Sumber daya jaringan komputer Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS

63 11 Cetak daftar uang muka 12 Cetak daftar bon sementara 13 Cetak jurnal memorial 14 Cetak transaksi mutasi bank 15 Cetak ulang kwitansi perawatan 16 Cetak tagihan perawatan 17 Cetak penerimaan perawatan 18 Cetak pembayaran hutang 19 Laporan kas bank per nomor cek BG 20 Cetak tagihan ke debitur 21 Cetak pengalihan biaya perawatan 22 Cetak potongan biaya perawatan 23 Cetak subsidi biaya perawatan

4. Sumber daya jaringan komputer

Network Resources Sumber daya jaringan ini mencakup teknologi telekomunikasi seperti internet, intranet dan ekstranet. Sumber daya jaringan juga disebut juga Local Area Network LAN. Sumber daya ini menggunakan server untuk mendukungnya dan letaknya juga jangan terlalu jauh atau terhalang-halang untuk mendapatkan jaringan yang mendukung. Adapun bentuk jaringan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB adalah segaia berikut : Gambar 5.14 Jaringan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau – INFODATA 64 Sumber : Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan 2015 Koneksi jaringan menggunakan LAN, segala aktifitas dari apliaksi SIM RS yang ada di setiap bagian, semuanya terpusat di Server jantung data, termasuk database juga berada di Server. Adapun jaringan pada SIM RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan dibagi kedalam beberapa bagian, yakni: 65 1 Pendaftaran Rawat Jalan ke bagian Rekam Medik, untuk koneksi printer Tracer. 2 Dari Server ke Charging rawat jalan secara terpusat. 3 Dari Tracer di Rekam Medik ke bagian Yanmasum untuk pencatatan keuangan. 4 Dari Server ke bagian BPJS, namun ini tidak Bridging karena fungsinya hanya untuk membuka jaringan di Rumah Sakit. 5 Dari Server ke bagian Farmasi. 6 Dari Server ke bagian pendaftaran Rawat Inao IGD. 7 Dari Server ke bagian Billing atau dengan kata lain perjalanan status. 8 Dari Server ke bagian Penunjuang Rawat Inap seperti: Radiologi dan Laboratorium. 9 Dari Server ke tempat penyimpanan Rekam Medik.

5. Pemantauan

monitoring Pemantauan merupakan suatu komponen penting dilakukan, untuk memantau secara berkala data-data yang dimasukkan, yang bertujuan untuk menjamin keakuratan informasi yang tersedia. Monitoring merupakan bagian dari komitmen pimpinan dalam pelaksanaan SIM RS. Bentuk monitoring yang dilakukan oleh bagian Server, selaku pusat dari semua data yang ada di SIM RS ada 3 hal yang dilakukan yakni : 1 Monitoring SDM : dilakukan pengecekan setiap hari dan setiap akan berkerja di pagi hari, anggota SIM RS akan melakukan laporan pagi kepada Kepala Pengendali SIM RS. 66 2 Monitoring Server : dilakukan setiap 5 hari kerja setiap minggunya. Ini dilakukan untuk melakukan pengecakan terhadap kemanan sistem dan jaringan yang ada di server serta kinerja SDM selama seminggu. 3 Monitoring Data : semua yang dikerjakan oleh SDM terlihat pada server, jadi dilakukan pengecekan setiap hari agar diketahui apa saja yang dilakukan SDM setiap harinya, ini juga menjadi bahan evaluasi bagi SDM untuk SIM RS di rumah sakit. 67

BAB VI ANALISIS DATA

Dalam bab ini penulis menyajikan analisis data, yaitu penyusunan secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya ke dalam unit-unit dan menyusunnya ke dalam pola sehingga dapat dipahami baik oleh peneliti sendiri maupun orang lain. Adapun analisis yang dilakukan yakni analisis kualitatif, dengan tetap mengacu pada hasil interpretasi data dan informasi tersebut sesuai dengan fokus penelitian. Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu bahwa perkembangan IT yang semakin pesat dan kompleks serta berpengaruh pada perubahan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali juga pada bidang kesehatan. Rumah Sakit sebagai instansi penyedia sarana kesehatan dalam operasionalisasinya dituntut untuk lebih profesional selain dalam pelayanan yang diberikan juga pada administrasinya. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS merupakan sebuah langkah dari kebijakan yang dibuat Kementerian Kesehatan untuk mendukung tercapainya profesionalitas dikalangan Rumah Sakit. Harapan akan pelayanan kesehatan yang lebih baik, cepat, akurat, informatif, efisien serta akuntabel akan terwujud apabila SIM RS dikelola dengan serius dan benar, dan pada gilirannya juga akan memberikan kemudahan bagi kinerja pihak Rumah Sakit dan pasti akan menghasilkan respon yang positif dari masyarakat. Di dalam menganalisis data yang telah penulis sajikan pada bab sebelumnya, penulis akan menyesuaikan dengan teori-teori tentang implementasi dengan variabel yang penulis sudah 68 tetapkan sebelumnya, yakni menggunakan 4 variabel implementasi kebijakan menurut Georger C. Edwards III yakni komunikasi, struktur birokrasi, sumber daya serta disposisi.

