Net Present Value NPV Internal Rate of Return IRR Net Benefit-Cost Ratio BC Ratio Break Even Point BEP 891.3 154 230 306 383 459

159 untuk pembeli dari daerah luar kota Boyolali Pekalongan penjualan menggunakan sistem tunai untuk mengurangi biaya penagihan. Para pembeli dari dalam dan luar kota datang dua minggu sekali dengan membawa barang 100-200 kg bawang goreng yang telah dikemas dalam kemasan 1 kg dengan harga Rp.25,000 per kemasan. Tabel 25 Investasi Mesin dan Peralatan Industri Bawang Goreng kapasitas 1.000 kgbulan Harga Total Harga Penyusutan Rupiah Rupiah Tahun Mesin Mesin pengiris bawang 1 buah 10,000,000 10,000,000 10 Mesin sealer kemasan 1 buah 5,000,000 5,000,000 10 Mesin peniris air 2 buah 5,000,000 10,000,000 10 Mesin peniris minyak 2 buah 5,000,000 10,000,000 10 Mesin penggorengan 2 buah 1,000,000 2,000,000 5 Peralatan Susruk 4 buah 50,000 200,000 5 Serok 4 buah 100,000 400,000 5 Baskom besar 4 buah 100,000 400,000 5 Ember 5 buah 50,000 250,000 5 Timbangan 1 buah 1,500,000 1,500,000 5 Alat sortasi 2 buah 500,000 1,000,000 5 Metal detektor 1 buah 25,000,000 25,000,000 10 Kompor brader 2 buah 800,000 1,600,000 5 Ruang kerja Sewa bangunan 500 m2tahun 5,000,000 5,000,000 1 Uraian Jumlah Unit Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kab. Brebes 2005 – diolah

a. Net Present Value NPV

Metoda ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang surplus defisit operasional kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut harus ditentukan tingkat diskonto discount factor yang relevan. Kriteria umum adalah apabila akumulasi nilai sekarang dari arus kas bersih lebih besar di masa yang akan datang daripada nilai sekarang investasi, maka dikatakan Net Present Value NPV proyek tersebut positif berarti menguntungkan Tabel 26. Hal ini berarti, berdasarkan kriteria NPV, industri bawang merah goreng layak untuk dijalankan, karena akan memberikan keuntungan bagi investor.

b. Internal Rate of Return IRR

Perhitungan Internal Rate of Return IRR digunakan untuk menunjukkan tingkat bunga yang dapat dipikul oleh proyekinvestasi tertentu. Tingkat IRR yang lebih 160 besar dari tingkat suku bunga menunjukkan bahwa proyek ini dapat diterima dan layak untuk dijalankan, karena menguntungkan Tabel 26.

c. Net Benefit-Cost Ratio BC Ratio

Dengan nilai Net Benefit-Cost Ratio Net BC lebih besar dari 1 satu ini memberikan informasi bahwa proyek ini layak diterima karena menguntungkan. Net BC 1.282 yang diperoleh dapat diartikan bahwa tiap pengeluaran sebesar Rp. 1 akan memberikan manfaat sebesar Rp. 1,282 Tabel 26.

d. Break Even Point BEP

Break Even Point adalah kriteria yang mengukur besar volume produk yang harus diproduksi atau dijual, hingga dicapai suatu titik di mana tingkat keuntungan dan biaya adalah sama. Perincian mengenai analisis Break Even Point dari industri bawang merah goreng pada berbagai kapasitas dapat dilihat pada Tabel 26.

