Prevalence of pathogenic bacterial infection in Pangasius hypophthalmus in Minapolitan Area of Banjar District
i
PREVALENSI INFEKSI BAKTERI PATOGEN PADA IKAN PATIN
(Pangasius hypophthalmus) DI KAWASAN MINAPOLITAN
KABUPATEN BANJAR
EKA HANDAYANI
B253080031
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFOMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prevalensi Infeksi Bakteri
Patogen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan
Kabupaten banjar adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Eka Handayani
NIM B253080031
iii
ABSTRACT
EKA HANDAYANI. Prevalence of pathogenic bacterial infection in Pangasius
hypophthalmus in Minapolitan Area of Banjar District. Under direction of
FACHRIYAN HASMI PASARIBU and USAMAH AFIFF.
Numbers of 160 samples of Pangasius hypophthalmus were taken from
16 groups of fish (Pokdakan) in Minapolitan Area of Banjar District. Fish samples
were taken selectively (which showed clinical symptoms of disease) or taken
randomly if the symptoms of disease did not show. Bacterial isolates were made
from organ of fish samples, and then were identified by the morphology,
physiology and biochemistry test. Measurement of water quality parameters were
also conducted directly in the respective pools/sampling sites. Eight types of
pathogenic bacterial were found in Minapolitan Area of Banjar District with
prevalence of 50.00%. The pathogenic bacterial were Plesiomonas shigelloides
(26.88%), Aeromonas caviae (8.13%), Flavobacterium columnare (5.00%),
Citrobacter freundii (3.13%), Corynebacterium sp (2.50%), Micrococcus sp
(1.88%), Aeromonas hydrophilla (1.88%) and Pasteurella multocida (1.88%).
Prevalence of pathogenic bacterial in West Martapura Subdistrict (52.5%) was
higher than Martapura Subdistrict (42.5%). There were significant correlation
between water turbidity and prevalence of pathogenic bacterial.
Keywords:
Pathogenic
bacterial,
prevalence,
Minapolitan Area of Banjar District
Pangasius
hypophthalmus,
iv
RINGKASAN
EKA HANDAYANI. Prevalensi Infeksi Bakteri Patoegen pada Ikan Patin
(Pangasius
hypophthalmus)
di
Kawasan
Minapolitan
Kabupaten banjar.
Dibimbing oleh FACHRIYAN HASMI PASARIBU dan USAMAH AFIFF.
Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor andalan di
Kabupaten Banjar dalam rangka peningkatan dan perbaikan ekonomi daerah.
Untuk memadukan sektor perikanan dengan dan sektor-sektor terkait lainnya
agar dapat saling mendukung dan bersinergi dengan pendekatan pembangunan
berbasis kawasan dan komoditas, Kabupaten Banjar menetapkan Kawasan
Minapolitan Cindai Alus sebagai kawasan strategis dan menjadi kawasan
unggulan daerah. Pengembangan kawasan minapolitan Cindai Alus ini
menitikberatkan kegiatan ekonominya pada usaha perikanan budidaya dengan
ikan patin sebagai komoditas utamanya. Sehubungan dengan kebijakan
pengembangan sentra perikanan budidaya menuju industrialisasi perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2011 juga telah menetapkan
beberapa kawasan pengembangan perikanan budidaya dengan 7 komoditas
utama, dimana
Kabupaten Banjar menjadi salah satu simpul
industrialisasi
perikanan untuk pulau Kalimantan dengan Patin sebagai komoditas utama.
Ikan Patin (Pangasius spp) merupakan spesies ikan air tawar dari jenis
Pangasidae yang dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang
pengembangan skala industri. Ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam segmen usaha pembenihan
maupun usaha pembesarannya (Susanto, 2009). Keberhasilan pengembangan
ikan Patin di Kawasan Minapolitan Cindai Alus
tidak terlepas dari upaya
penanganan dan pemberantasan hama dan penyakit ikan terutama hama
penyakit ikan karantina. Bakteri merupakan salah satu agen penyakit ikan yang
dapat merusak kelestarian sumberdaya hayati perikanan dan menurunnya
tingkat kualitas maupun kuantitas produksi perikanan. Salah satu upaya
pencegahan dan pengendalian terjadinya serangan dan penyebaran penyakit
bakterial pada ikan adalah dengan melakukan pemantauan prevalensi penyakit
bakterial dikawasan Minapolitan sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan
serta pemberantasan dan pengendaliannya.
v
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasi,
menginventarisir serta menentukan prevalensi penyakit bakterial utama pada
Ikan Patin di kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar sebagai upaya
deteksi dini untuk pencegahan, pemberantasan dan pengendaliannya. Manfaat
langsung yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjadi bahan
informasi dan bahan pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan,
pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit ikan khususnya penyakit
bakterial di Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar.
Sebanyak 160 sampel ikan Patin diambil dari 16 lokasi kolam budidaya
POKDAKAN di Kawasan Minapolitan kabupaten Banjar. Sampel ikan tersebut
dipilih secara selektif (ikan yang menunjukan gejala klinis terserang penyakit)
atau secara acak jika ikan tidak menunjukan gejala terserang penyakit. Isolat
bakteri diambil dari organ ikan meliputi insang, paru-paru, hati, ginjal dan daging.
Isolat bakteri yang tumbuh selanjutnya identifikasi secara morfologi, fisologi dan
biokimia. Pengukuran parameter kualitas air meliputi pH, suhu, oksigen terlarut,
kecerahan, kadar amoniak, nitrit, nitrat dan besi juga dilakukan pada saat yang
bersamaan dengan pengambilan sampel ikan. Data hasil penelitian dianalisa
dengan menggunakan rumus prevalensi/frekuensi kejadian, uji korelasi dan
regresi.
Beberapa gejala penyakit yang terlihat pada ikan sampel yakni luka pada
permukaan tubuh, gripis pada sirip dan ekor serta pembengkakan pada bagian
perut. Dari hasil penelitian, prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan
Minapolitan Kabupaten Banjar sebesar 50%. Bakteri patogen tersebut meliputi
Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii, Aeromonas caviae, Aeromonas
hydrophilla, Pasteurella multocida, Flavobacterium columnare, Corynebacterium
sp dan Micrococcus sp.
Prevalensi infeksi bakteri patogen di kecamatan
Martapura Barat (52,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan Martapura
Kota (42,5%).
Prevalensi infeksi bakteri patogen tertinggi di Kawasan Minapolitan adalah
infeksi Plesiomonas shigelloides (26,88%) dan Aeromonas caviae (8,13%). Di
Kecamatan
Martapura
Kota,
prevalensi
bakteri
tertinggi
adalah
infeksi
Plesiomonas shigelloides (25,00%), Aeromonas hydrophilla (7,50%) dan
Citrobacter freundii (5,00%). Untuk Kecamatan Martapura Barat, prevalensi
bakteri tertinggi adalah infeksi Plesiomonas shigelloides (27.50%), Aeromonas
caviae (10,00%) dan Flavobacterium columnare (6,67%). Hasil isolasi bakteri
vi
dari organ sampel, menunjukkan bahwa hanya Plesiomonas shigelloides dan
Aeromonas caviae yang ditemukan dari kelima organ sampel, sedangkan 6
bakteri lainnya diisolasi dari organ tertentu. Terdapat dua jenis bakteri yang
hanya diisolasi dari satu organ meliputi Pasteurella multocida yang diisolasi dari
hati dan Corynebacterium sp yang diisolasi dari ginjal.
Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dan prevalensi infeksi
bakteri patogen di Kawasan Minapolitan menunjukan bahwa terdapat hubungan
korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi bakteri patogen
di Kawasan Minapolitan. Suhu dan pH memiliki korelasi yang cukup kuat dengan
prevalensi infeksi bakteri patogen.
Peningkatan suhu dan pH dapat
meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen. Kecerahan air memiliki korelasi
yang sangat
kuat dan signifikan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen
Kabupaten Banjar. Semakin rendah tingkat kecerahan air dapat meningkatkan
prevalensi infeksi bakteri patogen. Hasil uji korelasi antara umur ikan (ukuran
tubuh ikan) dan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan
menunjukan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara ukuran tubuh ikan
dengan prevalensi infeksi bakteri patogen. Hasil penelitian menunjukkan adanya
penurunan prevalensi infeksi bakteri patogen
seiring dengan bertambahnya
ukuran tubuh ikan
Kata kunci : Bakteri patogen, prevalensi, Pangasius hypophthalmus, Kawasan
Minapolitan Kabupaten Banjar
vii
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
ataumenyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
viii
PREVALENSI INFEKSI BAKTERI PATOGEN PADA IKAN PATIN
(Pangasius hypophthalmus) DI KAWASAN MINAPOLITAN
KABUPATEN BANJAR
EKA HANDAYANI
B253080031
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mikrobiologi Medis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Drh.Hj.Agustin Indrawati, M.Biomed
x
Judul
: Prevalensi Infeksi Bakteri Patogen pada Ikan Patin (Pangasius
hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar
Nama
: drh. Eka Handayani
NRP
: B253080031
Disetujui,
Komisi Pembimbing
drh Usamah Afiff, M.Sc
Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu
Ketua
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Mikrobiologi Medis
Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu
Tanggal Ujian : 9 Agustus 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus :
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul
Prevalensi Infeksi Bakteri Patogen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar, sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi/Mayor Mikrobiologi Medis,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.drh. Fachriyan H.Pasaribu
selaku Ketua komisi pembimbing dan drh.Usamah Afiff, M.Sc selaku anggota
komisi pembimbing yang dengan sabar dan tulus memberikan bimbingan,
nasehat danpengorbanan waktu yang diberikan selama masa penelitian sampai
dengan penyelesaian tesis. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih
kepada Kepala Balai Karantina Ikan Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin
beserta Karyawan/Karyawati yang telah banyak membantu penulis selama
melaksanakan penelitian.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh Staf Pengajar
Program Mikrobiologi Medik, rekan seperjuangan MKM angkatan 2008, 2009,
2010, 2011 dan 2012 atas dukungannya. Kepada Papah dan Mamah, adik-adik
tercinta serta seluruh keluarga besar terimakasih atas segala doa restu,
bimbingan, semangat dan didikan dalam keluarga sehingga ananda senantiasa
terpacu menyelesaikan pendidikan S2.