6.1 Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS

Semua proses kebijakan publik merupakan tahapan yang penting dan harus dilalui demi mencapai hasil dari suatu kebijakan. Salah satunya adalah, implementasi kebijakan publik yang merupakan pelaksanaan dari suatu keluaran kebijakan peraturan perundang-undangan oleh organisasi pelaksana kebijakan. Tujuan kebijakan tidak akan tercapai tanpa adanya tindakan implementasi. Implementasi kebijakan juga merupakan sebuah proses yang kompleks dan panjang. Pemahaman yang paling penting bagi peneliti kebijakan dari proses implementasi adalah untuk dapat mengidentifikasi variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah implementasi kebijakan. Maka, akan ditemukan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan implementasi, pada gilirannya akan sangat membantu dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan proses implementasi kebijakan kedepannya. George C. Edwards dalam mengemukakan bahwa implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi 69 sampai merugikan masyarakat. Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards memiliki 4 variabel yang merupakan faktor untuk mempengaruhi impelmentasi kebijakan, yaitu komunikasi, struktur birokrasi, disposisi dan juga sumber daya. Telah dikemukakan sebelumnya pada Undang - Undang No. 40 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada pasal 11 dan pasal 52 bahwa Sistem Infromasi merupakan bagian dari prasarana rumah sakit. Setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS. Sistem informasi juga dianggap pemerintah merupakan wujud dari informasi kesehatan yang dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan upaya kesehatan yang efektif dan efisien, hal ini dituang dalam Undang-Undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Untuk menopang pernyataan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan PERMENKES No. 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS yang menetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib menyelenggarakan SIM RS dan melaksanakan pengelolaan serta pengembangannya. SIM RS yang diselenggarakan menggunakan aplikasi open source yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan atau dibuat oleh rumah sakit. Hal ini tentu memudahkan pihak Rumah Sakit untuk memilih aplikasi seperti apa yang akan diterapkan dilingkungan rumah sakit tersebut, mengingat keadaan rumah sakit yang berbeda-beda, baik itu dari segi budaya organisasi maupun lingkungannya, yang mengakibatkan perbedaan kebutuhan dalam tingkat pelaksanaan SIM RS. Pada rumah sakit pemerintah dan swasta sudah pasti 70 berbeda dalam pelaksanaan SIM RS. Seperti halnya rumah sakit tingkat II Putri Hijau Medan, yang merupakan rumah sakit milik TNI –AD yang mana kita ketahui bahwa rumah sakit tersebut adalah milik TNI –AD yang juga termasuk pada bagian dari rumah sakit milik pemerintah. Jika dlihat dari cara pelaporannya setiap bulan, selain kepada Direktorat Angkatan Darat, rumah sakit tersebut juga melakukan pelaporan kepada Kementerian Kesehatan. Kinerja TNI-AD yang menjunjung kedisiplinan harus terwujud dalam setiap bagiannya termasuk juga rumah sakit TNI-AD. Maka dari itu, dalam memberikan pelayanan kesehatan, rumah sakit juga mengutamakan hal tersebut. Dalam pemilihan provider aplikasi SIM RS, rumah sakit bekerja sama dengan pihak swasta, karena mereka mempunyai kriteria tersendiri dalam memberikan pelayanan, walaupun pada dasarnya pelayanan yang diberikan adalah sama namun ada pembedaan antara pasien umum dengan pasien anggota TNIPNS maupun keluarga, perbedaannya adalah pada status pasien yakni pasien yang merupakan anggota TNIPNS memiliki NIP anggota, nama satuan dan pangkat serta golongan. Maka dari itu, mereka menginginkan SIM RS yang dapat mengakomodir hal-hal tersebut, yakni bisa membedakan antara pasien TNIPNS beserta keluarga dengan pasien umum. Secara umum dari segi pelayanan yang diberikan adalah sama, tidak ada pembedaan antara pasien umum dengan pasien dinas TNIPNS beserta keluarga. Dalam melaksanakan SIM RS, rumah sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan bisa dikatakan cukup serius, karena mereka memang menginginkan adanya kemudahan dalam kinerja mereka melalui pelaksanaan SIM RS. Mereka terus melakukan perubahan dan perbaikan dalam sistem, ini terlihat dari 71 penuturan informan utama yakni provider aplikasi yang ada di SIM RS telah diganti dari provider yang lama ke provider yang baru, hal ini dikarenakan provider SIM RS yang lama tidak dapat mengakomodir kebutuhan mereka secara maksimal yakni provider yang lama tidak dapat memberikan output seperti yang diinginkan, mereka hanya bisa meng-input data tanpa ada output yang dihasilkan, tentu ini sangat tidak efisien bagi mereka, selain itu juga tidak efektif, harus melakukan penghitungan dan pendataan secara manual ulang. Selain itu juga, provider SIM RS yang lama juga kebanyakan digunakan oleh rumah sakit swasta, hal ini tentu ada perbedaan yang jauh dari pelaksanaan manajemen rumah sakit. Pelaksanaan SIM RS dengan bekerjasama dengan pihak provider yang baru, sedang berjalan selama 2 minggu, ini merupakan masa percobaan dari sistem tersebut. Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau bekerja sama dengan PT. INFODATA PERDANA sebagai provider SIM RS yang baru. Dimana, pihak rumah sakit sendiri telah mengetahui track record provider tersebut yang sebelumnya juga sudah digunakan oleh salah satu rumah sakit TNI yang ada di Jawa. Selama melaksanakan SIM RS sejak tahun 2012, ada peningkatan dalam pelayanan yang dirasakan oleh pasien sendiri. Berdasarkan hasil kuesioner kepada responden yakni pasien yang sedang menjalani rawat inap dan telah dipaparkan di bab penyajian data sebelumnya, sebagian besar pasien merasa pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit semakin baik, dari segi administrasi maupun pelayanan, mereka mengaku pelayanan yang diberikan lebih cepat dan tidak berbelit-belit karena mereka selalu mendapatkan informasi yang jelas. Pada tabel 5.6 terlihat bahwa sebanyak 22 orang 73,3 responden mengungkapkan mereka 72 mendapatkan pelayanan yang cepat pada saat melakukan pendaftaran sebagai pasien. Kemudian, pada tabel 5.7 mengenai proses pendaftaran pasien di rumah sakit, sebanyak 30 orang responden berada di indikator sangat mudah, cukup mudah dan mudah. Pada Tabel 5.8 mengenai pengurusan administrasi di rumah sakit seperti registrasi dan apotek sebanyak 22 orang 73,4 responden mengatakan baik. Lalu pada tabel 5.11 mengenai kecepatan pelayanan yang diberikan pada saat diputuskan untuk menjalani rawat inap sebanyak 29 orang responden berada di indikator sangat cepat, cukup cepat dan cepat. Pada Tabel 5.14 mengenai pelayanan administrasi yang diterima tidak berbelit-belit dan menyulitkan, sebanyak 30 orang responden berada di indikator sangat mudah, cukup mudah dan mudah. pada tabel 5.16 mengenai kecepatan dan ketepatan pelayanan yang diberikan selama dirawat, sebanyak 29 orang 96,7 mengatakan baik. Pada tabel 5.18 mengenai penyelesaian administrasi selama dirawat hingga menjelang pulang sebanyak 29 orang berada di indikator sangat baik dan cukup baik. Dari jawaban-jawaban responden tersebut sudah terlihat bahwa adanya kepuasan dari pasien selama menjalani rawat inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan, pasien merasa tidak ada proses yang berbelit-belit yang diterima serta tidak menunggu lama untuk mendapatkan konfirmasi untuk tingkat perawatan selanjutnya, seperti misalnya sebelum masuk keruangan rawat inap, untuk sementara waktu pasien harus menunggu di IGD untuk melakukan pemeriksaan awal dan mendapatkan kabar mengenai ruangan yang tersedia, mereka mengatakan dalam kurun waktu tidak sampai setengah jam mereka sudah mendapatkan kabar mengenai ruangan rawat inap. Hal ini yang 73 sangat disenangi pasien, yakni mendapatkan kecepatan, ketepatan dan kepastian dalam pelayanan. Jawaban-jawaban dari pasien seperti inilah yang dibutuhkan oleh pihak rumah sakit dalam meningkatkan pelayanannya. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan, Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau telah memenuhi asas pelayanan kesehatan yang ada, yakni asas perikemanusiaan, asas keseimbangan, asas manfaat, asas pelindungan, asas penghormatan, asas keadilan, asas nondiskriminatif dan asas norma agama, mereka tidak pernah menolak pasien yang datang, pasien akan ditangani semampu mereka, jika tidak mampu pihak rumah sakit akan merujuknya kerumah sakit lain yang dianggap mampu untuk menangani penyakit pasien. Maka dari itu pihak rumah sakit mengharapkan sistem aplikasi SIM RS yang bisa mengakomodir hal-hal seperti ini, yang juga berpengaruh terhadap pertolongan yang diberikan kepada pasien dengan cepat. Inilah sebabnya kenapa SIM RS itu memang sangat dibutuhkan di rumah sakit, tidak hanya memudahkan kinerja para petugas dirumah sakit tetapi juga akan berdampak pada pelayanan yang diberikan. Dan rumah sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan cukup berhasil dalam mengimpelementasikaan SIM RS, jika dilihat dari persepsi pasien sendiri. Tetapi jika dilihat dari persepsi meningkatkan kinerja pegawai atau petugas yang ada, SIM RS masih memiliki kekurangan, namun dengan adanya komitmen dari pimpinan dan dukungan dari anggota yakni pegawai ataupun petugas, SIM RS masih terus terlaksana dengan perbaikan yang terus menerus dilakukan. Secara keseluruhan, untuk sistem aplikasi SIM RS yang ada di rumah sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB, seperti sebelumnya telah dikatakan bahwa 74 sedang dalam percobaan dan pemasangan alat jaringan untuk sistem yang baru. Pemasukan data di dalam sistem yang baru pun sedang dilakukan, serta pemasangan kabel-kabel penghubung hub juga belum lama selesai dilakukan, sehingga mereka terus melakukan usaha agar sistem bisa aktif sepenuhnya dan bisa langsung cepat terkoneksi agar bisa cepat membantu kinerja mereka. Untuk memahami bagaimana implementasi SIM RS di Rumah Sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang ada, peneliti akan melakukan analisis berdasarkan 4 variabel implementasi kebijakan dari George C. Edwards, yakni sebagai berikut :

