulan sel hasil induksi dari sel, jaringan
atau organ pada kultur jaringan yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk embrio

Kecambah abnormal

:

Bentuk-bentuk penyimpangan embrio seperti
kecambah dengan tunas majemuk, kecambah
dengan tunas dan akar dari embrio yang berbeda

Kotiledon

:

Keping biji yang strukturnya sangat sederhana
jika dibandingkan dengan daun yang terbentuk
kemudian, biasanya kekurangan klorofil,
memegang
peranan
penting
dalam
perkembangan biji menjadi kecambah

Plantlet

:

Tanaman lengkap yang dipelihara dalam botol
hasil perbanyakan secara kultur jaringan

Plumula

:

Perkembangan embrio pada saat perkecambahan
dengan arah tegak lurus keatas (phototropism)
yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun

Radikula

:

Perkembangan embrio pada saat perkecambahan
dengan arah tegak lurus ke bawah (geotropism)
yang selanjutnya akan menjadi akar

Sub Kultur

:

Pemindahan eksplan atau inokulum ke dalam
media baru

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu tanaman
budidaya tertua di dunia (Wahdan et al. 2011), yang mendapat julukan King of
Fruits (Mukherjee & Litz 2009). Tanaman ini berasal dari daerah Semenanjung
Malaysia, kepulauan Indonesia, Thailand, Indo Cina dan Filipina (Mukherjee &
Litz 2009; Bompard & Schnell 2009) dan dapat tumbuh di daerah tropika dan
subtropika (Rajwana et al. 2011). Indonesia salah satu produsen buah mangga
dunia dengan kultivar unggulannya adalah kultivar Gedong Gincu, yang dapat
diterima dengan baik di pasar internasional, walaupun harganya relatif lebih
mahal dibandingkan kultivar mangga lainnya (Setyajit et al. 2005).
Mangga Gedong Gincu merupakan komoditas unggulan daerah yang
memiliki nilai kompetitif dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian RI pada tahun
1995 dengan Surat Keputusan (SK) No. 28/Kpts/TP.240/1/95. Mangga Gedong
Gincu adalah kultivar asli Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang dan
Kuningan (Anugerah 2009). Intensitas perkembangan pertanaman mangga
Gedong Gincu diarahkan tidak hanya sebagai maskot Majalengka tetapi menjadi
salah satu komoditas andalan ekspor (Saptana et al. 2005).
Mangga Gedong Gincu memiliki keunikan aroma dan warna yang menarik
sehingga disukai oleh konsumen. Pada kulit buahnya terdapat warna kuning
kemerahan seperti warna gincu (Gambar 1.1a). Keunggulan lainnya adalah
kandungan β-karoten mangga Gedong lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar
lainnya, dalam 100 gram daging buah mangga Gedong segar terkandung
β-karoten sebesar 215 μg, kadar ini 2.5 kali kadar β-karoten mangga Golek
(90.5 μg), 16 kali mangga Cengkir (13.5 μg), dan 17 kali mangga Arumanis
(12.5 μg) (Fitmawati et al. 2009).

a

b

c

Gambar 1.1 Karakteristik buah dan biji mangga Gedong Gincu: (a) buah mangga
Gedong Gincu, (b) biji buah mangga, (c) biji mangga Gedong Gincu
yang poliembrioni
Pengembangan mangga Gedong Gincu sebagai komoditas unggulan
terkendala oleh (1) besarnya ukuran biji yang dapat mencapai seperempat ukuran
buahnya (Gambar 1.1b), sehingga mengurangi ketebalan daging buah, (2) adanya
serangan penyakit antraknosa (busuk buah) yang disebabkan oleh cendawan

2
Colletotrichum gloeosporioides Penz. sehingga buah menjadi tidak layak untuk
dikonsumsi dan merupakan kendala dalam kegiatan pengiriman buah keluar sentra
produksi.
Pengembangan tanaman mangga di Indonesia bertujuan untuk memperoleh
klon unggul yang memiliki daya saing tinggi. Kegiatan perakitan klon unggulan
dilakukan untuk perbaikan kualitas pada buah, menghasilkan buah dengan kulit
berwarna merah. Perakitan tanaman triploid untuk menghasilkan tanaman mangga
dengan biji yang berukuran kecil (seedless) atau tanpa biji dan lebih tahan
terhadap penyakit.
Pemuliaan mangga bertujuan membentuk kultivar dengan kriteria dapat
berbuah setiap tahun, memiliki ukuran pohon yang tidak terlalu tinggi, dengan
besar buah ukuran sedang (250–300 g), tahan terhadap berbagai macam penyakit
yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri, memiliki aroma yang baik dan dapat
disimpan dalam waktu yang lama (Krishna & Singh 2007).
Pembentukan tanaman mangga dengan kriteria tersebut akan sulit dilakukan
melalui cara pemuliaan konvensional, karena mangga merupakan tanaman buah
berkayu yang memiliki fase juvenil yang panjang, self incompatibility, sedikitnya
jumlah benih yang diperoleh, penyerbukan silang yang tinggi, poliembrioni,
poliploidi dan heterozigositas, sifat panikula dan bunga yang kompleks, tingkat
kesuksesan penyerbukan buatan yang rendah, penurunan kualitas buah yang
berlebihan dan kurangnya ketersediaan gen-gen ketahanan terhadap sebagian
besar patogen dan serangga dari plasma nutfah M. indica L. yang ada (Krishna &
Singh 2007; Iyer & Degani 2009).
Keberhasilan persilangan mangga secara konvensional masih sedikit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ihsan dan Sukarmin 2008 dari 700 bunga
(Gambar 1.2a) yang disilangkan hanya menghasilkan 56 buah mangga (7.9%),
hal ini disebabkan oleh banyaknya buah hasil silangan yang tidak dapat dipanen
karena calon buah gugur dua minggu setelah penyerbukan (Gambar 1.2b).
Menurut Krishna dan Singh 2007, program pemuliaan yang paling efektif untuk
mengembangkan kultivar mangga dengan kriteria tersebut adalah pemuliaan non
konvensional dengan penerapan bioteknologi.