Terimakasih kepada Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar
yang berkenan memberikan izin
sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah.
Terima kasih kepada M.Syahid, S.Pi, MP,
Ir.Sofyan Hadi, Drh.Asep Yusuf
Nugraha, para penyuluh perikanan dan Karyawan/i Dinas Perikanan dan
Kelautan Kab. Banjar yang banyak memberikan dukungan dan bantuan selama
penulis melaksanakan penelitian di lapangan.
Akhirnya dengan penuh rasa cinta penulis menyampaikan tulisan ini
sebagaibekal ilmu selama menjalani kehidupan di masa depan untuk suami
tercinta Rama Prima Syahti Fauzi yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan
senyuman, semangat dan motivasi, semoga tulisan ini menjadi berkah bagi kita,
masyarakat dan Negara. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan
xii
satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga
segala budi dan jasa yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu
dengan kerendahan hati penulis berharap pembaca dapat memberikan saran
yang bermanfaat demi kesempurnaannya. Semoga karya ini dapat bermanfaat
bagi kemajuan sektor perikanan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor,
Agustus 2012
Eka Handayani
xiii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palangkaraya pada tanggal 25 November 1985
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Haderani dan
Ibu Lendang. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Melayu
12 Muara Teweh, Kalimantan Tengah pada tahun 1996 dan pada tahun 1999
penulis menyelesaikan sekolah menengah pertama di SLTPN 1 Muara Teweh.
Selanjutnya penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum tahun 2002 di
SMUN I Muara Teweh, kemudian melanjutkan studi S1 sampai dengan dokter
hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Angkatan 39 dan
lulus pada tahun 2008.
Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 pada Program
Studi Mikrobiologi Medis, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada
Januari 2010 sampai sekarang penulis bekerja sebagai Pelaksana pada Subbag
Program Perikanan, Dinas perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………
xvii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..
xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..
xix
PENDAHULUAN ………………………………………………………………
1
Latar belakang …………………………………………………………
1
Rumusan Masalah …………………………………………………….
3
Tujuan ………………………………………………………………….
3
Manfaat penelitian …………………………………………………….
3
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….
4
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) ……………………………
4
Sistematika dan Morfologi Patin Siam ……………………….
4
Siklus Hidup Ikan Patin …………………………………………
6
Sifat-sifat Biologis ………………………………………………
6
Makanan dan Kebiasaan Makan ……………………………..
7
Kondisi Wilayah Pemantauan ………………………………………..
7
Kondisi Umum …………………………………………………..
7
Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar …………………….
9
Hama Dan Penyakit Ikan ……………………………………………..
11
Penyakit Akibat Infeksi Bakteri ……………………………………….
12
Penyakit bakterial utama pada ikan Patin …………………………..
13
Aeromonas hydrophila…………………………………………..
13
Aeromonas salmonicida………………………………………...
14
Pseudomonas sp ………………………………………………..
14
Edwardsiella tarda. ……………………………………………..
15
Edwardsiella ictaluri …...………………………………………..
16
Flavobacterium columnare ……………………………………
Faktor Lingkungan dan Kualitas Air …………………………………
16
17
xv
METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………………….
21
Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………….
21
Alat dan Bahan …………………………………………………………
21
Cara Kerja ………………………………………………………………
21
Pengumpulan Data ………………………………………………
21
Pengambilan Sampel …………………………………………….
22
Pemeriksaan bakteri ………………………………………..........
24
Preparasi Sampel ………………………………………..
24
Isolasi bakteri ……………………………………………..
24
Identifikasi isolat bakteri …………………………………
24
Identifikasi Bakteri ……………………………………….
25
Pengukuran Parameter Kualitas Air ……………………………
26
Pengolahan Data ………………………………………………….......
26
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………………
27
Gejala Klinis pada Ikan Patin yang Terinfeksi Bakteri ……………..
27
Hasil isolasi Bakteri dari lokasi pengambilan sampel ……………...
27
Prevalensi infeksi bakteri patogen …………………………………...
28
Hasil isolasi bakteri patogen dari organ tubuh ikan ………………..
29
Hasil analisa parameter kualitas air ………………………………….
Hubungan antara parameter kualitas air dengan prevalensi
bakteri…………………………………………………………………..
Peranan stress lingkungan dengan kejadian infeksi bakteri pada
ikan .................................................................................................
Derajat keasaman (pH) ………………………………………...
30
35
36
38
Suhu ……………………………………………………………...
39
Kecerahan ……………………………………………………….
41
Oksigen terlarut (DO) …………………………………………..
42
Amoniak (NH3) ………………………………………………….
44
Nitrit (NO2) ……………………………………………………….
44
Nitrat (NO3) ………………………………………………………
45
Besi (Fe) …………………………………………………………
45
Prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides ……………………….
46
Prevalensi infeksi Aeromonas sp……………………………………..
48
Prevalensi infeksi Citrobacter freundii ……………………………….
51
xvi
Prevalensi infeksi Flavobacterium columnare ………………………
52
Prevalensi infeksi Corynebacterium sp………………………………
53
Prevalensi Infeksi Pasteurella multocida …………………………..
54
Prevalensi Infeksi Micrococcus sp………………………………….
Prevalensi Infeksi bakteri patogen pada ukuran Ikan yang
berbeda…………………………………………………………………
54
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………
58
Kesimpulan ………………………………………………………………
58
Saran ………………………….………………………………………….
58
DAFTAR PUSTAKA …….…….…….…….…….…….…….…….…….……
59
LAMPIRAN …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….….
63
55
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Luas areal Kawasan Minapolitan dan Pemanfaatannya ……….
2 Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten
Banjar ………………………………………………………………….
3 Target Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Banjar Tahun
2009-2014 ………………………………………………………..........
4 Penentuan jumlah sampel usaha POKDAKAN Patin ……………
9
10
10
22
5 Penentuan jumlah sampel ikan dengan metode Amos ………..
23
6 Prevalensi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan ……………
28
7 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan …..
28
8 Jumlah isolat bakteri patogen yang ditemukan dari organ tubuh
ikan ……………………………………………………………………..
9 Hasil analisa parameter kualitas air, prevalensi infeksi bakteri
patogen dan bakteri patogen yang ditemukan di lokasi
pengambilan sampel …………………………………………………
10 Prevalensi masing-masing bakteri patogen di lokasi pengambilan
sampel di Kawasan Minapolitan ……………………………………
11 Kisaran optimum kualitas air untuk budidaya ikan Patin ………..
12 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi
infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan ………………….
13 Prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides dan kualitas air di
lokasi sampel ………………………………………………………….
14 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi
infeksi Plesiomonas shigelloides di Kawasan Minapolitan……..
15 Prevalensi infeksi Aeromonas caviae dan kualitas air di lokasi
sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
16 Prevalensi infeksi Citrobacter freundii dan kualitas air di lokasi
sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
17 Prevalensi infeksi Flavobacterium columnare dan kualitas air di
lokasi sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
18 Prevalensi infeksi Corynebacterium sp dan kualitas air di lokasi
sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
19 Prevalensi infeksi bakteri patogen berdasarkan ukuran panjang
ikan …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….……
20 Prevalensi infeksi bakteri patogen berdasarkan ukuran panjang
ikan ………………………………………………………………………
29
31
33
34
35
46
47
50
51
53
54
56
56
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kabupaten Banjar sebagai salah satu simpul industrialisasi
perikanan………………………………………………………………….
2
2
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)……………………………….
4
3
Gejala klinis infeksi bakteri pada ikan Patin…………………………...
27
4
Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kecamatan Martapura Barat,
Martapura Kota dan Kawasan Minapolitan ……………………………
29
5
Distribusi bakteri patogen yang ditemukan dari organ……………….
30
6
Korelasi pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen………………
38
7
Korelasi suhu dengan prevalensi infeksi bakteri patogen…………...
40
8
Korelasi kecerahan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen…….
42
9
Korelasi DO dengan prevalensi infeksi bakteri patogen……………..
43
10
Korelasi umur ikan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen……..