A. Analisis Struktur Birokrasi

Dalam struktur birokrasi harus ada prosedur tetap bagi pelaku kebijakan dalam melaksanakan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai. Struktur birokrasi memiliki dua indikator yakni struktur organisasi rumah sakit yang menangani pelaksanaan SIMRS atau dengan kata lain, fragmentasi yakni pembagian atau penyebaran wewenang dan sumber daya yang ada untuk melaksanakan suatu kebijakan dan ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan SIM RS sesuai dengan berbagai ketentuan yang telah diatur atau SOP Standart Operating Procedure. Kuhn menyatakan bahwa kesuksesan sebuah proyek, 80 bergantung pada pengembangan keterampilan sosial dan politik dari pengembang dan 20 bergantung dari implementasi teknologi hardware dan software. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan dari rumah sakit sebagai salah satu pemeran dalam 75 pengembangan rumah sakit memiliki andil yang besar dalam menentukan kesuksesan SIMRS. Mengenai kebijakan pelaksanaan SIM RS di lingkungan Rumah Sakit tingkat II Kesdam IBB Medan, telah diatur bersama dengan susunan struktur organisasi dalam pelaksanaan SIM RS dengan jelas dicantumkan dalam Keputusan Kepala Rumkit TK.II Putri Hijau No: SKMKI10122014 tentang Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dikatakan bahwa suatu rumah sakit modern harus dilengkapi dengan bagian Informasi kesehatan Infokes yang terstruktur dalam sebuah organsiasi dan dikelola secara efisien, efektif dan modern. Bagian Infokes harus bertanggung jawab atas kelengkapan, kebenaran, ketelitian dan melaksanakan pemeliharaan Sistem Informasi Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau agar tersedianya aplikasi SIM RS. Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, bagian Infokes harus terorganissir dan dikelola sebagaimana mestinya sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa SIM RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau berada dibawah pengelolaan Infokes, namun selama berada dilapangan peneliti diarahkan untuk melakukan penelitian kepada Seksi Pelayanan Medis Siyanmed, menurut penuturan pembimbing peneliti selama dilapangan, seksi Pelayanan Medis juga mengetahui seluk beluk pelaksanaan SIM RS karena semua yang berhubungan dengan SIM RS di-monitoring oleh Seksi Pelayanan Medis. Awalnya peneliti merasa ragu, namun keraguan itu dapat ditepis karena, Seksi Pelayanan Medis memiliki segala informasi mengenai SIM RS, mulai dari pelaksanaan hingga proses berjalannya sistem, bahkan peneliti mengumpulkan data sekunder dari Seksi Pelayanan Medis, dan tidak hanya itu, jika diperhatikan juga dari jawaban 76 informan yang lain terhadap pedoman wawancara yang diberikan hampir sama dengan jawaban Seksi Pelayanan Medis. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap bagian yang ada hubungannya dengan pelaksanaan SIM RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau mengetahui dan memahami alur pelaksanaan SIM RS, dari proses pelaksanaan hingga pertanggung jawaban dalam laporan. Diakui informan bahwa hal ini akan terus berlangsung hingga masa uji coba sistem selesai, sekitar 3 atau 6 bulan kedepan. Namun hal seperti ini sebaiknya jangan dibairkan terlalu lama, karena akan menimbulkan kesenjangan dalam pembagian job description masing-masing bagian, atau dengan kata lain tumpang tindih terhadap pembagian tugas. Selain itu, dalam operasionalisasinya ada bagian Pengendali SIM RS yang juga bertanggung jawab menyampaikan laporan kepada bagian seksi Pelayanan Medis setiap harinya. Kepala Pengendali SIM RS dapat dikatakan kinerjanya sudah bagus, sering melakukan pengecekan setiap hari ke ruangan atau bagian yang terkoneksi SIM RS, ini merupakan sebuah bukti komitmen dari pelaksana langsung dari SIM RS sendiri. Dalam pelaksanaan SIM RS yang sudah dilaksanakan sejauh ini di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan dapat dikatakan semakin membaik, walaupun ada berbagai hambatan yang masih dirasakan, namun itu menjadi bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit untuk lebih berusaha dalam menuntaskan berbagai hambatan tersebut. Hambatan yang dirasakan diantaranya adalah data yang tidak dapat di migrasi ke sistem yang baru sepenuhnya, kemudian data tersebut juga sudah harus ada di dalam komputer seperti data tindakan, data obat, data tarif. Selain masalah data, hambatan lain yang ada adalah kejelasan fasilitas ruangan 77 rawat inap seperti kelas I, kelas II dan kelas III, karena data dasar seperti ini nanti juga akan menjadi dasarnya di dalam sistem, maka harus dibuat jelas. Hambatan yang lain lagi adalah pemecahan tindakan dokter seperti tarif dokter, tarif perawat serta pajaknya. Selain yang telah disebutkan, hambatan yang lain adalah hambatan yang berupa sumber daya manusia yang masih kurang, yakni untuk tenaga charging di rawat inap. Dari segi struktur birokrasi pelaksanaan SIM RS sudah pada bagian yang tepat dan dikelola dengan baik dengan adanya komitmen yang kuat untuk melakukan perbaikan pada sistem yang ada, yang nantinya akan terus dilakukan secara bertahap menuju ke model sistem yang lebih baik agar kedepannya dapat menghasilkan hasil dari sistem yang sesuai dengan yang diinginkan oleh institusi sendiri seperti sistem yang mandiri dan dukungan dari SDM yang juga harus kuat. Dari segi ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan SIM RS sesuai dengan berbagai ketentuan yang telah diatur atau SOP Standart Operating Procedure, untuk pelaksananya sendiri sudah tepat karena mereka terus melakukan koordinasi setiap harinya dan masing-masing memahami tugasnya masing-masing seperti bagian pelaksana, bagian monitoring dan bagian pelaporan dan juga mereka saling membantu satu sama lain ketika ada kendala yang dirasakan dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