e. Payback Period PBP

Metoda Payback Period memberikan gambaran pada investor seberapa cepat proyek ini mengembalikan investasi yang tertanam. Satuan yang digunakan adalah waktu tahun. Berdasarkan kriteria kelayakan investasi ini, dapat dilihat bahwa dari sisi Payback Period industri bawang merah goreng adalah layak Tabel 26. Apabila industri bawang merah goreng ini direalisasikan maka petani bawang merah akan terjamin harga jualnya dan hasil panennya. Hasil perhitungan PBP pada berbagai kapasitas dapat dilihat pada Tabel 26. 2 Acar Bawang Merah Di Kabupaten Brebes terdapat industri acar bawang merah yang merupakan industri sedang berskala ekspor milik PT. Zeta Agro yang terletak di Kecamatan Paguyangan, daerah Brebes Selatan. Produk acar bawang merah ini merupakan usaha agroindustri yang menguntungkan karena biaya produksinya tidak mahal, dan penampilan produk cukup menarik. 161 Tabel 26 Hasil analisis kelayakan industri bawang goreng pada berbagai kapasitas Kriteria Investasi Kapasitas kghari NPV Rp IRR PBP tahun BEP kg ROI NET BC 200 196,637,335 35.89 2.73 2,055.42 8.62 1.109 250 414,023,893 47.09 2.25 1,823.29 12.30 1.155 300 631,410,450 54.86 1.99 1,779.24 14.95 1.189 350 848,797,008 60.72 1.83 1,802.72 16.94 1.214 400 1,066,183,566 65.33 1.72 1,858.07 18.50 1.234 450 1,283,570,124 69.08 1.64 1,930.96 19.76 1.249 500 1,500,956,681 72.20 1.57 2,014.56 20.78 1.262 550 1,718,343,239 74.83 1.53 2,105.15 21.64 1.273 600 1,935,729,797 77.08 1.49 2,200.58 22.37 1.282 Asumsi : kenaikan biaya variabel 15 per tahun dan kenaikan harga jual 10 per tahun 3 Oleoresin Bawang Merah Pembuatan oleoresin bawang merah yang berasal dari bawang merah segar merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kualitas aroma dan memperpanjang daya simpan serta lebih menguntungkan karena lebih mudah dan praktis dalam pengemasan dan penyimpanan. Oleoresin merupakan ekstrak kental yang mengandung resin dan minyak atsiri ysng dapat dihasilkan melalui ekstraksi dengan pelarut dan mengandung semua senyawa penyusun flavor yang larut dalam pelarut organik khusus. Pelarut ini dapat dipisahkan dengan cara diuapkan. 4 Pasta Bawang Merah Produk pasta bawang merah dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dengan pengemasan yang lebih praktis dan daya simpan yang cukup lama. Menurut Hanas 1993, masalah utama yang dihadapi oleh produk yang mengandung lemak adalah terjadinya proses oksidasi, karena hal ini dapat menyebabkan perubahan pada rasa, aroma, warna, dan kekentalan tekstur produk. Untuk mencegah terjadinya oksidasi pada produk pasta bawang merah maka perlu ditambahkan bahan antioksidan. 162 5 Tepung Bawang Merah Salah satu pemanfaatan bawang merah yang paling umum adalah berbentuk bubuk atau tepung yang diperoleh dengan cara penghancuran bawang merah kering. Selain itu bubuk bawang merah dapat juga dibuat dengan mengeringkan ekstrak bawang Reinneccius, 1994. Tepung bawang merah merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan daya simpan bawang merah, sehingga proses pengemasan dan penyimpanan menjadi lebih mudah dan praktis.