57
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Data Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Patin di Kawasan
Minapolitan Kab. Banjar…………………………………………………
2
Perhitungan Jumlah Pengambilan Sampel Kelompok Pembudidaya
Ikan dengan Rumus Taro Yamane …………………………………..
3
63
Penentuan
Sampel
per
Desa
Ditentukan
dengan
65
Metode
Proportional Random Sampling ….…………………………………..
66
4
Hasil Pengamatan Morfologi Isolat Bakteri ……………………………
67
5
Hasil Pengamatan Uji Biokimiawi ………………………………………
68
6
Analisis Regresi Linear Sederhana antara pH dan Prevalensi
Bakteri Patogen …………………………………………………………
7
Analisis Regresi Linear Sederhana antara Kadar Oksigen Terlarut
(DO) dan Prevalensi Bakteri Patogen …………………………..........
8
74
Analisis Regresi Linear Sederhana antara Suhu dan Prevalensi
Bakteri Patogen ………………………………………………………….
9
72
Analisis
Regresi Linear
Sederhana antara Kecerahan
76
dan
Prevalensi Bakteri Patogen …………………………………………...
78
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya
alam hayati cukup besar, diantaranya
sumberdaya hayati perikanan yang
merupakan salah satu modal dasar yang sangat berarti dalam pembangunan
nasional. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan
adalah dengan mengembangkan usaha budidaya perikanan, baik budidaya air
tawar dan payau maupun budidaya air laut dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan. Oleh karena itu. sebagai program lima tahun kedepan
Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membangun kawasan minapolitan
(kawasan produksi kelautan dan perikanan yang terintegrasi). Minapolitan
merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah
dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip,
integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.
Kegiatan perikanan merupakan salah satu sektor andalan di Kabupaten
Banjar. Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan diarahkan agar mampu
meningkatkan perannya dalam perbaikan ekonomi daerah. Sektor perikanan dan
kelautan diharapkan mampu memposisikan diri sebagai salah satu penggerak
pembangunan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk memadukan sektor perikanan
dengan dan sektor-sektor terkait lainnya agar dapat saling mendukung dan
bersinergi dengan pendekatan pembangunan berbasis kawasan dan komoditas,
maka Kabupaten Banjar telah menetapkan Kawasan Minapolitan Cindai Alus
sebagai
kawasan
strategis
dan
menjadi
kawasan
unggulan
daerah.
Pengembangan kawasan minapolitan Cindai Alus ini menitikberatkan kegiatan
ekonominya pada usaha
perikanan budidaya dengan ikan patin sebagai
komoditas utamanya.
Legalitas Kawasan Minapolitan Cindai Alus ini selanjutnya ditetapkan
melalui Surat Keputusan Bupati Banjar Nomor 241 Tahun 2008 tanggal 16 Juni
2008 tentang Penetapan Kawasan Budidaya/Minapolitan dan Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 39/MEN/2011
tanggal 21 Juli 2011 perubahan atas Surat Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 32/MEN/2010 tanggal 14 Mei 2010
tentang Penetapan Kawasan Minapolitan.
2
Sehubungan
dengan
kebijakan
pengembangan
sentra
perikanan
budidaya menuju industrialisasi perikanan, Pemerintah RI melalui Kementerian
Kelautan
dan
Perikanan
juga
telah
menetapkan
beberapa
kawasan
pengembangan perikanan budidaya dengan 7 komoditas industrialisasi yakni
Tuna, Udang, Rumput Laut, Bandeng, Nila, Patin dan Lele. Pengembangan
perikanan budidaya tersebut tersebar di seluruh wilayah/kepulauan di Indonesia
dengan masing-masing komoditas utama perikanan yang dikembangkan. Telah
ditetapkan 15 simpul industrialisasi perikanan di Indonesia dimana Kabupaten
Banjar menjadi salah satu simpul untuk pulau Kalimantan dimana patin menjadi
komoditas utama.
Gambar 1. Kabupaten Banjar sebagai salah satu simpul industrialisasi perikanan
Ikan Patin (Pangasius spp) merupakan spesies ikan air tawar dari jenis
Pangasidae yang dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang
pengembangan skala industri. Ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam segmen usaha pembenihan
maupun usaha pembesarannya (Susanto, 2009). Ikan patin berpotensi besar
sebagai komoditas ekspor karena memiliki daging berwarna putih yang disukai
oleh konsumen di luar negeri seperti Amerika Serikat dan Eropa (Hadinata,
2009). Kendala Indonesia dalam mengekspor patin dikarenakan produksinya
yang masih sangat rendah yakni hanya mencapai 100 ton per hari, sedangkan
ekspor Indonesia hanya mencapai 700 ton. Harga ikan patin dalam bentuk fillet
mencapai 2,6-2,8 dollar AS per kilogram. Konsumen ikan patin di dunia yakni di
Eropa yang mencapai 20%, karena komoditas tersebut mampu menggantikan
udang yang harganya lebih tinggi (Susanto, 2009).
3
Keberhasilan pengembangan ikan Patin di kawasan minapolitan tidak
terlepas dari upaya penanganan dan pemberantasan hama dan penyakit ikan
terutama hama penyakit ikan karantina. Bakteri merupakan salah satu agen
penyakit ikan yang dapat merusak kelestarian sumberdaya hayati perikanan dan
menurunnya tingkat kualitas maupun kuantitas produksi perikanan pada kawasan
Minapolitan. Tingkat kematian akibat infeksi bakteri pada populasi ikan dapat
mencapai 50 – 100% (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II
Syamsudin Noor Banjarmasin, 2011). Semakin meningkatnya mobilitas manusia
atau barang, menurunnya kualitas lingkungan perairan dan rendahnya efektifitas
upaya pencegahan dan pengendalian merupakan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan serangan hama dan penyakit ikan. Salah satu upaya pencegahan
dan pengendalian terjadinya serangan dan penyebaran penyakit bakterial pada
ikan adalah dengan melakukan pemantauan prevalensi penyakit bakterial
dikawasan Minapolitan sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan serta
pemberantasan dan pengendaliannya.
Rumusan Masalah
Bakteri merupakan salah satu agen penyakit ikan yang menjadi ancaman
bagi usaha budidaya ikan Patin di Kawasan Minapolitan, Kabupaten Banjar Prov.
Kalimantan Selatan. Penjelasan diatas menjadikan dasar pentingnya dilakukan
penelitian mengenai prevalensi penyakit bakterial pada ikan Patin dikawasan
Minapolitan yang diperlukan sebagai sebagai upaya deteksi dini untuk
pencegahan serta pemberantasan dan pengendaliannya.
Tujuan
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasi,
menginventarisir serta menentukan prevalensi penyakit bakterial pada Ikan Patin
di kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar, sebagai upaya deteksi
dini untuk pencegahan serta pemberantasan dan pengendaliannya.
Manfaat penelitian
Manfaat langsung yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat
menjadi bahan informasi dan bahan pengambilan keputusan dalam upaya
pengendalian hama dan penyakit ikan khususnya penyakit bakterial di Kawasan
Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
Sistematika dan Morfologi Patin Siam
Saanin (1984) dan Integrated Taxonomic Information System (2012)
mengklasifikasikan ikan patin siam sebagai berikut :
Domain
: Eukaryota
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Superclass
: Osteichthyes
Class
: Actinopterygii
Subclass
: Neopterygii
Superorder
: Ostariophysi
Order
: Siluriformes
Family
: Pangasiidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius hypophthalmus
Sinonim : Pangasius sutchi
Gambar 2. Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
(Sumber : http://bbatjambi.co.id)
5
Ikan patin siam merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan
panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan ini
bukan ikan lokal tetapi berasal dari Thailand. Pertama kali didatangkan ke
Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor.
Patin siam memiliki pertumbuhan yang cepat, fekunditas telurnya tinggi, warna
dagingnya merah, popular dikalangan masyarakat. Untuk pasupati memiliki
pertumbuhan yang cepat, fekunditas telurnya tinggi, warna dagingnya putih, dan
sedikit popular di masyarakat (Susanto 2009).
Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena
memiliki harga jual yang tinggi dan kandungan protein hewani yang tinggi. Hal
inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para
pengusaha untuk membudidayakannya. Selain rasa dagingnya yang lezat, ikan
patin memiliki beberapa kelebihan lain misalnya ukuran per individunya besar.
Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang
35-40 cm. ikan patin cukup potensial dibudidayakan di berbagai media
pemeliharaan yang berbeda, sebagaimana jenis ikan air tawar lainnya seperti
mas, tawes, dan lele. Media pemeliharaan kolam, karamba, bahkan jala apung
dapat digunakan untuk memelihara ikan patin (Susanto 2009).
Patin Siam bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi
sekitar 4 : 1. Bila dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan
perbandingan tinggi dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu
Patin Siam bertubuh tipis, atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya
adalah Patin Siam berpugung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor.
Patin Siam tidak memiliki sisik, sehingga yang nampak hanya kulitnya saja.
Warna tubuh Patin Siam seperti terbagi dua, yaitu punggung berwarna hijau,
abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna putih perak. Pada bagian itu
terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari kepala sampai ke pangkal
ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala sampai ke ujung sirip
dubur.
Tubuh Patin Siam terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor.