B. Analisis Sumber Daya

Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan jalannya suatu kebijakan, tanpa sumber daya kebijakan tidak akan berjalan dengan baik. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas 78 dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan maka tidak akan berjalan dengan efektif. Sumber daya yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan dapat berwujud, seperti sumber daya manusia, sumber daya fasilitas dan sumber daya finansial. Van Meter daan Van Horn menyebutkan bahwa sumber daya yang dimaksud mencakup dana atau perangsang incentive lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. Sementara George Edward III menyebutkan sumber daya yang penting dalam implementasi meliputi: staf yang memadai keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan untuk implementasi kebijakan publik. Ketersediaan sumber daya manusia dalam pelaksanaan suatu kebijakan merupakan soal yang sangat penting. Meskipun demikian, perlu juga diketahui bahwa jumlah staff tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi yang berhasil. Ini juga dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh pimpinan ataupun staff itu sendiri, namun disisi lain kurangnya staff juga akan menimbulkan persoalan menyangkut implementasi kebijakan yang efektif. Artinya kebutuhan akan sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu kebijakan harus terpenuhi secara kualitas dan kuantitasnya. Peneliti telah memaparkan jumlah anggota atau petugas khusus operator SIM RS sendiri berdasarkan penuturan informan sebanyak 30 orang yang menempel disetiap bagian yang terkoneksi SIM RS seperti pendaftaran dan charging rawat jalan, pendaftaran dan charging IGD rawat inap, ruangan rawat inap, OKICU, laboratorium, radiologi dan farmasi. Namun pihak rumah sakit 79 tidak menetapkan jumlah staff khusus operator ini, jika diperlukan mereka akan melakukan penambahan. Dari pernyataan seorang informan, anggota sebanyak 30 orang ini dirasa masih kurang, terutama untuk bagian charging, namun untuk sekarang ini penambahan belum dilakukan karena fasilitas komputer di setiap ruangan rawat inap juga masih belum tersedia. Jadi untuk petugas operator SIM RS, setiap harinya mereka berkeliling ke setiap ruangan untuk mengambil status pasien dan melakukan input ke dalam sistem. Terkadang ini menjadi masalah, apabila petugas tersebut terlalu lama menahan status tersebut, perawat yang ada diruangan menjadi kesulitan apabila ingin mencatat perawatan yang ada untuk pasien, harus mencari keberadaan status pasien yang bersama petugas operator SIM RS tadi. Hal tersebut memang harus terpaksa terjadi demikian, karena para petugas operator SIM RS itu sendiri mempunyai sistem kerja mereka yang berkelilling ke setiap ruangan setiap harinya untuk sementara waktu ini sampai SIM RS bisa berjalan dengan sempurna, sedangkan jumlah pasien dalam satu ruangan perawatan bisa mencapai 6 sampai 10 pasien di tiap ruangan dan ruangan perawatan rawat inap ada 12 ruangan. Jika dianalisis dari segi sumber daya manusia, anggota operator SIM RS terutama yang khusus menjadi operator SIM RS sebagian besar mereka berasal dari tenaga sukarela TKS atau dengan kata lain honor, namun sebagian besar dari mereka dipilih yang memang dasar pendidikannya adalah kesehatan seperti tamatan D3 Keperawatan, Sarjana Kesehatan Masyarakat, Sarjana Farmasi, karena mereka lebih mengetahui mengenai alur dan tindakan-tindakan yang ada di rumah sakit sedangkan untuk pemahaman terhadap sistem itu sendiri, sebelum ditempatkan sebagai petugas operator SIM RS. Masing-masing anggota SIM RS 80 telah menerima pelatihan untuk menjalankan sistem itu sendiri. Hal ini menjadikan pelaksanaan keinginan untuk melaksanakan SIM RS semakin maksimal dan ini merupakan suatu bukti bahwa adanya dukungan dari para petugas, yakni petugas operator SIM RS. Sumber daya finansial atau dana juga merupakan hal yang akan sangat penting dalam memaksimalkan keberhasilan suatu kebijakan. Menurut penuturan informan, mengenai pembiayaan untuk SIM RS itu berasal dari anggaran rumah sakit, tetapi peneliti tidak menemukan tentang pembahasan mengenai pembiayaan pada Keputusan Kepala Rumkit TK.II Putri Hijau No: SKMKI10122014 tentang Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, karena keputusan tersebut juga menjadi pedoman bagi pelaksanaan SIM RS di Rumah Sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan. Ditambah lagi dengan penuturan informan, pembayaran kepada pihak provider SIM RS yang baru akan dilakukan setelah sistem dapat menghasilkan output seperti yang diinginkan. Selain sumber daya manusia yang telah dipaparkan sebelumnya, faktor yang tidak kalah pentingnya bagi implementasi kebijakan adalah tersedianya fasilitas. Seorang pelaksana atau implementor sebuah kebijakan mungkin mempunyai staff yang memadai dalam hal kualitas serta kuantitasnya dan mungkin memahami apa yang harus dilakukan, tetapi tanpa fasilitas seperti bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi dan pelayanan, tanpa peralatan dan perlengkapan, maka besar kemungkinan implementasi kebijakan yang telah direncanakan tidak akan berhasil. Sementara itu, penyediaan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk mendukung implementasi kebijakan yang efektif sangat dipengaruhi oleh pendanaan terhadap implemetasi kebijakan tersebut. Dari segi lokasi, bangunan 81 Rumah Sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan berada dilokasi yang strategis yakni berada di tengah kota Medan. Dengan kapasitas 12 ruangan perawatan dan tempat tidur sebanyak 226 tempat tidur. Fasilitas untuk SIM RS sudah dipaparkan peneliti pada bab penyajian data sebelumnya, dan menurut penuturan informan keadaan fasilitas tersebut dirasa sudah mencukupi untuk jumlah sumber daya manusia yang ada sekarang. Untuk kedepannya nanti akan dilakukan penambahan terhadap jumlah unit komputer untuk masing-masing ruangan rawat inap, namun kendala disini adalah ruangan nurse station disetiap ruangan rawat inap sendiri tidak cukup untuk meletakkan komputer tersebut. Dari segi jaringan, fasilitas SIM RS sudah cukup memadai, dimana disetiap bagian memiliki HUB yang berfungsi untuk menyambungkan data yang diinput kepada Server. Dari segi sistem aplikasi, mereka bekerja sama dengan PT. INFODATA PERDANA dan menurut penuturan informan, aplikasi tersebut dapat mengakomodir kebutuhan mereka, mengingat track record dari provider itu sendiri sebelumnya juga sudah digunakan oleh salah satu rumah sakit TNI yang ada di Jawa. Peneliti juga menemukan bentuk sistem aplikasi yang bagus, yang tidak hanya bisa menginput data pasien, tetapi juga bisa melakukan input berbagai tindakan perawatan yang ada dirumah sakit beserta rincian harga terhadap tindakan perawatan tersebut. Dan juga dari segi kemudahan sistem tersebut cukup mudah untuk digunakan, karena berdasarkan penuturan informan, pelatihan yang diberikan kepada petugas operator SIM RS dilakukan selama 2 minggu dan mereka sudah dapat memahami dalam menggunakan sistem aplikasi SIM RS tersebut. 82 Dari segi sumberdaya, implementasi SIM RS belum terlaksana secara baik, dimana pengelola sistem aplikasi SIM RS baru saja diganti dan masih adanya kekurangan terhadap sumberdaya manusia untuk tenaga charging, namun penambahan sumberdaya manusia ini harus juga disertakan dengan jumlah fasilitas pendukung kinerja yang ada, agar nantinya penambahan sumberdaya manusia yang telah dilakukan tidak menjadi sia-sia, begitu juga halnya dengan fasilitas pendukung kinerja mereka jumlahnya juga harus disesuaikan dengan jumlah sumberdaya manusia yang ada agar keberadaan fasilitas tersebut menjadi tidak mubazir dan sia-sia. Serta penambahan fasilitas berupa Uninterruptible Power Supply UPS yakni sistem penyedia daya listrik, alat ini dapat memberikan daya lebih kurang selama 3-6 jam setelah listrik mati dan juga alat otomatisasi genset yang berfungsi untuk mengaktifkan secara otomatis jika ada pemadaman listrik, karena dikatakan bahwa komputer akan mati apabila terjadi pemadaman listrik secara tiba-tiba, apabila tidak ditangani secara cepat akan menyulitkan kinerja dari sumberdaya yang lainnya yaitu manusia.