a

b

Gambar 1.2 Organ reproduksi mangga Gedong Gincu: (a) bunga; (b) buah hasil
penyerbukan alami
Perakitan kultivar mangga secara bioteknologi untuk memperoleh tanaman
dengan biji yang lebih kecil dapat dilakukan dengan memanfaatkan metode
embriogenesis dari eksplan sel endosperma, karena embrio yang berasal dari
endosperma bersifat triploid dan berbeda dengan embrio zigotik dalam jumlah

3
kromosomnya (Sukamto 2010). Penelitian terhadap induksi embriogenesis dari
endosperma masih terbatas, keberhasilan pembentukan embrio endospermik dari
tanaman mangga memungkinkan untuk melakukan perbanyakan klonal tanaman
triploid dan perbaikan kualitas tanaman seperti peningkatan ketahanan terhadap
patogen dengan rekayasa genetika.
Proses embriogenesis dapat berasal dari eksplan berupa embrio zigotik,
polen, sel somatik dan endosperma. Embriogenesis endosperma memiliki
keunggulan dapat menghasilkan tanaman triploid, karena endosperma adalah
jaringan triploid, terdapat pada biji yang merupakan hasil penyatuan dua inti polar
gamet betina dengan satu inti gamet jantan (Sukamto 2010). Ekspresi gen dan
akumulasi protein yang disimpan embrio zigotik sama dengan embrio somatik.
karena alasan tersebut embriogenesis juga berguna sebagai model sistem untuk
mengetahui mekanisme embriogenesis tanaman (Umehara & Kamada 2005).
Embriogenesis tanaman mangga telah berhasil dilakukan dengan asal
eksplan berbeda (Gambar 1.3) yaitu berasal dari embrio zigotik (Xiao et al. 2004),
nuselus (Ermayanti dan Deritha 2009) atau endosperma (Hanayanti 2011),
sehingga memungkinkan untuk dilakukan perbaikan tanaman untuk meningkatkan
ketahanan terhadap patogen dengan rekayasa genetika, karena faktor regenerasi
tanaman yang ditransformasi merupakan faktor sangat penting. Menurut
Pardal et al. (2004), embriogenesis merupakan jalur regenerasi tanaman yang
banyak digunakan dalam rekayasa genetika karena tanaman dapat berasal dari
satu sel.
Rekayasa genetika dengan insersi gen spesifik ke dalam genom tanaman
(transformasi) memerlukan tahapan untuk menyeleksi putatif transforman yang
dihasilkan. Metoda seleksi yang tepat sangat diperlukan untuk menyeleksi sel-sel
transforman. Salah satu seleksi yang dapat digunakan adalah seleksi dengan
senyawa antibiotik seperti kanamisin, higromisin dan ripamficin. Seleksi putatif
transforman dengan cara menumbuhkan eksplan hasil transformasi pada medium
seleksi yang mengandung antibiotik. Pemilihan jenis antibiotik yang digunakan
dalam media seleksi disesuaikan dengan gen seleksi yang ada dalam vektor.
Kegiatan seleksi ini merupakan tahap sangat penting dalam sistem transformasi
untuk membedakan tanaman transgenik dan non transgenik.
Marka penyeleksi (selectable marker) sangat penting dalam kegiatan
transformasi tanaman, gen ini berguna untuk menyeleksi dan atau membedakan
sel, jaringan, organ atau tanaman transforman. Berbagai gen penyeleksi telah
dikenal sejak ditemukannya teknik transfer gen atau rekayasa genetika. Metode
yang paling umum digunakan hingga saat ini adalah seleksi dengan gen yang
tahan terhadap antibiotik. Untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang tepat
dalam menyeleksi tanaman mangga transgenik, dilakukan uji letal dosis antibiotik
terhadap pertumbuhan embrio endospermik mangga Gedong Gincu.
Gen penyeleksi dalam vektor ada berbagai macam seperti Neomycin
phospho transferase (npt II), Hygromicin phospo transferase (hpt) dan herbisida
(bar). Gen-gen penyeleksi ini digunakan karena disamping lebih mudah diperoleh
dan digunakan, juga efektif pada berbagai tanaman baik monokotil maupun dikotil
(Rahmawati 2003). Gen penyeleksi npt II berasal dari gen E.coli transposon 5 (TN
5) dengan mekanisme seleksi ketahanan antibiotik dengan agen penyeleksi
antibiotik kanamisin (Bailey & Kaeppler 2001).