Kepalanya kecil, dan gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil,
hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila
dan mandibula, atau kumis. Inilah yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis
seperti kucing). Pada rongga mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari
tulang vomer. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala. Patin
6
Siam bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal
fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan sepasang
sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat di atas
perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan
berjari-jari sirip 29 – 33. Selain kelima sirip, Patin Siam memiliki sirip yang tidak
dimiliki ikan lain, yaitu bersirip lemah (adipose fin) yang letaknya di belakang sirip
punggung (Saanin 1984).
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak
dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120
cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala
patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak disebelah bawah. Hal
ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua
pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Amri 2007). Sirip
punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang
bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip
punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip
lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan
bentuknya simetris. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak,
sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13
jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang
dikenal sebagai patil (Amri 2007).
Siklus Hidup Ikan Patin
Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase
yang akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat
dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang
berkualitas. Menurut Amri (2007) Ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur,
larva, benih (juvenil), dan induk (dewasa).
Sifat-sifat Biologis
Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau
nocturnal. Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai
habitat hidupnya. Ikan ini termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik
memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan domersal lain seperti
ikan lele dan ikan gabus. Habitatnya di sungai-sungai besar dan muara-muara
7
sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Tidak hanya itu ikan
patin juga sulit memijah di kolam atau wadah pemeliharaan dan termasuk pula
ikan yang kawin musiman sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan serta
hanya memijah sekali setahun pada musim hujan sekitar bulan November-Maret
(Amri 2007).
Makanan dan Kebiasaan Makan
Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke
arah karnivora. Makanan utama ikan patin di alam berupa udang renik
(crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan pelengkap ikan patin
berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan Malam hari ia
akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri atas cacing,
serangga, udang sungai, jenis–jenis siput dan biji–bijian. Dari sifat makannya
ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang
besar. Sedangkan untuk larva ikan patin yang dipelihara pada kolam-kolam
maupun akuarium dapat diberikan makanan alami seperti artemia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (Susanto dan Amri 2002).
Kondisi Wilayah Pemantauan
Kondisi Umum
Kabupaten Banjar terletak di bagian selatan Provinsi Kalimantan Selatan,
berada pada 114o 30’ 20’’ dan 115o 33’ 37’’
Bujur Timur serta antara 2o49’55”
dan 3o 43’ 38’’ Lintang Selatan. Luas wilayahnya mencapai 4.688,50 km2 atau
sekitar 12,20% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Secara
administratif terbagi atas 19 kecamatan dengan 277 Desa dan 13 Kelurahan.
Posisi geografis Kabupaten Banjar, yang berada di menempatkannya di jalur
transportasi antar Propinsi Kalimantan Selatan – Kalimantan Timur. Hal ini
sekaligus membuat Kabupaten Banjar memiliki posisi strategis sebagai lintas
ekonomi dan sebagai daerah penyangga bagi wilayah sekitarnya. Wilayah
tersebut adalah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala di sebelah barat,
Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut di sebelah selatan, Kabupaten
Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru di sebelah timur dan Kabupaten Tapin
dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah Utara (RPJMD Kabupaten Banjar
Tahun 2011-2015 2011).
8
Berdasarkan pemantauan Badan Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru
pada tahun 2010, suhu udara di Kabupaten Banjar rata-rata berkisar antara 22,3o
C - 32,8o C. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan Mei (32,8o C) dan suhu
minimum terjadi pada bulan Juni dan Juli (22,3o C). Selain itu sebagai daerah
tropis maka kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar 40,0%100,0% dengan kelembaban maksimum pada bulan Februari, Maret, April Oktober, November dan Desember serta minimum pada bulan September. Curah
hujan bulanan berkisar antara 54,4 – 554, 3 mm. Curah hujan tertinggi pada
bulan Maret yaitu 554,3 mm dan yang terendah pada bulan Mei yaitu 54,4 mm.
Tekanan udara berkisar antara 1.008,2 mb – 1.014,8 mb, sedangkan kecepatan
angin berkisar antara 2-16 knot. Penyinaran dengan intensitas tertinggi terjadi
pada bulan Mei dan September yaitu 4,83% dan terendah pada bulan Desember
yaitu sekitar 2,17% (RPJMD Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).
Secara topografis wilayah Kabupaten Banjar merupakan daratan dan
pegunungan yang ketinggiannya berkisar antara 0 s/d 1.878 meter dari
permukaan laut. Ketinggian ini merupakan salah satu faktor yang menentukan
letak kegiatan penduduk, maka ketinggian juga dipakai sebagai penentuan batas
wilayah tanah usaha, dimana 35 % berada di ketinggian 0–7 m dpl, 55,54 % ada
pada ketinggian 50–300 m dpl, sisanya 9,45 % lebih dari 300 m dpl. Rendahnya
letak Kabupaten Banjar dari permukaan laut menyebabkan aliran air pada
permukaan tanah menjadi kurang lancar. Akibatnya sebagian wilayah selalu
tergenang (29,93%) sebagian lagi (0,58%) tergenang secara periodik. Bagian
barat Kabupaten Banjar merupakan wilayah datar dan pasang surut yang
sebagian diperuntukan sebagai lahan pertanian/sawah. Sedangkan bagian timur
daerah berbukit, kebanyakan ditumbuhi padang alang-alang, belukar dan hutan
primer, dan sebagian juga diperuntukkan sebagai lahan sawah (RPJMD
Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).
Pada umumnya tanah di wilayah ini bertekstur halus (77,62%) yaitu
meliputi tanah liat, berlempung, ber-pasir dan berdebu Sementara 14,93 %
bertekstur sedang yaitu jenis lempung, berdebu, liat berpasir, sisanya 5,39 %
bertekstur kasar yaitu pasir berlempung, pasir berdebu. Kedalaman efektif
tanahnya sebagian besar lebih besar dari 90 cm (66,45%) , sementara
kedalaman 60-90 cm meliputi 18,77 %, dan 30-60 cm hanya 14,83 %. Menurut
peta tanah eksplorasi tahun 1981 skala 1:1.000.000 dari Lembaga Penelitian
Bogor di wilayah dijumpai jenis tanah berupa tanah organosol, gleihumus dengan
9
bahan induk bahan aluvial dan fisiografi dataran yang meliputi 3,72%. 28,57%
dari luas wilayah. Tanah komplek podsolik merah kuning dan laterit dengan
bahan induk batuan baku dengan fisiografi dataran meliputi 14,29%. Tanah
latosol dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi instrusi meliputi 24,84%.
Tanah komplek podsolik merah kuning, latosol dengan batu induk endapan dan
metamorf meliputi 28,57% (RPJMD Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).
Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan
Pemerintah Kabupaten Banjar telah menetapkan Kecamatan Martapura
Kota dan Martapura Barat sebagai Kawasan Minapolitan. Kegiatan Perikanan di
Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar adalah perikanan budidaya kolam
dengan komoditas Ikan Patin (P.sutchii) dan Ikan Nila (O.Niloticus). Kawasan ini
memiliki lahan seluas 6.406 Ha dengan lahan potensial untuk kolam budidaya
seluas 1.195 Ha (Tabel 1). Sumber air disuplai dari Irigasi teknis riam kanan
seluas 25.900 Ha yang terbentang sepanjang 40 km dari desa Mandikapau, Kec.
Karang Intan hingga Kec. Sungai Tabuk.
Tabel 1. Luas areal Kawasan Minapolitan dan Pemanfaatannya
Kecamatan/
Komoditas
Usaha
Luas Areal Kawasan
Desa
Unggulan
Perikanan
Minapolitan (Ha)
Luas
Potensi Fungsional
Martapura Kota
Patin, Nila
Budidaya
Cindai Alus
300
158
16
Tungkaran
200
127
52
Sungai Sipai
300
90
36
Martapura Barat
Patin, Nila
Budidaya
Sungai Rangas
482
125
18
Hambuku
Sungai Batang
2.275
370
161
Penggalaman
2.849
325
34
Jumlah
6.406
1.195
497
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel Tahun 2011
Produksi seluruh komoditas perikanan Kab. Banjar pada tahun 2011
sebesar 39.689 ton. Khusus untuk Ikan patin, produksi mencapai 11.594 ton,
dimana 11.147 ton (96,15%) merupakan produksi patin Kawasan Minapolitan.
Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus dan target produksi perikanan
budidaya di Kabupaten Banjar tersaji pada Tabel 2 dan 3.