6.2.2 Tingkat Laba Usaha

1 Metode Penilaian Tingkat Laba Usaha Penilaian hasil usaha petani biasanya dilakukan secara sederhana sehingga mudah untuk dimengerti oleh petani dengan metode cash-basis. Analisis keuangan dan ekonomi menggunakan asumsi bahwa harga merupakan gambaran nilai value. Posisi distribusi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing pelaku utama dalam agribisnis bawang merah di Kabupaten Brebes saat ini digambarkan dalam Tabel 27 yang menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: a. Petani benih telah mendapatkan tingkat keuntungan yang memadai yaitu 22. b. Petani budidaya merupakan pelaku dengan tingkat keuntungan yang terendah 10 dengan resiko yang terbesar, selain pengorbanan dan upaya fisik yang berat dan kurun waktu yang panjang. c. Tengkulak memperoleh tingkat keuntungan yang besar 29 dan Pedagang Besar 7 atau Industri 16 dirasa sangat memadai. Pengaturan pasar melalui subsidi secara tidak langsung dari Pemerintah Kabupaten, berupa peningkatan jaringan irigasi maupun pengendalian tingkat pasokan pada pasar harus diupayakan untuk perolehan tingkat keuntungan petani menjadi setara dengan petani benih sekurang-kurangnya sebesar 22. Variabel penting yang diperhitungkan dan harus diupayakan adalah harga jual, Masyarakat konsumen pembeli non lembaga di Indonesia sangat mengutamakan harga dari pada kualitas, hanya 5 pembeli yang menilai kualitas lebih daripada harga Spencer dan Quane, 1999. 163 Tabel 27 Struktur Distribusi Keuntungan dalam Rantai Agribisnis Bawang Merah Uraian Benih Budidaya Tengkulak Pedagang Industri Jumlah produksi kg 4,500 25,000 25,000 22,500 22,500 Penyusutan kg 500 2,500 1,125 Produksi bersih kg 4,000 25,000 22,500 21,375 Harga jual per kg Rupiah 8,000 3,275 5,300 6,000 Hasil penjualan Rupiah 32,000,000 81,875,000 119,250,000 128,250,000 201,250,000 Biaya Produksi 26,286,800 74,599,000 82,955,000 122,082,000 Retribusi 200,000 27,000 Biaya Bongkar 816,000 Biaya Angkut 1,200,000 2,465,000 Biaya Produksi Total 26,286,800 74,599,000 85,171,000 119,590,000 173,262,500 Laba Rupiah 5,713,200 7,276,000 34,079,000 8,660,000 27,987,500 22 10 29 7 16 Sumber : DPKKT, DPPPM Kab. Brebes 2006 – diolah Analisis Kelayakan Budidaya Bawang Merah Seperti hal nya pada industri bawang merah goreng, kriteria penilaian investasi yang dipakai dalam penentuan kelayakan budidaya bawang merah adalah NPV, IRR, PBP, Net BC Ratio, ROI dan BEP. Hasil perhitungan biaya produksi dan hasil penjualan bawang merah selama sepuluh tahun dengan peningkatan frekuensi tanam pada tahun keenam dapat dilihat pada Tabel 28. Dari perhitungan arus kas selanjutnya dilakukan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan usaha budidaya tersebut. Asumsi yang digunakan untuk penentuan kelayakan usaha ini adalah perbandingan modal sendiri dengan pinjaman sebesar 30:70 dalam prosentasi. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian lapang yang menyatakan petani budidaya masih menggunakan modal pinjaman Tabel 29. Berdasarkan hasil analisis, usaha budidaya bawang merah selama sepuluh tahun ke depan akan memberikan keuntungan bagi petani. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yang positif, IRR lebih besar dari bunga bank yang berlaku dan PBP yang cukup singkat. BC rasio menghasilkan nilai 1.08, ini artinya setiap biaya yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp. 1.00 akan memberikan manfaat sebesar Rp.1.08. 164 Tabel 28 Rekapitulasi Perhitungan Usaha Budidaya Bawang Merah Tahun ke - Frekuensi tanam kalith Biaya produksi Rpth Hasil produksi kgth Hasil penjualan Rpth 1 2.00 81,499,910 25,000 95,625,000 2 2.00 90,347,828 25,000 105,187,500 3 2.00 100,772,546 25,000 115,706,250 4 2.00 113,010,584 25,000 127,276,875 5 2.00 127,333,940 25,000 140,004,563 6 3.00 214,533,368 37,500 231,007,528 7 3.00 246,248,448 37,500 254,108,281 8 3.00 266,066,752 37,500 279,519,109 9 3.00 288,857,803 37,500 307,471,020 10 3.00 315,067,511 37,500 338,218,122 Asumsi : kenaikan biaya variabel 15 per tahun dan kenaikan harga jual 10 per tahun Tabel 29 Hasil Analisis Finansial Usaha Tani Bawang Merah Input Bunga bank Modal sendiri Pinjaman 18 30 70 Output NPV Rp IRR PBP tahun BC Rasio ROI BEP kg produksi 76,547,018.14 44.87 2.78 1.08 7.55 8,474 2 Perkembangan luas sawah, produksi budidaya, dan harga jual Luas lahan bawang merah berfluktuasi dari bulan ke bulan, sesuai dengan musim tanamnya, sebagaimana tampak pada Gambar 28. Oleh karena itu pula maka produksi dan harga bawang merah juga berfluktuasi seperti pada Gambar 29 dan Gambar 30. Data luas sawah budidaya di Kabupaten Brebes saat ini adalah sebagai berikut: Total luas sawah budidaya a 9,502 hektar Luas sawah beririgasi b 6,405 hektar Sawah yang perlu peningkatan 3,097 hektar 165 Frekuensi tanam f kali tahun Saat ini 2.35 kali tahun Maksimum 3.00 kali tahun Luas panen per tahun saat ini c 22,313 hektar Luas lahan dengan irigasi tambahan b 1 sesuai program hektar Dari data di atas dimana total luas sawah budidaya a = 9,502 hektar angka tetap dan frekuensi tanam f ditetapkan maksimum = 3.00 maka dapat dihitung keterkaitan peningkatan jaringan irigasi terhadap frekuensi tanam dalam rumus sebagai berikut: b + b 1 = a 1 c = 2.a = 2 b + b 1 2 sehingga: a b b a f 1 2 2 + + = 3 dimana : a = total luas lahan hektar b = luas lahan dengan irigasi yang telah ada hektar b 1 = luas lahan dengan irigasi tambahan hektar f = faktor frekuensi tanam - 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan h ekt ar 2003 2004 2005 Gambar 28. Grafik Luas Lahan Bawang Merah di Kabupaten Brebes 2003 – 2005 3 Keterkaitan Luas Lahan, Produksi Budidaya, dan Harga Jual Keterkaitan antara luas lahan tanam, besarnya produksi, dan harga pasar bawang merah yang terjadi, diambil dari data tahun 2003 – 2005 tampak dalam Tabel 32. Fungsi keterkaitan luas lahan terhadap produksi Gambar 31 dan fungsi keterkaitan antara 166 produksi dengan harga Gambar 32 dapat diformulasi dengan program Curve Expert 1.3 sebagai berikut: - 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan to n 2003 2004 2005 Gambar 29. Grafik Produksi Bawang Merah di Kabupaten Brebes 2003 – 2005 - 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan ru p ia h 2003 2004 2005 Gambar 30. Grafik Fluktuasi Harga Bawang Merah di Kabupaten Brebes 2003 – 2005 Luas lahan hektar P rod uk s i to n

22.1 891.3

1760.4 2629.6 3498.7 4367.9 5237.0 143 .70 778

1.5 154

19.3 230

57.1 306

94.9 383

32.7 459

70.5 Gambar 31. Keterkaitan antara Luas Lahan dengan Produksi Bawang Merah. Linear Fit : a = -31.275 b = 7.589 bx a y + = σ = 3281.198, r = 0.945 167 Harga rupiah P ro duk s i to n

95.0 2382.5

4670.0 6957.5 9245.0 11532.5 13820.0 143 .70 778

1.5 154