4
Perumusan Masalah
Perakitan klon mangga unggul terkendala oleh fase juvenil yang panjang,
benih yang dihasilkan sedikit, buah dengan biji yang besar dan adanya serangan
patogen pada tanaman dan buah setelah dipanen. Produksi bibit unggul tanaman
mangga tanpa biji atau berbiji kecil (seedless) dilakukan melalui pemuliaan secara
bioteknologi dengan teknik embriogenesis sel-sel endosperma. Pembentukan
embrio endospermik klonal secara massal dengan frekuensi embrio berkembang
membentuk plantlet yang tinggi dan keragaman morfologi yang rendah sangat
diperlukan. Embrio yang dihasilkan dapat digunakan untuk kegiatan perbaikan
mutu tanaman mangga guna peningkatan kualitas bibit dengan teknik rekayasa
genetika. Teknik ini memerlukan metode untuk menyeleksi putatif transforman
yang dihasilkan. Seleksi ketahanan embrio terhadap agen seleksi seperti antibiotik
perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan proses rekayasa tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk perakitan tanaman mangga
melalui perbanyakan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon
289 untuk menghasilkan tanaman triploid. Adapun tujuan secara khusus adalah
untuk: 1) Menginduksi embrio endospemik sekunder mangga Gedong Gincu klon
289, 2) mengevaluasi keragaman morfologi dan analisis histologi embrio
endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 dan 3) menyeleksi embrio
endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 dengan antibiotik
kanamisin.
Hipotesis
1. Terdapat media yang tepat untuk induksi, proliferasi, maturasi dan
perkecambahan embrio endospermik sekunder (EES) mangga Gedong Gincu
klon 289
2. Terdapat konsentrasi kanamisin yang optimal sebagai seleksi lethal terhadap
embrio transforman mangga Gedong Gincu klon 289

Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan langkah awal yang sangat penting dalam perakitan
tanaman mangga Gedong Gincu triploid, yaitu memperbanyak tanaman triploid
dengan memproduksi embrio endospermik sekunder. Secara umum manfaat
penelitian ini adalah untuk pengembangan klon tanaman unggul untuk
meningkatkan daya saing buah mangga Indonesia. Manfaat penelitian secara
khusus adalah: (1) mendapat protokol pembentukan embrio endospermik
sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 untuk produksi embrio klonal secara
massal, 2) memperoleh informasi keragaman morfologi dan analisis histologi
embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu klon 289 dan 3)

5
memperoleh letal dosis antibitiotik kanamisin untuk menyeleksi embrio
endopsermik sekunder mangga Gedong Gincu transforman dan non transforman.

Ruang Lingkup Penelitian
Embriogenesis sel endosperma mangga Gedong Gincu klon 289 dilakukan
dengan alur untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada Gambar 1.3.

Percobaan 1
Induksi embrio
endospermik sekunder
mangga Gedong Gincu
klon 289

Induksi embrio
endospermik sekunder

Proliferasi embrio
endospermik sekunder

Maturasi embrio
endospermik sekunder

Perkecambahan
embrio endospermik
sekunder

Percobaan 2
Keragaman morfologi dan analisis
histologi embrio endospermik
sekunder mangga Gedong Gincu
klon 289
Maturasi embrio endospermik
sekunder
Keragaman morfologi embrio
endospermik sekunder fase
kotiledonari
Analisis histologi embrio endospermik
sekunder dengan metode parafin

Percobaan 3
Pertumbuhan dan toleransi embrio
endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289

Hasil akhir
1. Kultur embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu
2. Data keragaman morfologi dan analisis histologi embrio endospermik
mangga Gedong Gincu
3. Konsentrasi antibiotik untuk seleksi transforman embrio endospermik
mangga Gedong Gincu
4. Protokol embriogenesis mangga Gedong Gincu
Gambar 1.3 Skema alur penelitian embriogenesis endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu klon 289