C. Analisis Komunikasi

Komunikasi mencakup hubungan antar organisasi pelaksana implementasi. Komunikasi yang baik meliputi proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh serta koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam proses implementasi dan bentuk koordinasi yang dilakukan. Konsistensi dan keseragaman dari tujuan dan sasaran suatu kebijakan sangat diperlukan agar aparat pelaksana kebijakan paham terhadap apa yang akan dicapai. Selain itu kesamaan cara pandang ini juga dapat mendorong terbentuknya motivasi yang 83 mendukung pelaksanaan pencapaian tujuan. Sebaliknya, jika tidak ada suatu pemahaman yang sama antara semua aparat pelaksana kebijakan, tentu pelaksanaan suatu kebijakan tidak optimal. Keseragaman cara pandang ini hanya dapat terwujud apabila ada komunikasi yang baik antara para pemimpin atau perumus kebijakan dengan aparat pelaksananya di lapangan. Berdasarkan penuturan informan, komunikasi yang dilakukan dikalangan para pelaksana SIM RS yang ada di rumah sakit adalah dengan melakukan laporan setiap harinya atau dengan kata lain adalah sensus harian. Hal ini tentu sangat berguna karena apabila ada ditemukan masalah-masalah atau hambatan dalam pelaksanaannya dapat segera ditemukan solusi untuk memperbaiki atau menuntaskan masalah tersebut dalam hari itu juga. Koordinasi dilakukan pada saat pagi hari dilakukan apel harian, sedangkan laporan dilakukan pada sore hari pada saat akan pulang, laporan mengenai pelaksanaan SIM RS dalam satu hari itu. Hal ini tentu sangat berguna bagi bagian monitoring SIM RS, karena setiap hari menghadapi hal serupa dan bisa mengetahui kendala apa saja yang sudah menjadi kendala umum atau ada kendala yang secara tiba-tiba, dan semuanya bisa menjadi bahan sebagai evaluasi terhadap sistem agar kedepannya pelaksanaan dari SIM RS menjadi baik lagi dan lebih bagus. Apabila ada kendala yang tidak dapat diselesaikan di saat itu juga, atau dirasakan terlalu rumit, maka mereka akan melapor dan berkoordinasi dengan pihak provider yang ada di Jakarta. Dan adapun evaluasi yang mereka lakukan terhadap provider sendiri adalah setiap 6 bulan sekali. Menurut informan, SIMRS merupakan sebuah wadah aplikasi untuk informasi manajemen, yang terdiri dari informasi pasien dan infromasi untuk masing-masing dikalangan petugas yang 84 ada di rumah sakit. Komunikasi dan koordinasi yang dilakukan selama ini akan dikumpulin sebagai data bulanan kemudian data triwulan lalu data tahunan, yang mana data-data tersebut berguna nanti untuk menyusun renstra rumah sakit dan bahan evaluasi. Karena SIM RS yang ada sekarang adalah provider yang baru dipasang dan baru berjalan sekitar 2 minggu jadi belum banyak perubahan yang dirasakan, karena menurut penuturan informan, saat ini adalah saat dimana sistem itu sedang di uji cobakan sampai nanti akan mengeluarkan output seperti yang mereka inginkan, apabila sesuai maka akan dilakukan pembayaran kepada pihak provider dan dilanjutkan penggunaan provider SIM RS tersebut. Sudah dikemukakan peneliti di awal bahwa Rumah Sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan merupakan rumah sakit milik TNI –AD yang berbeda dari rumah sakit pemerintah lainnya maupun rumah sakit swasta. Perbedaannya adalah pada sistem pelaporan bulanan, dimana pihak rumah sakit harus mengirimkan laporan kepada Kementerian Kesehatan dan Direktorat Angkatan Darat, maka mereka menginginkan adanya sistem yang bisa mengakomodir semua itu, karena pada laporan ke Direktorat Angkatan Darat harus ada laporan yaang mengatakan jumlah pasien yang berasal dari angkatan harus jelas, maka mereka membutuhkan SIM RS yang seperti itu. Provider SIM RS yang lama atau sebelum yang baru ini bukan tidak bagus tetapi provider tersebut kebanyakan digunakan oleh rumah sakit swasta dan tidak bisa mengakomodir kebutuhan mereka, sedangkan SIM RS yang sekarang sedang dilaksanakan, telah diketahui bahwa ada juga rumah sakit TNI yang menggunakan provider SIM RS tersebut, maka ini bisa juga dikatakan sebagai alasan atau dasar 85 pihak Rumah Sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan memilih provider tersebut. Adapun bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Kepala pengendali SIM RS sendiri adalah dengan melakukan pegecekan ke ruangan setiap harinya, kemudian setiap pagi dilaksanakan apel pagi, atau dengan kata lain laporan para petugas operator SIM RS setiap harinya, mengenai kehadiran para petugas operator SIM RS. Hal ini berguna untuk mengetahui kehadiran dan sikap dari para petugas operator SIM RS yann setiap harinya bergelut di bidang pekerjaan yang berhubungan dengan SIM RS. Berdasarkan analisis dari keseluruhan dalam aspek komunikasi yang telah dilakukan adalah bentuk komunikasi yang berupa koordinasi harian yang nantinya akan dikumpulkan menjadi data bulanan kemudian dikumpulan untuk tahunan dan menjadi bahan untuk evaluasi. Komunikasi harian ini dilakukan agar ditemukan masalah apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan SIM RS dan apakah masih bisa diselesaikan sendiri atau melalui programmer provider SIM RS. Ini merupakan suatu kemudahan yang mendukung kinerja para petugas operator SIM RS juga. Karena adanya perhatian juga dari pimpinan mereka terhadap kinerja mereka, dan merupakan sebuah bentuk kerjasama yang bagus dalam membangun sistem yang bagus juga.