10
Tabel 2. Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar
Uraian
Tahun
2008
2009
2010
2011
RTP (orang)
195
220
250
290
Kelompok Pembudidaya
9
21
23
27
Ikan (POKDAKAN)
Potensi kolam (Ha)
1,195
1,195
1,195
1,195
Fungsional kolam (Ha)
325
397
452
497
Kebutuhan Benih Patin
3,914,200
4,899,620 13,026,200 12,262,063
(ekor)
Kebutuhan Benih Nila
1,522,770
1,353,900 11,486,925
7,771,905
(ekor)
Kebutuhan Pakan Ikan
5,900
7,572.14
20,131.4
18,950.46
Patin (Ton)
Kebutuhan Pakan Ikan
1,319.73
1,534.42
13,018.52
8,808.16
Nila (Ton)
Produksi ikan Patin (Ton)
3,470.59
4,454.20
11,842
11,147.33
Produksi ikan Nila (Ton)
1,015.18
902.6
7,657.95
5,181.27
Sumber : Data Base Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel
Tahun 2011
Tabel 3. Target Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Banjar Tahun 20092014
Jenis komoditi
Produksi (Ton)
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Patin
7,300 17,100 30,700 52,000
88,700 150,800
Nila
3,800
4,494
6,741 10,111
15,166
22,750
Mas
1,300
3,274
3,929
4,715
5,657
6,789
Gurame
30
36
47
61
79
103
Ikan lainnya:
Jelawat
20
30
35
40
50
Baung
5
10
15
20
25
Lele Dumbo
5
10
20
20
25
Udang windu
2
2
5
5
10
Bandeng
20
30
50
70
100
Jumlah
12,430 24,956 41,499 67,012 109,757 180,652
Sumber : Data Base Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel
Tahun 2011
11
Hama Dan Penyakit Ikan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Karantina Ikan, Hama dan Penyakit Ikan (HPI) adalah semua mikro organisme
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menginfeksi tubuh ikan
sekaligus dapat menimbulkan gangguan kehidupan ikan normal sampai dapat
mengakibatkan kematian. Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah
semua hama dan penyakit ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat
hanya di area tertentu di wilayah negara Republik Indonesia yang dalam waktu
relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosio ekonomi atau yang
membahayakan kesehatan masyarakat. Hama dan Penyakit Ikan Golongan I
adalah semua hama dan penyakit ikan karantina yang tidak dapat di suci
hamakan dan/atau disembuhkan dari media pembawa karena teknologi
perlakuan belum dikuasai. Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan II adalah
semua hama dan penyakit ikan karantina yang dapat disucihamakan dan/atau
disembuhkan dari media pembawa karena teknologi pelaksanaannya sudah
dikuasai.
Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi dan atau
fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena penyebab dari
dalam/internal dan dari luar /eksternal (Yuasa et al. 2003). Penyakit Ikan
merupakan suatu proses yang mempengaruhi sebagian atau seluruh tubuh yang
mengakibatkan keadaan ikan tidak normal dengan penyebab yang belum atau
sudah diketahui. Penyakit ikan timbul karena adanya interaksi kompleks antara
ikan, agen penyakit dan lingkungan (air). Penyebab penyakit dari internal dan
eksternal menurut Yuasa et al. ( 2003 ) adalah sebagai berikut:
1. Penyebab internal meliputi genetik, sekresi internal, imunodefisiensi, saraf dan
metabolisme
2. Penyebab eksternal meliputi :
- Non Patogen:
a. Penyakit Lingkungan, disebabkan suhu dan kualitas air lainnya (pH,
kelarutan gas, zat beracun)
b. Penyakit nutrisi, disebabkan kekurangan nutrisi, gejala keracunan dalam
pakan
- Patogen terdiri dari parasit, jamur, bakteri dan virus
12
Penyakit Akibat Infeksi Bakteri
Menurut Zonneveld et al. (1991), bakteri adalah mikroorganisme dengan
struktur intraselluler yang sederhana, bentuknya berbeda menurut genusnya.
Jenis bakteri tertentu biasanya menunjukkan bentuk dan ukuran sesuai dengan
keadaan lingkungan, ciri-ciri bakteri itu sendiri adalah dapat tumbuh dan
bertambah banyak dalam kelompok, berbentuk rantai atau benang, memiliki
koloni yang berwarna dan berkilau atau tidak, halus atau kasar, metabolisme
aerob atau anaerob, membutuhkan media tertentu untuk mengkultur disertai
dengan
menghasilkan
asam
mengindentifikasi bakteri.
dan
gas,
sifat-sifat
ini
berguna
untuk
Penyakit akibat infeksi bakteri di Indonesia dapat
menyebabkan kematian sekitar 50 – 100% pada populasi ikan.
Bakteri juga merupakan organisme primitif akan tetapi mempunyai
susunan sel yang telah berkembang dengan sempurna walaupun tidak memiliki
nukleus sebagaimana mahluk-mahluk hidup yang lebih tinggi. Bakteri biasanya
mempunyai tingkat reproduksi yang tinggi apabila ketersediaan makanan cukup.
Jika makanan tersebut ditemukan pada organisme lain maka hal inilah yang
dapat menyebabkan penyakit. Beberapa spesies diantaranya dapat hidup
didalam atau diluar organism multiseluler lain tanpa menyebabkan penyakit
bahkan diantaranya sangat dibutuhkan oleh inangnya (Axelrod et al. 1995).
Suatu penyakit tertentu akibat bakteri biasanya dapat dikenali dari gejalagejala yang ditimbulkannya. Namun untuk menentukan jenis/spesies bakteri
penyebab penyakit pada ikan diperlukan pemeriksaan laboratorium. Gejala
umum akibat serangan bakteri antara lain gerakan ikan lemah, gerakan
abnormal, produksi lendir berkurang setelah ikan yang terinfeksi mengeluarkan
lendir yang berlebihan, perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, ikan menjadi
kurus, pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi, luka (ulcer) pada
tempatrontok pada insang dan kulit, bengkak pada perut dan mengeluarkan
cairan kuning darah (dropsy), mata menonjol (exophthalmus), beberapa bakteri
mampu menghasilkan tubercle atau granuloma pada bagian tubuh yang
terinfeksi (Supriyadi 2005).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.
03/MEN/2010), bakteri-bakteri yang termasuk dalam hama dan penyakit ikan
karantina
adalah
Aeromonas
salmonicida,
Renibacterium
salmoninarum,
Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonei, Mycobacterium fortuitum,
Nocardia seriolae, Nocardia
Campachi, Nocardia. Asteroides, Nocardia
13
crassostreae, Edwardsiella tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus agalactiae,
Pasteurella piscicida (Photobacterium damselae subsp. Piscicida), Yersinia
ruckeri, Aerococcus viridans var Homeri, Pseudomonas anguilliseptica dan
Dari kelompok Bateri golongan HPIK tersebut yang
Streptococcus iniae.
ditemukan di Indonesia adalah Aeromonas salmonicida, Mycobacterium
marinum, Mycobacterium chelonei, Mycobacterium fortuitum, Edwardsiella tarda,
Edwardsiella
ictaluri,
Streptococcus
agalactiae,
Pasteurella
piscicida
(Photobacterium damselae subsp. Piscicida), Yersinia ruckeri, Pseudomonas
enguillaseptica dan Streptococcus iniae.
Penyakit bakterial utama pada ikan Patin
Bakteri utama yang sering menyerang ikan Patin adalah Aeromonas sp.
dan Pseudomonas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada
bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip (Khairuman dan
Sudenda 2011). Selain itu, Edwardsiella sp dan Flavobacterium sp merupakan
bakteri yang menyerang Patin.
Aeromonas hydrophila
Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya
hidup
di
air
tawar
yang
mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri A. hydrophila adalah
berbentuk batang, berdiameter 0,3 - 1,0 mikrometer dan panjang 1,0 -3,5
mikrometer, bersifat Gram negatif, hidup pada temperatur optimal 22 - 28°C,
gelatinase positif (Holt et al. 1994). Selain itu bakteri ini juga bersifat fakultatif
aerobik
(dapat
hidup
dengan atau
tanpa
oksigen)
yang mengubah
karbohidrat menjadi asam dan gas, tidak berspora, bersifat motil (bergerak
aktif) karena memiliki flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah
satu kutubnya. Koloni bakteri ini pada media agar berwarna putih kekuningan,
bentuk bulat cembung, oksidase sitokrom dan reaksi katalase positif. Bakteri ini
senang hidup di lingkungan perairan bersuhu 15 - 30°C dan pH antara 53-9
(Kordi 2004).
Aeromonas
hydrophila merupakan bakteri
agen penyebab
penyakit
Bacterial Hemorrhagic Septicemia atau Motil Aeromonas Septicemia. Tandatanda klinis infeksi A. hydrophila bervariasi, tetapi pada umumnya ditunjukkan
dengan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga mulut; borok pada kulit
yang dapat meluas ke jaringan otot. Selain itu, ikan yang terseran
PREVALENSI INFEKSI BAKTERI PATOGEN PADA IKAN PATIN
(Pangasius hypophthalmus) DI KAWASAN MINAPOLITAN
KABUPATEN BANJAR
EKA HANDAYANI
B253080031
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFOMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prevalensi Infeksi Bakteri
Patogen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan
Kabupaten banjar adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Eka Handayani
NIM B253080031
iii
ABSTRACT
EKA HANDAYANI. Prevalence of pathogenic bacterial infection in Pangasius
hypophthalmus in Minapolitan Area of Banjar District. Under direction of
FACHRIYAN HASMI PASARIBU and USAMAH AFIFF.
Numbers of 160 samples of Pangasius hypophthalmus were taken from
16 groups of fish (Pokdakan) in Minapolitan Area of Banjar District. Fish samples
were taken selectively (which showed clinical symptoms of disease) or taken
randomly if the symptoms of disease did not show. Bacterial isolates were made
from organ of fish samples, and then were identified by the morphology,
physiology and biochemistry test. Measurement of water quality parameters were
also conducted directly in the respective pools/sampling sites. Eight types of
pathogenic bacterial were found in Minapolitan Area of Banjar District with
prevalence of 50.00%. The pathogenic bacterial were Plesiomonas shigelloides
(26.88%), Aeromonas caviae (8.13%), Flavobacterium columnare (5.00%),
Citrobacter freundii (3.13%), Corynebacterium sp (2.50%), Micrococcus sp
(1.88%), Aeromonas hydrophilla (1.88%) and Pasteurella multocida (1.88%).