6

2

INDUKSI EMBRIO ENDOSPERMIK SEKUNDER
MANGGA GEDONG GINCU KLON 289
Abstract

The improvement of Mangifera indica L. by conventional breeding
approaches has been confounded by the long generation cycle, low fruit set, high
fruit drop, single seed per fruit and high degree of cross pollination.
Biotechnology can complement conventional breeding and expedite the mango
improvement programs. One of the technique we can used in mango crop
improvement by biotechnological methods is in vitro culture of endosperm, this
technique is an alternative method to produce triploid plants directly. This study
aims to obtain protocol mango endospermic embryos. From the experimental
results obtained plantlet regeneration protocol was developed for M.indica L.
Gedong Gincu through secondary endospermic embryogenesis. Primary
endospermic embryos (Mature cotyledons and proembryo) were cultured in
induction medium to produce secondary endospermic embryos. The best
proliferation medium for multiplication of secondary endospermic embryos was
the addition of 1 g/l poly vinyl pyrrolidone, addition of 0.4 mg/l benzyl amino
purine on medium gived the best result for maturation of inoculum derived from
the proliferation medium supplemented 2 g/l of activated charcoal. Best
germination media was with the addition of 1.5 mg/l gibberelic acid. The system
of secondary endospermic embriogenesis in mango described here represents a
permanent source of embryogenic material than may be used for mass
propagation and genetic manipulation of this crop.
Keywords: endosperm cells, endospermic embryos, phenolic absorbant, triploid
plant,

Pendahuluan
Mangga (M.indica L.) kultivar Gedong Gincu merupakan salah satu
komoditas buah unggulan ekspor Indonesia. Pemuliaan konvensional tanaman ini
terkendala oleh fase juvenil tanaman yang panjang, jumlah benih yang diperoleh
sedikit, penyerbukan silang tinggi, poliembrioni, heterozigositas, sifat panikula
dan bunga kompleks dan memerlukan area luas untuk mengevaluasi hibrida (Iyer
& Degani 2009; Krishna & Singh 2007). Hal tersebut menyebabkan lamanya
siklus seleksi dan evaluasi tanaman hasil penyilangan, karena harus menunggu
tanaman berbuah yang memerlukan waktu 3 sampai 5 tahun, sehingga tanaman
dengan sifat dan kemampuan yang baru akan diperoleh tidak kurang dari 20
tahun. Program pemuliaan paling efektif untuk mengembangkan kultivar mangga
adalah dengan pemuliaan non konvensional melalui bioteknologi. Perakitan
kultivar mangga dengan bioteknologi dapat mempercepat memperoleh galur-galur
baru yang diinginkan dan memperbaiki kekurangan genetik dari kultivar yang ada
(Krishna & Singh 2007).

7
Salah satu tahapan penting dalam rekayasa genetika tanaman adalah
ditemukannya metode regenerasi secara in vitro dari sel-sel yang tertransformasi
menjadi tanaman. Regenerasi tanaman mangga dengan kultur in vitro dapat
dilakukan melalui proses organogenesis dan proses embriogenesis somatik.
Embriogenesis somatik memiliki potensi yang sangat besar untuk perbanyakan
klonal tanaman secara massal, transformasi gen dan produksi benih sintetik.
Induksi embriogenesis pada mangga dapat dilakukan dari ekpslan yang
berbeda yaitu embrio zigotik (Xiao et al. 2004), nuselus (Ermayanti & Deritha
2009) atau endosperma (Hanayanti 2011). Keunggulan kultur endosperma dapat
menghasilkan tanaman triploid yang memiliki buah tidak berbiji atau berbiji tapi
steril. Endosperma adalah jaringan triploid yang terdapat pada biji, hasil dari
penyatuan dua inti polar gamet betina dengan satu inti gamet jantan, yang berbeda
dengan embrio dalam jumlah kromosomnya (Sukamto 2010). Pengembangan
tanaman mangga melalui kultur endosperm diharapkan dapat menghasilkan
tanaman triploid (2n=3x) yang memiliki buah dengan ukuran biji yang lebih kecil
atau tidak berbiji. Keberhasilan kultur endosperma dipengaruhi oleh umur
endosperma, formulasi media, perkecambahan dan umur kultur (Sukamto 2010).
Embriogenesis sel pada tanaman mangga secara berkelanjutan melalui
induksi embrio endospermik sekunder (EES) dilakukan dengan teknik in vitro dari
kalus embriogenik yang berasal dari embrio endospermik primer (EEP). Induksi
dan proliferasi EES dari EEP dengan frekuensi yang tinggi dan dapat beregeneresi
ke fase selanjutnya perlu dilakukan. Keberhasilan pengembangan teknik in vitro
untuk menginduksi pembentukan EES akan mendukung usaha perbanyakan
klonal tanaman yang dihasilkan (Kim et al. 2012).
Keberhasilan regenerasi embrio mangga menjadi plantlet masih terkendala
oleh adanya pengeluaran senyawa fenolik yang berlebihan, nekrosis pada
inokulum, kurangnya embrio yang bipolar dan germinasi yang terlalu cepat.
Frekuensi keberhasilan masih relatif rendah untuk mendukung penggunaan teknik
in vitro dengan tujuan produksi bibit secara komersial dan mendapatkan varian
somaklonal dengan sifat unggul tertentu. Evaluasi teknik in vitro yang dapat
meregenerasikan plantlet dengan frekuensi keberhasilan yang lebih tinggi perlu
dilakukan.
Penelitian ini bertujuan mempelajari tahapan perkembangan embrio
endospermik sekunder (EES) mangga Gedong Gincu klon 289, daya proliferasi
EES, maturasi EES dan frekuensi perkecambahan dalam pembentukan plantlet
dari embrio endospermik sekunder. Dari penelitian ini diharapkan memperoleh
protokol embriogenesis mangga Gedong Gincu klon 289.