D. Analisis Disposisi

Disposisi merupakan watak dan karakteristik dari para pelaksana program dalam menyikapi suatu kebijakan merupakan faktor yang tidak dapat dilupakan. Jika para pelaksana program setuju dengan isi suatu kebijakan, dalam hal ini 86 berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakannya sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan. Disposisi implementor dapat dilihat dari pemahaman para pelaksana dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan SIM RS serta intensitas yang berupa sikap dari para pelaksana terhadap pelaksanaan SIM RS di Rumah Sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan. Dalam disposisi seorang pimpinan yakni yang berhubungan dengan penggunaan kewenangannya, dalam hal ini Kepala Rumah Sakit Tingkat II Kesdam IBB Medan, untuk memaksimalkan pelaksanaan SIM RS di lingkungan rumah sakit telah menempuh satu upaya yakni pergantian vendor aplikasi SIM RS dari yang lama ke yang baru, hal ini dilakukan dengan tujuan menciptakan SIM RS yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka. Alasan pergantian vendor ini dilakukan karena vendor atau provider SIM RS yang lama tidak dapat mengakomodir kebutuhan mereka dalam sistem dan juga kebanyakan digunakan oleh rumah sakit swasta, sedangkan provider SIM RS yang baru ini sebelumnya sudah melakukan kerjasama dengan rumah sakit TNI yang ada di Jawa oleh sebab itu mereka menganggap provider SIM RS yang baru ini juga bisa memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini merupakan bukti adanya komitmen pihak rumah sakit melalui disposisi seorang pimpinan untuk serius melaksanakan SIM RS. Tentunya bentuk kewenangan pimpinan tersebut juga harus disertai dengan kesiapan dari pegawai atau staff yang ada. Untuk menilai bentuk disposisi diantara para pegawai dirumah sakit dalam memahami dan melakukan tugasnya dengan baik dan benar, peneliti memberikan kuesioner kepada pasien untuk mengetahui dari sisi persepsi pasien sebagai 87 penerima pelayanan yang ada di Rumah sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan. Adapun pada bab penyajian data bisa dilihat pada tabel 5.12 mengenai informasi yang diberikan pada saat sebelum ataupun sesudah pelayanan diberikan sebanyak 24 orang pasien 80 menjawab baik, dan 5 orang 16,7 memilih jawaban sangaat baik. Mereka mengakui bahwa setiap petugas yagn datang akan memberikan penjelasan mengenai keadaan penyakit mereka dan menjelaskan informasi mengenai tindakan medis yang selanjutnya akan diberikan kepada mereka. Berdasarkan penuturan pasien, komunikasi seperti ini sangat baik dan mereka merasa sangat senang karena merekan menjadi merasa memang benar- benar dirawat, tidak ditelantarkan. Kemudian, bisa dilihat juga pada tabel 5.17 mengenai apakah tenaga medis yang ada telah mengetahui catatan medis pasien sebelumnya, sebanyak 25 orang 83,4 pasien mengatakan baik dan sebanyak 3 orang 10 mengatakan sangat baik. Ini membuktikan bahwa sebelum melakukan pemeriksaan kepada pasien, petugas medis yang ada telah mengetahui riwayat atau catatan medis mereka, maka pasien merasa tidak pernah ada kesalahan dalam memberikan tindakan. Karena apabila salah, ini akan berimplikasi terhadap perkembangan penyakit yang dialami pasien. Menurut penuturan seorang informan utama, bahwa pasien yang sedang dirawat di rumah sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan menggunakan gelang pasien ditangan. Fungsi dari gelang tersebut selain untuk menandakan bahwa dia adalah seorang pasien rawat inap, juga berfungsi sebagai penanda bahwa ada alergi tertentu yang diderita pasien sehingga petugas medis segera mengetahui bahwa ada obat-obat tertentu yang tidak bisa diberikan kepada pasien. Hal-hal tersbeut adalah bentuk komunikasi antara petugas medis dengan pasien yang merupakan 88 sikap dari petugas medis sebagai yang memiliki kewenangan memberikan tindakan perawatan kepada pasien. Sikap-sikap petugas medis seperti ini yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan SIM RS yang bagus, dimana adanya perhatian dari para petugas medis sendiri terhadap pasien, seperti yang telah peneliti terangkan pada bagian variabel sumberdaya bahwa sebuah sistem tidak akan berjalan efektif apabila tidak didukung oleh sumberdaya yang berkompeten. Karena apabila sudah ada sistem maka, semua pengisian data pasien harus terisi penuh dan lengkap, maka dari itu pihak rumah sakit memperbaiki sikap tersebut yakni sikap rajin dari petugas medis untuk mengisi penuh status pasien dan lebih peduli terhadap pasien, agar nantinya dapat memudahkan penggunaan SIM RS sendiri untuk meng-input tindakan-tindakan tersebut didalam SIM RS. Untuk memastikan bahwa anggota operator SIM RS itu sedang melakukan tugasnya, Kepala Pengendali SIMRS setiap harinya juga melakukan pengecekan berkeliling ke setiap ruangan yang terkoneksi dengan SIM RS, jadi walaupun kegiatan para anggota operator SIM RS itu bisa dilihat di monitor yang ada di server tetapi juga dilakukan pengecekan ke setiap ruangan, bentuk tanggung jawab atas kewenangan yang telah diberikan seperti ini merupakan adanya keseriusan dari implementor di rumah sakit tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan. Para implementor ini memang benar-benar memahami apa yang menjadi tugasnya dan dengan sukarela berinisiatif melakukan tugas tambahan apabila tugas tersebut juga menjadi wilayah kendali mereka. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kepala Pengendali SIM RS ini juga merupakan wujud dari implementor yang bertanggung jawab, tidak hanya kepada tugasnya tetapi juga kepada atasan, sehingga benar-benar memastikan bahwa SIM RS itu benar-benar 89 terlaksana dengan baik. Tidak hanya itu, hal serupa juga dilakukan pada seksi pelayanan medis, Kepala Seksi Pelayanan Medis juga rajin dalam melakukan pengecekan terhadap laporan-laporan harian anggota SIM RS tersebut. Sesuai dengan yang telah peneliti sajikan pada bab penyajian data sebelumnya, adapun langkah-langkah yang ditempuh dari pimpinan sebagai pembuat kebijakan pelaksanaan SIM RS dilingkungan Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan dalam menumbuhkan sikap menerima dari para anggota operator SIM RS sendiri adalah dengan melakukan pelatihan dan pendidikan untuk penggunaan sistem yang bekerjasama dengan programmer dari provider dan dari pihak akademisi yakni STIKOM. Langkah-langkah seperti ini sangat berguna, agar anggota dapat memahami pentingnya SIM RS dilingkungan rumah sakit dan menjadikan keberadaan sistem menjadi tidak sia-sia nanti ketika sudah dipasang. Kemudian adapun langkah lainnya yang ditempuh oleh pimpinan untuk melihat intensitas ataupun sikap dari pelaksana kebijakan seperti anggota operator SIM RS adalah dengan melakukan evaluasi kerja tiap grup secara harian, hal ini dilakukan oleh seksi Pelayanan Medis untuk melihat sejauh mana pemahaman dan sikap mereka dalam menyelesaikan tugasnya, karena mereka juga dituntut untuk mengerjakan dengan cepat agar status pasien dapat segera dikembalikan untuk mencatat tindakan selanjutnya. Berdasarkan analisis secara keseluruhan mengenai disposisi dari implementor adalah, bahwa tidak hanya anggota operator SIM RS saja yang bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan SIM RS di rumah sakit tingkat II Putri Hijau tetapi juga dari sikap petugas medis sendiri yang diberikan lewat pelayanannya terhadap pasien lewat perhatian dan sikap rajin untuk mengisi status 90 pasien secara lengkap, karena nantinya status tersebut akan dipindahkan ke sistem aplikasi SIM RS dan hal ini mendukung terciptanya sistem yang bagus. Kemudian, sikap pimpinan sebagai pembuat kebijakan dalam memberikan pelatihan terlebih dahulu merupakan langkah yang sangat bagus, karena sistem yang mahal sekalipun akan menjadi tidak berguna apabila tidak ada sumberdaya yang mendukung berjalannya sistem.