Prevalence of pathogenic bacterial in West Martapura Subdistrict (52.5%) was
higher than Martapura Subdistrict (42.5%). There were significant correlation
between water turbidity and prevalence of pathogenic bacterial.
Keywords:
Pathogenic
bacterial,
prevalence,
Minapolitan Area of Banjar District
Pangasius
hypophthalmus,
iv
RINGKASAN
EKA HANDAYANI. Prevalensi Infeksi Bakteri Patoegen pada Ikan Patin
(Pangasius
hypophthalmus)
di
Kawasan
Minapolitan
Kabupaten banjar.
Dibimbing oleh FACHRIYAN HASMI PASARIBU dan USAMAH AFIFF.
Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor andalan di
Kabupaten Banjar dalam rangka peningkatan dan perbaikan ekonomi daerah.
Untuk memadukan sektor perikanan dengan dan sektor-sektor terkait lainnya
agar dapat saling mendukung dan bersinergi dengan pendekatan pembangunan
berbasis kawasan dan komoditas, Kabupaten Banjar menetapkan Kawasan
Minapolitan Cindai Alus sebagai kawasan strategis dan menjadi kawasan
unggulan daerah. Pengembangan kawasan minapolitan Cindai Alus ini
menitikberatkan kegiatan ekonominya pada usaha perikanan budidaya dengan
ikan patin sebagai komoditas utamanya. Sehubungan dengan kebijakan
pengembangan sentra perikanan budidaya menuju industrialisasi perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2011 juga telah menetapkan
beberapa kawasan pengembangan perikanan budidaya dengan 7 komoditas
utama, dimana
Kabupaten Banjar menjadi salah satu simpul
industrialisasi
perikanan untuk pulau Kalimantan dengan Patin sebagai komoditas utama.
Ikan Patin (Pangasius spp) merupakan spesies ikan air tawar dari jenis
Pangasidae yang dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang
pengembangan skala industri. Ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam segmen usaha pembenihan
maupun usaha pembesarannya (Susanto, 2009). Keberhasilan pengembangan
ikan Patin di Kawasan Minapolitan Cindai Alus
tidak terlepas dari upaya
penanganan dan pemberantasan hama dan penyakit ikan terutama hama
penyakit ikan karantina. Bakteri merupakan salah satu agen penyakit ikan yang
dapat merusak kelestarian sumberdaya hayati perikanan dan menurunnya
tingkat kualitas maupun kuantitas produksi perikanan. Salah satu upaya
pencegahan dan pengendalian terjadinya serangan dan penyebaran penyakit
bakterial pada ikan adalah dengan melakukan pemantauan prevalensi penyakit
bakterial dikawasan Minapolitan sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan
serta pemberantasan dan pengendaliannya.
v
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasi,
menginventarisir serta menentukan prevalensi penyakit bakterial utama pada
Ikan Patin di kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar sebagai upaya
deteksi dini untuk pencegahan, pemberantasan dan pengendaliannya. Manfaat
langsung yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjadi bahan
informasi dan bahan pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan,
pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit ikan khususnya penyakit
bakterial di Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar.
Sebanyak 160 sampel ikan Patin diambil dari 16 lokasi kolam budidaya
POKDAKAN di Kawasan Minapolitan kabupaten Banjar. Sampel ikan tersebut
dipilih secara selektif (ikan yang menunjukan gejala klinis terserang penyakit)
atau secara acak jika ikan tidak menunjukan gejala terserang penyakit. Isolat
bakteri diambil dari organ ikan meliputi insang, paru-paru, hati, ginjal dan daging.
Isolat bakteri yang tumbuh selanjutnya identifikasi secara morfologi, fisologi dan
biokimia. Pengukuran parameter kualitas air meliputi pH, suhu, oksigen terlarut,
kecerahan, kadar amoniak, nitrit, nitrat dan besi juga dilakukan pada saat yang
bersamaan dengan pengambilan sampel ikan. Data hasil penelitian dianalisa
dengan menggunakan rumus prevalensi/frekuensi kejadian, uji korelasi dan
regresi.
Beberapa gejala penyakit yang terlihat pada ikan sampel yakni luka pada
permukaan tubuh, gripis pada sirip dan ekor serta pembengkakan pada bagian
perut. Dari hasil penelitian, prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan
Minapolitan Kabupaten Banjar sebesar 50%. Bakteri patogen tersebut meliputi
Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii, Aeromonas caviae, Aeromonas
hydrophilla, Pasteurella multocida, Flavobacterium columnare, Corynebacterium
sp dan Micrococcus sp.
Prevalensi infeksi bakteri patogen di kecamatan
Martapura Barat (52,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan Martapura
Kota (42,5%).
Prevalensi infeksi bakteri patogen tertinggi di Kawasan Minapolitan adalah
infeksi Plesiomonas shigelloides (26,88%) dan Aeromonas caviae (8,13%). Di
Kecamatan
Martapura
Kota,
prevalensi
bakteri
tertinggi
adalah
infeksi
Plesiomonas shigelloides (25,00%), Aeromonas hydrophilla (7,50%) dan
Citrobacter freundii (5,00%). Untuk Kecamatan Martapura Barat, prevalensi
bakteri tertinggi adalah infeksi Plesiomonas shigelloides (27.50%), Aeromonas
caviae (10,00%) dan Flavobacterium columnare (6,67%). Hasil isolasi bakteri
vi
dari organ sampel, menunjukkan bahwa hanya Plesiomonas shigelloides dan
Aeromonas caviae yang ditemukan dari kelima organ sampel, sedangkan 6
bakteri lainnya diisolasi dari organ tertentu. Terdapat dua jenis bakteri yang
hanya diisolasi dari satu organ meliputi Pasteurella multocida yang diisolasi dari
hati dan Corynebacterium sp yang diisolasi dari ginjal.
Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dan prevalensi infeksi
bakteri patogen di Kawasan Minapolitan menunjukan bahwa terdapat hubungan
korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi bakteri patogen
di Kawasan Minapolitan. Suhu dan pH memiliki korelasi yang cukup kuat dengan
prevalensi infeksi bakteri patogen.
Peningkatan suhu dan pH dapat
meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen. Kecerahan air memiliki korelasi
yang sangat
kuat dan signifikan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen
Kabupaten Banjar. Semakin rendah tingkat kecerahan air dapat meningkatkan
prevalensi infeksi bakteri patogen. Hasil uji korelasi antara umur ikan (ukuran
tubuh ikan) dan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan
menunjukan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara ukuran tubuh ikan
dengan prevalensi infeksi bakteri patogen. Hasil penelitian menunjukkan adanya
penurunan prevalensi infeksi bakteri patogen
seiring dengan bertambahnya
ukuran tubuh ikan
Kata kunci : Bakteri patogen, prevalensi, Pangasius hypophthalmus, Kawasan
Minapolitan Kabupaten Banjar
vii
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
ataumenyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
viii
PREVALENSI INFEKSI BAKTERI PATOGEN PADA IKAN PATIN
(Pangasius hypophthalmus) DI KAWASAN MINAPOLITAN
KABUPATEN BANJAR
EKA HANDAYANI
B253080031
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mikrobiologi Medis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Drh.Hj.Agustin Indrawati, M.Biomed
x
Judul
: Prevalensi Infeksi Bakteri Patogen pada Ikan Patin (Pangasius
hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar
Nama
: drh. Eka Handayani
NRP
: B253080031
Disetujui,
Komisi Pembimbing
drh Usamah Afiff, M.Sc
Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu
Ketua
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Mikrobiologi Medis
Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu
Tanggal Ujian : 9 Agustus 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus :
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul
Prevalensi Infeksi Bakteri Patogen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar, sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi/Mayor Mikrobiologi Medis,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.drh. Fachriyan H.Pasaribu
selaku Ketua komisi pembimbing dan drh.Usamah Afiff, M.Sc selaku anggota
komisi pembimbing yang dengan sabar dan tulus memberikan bimbingan,
nasehat danpengorbanan waktu yang diberikan selama masa penelitian sampai
dengan penyelesaian tesis. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih
kepada Kepala Balai Karantina Ikan Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin
beserta Karyawan/Karyawati yang telah banyak membantu penulis selama
melaksanakan penelitian.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh Staf Pengajar
Program Mikrobiologi Medik, rekan seperjuangan MKM angkatan 2008, 2009,
2010, 2011 dan 2012 atas dukungannya. Kepada Papah dan Mamah, adik-adik
tercinta serta seluruh keluarga besar terimakasih atas segala doa restu,
bimbingan, semangat dan didikan dalam keluarga sehingga ananda senantiasa
terpacu menyelesaikan pendidikan S2.
Terimakasih kepada Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar
yang berkenan memberikan izin
sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah.
