Pengukuran Faktor Fisik Kimia Ikan Parameter Pengujian Pakan Ikan Analisis Data 30.00 50.00 70.00

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila Oreochromis Niloticus, 2010. pH berkisar antara 7–7,2 Arie, 2000. Ikan yang digunakan dalam wadah uji adalah ikan nila Oreochromis niloticus dengan bobot awal rata-rata 80 g per ekor dengan ukuran panjang rata-rata adalah 15 cm. Padat tebar ikan yang digunakan adalah 4 ekor per ulangan dengan jumlah total 96 ekor.

3.12 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Ikan

Kualitas air adalah variabel yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Variabel yang perlu diperhatikan meliputi sifat fisika dan kimia air. Adapun sifat fisika air yang perlu diperhatikan adalah warna, kekeruhan dan suhu sedangkan faktor kimia air adalah kandungan oksigen terlarut, pH, dan amoniak Arie, 2000.

3.12 Parameter Pengujian Pakan Ikan

Formulasi pakan yang diberikan adalah pakan komersil dan pakan buatan yang berupa pelet dengan protein berasal dari protein sel tunggal BFA. Kandungan protein sel tunggal BFA disesuaikan dengan kebutuhan protein ikan nila. Kadar protein untuk ikan nila yaitu ± 30 Mudjiman, 1998. Pengujian dilakukan selama 28 hari. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari jam 10.00, 13.00, 16.00 WIB. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 4 minggu pengamatan dengan parameter sebagai berikut: a. Laju pertumbuhan ikan per hari, b. Pertambahan berat bobot ikan, c. Nilai ubah pakan FCR, d. Mortalitas SR

3.13 Analisis Data

Data yang diperoleh berdasarkan desain eksperimen dianalisis dengan menggunakan Analisis of varians ANOVA yang ditinjau dari tiap unit eksperimen Sudjana, 1994. Sedangkan pengujian beda tiap-tiap perlakuan dianalisis dengan Uji Jarak Duncan Duncan New Multiple Range Test Sastrosupadi, 1995. Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila Oreochromis Niloticus, 2010. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran Laju Pertumbuhan Bakteri Fotosintetik Anoksigenik

Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris yang digunakan dalam pengukuran laju pertumbuhan adalah kultur baru yang telah diremajakan setiap 3-4 hari ke dalam medium garam modifikasi yang masih segar dan ditumbuhkan dalam kondisi anaerob dengan bantuan cahaya lampu 40 W pada suhu 30 ± 2 C Gambar 4.1. a b Gambar 4.1 Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris sebelum diinkubasi a Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris setelah diinkubasi selama 72 jam b. Menurut Sathappan 1997, bakteri fotosintetik anoksigenik R. palustris strain B1 mampu menggunakan dengan baik beberapa jenis pati seperti tepung kentang, tepung sagu, dan tepung tapioka untuk pertumbuhan karena mengandung amilopektin hingga mencapai 80. Sumber penggunaan tepung sebagai media pertumbuhan mikroba menjadi hal yang sangat menarik karena tepung sangat berlimpah di alam. Warna kultur untuk kelompok genus Rhodobacter dan Rhodovulum sering kali berwarna merah jika ditumbuhkan pada kondisi anaerob fototropik Gambar 4.1, hal: 17 Hiraishi et al., 1995, menyatakan bahwa sel utuh dari genus ini menunjukkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 376, 449, 476, 510, 589, 800 dan 850 Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila Oreochromis Niloticus, 2010. nm, dan mengindikasikan adanya bakterioklorofil dan karotinoid. Kemampuan tumbuh BFA Rhodopseudomonas palustris dapat dilihat dari Gambar 4.2 di bawah ini:

0.02 0.04

0.06 0.08

0.1 0.12

0.14 0.16

24 48 72 96 Masa Inkubasi jam O p ti c al D e n si ty O D 750 n m Gambar 4.2 Kurva pertumbuhan bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris Data pertumbuhan BFA Rhodopseudomonas palustris menunjukkan bahwa nilai optimum pada jam ke-72 Gambar 4.2, hal: 18 dengan OD 0,1488 dan mengalami penurunan setelah jam ke-72. Hal ini mungkin sebabkan karena semakin berkurangnya nutrisi dan terjadinya persaingan selama proses pertumbuhan berlangsung sehingga mikroba yang tidak mampu bertahan akan menjadi toksik pada mikroba lain. Sathappan 1997, menyatakan bahwa pertumbuhan BFA Rhodopseudomonas palustris strain B1 terjadi setelah masa inkubasi 72 jam. Pertumbuhan yang mulai menurun menuju fase kematian dikarenakan nutrisi yang terkandung di dalam media mulai berkurang dan terjadinya penumpukan senyawa- senyawa toksik Jawetz et al., 1996, menyatakan bahwa penumpukan hasil-hasil metabolisme yang beracun akan menyebabkan pertumbuhan sel terhenti.

4.2 Penentuan Kadar Protein dan Berat Sel

Kadar protein sel tunggal bakteri Rhodopseudomonas palustris diukur pada jam ke- 0, 72 dan 120. Data hasil pengukuran ditunjukkan pada Tabel 4.1 sebagai berikut: Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila Oreochromis Niloticus, 2010. Tabel 4.1 Kadar protein dan berat kering sel bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris pada waktu inkubasi yang berbeda. Jam Ke- Absorbansi Kadar Protein gml Berat Kering mgml 72 120 0.132 0.235 0.173 7.1296 59.8081 28.0081 0.0536 3.6865 1.0198 Dari Tabel 4.1 di atas diketahui bahwa konsentrasi protein BFA Rhodopseudomonas palustris lebih tinggi pada jam ke-72 yaitu sebesar 59,8081 gml. Dari data sebelumnya diketahui bahwa OD pada panjang gelombang 750 nm pada jam ke-72 paling tinggi jumlah selnya. Jumlah sel berbanding lurus dengan konsentrasi dari protein. Apabila jumlah sel meningkat maka konsentrasi protein juga meningkat. Akan tetapi bertambahnya berat sel tidak selalu diikuti dengan pertambahan jumlah protein. Lay Sugyo 1992, menyatakan bahwa perkembangbiakan mikroorganisme yang ditandai adanya pertambahan jumlah sel menyebabkan peningkatan dari seluruh kandungan sel termasuk asam nukleat dan protein. Peningkatan berat sel tanpa diikuti peningkatan protein atau asam nukleat dapat terjadi. Peningkatan ini menyebabkan meningkatnya massa sel bukan jumlah sel. Menurut Kobayashi Kurata 1978, nilai gizi dari BFA Rhodopseudomonas palustris sebagai bahan makanan mengandung protein kasar sebesar 72-74, kandungan protein tersebut lebih besar daripada bakteri fotosintetik 61,0, Chlorella 55,5 dan sel yeast 50,5. 0.00 10.00

20.00 30.00

40.00 50.00

60.00 70.00

72 120 Masa Inkubasi jam K a da r pr o te in g m l 1 2 3 4 B era t k eri n g s el mg ml Kadar protein Berat kering sel Gambar 4.3 Kurva Kadar protein dan berat kering sel bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila Oreochromis Niloticus, 2010. Umesh Seshagiri 1984, menyatakan bahwa spirulina sebagai salah satu ganggang penghasil Protein sel tunggal sangat baik digunakan sebagai pakan dan pangan. Spirullina dapat digunakan sebagai pakan ikan hias karena memiliki zeaksantin yang dilaporkan mampu meningkatkan pigmentasi ikan dan udang. Menurut Kobayashi Kobayashi 1995, protein sel tunggal bakteri Rhodobacter capsulatus mengandung banyak protein ditunjukkan dengan keseimbangan asam amino vitamin dan substansi lain yang efektif. Protein ini dapat digunakan dalam konversi protein. Untuk pembuatan pakan, biomasa sel dapat dibuat pellet dengan ukuran yang dikehendaki. Kultur sel bakteri fotosintetik dimanfaatkan sebagai makanan untuk organisme kecil di dalam air dan tanah dan hasil ekskresi bakteri fotosintetik digunakan oleh organisme heterotrop seperti bakteri dan algae.

4.3 Karakteristik Pakan Ikan