Bahan dan Metode
Bahan Penelitian
Bahan tanam (inokulum) yang digunakan pada penelitian ini adalah embrio
endospermik primer (EEP) yang berasal dari sel endosperma mangga Gedong
Gincu klon 289 fase proembrio dan embrio fase kotiledonari (cotyledonary stage)
(Gambar 2.1).

8

a

c

b

Gambar 2.1. Inokulum embrio endospermik primer mangga Gedong Gincu: (a)
Proembrio; (b) embrio fase kotiledonari; (c) kromosom mangga
Gedong Gincu. Sumber foto a dan c Hanayanti (2011)
Inokulum yang digunakan hasil induksi kalus embriogenik dari buah
mangga Gedong Gincu klon 289 (Gambar 2.2) sebagai sumber eksplan yang
diambil dari kebun plasma nutfah Cukurgondang Pasuruan, Jawa Timur umur
3 minggu setelah anthesis (Hanayanti 2011).
Z

B

a

b

c

d

Gambar 2.2. Eksplan mangga Gedong Gincu: (a) Buah mangga dengan berbagai
ukuran umur 3 minggu setelah anthesis; (b) potongan melintang
buah mangga; (c) biji buah mangga; (d) bagian dalam biji buah
mangga; B= biji; Z= embrio zigotik
Bahan kimia yang digunakan yaitu unsur hara makro media dasar B5; unsur
hara mikro, vitamin dan Myo-inositol media dasar Murashige dan Skoog, benzyl
amino purine (BAP), naphtalene acetic acid (NAA), gibberelic acid 3 (GA3),
poly vinyl pyrrolidone (PVP), arang aktif (AA), asam amino glutamin, air kelapa,
sukrosa, agar, alkohol 96% dan 70% (v/v).
Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi: peralatan gelas,
peralatan diseksi, bunsen, hand sprayer, laminar air flow cabinet, autoclave, oven
pengering, timbangan analitik, pH meter, kamera, rak kultur dan lampu.
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan November 2011 sampai dengan
Desember 2013.

9

Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289
Inokulum yang digunakan untuk induksi pembentukan embrio endospermik
sekunder (EES) adalah dua tipe embrio endospermik primer (EEP) pada fase
proembryo dan fase kotiledonari yang dikulturkan dalam media dasar (M3)
dengan komposisi hara makro B5, hara mikro dan vitamin MS, myo inositol,
sukrosa 30 g/l, agar 5 g/l, PVP 1 g/l, NAA 1 mg/l, GA3 0.5 mg/l dan BAP 0.2
mg/l. Percobaan dilakukan dengan lima ulangan, setiap ulangan terdiri dari 6
inokulum, setiap botol berisi tiga inokulum EEP sehingga terdapat
60 satuan pengamatan. Kultur EEP diinkubasi di ruang thermostatik gelap dengan
suhu 21-22 oC selama 4 minggu hingga terbentuk EES. Peubah yang diamati
meliputi perkembangan inokulum EEP, persentase EEP yang membentuk EES,
Fase EES yang terbentuk, jumlah EES dan akar yang terbentuk pada 4 minggu
setelah dikulturkan (MSK).
Pengaruh Jenis Absorban Fenolik terhadap Daya Proliferasi Embrio
Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap satu faktor yaitu
penambahan senyawa absorban fenolik Poly Vinyl Pyrrolidone (PVP) dan arang
aktif (AA) pada media M3 (komposisi pada lampiran 1). Perlakuan yang
digunakan terdiri dari tujuh jenis media perlakuan dengan komposisi media dasar
M3 tanpa penambahan senyawa fenolik (MP1), tiga taraf penambahan PVP yaitu
0.5 g/l (MP2), 1 g/l (MP3) dan 2 g/l (MP4), tiga taraf penambahan AA yaitu
0.5 g/l (MP5), 1 g/l (MP6) dan 2 g/l (MP7). Kultur diinkubasi di ruang
thermostatik gelap pada suhu 22±3 0C selama 4 MSK. Inokulum yang digunakan
berupa proembryo yang dihasilkan pada tahap induksi embrio endospermik
sekunder. Percobaan dilakukan dengan lima ulangan, setiap ulangan terdiri dari
15 clumps berukuran 4-5 mg/clumps, setiap botol ditanam 5 clumps embrio
sehingga terdapat 525 satuan pengamatan. Peubah yang diamati meliputi
persentase pembentukan EES, warna dan struktur kalus, bobot kalus, frekuensi
proliferasi dan jumlah embrio yang terbentuk pada berbagai fase.
Maturasi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor
pertama adalah media asal inokulum (proembryo), yaitu media proliferasi embrio
endospermik sekunder yaitu MP1, MP2, MP3, MP4, MP5, MP6 dan MP7,
sedangkan faktor kedua adalah jenis media maturasi yaitu media M3 dengan
penambahan BAP 0, 0.2 dan 0.4 mg/l dengan kombinasi perlakuan pada tabel 2.1.
Inokulum yang digunakan berasal dari tahap percobaan proliferasi. Terdapat 21
kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 clumps
embrio, setiap botol ditanam lima clumps embrio fase kotiledonari sehingga
terdapat 180 satuan amatan. Kultur diinkubasi di ruang thermostatik gelap pada
suhu 22±3 0C selama 8 MSK. Pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap
peubah waktu pembentukan embrio fase kotiledonari, jumlah embrio fase
kotiledonari yang terbentuk dan warna embrio fase kotiledonari.