Terima kasih kepada M.Syahid, S.Pi, MP,
Ir.Sofyan Hadi, Drh.Asep Yusuf
Nugraha, para penyuluh perikanan dan Karyawan/i Dinas Perikanan dan
Kelautan Kab. Banjar yang banyak memberikan dukungan dan bantuan selama
penulis melaksanakan penelitian di lapangan.
Akhirnya dengan penuh rasa cinta penulis menyampaikan tulisan ini
sebagaibekal ilmu selama menjalani kehidupan di masa depan untuk suami
tercinta Rama Prima Syahti Fauzi yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan
senyuman, semangat dan motivasi, semoga tulisan ini menjadi berkah bagi kita,
masyarakat dan Negara. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan
xii
satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga
segala budi dan jasa yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu
dengan kerendahan hati penulis berharap pembaca dapat memberikan saran
yang bermanfaat demi kesempurnaannya. Semoga karya ini dapat bermanfaat
bagi kemajuan sektor perikanan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor,
Agustus 2012
Eka Handayani
xiii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palangkaraya pada tanggal 25 November 1985
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Haderani dan
Ibu Lendang. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Melayu
12 Muara Teweh, Kalimantan Tengah pada tahun 1996 dan pada tahun 1999
penulis menyelesaikan sekolah menengah pertama di SLTPN 1 Muara Teweh.
Selanjutnya penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum tahun 2002 di
SMUN I Muara Teweh, kemudian melanjutkan studi S1 sampai dengan dokter
hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Angkatan 39 dan
lulus pada tahun 2008.
Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 pada Program
Studi Mikrobiologi Medis, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada
Januari 2010 sampai sekarang penulis bekerja sebagai Pelaksana pada Subbag
Program Perikanan, Dinas perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………
xvii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..
xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..
xix
PENDAHULUAN ………………………………………………………………
1
Latar belakang …………………………………………………………
1
Rumusan Masalah …………………………………………………….
3
Tujuan ………………………………………………………………….
3
Manfaat penelitian …………………………………………………….
3
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….
4
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) ……………………………
4
Sistematika dan Morfologi Patin Siam ……………………….
4
Siklus Hidup Ikan Patin …………………………………………
6
Sifat-sifat Biologis ………………………………………………
6
Makanan dan Kebiasaan Makan ……………………………..
7
Kondisi Wilayah Pemantauan ………………………………………..
7
Kondisi Umum …………………………………………………..
7
Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar …………………….
9
Hama Dan Penyakit Ikan ……………………………………………..
11
Penyakit Akibat Infeksi Bakteri ……………………………………….
12
Penyakit bakterial utama pada ikan Patin …………………………..
13
Aeromonas hydrophila…………………………………………..
13
Aeromonas salmonicida………………………………………...
14
Pseudomonas sp ………………………………………………..
14
Edwardsiella tarda. ……………………………………………..
15
Edwardsiella ictaluri …...………………………………………..
16
Flavobacterium columnare ……………………………………
Faktor Lingkungan dan Kualitas Air …………………………………
16
17
xv
METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………………….
21
Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………….
21
Alat dan Bahan …………………………………………………………
21
Cara Kerja ………………………………………………………………
21
Pengumpulan Data ………………………………………………
21
Pengambilan Sampel …………………………………………….
22
Pemeriksaan bakteri ………………………………………..........
24
Preparasi Sampel ………………………………………..
24
Isolasi bakteri ……………………………………………..
24
Identifikasi isolat bakteri …………………………………
24
Identifikasi Bakteri ……………………………………….
25
Pengukuran Parameter Kualitas Air ……………………………
26
Pengolahan Data ………………………………………………….......
26
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………………
27
Gejala Klinis pada Ikan Patin yang Terinfeksi Bakteri ……………..
27
Hasil isolasi Bakteri dari lokasi pengambilan sampel ……………...
27
Prevalensi infeksi bakteri patogen …………………………………...
28
Hasil isolasi bakteri patogen dari organ tubuh ikan ………………..
29
Hasil analisa parameter kualitas air ………………………………….
Hubungan antara parameter kualitas air dengan prevalensi
bakteri…………………………………………………………………..
Peranan stress lingkungan dengan kejadian infeksi bakteri pada
ikan .................................................................................................
Derajat keasaman (pH) ………………………………………...
30
35
36
38
Suhu ……………………………………………………………...
39
Kecerahan ……………………………………………………….
41
Oksigen terlarut (DO) …………………………………………..
42
Amoniak (NH3) ………………………………………………….
44
Nitrit (NO2) ……………………………………………………….
44
Nitrat (NO3) ………………………………………………………
45
Besi (Fe) …………………………………………………………
45
Prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides ……………………….
46
Prevalensi infeksi Aeromonas sp……………………………………..
48
Prevalensi infeksi Citrobacter freundii ……………………………….
51
xvi
Prevalensi infeksi Flavobacterium columnare ………………………
52
Prevalensi infeksi Corynebacterium sp………………………………
53
Prevalensi Infeksi Pasteurella multocida …………………………..
54
Prevalensi Infeksi Micrococcus sp………………………………….
Prevalensi Infeksi bakteri patogen pada ukuran Ikan yang
berbeda…………………………………………………………………
54
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………
58
Kesimpulan ………………………………………………………………
58
Saran ………………………….………………………………………….
58
DAFTAR PUSTAKA …….…….…….…….…….…….…….…….…….……
59
LAMPIRAN …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….….
63
55
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Luas areal Kawasan Minapolitan dan Pemanfaatannya ……….
2 Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten
Banjar ………………………………………………………………….
3 Target Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Banjar Tahun
2009-2014 ………………………………………………………..........
4 Penentuan jumlah sampel usaha POKDAKAN Patin ……………
9
10
10
22
5 Penentuan jumlah sampel ikan dengan metode Amos ………..
23
6 Prevalensi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan ……………
28
7 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan …..
28
8 Jumlah isolat bakteri patogen yang ditemukan dari organ tubuh
ikan ……………………………………………………………………..
9 Hasil analisa parameter kualitas air, prevalensi infeksi bakteri
patogen dan bakteri patogen yang ditemukan di lokasi
pengambilan sampel …………………………………………………
10 Prevalensi masing-masing bakteri patogen di lokasi pengambilan
sampel di Kawasan Minapolitan ……………………………………
11 Kisaran optimum kualitas air untuk budidaya ikan Patin ………..
12 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi
infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan ………………….
13 Prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides dan kualitas air di
lokasi sampel ………………………………………………………….
14 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi
infeksi Plesiomonas shigelloides di Kawasan Minapolitan……..
15 Prevalensi infeksi Aeromonas caviae dan kualitas air di lokasi
sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
16 Prevalensi infeksi Citrobacter freundii dan kualitas air di lokasi
sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
17 Prevalensi infeksi Flavobacterium columnare dan kualitas air di
lokasi sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
18 Prevalensi infeksi Corynebacterium sp dan kualitas air di lokasi
sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….
19 Prevalensi infeksi bakteri patogen berdasarkan ukuran panjang
ikan …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….……
20 Prevalensi infeksi bakteri patogen berdasarkan ukuran panjang
ikan ………………………………………………………………………
29
31
33
34
35
46
47
50
51
53
54
56
56
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kabupaten Banjar sebagai salah satu simpul industrialisasi
perikanan………………………………………………………………….
2
2
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)……………………………….
4
3
Gejala klinis infeksi bakteri pada ikan Patin…………………………...
27
4
Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kecamatan Martapura Barat,
Martapura Kota dan Kawasan Minapolitan ……………………………
29
5
Distribusi bakteri patogen yang ditemukan dari organ……………….
30
6
Korelasi pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen………………
38
7
Korelasi suhu dengan prevalensi infeksi bakteri patogen…………...
40
8
Korelasi kecerahan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen…….
42
9
Korelasi DO dengan prevalensi infeksi bakteri patogen……………..
43
10
Korelasi umur ikan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen……..
57
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Data Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Patin di Kawasan
Minapolitan Kab. Banjar…………………………………………………
2
Perhitungan Jumlah Pengambilan Sampel Kelompok Pembudidaya
Ikan dengan Rumus Taro Yamane …………………………………..
3
63
Penentuan
Sampel
per
Desa
Ditentukan
dengan
65
Metode
Proportional Random Sampling ….…………………………………..
66
4
Hasil Pengamatan Morfologi Isolat Bakteri ……………………………
67
5
Hasil Pengamatan Uji Biokimiawi ………………………………………
68
6
Analisis Regresi Linear Sederhana antara pH dan Prevalensi
Bakteri Patogen …………………………………………………………
7
Analisis Regresi Linear Sederhana antara Kadar Oksigen Terlarut
(DO) dan Prevalensi Bakteri Patogen …………………………..........
8
74
Analisis Regresi Linear Sederhana antara Suhu dan Prevalensi
Bakteri Patogen ………………………………………………………….
9
72
Analisis
Regresi Linear
Sederhana antara Kecerahan
76
dan
Prevalensi Bakteri Patogen …………………………………………...