6.2 Hubungan Antar Variabel

Pada bagian ini peneliti akan menghubungkan hasil analisis masing- masing variabel implementasi kebijakan pada Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui apakah masing-masing variabel tersebut berkedudukan sejajar, ada pengaruh antar variabel, atau tidak saling berpengaruh satu sama lain. Secara umum implementasi SIM RS berdasarkan PERMENKES no.82 tahun 2013 pada Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Dengan adanya komitmen yang kuat dari pimpinan tentu juga harus di dukung dengan kekuatan dari sumberdaya yang ada. Dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan SIM RS di lingkungan Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan, terlihat adanya variabel disposisi yang dipengaruhi variabel struktur birokrasi. Variabel struktur birokrasi menunjukkan adanya komitmen dan kemauan yang kuat dari Kepala Rumah Sakit untuk melaksanakan SIM RS, hal ini diwujudkan dengan dibuatnya pedoman penyelenggaraan SIM RS di lingkungan rumah sakit tersebut yakni Keputusan 91 Kepala Rumkit TK.II Putri Hijau No: SKMKI10122014 tentang Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Di dalam keputusan tersebut tertuang jelas unsur-unsur penyelenggaraan SIM RS dimulai dari kriteria pengadaan alat dan sistem hingga struktur organisasi yang mencakupi penangan SIM RS sendiri. Kemudian, melalui pernyataan seorang informan yang menyatakan bahwa SIM RS juga sudah telah dilaksanakan di rumah sakit tersebut sejak tahun 2012. Hal ini selaras dengan keadaan vendor aplikasi SIM RS yang baru saja berganti dari yang lama ke yang baru, hal ini merupakan bentuk disposisi dari seorang pimpinann yang menginginkan terselenggaranya SIM RS yang semakin bagus untuk kedepannya dan bisa mengakomodir segala kebutuhan mereka. Hal ini juga berarti bahwa SIM RS yang ada sekarang adalah upaya untuk meningkatkan sistem ke arah yang lebih baik lagi. Namun perlu diketahui bahwa melakukan perubahan bukanlah perkara mudah, bisa saja perubahan tersebut mengalami resistensi atau penolakan. Seperti misalnya pada sikap anggota pelaksana sendiri yang belum siap. Maka, berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa variabel disposisi tersebut dipengaruhi oleh variabel struktur birokrasi. Kemudian dengan adanya bentuk disposisi dari pimpinan tersebut yakni yang ada pada variabel disposisi yang akhirnya akan mempengaruhi variabel sumber daya baik itu manusia, fasilitas maupun keuangan atau anggaran. Dimana dengan adanya sistem aplikasi SIM RS yang baru akan mempengaruhi sumberdaya keuangan, yakni adanya pengeluaran yang lebih besar untuk pengadaan sistem tersebut, namun hal ini ditepis oleh pernyataan informan yang menyatakan bahwa pambayaran dengan vendor SIM RS dilakukan setelah selesai masa percobaan dan didapatkan output sesuai dengan yang diinginkan. Selain 92 keuangan, langkah disposisi tersebut juga akan mempengaruhi sumber daya manusia, dimana juga harus ada orang yang menjalankan sistem tersebut. Sehingga pengadaan sistem tersebut tidak menjadi sia-sia. Namun hal ini juga tidak menjadi masalah bagi rumah sakit, karena para sumber daya manusia yang akan ditempatkan sebagai operator SIM RS tersebut telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan sebelum sistem tersebut dipasang. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan dengan melibatkan pihak vendor SIM RS sendiri dan juga pihak akademisi. Kemudian, keadaan sumberdaya fasilitas juga harus dibarengi dengan jumlah sumberdaya manusia yang ada. Apabila jumlah sumberdaya manusia tidak disertai dengan jumlah sumberdaya fasilitas yang ada maka akan membuat kinerja mereka menjadi tidak efisien. Namun, masalah yang terjadi pada pelaksanaan SIM RS di rumah sakit tersebut, adalah masih dirasakan adanya kekurangan sumberdaya manusia untuk tenaga charging. Namun hal ini disertai juga dengan sumberdaya fasilitas sendiri yang belum lengkap yakni belum tersedianya komputer di masing-masing ruangan rawat inap. Berdasarkan pernyataan informan hal in terjadi dikarenakan sedang masa uji coba sistem SIM RS yang baru selama 3 – 6 bulan kedepan. Karena nantinya apabila sistem sudah berjalan dengan sempurna, para operator SIM RS atau sumberdaya manusia yang ada saat ini akan menjadi pembimbing bagi perawat diruangan untuk melakukan input charging rawat inap dan juga akan disertai dengan penambahan fasilitas tersebut. Hal ini kedepannya tentu akan sangat berguna dalam meningkatkan kecepatan pelayanan yang ada. Kemudian, disposisi juga berpengaruh terhadap pemilihan kriteria sumberdaya manusia itu sendiri seperti pemilihan sumberdaya yang memang sudah mempunyai dasar yang baik, dalam hal ini seperti pemilihan 93 sumebrdaya manusia untuk petugas SIM RS sendiri, dipilih yang berasal dari kesehatan, yakni Sarjana Keperawatan, Sarjana Farmasi serta D3 Keperawatan. Ketiga variabel yang ada bisa juga memiliki hubungan dengan variabel komunikasi yakni, seperti variabel disposisi yang dianggap mempengaruhi variabel komunikasi. Yaitu, akibat adanya pemahaman dikalangan impelementor, mereka dapat melakukan tindakan-tindakan inisiatif lain yang tidak berlainan dengan tugasnya. Dalam hal ini. koordinasi yang dilakukan adalah dengan melakukan laporan atau sensus harian terhadap masing-masing anggota. Koordinasi harian yang dilakukan sampai saat ini dirumah sakit tersebut setiap harinya dilakukan oleh anggota SIM RS dengan memberikan laporannya kepada bagian Seksi Pelayanan Medis. Kemudian, variabel disposisi juga dapat dipengaruhi oleh variabel komunikasi, karena adanya bentuk komunikasi harian tadi melalui masalah-masalah yang kerap dijumpai, bisa saja masalah tersebut mempengaruhi disposisi sikap dari para pembuat kebijakan, seperti kewenangan pengambilan keputusan-keputusan yang dibuat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan variabel struktur birokrasi juga dapat mempengaruhi variabel komunikasi, yakni dari struktur organisasi yang ada, SIM RS berada dibawah pengawasan Urusan Informasi Kesehatan namun dalam pelaporan dan monitoring sehari-sehari maupun secara berkala berada pada Seksi Pelayanan Medis. Namun, berdasarkan penuturan informan, selama masa percobaan sistem SIM RS yang baru ini, untuk sementara sebagian besar kegiatan pengawasan berada di bawah pengawasan bagian Seksi Pelayanan Medis, karena tugas Seksi Pelayanan Medis adalah melakukan evaluasi dan monitoring terhadap kegiatan dan pelayanan di 94 rumah sakit, dan juga segala macam data tentang pelaksanaan SIM RS ada pada Seksi Pelayanan Medis. Hal ini menandakan adanya komunikasi diantara masing- masing implementor, sehingga dapat mengetahui tugas masing-masing bagian yang berhubungan dengan SIM RS. Hal seperti ini dapat berguna bagi tahap evaluasi, karena masing-masing bagian dapat mengetahui kendala atau masalah yang terjadi pada bagian lain sehingga dapat ditemukan solusi pemecahan masalah tersebut. Apabila masing-masing bagian tersebut bekerja secara sendiri- sendiri tidak ada koordinasi antar satu bagian dengan yang lain, maka penyelesaian masalah akan menjadi lama, bahkan dapat tidak terselesaikan. Sedangkan antara variabel sumberdaya dengan variabel komunikasi, peneliti menyimpulkan ada hubungan sejajar diantara variabel tersebut, dimana diantara variabel tersebut tidak ada pengaruh yang begitu signifikan. Sumberdaya yang ada seharusnya memang dikoordinasikan melalui komunikasi atas disposisi dari pembuat kebijakan. Komunikasi yang dilakukan terhadap sumberdaya selama ini dapat dikatakan sudah sesuai atau bagus, yakni adanya koordinasi harian hingga evaluasi bulanan. Hal ini juga berguna untuk mengukur kinerja para petugas SIM RS itu sendiri. Karena pada dasarnya, keberhasilan suatu implementasi SIM RS akan berhasil apabila ada komitmen yang kuat dari pimpinan melalui kewenangannya untuk menimbulkan adanya dukungan dari sumberdaya yang ada. 95