10
Tabel 2.1. Kombinasi perlakuan maturasi embrio endospermik sekunder mangga
Gedong Gincu
Konsentrasi
BAP (mg/l)
0
0.2
0.4

MP1
MT1
MT2
MT3

MP2
MT4
MT5
MT6

Jenis media asal (media proliferasi)
MP3
MP4
MP5
MT6
MT10
MT13
MT8
MT11
MT14
MT9
MT12
MT15

MP6
MT16
MT17
MT18

MP7
MT19
MT20
MT21

Keterangan : MP=Media Proliferasi; MT=Media Maturasi; BAP= 6-Benzyl Amino
Purine
Perkecambahan Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu
Klon 289
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap satu faktor yaitu jenis
media perkecambahan dengan penambahan Gibberelic Acid 3 (GA3). Komposisi
media dasar adalah hara makro B5, hara mikro dan vitamin MS, Myo inositol,
sukrosa 30 g/l, agar 5 g/l, AA 1 g/l, air kelapa 20% (v/v), glutamin 400 mg/l dan
GA3 yang ditambahkan yaitu 0; 0.5; 1; 1.5 dan 2 mg/l. Inokulum yang digunakan
pada tahap ini adalah embrio fase kotiledonari yang dihasilkan dari percobaan
maturasi. Percobaan yang dilakukan terdiri dari 5 jenis media perkecambahan
dengan lima ulangan, setiap botol ditanam tiga embrio fase kotiledonari sehingga
terdapat 75 satuan pengamatan. Inkubasi kultur pada ruang thermostatik terang
dengan penyinaran 16 jam perhari pada suhu 28±3 0C selama 8 MSK. Pengamatan
dilakukan pada setiap 2 minggu sampai 8 MSK terhadap pola pertumbuhan
embrio fase kotiledonari, jumlah embrio fase kotiledonari yang tumbuh, jumlah
embrio fase kotiledonari yang berkecambah dan persentase perkecambahan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menggunakan
Program SAS versi 6.12 sesuai dengan rancangannya. Jika ada pengaruh nyata
dari perlakuan analisis diteruskan untuk mencari perbedaan diantara perlakuan
dengan uji DMRT 1% dan 5%.

Hasil dan Pembahasan
Pembentukan embrio endospermik sekunder (EES) merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan laju perbanyakan embriogenesis endosperma mangga.
Embrio yang dihasilkan dapat digunakan untuk kegiatan perbanyakan bibit secara
klonal dan untuk keperluan transformasi genetik. Perbanyakan tanaman melalui
embriogenesis menurut George dan Sherington (1993) secara umum melalui
empat fase yaitu (1) induksi embrio, (2) proliferasi embrio, (3) pematangan
embrio dan (4) perkecambahan embrio.
Tahapan perkembangan EES yang terbentuk dari EEP memiliki pola seperti
tersaji pada Gambar 2.3 yaitu fase proembyro (PE), embrio fase globular (EG),
embrio fase torpedo (ET), embrio fase hati (EH) dan embrio fase kotiledonari
(EK). Pola ini juga terjadi pada mangga kultivar Ratnagiri (Malabadi et al. 2011).

11
Menurut Arnold et al. (2002) pola perkembangan lebih lanjut pada
embriogenesis mengacu pada pola perkembangan embrio zigotik untuk spesies
dikotil yaitu tahap globular, hati, torpedo dan kotiledon.

a

b

c

d

e

Gambar 2.3 Fase perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289: (a) proembryo; (b) embrio fase globular; (c) embrio
fase hati; (d) embrio fase torpedo; (e) embrio fase kotiledonari
Induksi Embrio Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289
Pembentukan embrio endospermik sekunder (EES) dari inokulum EEP
berupa Proembryo (PE) dan embrio fase kotiledonari (EK) terjadi pada 4 MSK
dalam media induksi dengan pola pertumbuhan EES yang berbeda. Inokulum EEP
berupa embrio fase kotiledonari yang dikulturkan dalam media induksi (Gambar
2.4a) berkembang membentuk EES berwarna kuning kehijauan langsung dari
inokulum, tanpa pembentukan kalus embriogenik. Embrio endospermik sekunder
tumbuh dari pinggir kotiledonari dan bagian kotiledonari yang terpotong (Gambar
2.4b). Inokulum EEP lainnya hanya tumbuh radikula tanpa pembentukan EES
(Gambar 2.4c).