BAB VII PENUTUP

Pada bab ini peneliti akan menyampaikan kesimpulan penelitian serta rekomendasi atau saran-saran atas implementasi kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIMRS, sehingga saran-saran tersebut dapat menjadi solusi atas tindakan-tindakan implementasi di masa yang akan datang.

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan merupakan inti pokok yang ditarik oleh peneliti dari hasil interpretasi dan analisis yang telah disajikan dalam bab sebelumnya. Bagian kesimpulan dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang terdapat dalam perumusan masalah. bagian kesimpulan juga harus selaras dan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan peneliti pada bagian sebelumnya. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS

pada Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan dalam pemenuhan pelayanan kesehatan dapat dikatakan sudah cukup baik. Melalui kewenangannya pimpinan rumah sakit yaitu Kepala Rumah Sakit telah mengeluarkan Keputusan Kepala Rumkit TK.II Putri Hijau No: SKMKI10122014 tentang Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit sebagai pedoman pelaksanaannya. Ini membuktikan bahwa adanya komitmen dari pimpinan sendiri untuk melaksanakan SIM RS. Jika dilihat dari persepsi pasien, pasien merasa mendapatkan pelayanan yang 96 bagus selama dirawat, selain itu juga dalam hal kecepatan pelayanan, keakuratan dan ketepatan, pengurusan adminsitrasi dirasa baik dan mudah. Sedangkan bagi Rumah Sakit sendiri, komitmen dari pimpinan juga dapat terlihat dari adanya tindakan penggantian provider SIM RS dari yang lama ke yang baru, yang dinilai semakin membaik dan akan memudahkan kinerja petugas yang ada. Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk menimbulkan sikap menerima terhadap sistem tersebut seperti diadakan pelatihan dan pendidikan, serta melakukan penertiban penulisan status pasien secara manual agar nantinya mudah untuk di input ke dalam sistem. Kemudian tidak hanya itu, sumberdaya manusia ini juga harus didukung dengan adanya fasilitas yang menunjang kinerja mereka. Namun pengadaan fasilitas ini juga harus selaras dengan jumlah sumberdaya manusia yang ada, jangan sampai keberadaan fasilitas ini menjadi sia-sia karena kurangnya sumberdaya pengelolanya, dan sebaliknya apabila kurang maka akan mengganggu kinerja dari sumberdaya manusia. Tentu kewenangan untuk mengadakan penambahan terhadap sumberdaya manusia dan fasilitas ini merupakan kewenangan pimpinan atau disposisi sebagai pimpinan, karena sumberdaya manusia dan fasilitas merupakan alat vital bagi implementor dalam melaksanakan sebuah kebijakan, yakni supaya cita-cita untuk membangun SIM RS yang bagus di lingkungan rumah sakit dapat terwujud.

2. Variabel-variabel