a

b

e

f

c

d

g

h

Gambar 2.4 Induksi embrio endospermik sekunder (EES) dari embrio
endospermik primer (EEP) mangga Gedong Gincu klon 289 pada 8
MSK: (a) inokulum EEP fase kotiledonari; (b) pembentukan EES
langsung pada hipokotil; (c) inokulum EEP yang berakar; (d)
inokulum EEP fase Proembrio, (e) pembentukan EES dibagian atas
EEP, (f) EES struktur kompak, (g) embrio fase torpedo pada EES,
(h) EEP yang tidak beregenerasi

12
Embrio endospermik sekunder dari inokulum proembrio (Gambar 2.4d)
tumbuh sel embriogenik diatas EEP (Gambar 2.4e) dengan struktur kompak, keras
dan memiliki warna putih kekuningan (Gambar 2.4f), ada yang membentuk EES
fase torpedo (Gambar 2.4g) dan ada EEP yang tidak berkembang membentuk
EES. Inokulum EEP yang tidak berkembang warnanya menjadi hitam dengan
struktur kalus yang remah (Gambar 2.4h), tipe kalus ini adalah tipe non
embriogenik.
Struktur kalus EES yang terbentuk pada penelitian ini berbeda dengan
struktur kalus EEP, yang berstruktur remah dan berwarna putih kekuningan dan
putih krem (Hanayanti 2011). Pada penelitian ini struktur kalus EES yang remah
adalah kalus yang tidak embriogenik dan tidak beregenerasi ke tahap embrio
selanjutnya. Induksi kalus embriogenik yang tinggi dapat dicapai dengan
melakukan sub kultur yang kontinu pada media baru setiap 2 minggu (Kumar &
Kumari 2010).

Tabel 2.2 Perkembangan embrio endospermik primer mangga Gedong Gincu
klon 289 pada media induksi embrio

30

Σ EEP yang
membentuk
EES
29

9.07 ± 0.7

0

30

11

0

0

Inokulum
EEP

Σ
EEP

PE
EK

Keterangan:

Fase EES yang terbentuk per EEP
PE

EG EH

ET

EK

0

0.33 ± 0.35

0

0

0.97 ± 0.7

2.4 ± 0.82

EEP=Embrio Endospermik Primer; EES=Embrio Endospermik
Sekunder;
PE=Proembryo,
EG=Embrio
Fase
Globular;
ET=Embrio Fase Torpedo; EH=Embrio Fase Hati dan
EK= Embrio Fase Kotiledonari

Perkembangan inokulum EEP pada fase proembryo menghasilkan EES pada
fase PE dan ET, sedangkan pada inokulum EEP fase kotiledonari menghasilkan
EES pada fase ET dan EK. Inokulum EEP berupa EK menghasilkan akar, hal ini
tidak terjadi pada inokulum PE. Pembentukan EES dari PE lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pembentukan EES dari inokulum EK (Tabel 2.2). Menurut
Kim et al. (2012), embrio sekunder sebagian besar tumbuh pada bagian hipokotil
ujung calon akar. Pola pertumbuhan tersebut terjadi pada pembentukan EES pada
eksplan berupa Embrio fase kotiledonari. Ukuran EES yang tumbuh sekitar 1-3
mm pada fase torpedo atau berbentuk seperti terompet dan telah membentuk
struktur embrio lengkap yaitu fase kotiledonari, dan ada beberapa inokulum yang
membentuk akar (Tabel 2.3)

13
Tabel 2.3 Perkembangan akar embrio endospermik primer mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media induksi embrio
Akar yang terbentuk
Σ EEP yang
Inokulum
Σ
membentuk
EEP
EEP
Akar Jumlah rata-Rata Panjang rata-rata
EES
PE
30
29
Tidak
0
0
EK
30
11
Ya
0.50 ± 0.32
0.97 ± 0.50
Keterangan: EEP= Embrio Endospermik Primer; EES=Embrio Endospermik
Sekunder;
PE=Proembryo,
EG=Embrio
Fase
Globular;
ET=Embrio Fase Torpedo; EH=Embrio Fase Hati dan
EK=Embrio Fase Kotiledonari
Pengaruh Jenis Absorban Fenolik terhadap Daya Proliferasi Embrio
Endospermik Sekunder Mangga Gedong Gincu Klon 289
Penambahan absorban pada media proliferasi EES bertujuan untuk
menyerap senyawa fenolik yang dihasilkan oleh inokulum yang ditanam, yang
dapat menghambat proliferasi embrio. Absorban PVP dan AA memberikan
pengaruh yang nyata terhadap respon embrio mangga Gedong Gincu pada
persentase pembentukan EES. Respon terendah terdapat pada perlakuan tanpa
penambahan absorban fenolik, dimana pada 4 MSK warna kalus berubah menjadi
hitam dengan struktur remah. Toksisitas senyawa fenolik kemungkinan
disebabkan oleh ikatan reversibel antara hidrogen dan protein, oksidasi fenolik
yang berubah menjadi quinon dan senyawa lain (polimernya) menyebabkan
pencoklatan medium dan kematian eksplan (Hutami 2008).

a

e

b

c

f

d

g

Gambar 2.5 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong
Gincu klon 289 pada media perlakuan jenis absorban senyawa
fenolik umur 4 MSK: (a) embrio yang ditumbuhkan pada media
tanpa absorban; (b) PVP 0.5g/l; (c) PVP 1g/l; (d) PVP 2 g/l; (e) AA
0.5 g/l; (f) AA 1 g/l; (g) AA 2g/l. PVP=poly vinyl pyrrolidone;
AA=Arang Aktif

14
Embrio endospermik sekunder (EES) dengan struktur kompak dan berwarna
putih adalah embrio yang memiliki sifat embriogenik sehingga dapat beregenerasi
menjadi fase embrio selanjutnya (Gambar 2.5c dan 2.5g). Proses proliferasi satu
atau sekelompok kecil sel di permukaan embrio akan membentuk embrio
sekunder (Pardal 2004). Penambahan PVP 1 g/l pada media proliferasi
menghasilkan struktur kalus kompak terbanyak yaitu sebesar 73.33% dengan
embrio yang berwarna putih. Peningkatan konsentrasi PVP meningkatkan
persentase struktur EES dan warna EES tetapi tidak demikian dengan
penambahan arang aktif (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Perkembangan embrio endospermik sekunder mangga Gedong Gincu
klon 289 pada media proliferasi dengan absorban senyawa fenolik
umur 4 MSK
Jenis media
(Perlakuan absorban)
Absorban 0 g/l (MP1)
PVP 0,5 g/l (MP2)
PVP 1 g/l (MP3)
PVP 2 g/l (MP4)
AA 0,5 g/l (MP5)
AA 1 g/l (MP6)
AA 2 g/l (MP7)
KK(%)

Σ
EEP
(clu
mps)
75
75
75
75
75
75
75

Warna EES (%)

Struktur EES (%)

Pembentuk
an EES
(%)

H

PH

P

R

KR

K

69b
91a
98a
93a
91a
96a
96a
11.17

24.44 a
15.56 b
0.00 c
0.00 c
2.22 c
2.22 c
0.00 c
3.87

40.00 a
31.11 a
2.22 b
6.67 b
11.11 b
6.67 b
2.22 b
5.84

35.56 c
53.33 b
93.33 a
88.89 a
86.67 a
91.11 a
97.78 a
3.94

75.56 a
60.00 a
6.67 b
11.11 b
11.11 b
8.89 b
11.11 b
10.89

15.56
26.67
20.00
33.33
40.00
40.00
42.22

8.89 b
15.56 b
73.33 a

Dokumen yang terkait

Chiling Injury in Green Mature 'Gedong Gincu' Mango Fruits Based on the Changes in Ion Leakage

0 2 3

Fruitfly eggs and larvae disinfestation in gedong gincu mango (Mangifera indica) by vapor heat treatment technique

0 3 133

Non Destructive Prediction of Ripe-Stage Quality of Mango Fruit CV Gedong Gincu Stored in Low Temperature by NIR Spectroscopy

0 4 3

Non Destructive Prediction of pH in Mango Fruits cv. Gedong Gincu Using NIR Spectroscopy

0 3 1

Fruitfly eggs and larvae disinfestation in gedong gincu mango (Mangifera indica) by vapor heat treatment technique

1 19 74

Effects of Preprocessing Techniques in Developing a Calibration Model for Soluble Solid and Acidity in 'Gedong Gincu' Mango using NIR Spectroscopy

0 3 1

Detection of Chilling Injury in Mango Fruits cv Gedong Gincu by Using Near Infrared Spectroscopy

0 5 120

ANALISIS SALURAN TATANIAGA PENANGKARAN BIBIT MANGGA GEDONG GINCU (Mangifera indica, L.) DI KABUPATEN MAJALENGKA CHANNEL ANALYSIS TRADING SYSTEM GEDONG GINCU MANGO (Mangifera indica, L.) SEEDS BREEDING IN MAJALENGKA

0 0 6

NILAI EKONOMI PENGENDALIAN LALAT BUAH PADA MANGGA GEDONG GINCU: STUDI KASUS DI DESA JEMBAR WANGI KECAMATAN TOMO, SUMEDANG ECONOMIC VALUE OF FRUIT FLIES CONTROL ON GEDONG GINCU MANGO: CASE STUDY AT JEMBAR WANGI VILLAGE TOMO SUB DISTRICT, SUMEDANG

0 0 12

Pembentukan Embrio Endospermik Sekunder Mangga (Mangifera indica L.) Gedong Gincu Klon 289 Secondary Endospermic Embryos Formation in Mango (Mangifera indica L.) Gedong Gincu Clone 289

2 2 8