78
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya
alam hayati cukup besar, diantaranya
sumberdaya hayati perikanan yang
merupakan salah satu modal dasar yang sangat berarti dalam pembangunan
nasional. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan
adalah dengan mengembangkan usaha budidaya perikanan, baik budidaya air
tawar dan payau maupun budidaya air laut dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan. Oleh karena itu. sebagai program lima tahun kedepan
Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membangun kawasan minapolitan
(kawasan produksi kelautan dan perikanan yang terintegrasi). Minapolitan
merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah
dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip,
integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.
Kegiatan perikanan merupakan salah satu sektor andalan di Kabupaten
Banjar. Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan diarahkan agar mampu
meningkatkan perannya dalam perbaikan ekonomi daerah. Sektor perikanan dan
kelautan diharapkan mampu memposisikan diri sebagai salah satu penggerak
pembangunan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk memadukan sektor perikanan
dengan dan sektor-sektor terkait lainnya agar dapat saling mendukung dan
bersinergi dengan pendekatan pembangunan berbasis kawasan dan komoditas,
maka Kabupaten Banjar telah menetapkan Kawasan Minapolitan Cindai Alus
sebagai
kawasan
strategis
dan
menjadi
kawasan
unggulan
daerah.
Pengembangan kawasan minapolitan Cindai Alus ini menitikberatkan kegiatan
ekonominya pada usaha
perikanan budidaya dengan ikan patin sebagai
komoditas utamanya.
Legalitas Kawasan Minapolitan Cindai Alus ini selanjutnya ditetapkan
melalui Surat Keputusan Bupati Banjar Nomor 241 Tahun 2008 tanggal 16 Juni
2008 tentang Penetapan Kawasan Budidaya/Minapolitan dan Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 39/MEN/2011
tanggal 21 Juli 2011 perubahan atas Surat Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 32/MEN/2010 tanggal 14 Mei 2010
tentang Penetapan Kawasan Minapolitan.
2
Sehubungan
dengan
kebijakan
pengembangan
sentra
perikanan
budidaya menuju industrialisasi perikanan, Pemerintah RI melalui Kementerian
Kelautan
dan
Perikanan
juga
telah
menetapkan
beberapa
kawasan
pengembangan perikanan budidaya dengan 7 komoditas industrialisasi yakni
Tuna, Udang, Rumput Laut, Bandeng, Nila, Patin dan Lele. Pengembangan
perikanan budidaya tersebut tersebar di seluruh wilayah/kepulauan di Indonesia
dengan masing-masing komoditas utama perikanan yang dikembangkan. Telah
ditetapkan 15 simpul industrialisasi perikanan di Indonesia dimana Kabupaten
Banjar menjadi salah satu simpul untuk pulau Kalimantan dimana patin menjadi
komoditas utama.
Gambar 1. Kabupaten Banjar sebagai salah satu simpul industrialisasi perikanan
Ikan Patin (Pangasius spp) merupakan spesies ikan air tawar dari jenis
Pangasidae yang dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang
pengembangan skala industri. Ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam segmen usaha pembenihan
maupun usaha pembesarannya (Susanto, 2009). Ikan patin berpotensi besar
sebagai komoditas ekspor karena memiliki daging berwarna putih yang disukai
oleh konsumen di luar negeri seperti Amerika Serikat dan Eropa (Hadinata,
2009). Kendala Indonesia dalam mengekspor patin dikarenakan produksinya
yang masih sangat rendah yakni hanya mencapai 100 ton per hari, sedangkan
ekspor Indonesia hanya mencapai 700 ton. Harga ikan patin dalam bentuk fillet
mencapai 2,6-2,8 dollar AS per kilogram. Konsumen ikan patin di dunia yakni di
Eropa yang mencapai 20%, karena komoditas tersebut mampu menggantikan
udang yang harganya lebih tinggi (Susanto, 2009).
3
Keberhasilan pengembangan ikan Patin di kawasan minapolitan tidak
terlepas dari upaya penanganan dan pemberantasan hama dan penyakit ikan
terutama hama penyakit ikan karantina. Bakteri merupakan salah satu agen
penyakit ikan yang dapat merusak kelestarian sumberdaya hayati perikanan dan
menurunnya tingkat kualitas maupun kuantitas produksi perikanan pada kawasan
Minapolitan. Tingkat kematian akibat infeksi bakteri pada populasi ikan dapat
mencapai 50 – 100% (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II
Syamsudin Noor Banjarmasin, 2011). Semakin meningkatnya mobilitas manusia
atau barang, menurunnya kualitas lingkungan perairan dan rendahnya efektifitas
upaya pencegahan dan pengendalian merupakan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan serangan hama dan penyakit ikan. Salah satu upaya pencegahan
dan pengendalian terjadinya serangan dan penyebaran penyakit bakterial pada
ikan adalah dengan melakukan pemantauan prevalensi penyakit bakterial
dikawasan Minapolitan sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan serta
pemberantasan dan pengendaliannya.
Rumusan Masalah
Bakteri merupakan salah satu agen penyakit ikan yang menjadi ancaman
bagi usaha budidaya ikan Patin di Kawasan Minapolitan, Kabupaten Banjar Prov.
Kalimantan Selatan. Penjelasan diatas menjadikan dasar pentingnya dilakukan
penelitian mengenai prevalensi penyakit bakterial pada ikan Patin dikawasan
Minapolitan yang diperlukan sebagai sebagai upaya deteksi dini untuk
pencegahan serta pemberantasan dan pengendaliannya.
Tujuan
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasi,
menginventarisir serta menentukan prevalensi penyakit bakterial pada Ikan Patin
di kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar, sebagai upaya deteksi
dini untuk pencegahan serta pemberantasan dan pengendaliannya.
Manfaat penelitian
Manfaat langsung yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat
menjadi bahan informasi dan bahan pengambilan keputusan dalam upaya
pengendalian hama dan penyakit ikan khususnya penyakit bakterial di Kawasan
Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
Sistematika dan Morfologi Patin Siam
Saanin (1984) dan Integrated Taxonomic Information System (2012)
mengklasifikasikan ikan patin siam sebagai berikut :
Domain
: Eukaryota
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Superclass
: Osteichthyes
Class
: Actinopterygii
Subclass
: Neopterygii
Superorder
: Ostariophysi
Order
: Siluriformes
Family
: Pangasiidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius hypophthalmus
Sinonim : Pangasius sutchi
Gambar 2. Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
(Sumber : http://bbatjambi.co.id)
5
Ikan patin siam merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan
panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan ini
bukan ikan lokal tetapi berasal dari Thailand. Pertama kali didatangkan ke
Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor.
Patin siam memiliki pertumbuhan yang cepat, fekunditas telurnya tinggi, warna
dagingnya merah, popular dikalangan masyarakat. Untuk pasupati memiliki
pertumbuhan yang cepat, fekunditas telurnya tinggi, warna dagingnya putih, dan
sedikit popular di masyarakat (Susanto 2009).
Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena
memiliki harga jual yang tinggi dan kandungan protein hewani yang tinggi. Hal
inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para
pengusaha untuk membudidayakannya. Selain rasa dagingnya yang lezat, ikan
patin memiliki beberapa kelebihan lain misalnya ukuran per individunya besar.
Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang
35-40 cm. ikan patin cukup potensial dibudidayakan di berbagai media
pemeliharaan yang berbeda, sebagaimana jenis ikan air tawar lainnya seperti
mas, tawes, dan lele. Media pemeliharaan kolam, karamba, bahkan jala apung
dapat digunakan untuk memelihara ikan patin (Susanto 2009).
Patin Siam bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi
sekitar 4 : 1. Bila dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan
perbandingan tinggi dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu
Patin Siam bertubuh tipis, atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya
adalah Patin Siam berpugung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor.
Patin Siam tidak memiliki sisik, sehingga yang nampak hanya kulitnya saja.
Warna tubuh Patin Siam seperti terbagi dua, yaitu punggung berwarna hijau,
abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna putih perak. Pada bagian itu
terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari kepala sampai ke pangkal
ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala sampai ke ujung sirip
dubur.
Tubuh Patin Siam terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor.
Kepalanya kecil, dan gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil,
hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila
dan mandibula, atau kumis. Inilah yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis
seperti kucing). Pada rongga mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari
tulang vomer. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala. Patin
6
Siam bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal
fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan sepasang
sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat di atas
perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan
berjari-jari sirip 29 – 33. Selain kelima sirip, Patin Siam memiliki sirip yang tidak
dimiliki ikan lain, yaitu bersirip lemah (adipose fin) yang letaknya di belakang sirip
punggung (Saanin 1984).
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak
dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120
cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala
patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak disebelah bawah. Hal
ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua
pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Amri 2007). Sirip
punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang
bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip
punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip
lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan
bentuknya simetris. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak,
sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13
jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang
dikenal sebagai patil (Amri 2007).
Siklus Hidup Ikan Patin
Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase
yang akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat
dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang
berkualitas. Menurut Amri (2007) Ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur,
larva, benih (juvenil), dan induk (dewasa).
Sifat-sifat Biologis
Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau
nocturnal. Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai
habitat hidupnya. Ikan ini termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik
memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan domersal lain seperti
ikan lele dan ikan gabus. Habitatnya di sungai-sungai besar dan muara-muara
7
sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Tidak hanya itu ikan
patin juga sulit memijah di kolam atau wadah pemeliharaan dan termasuk pula
ikan yang kawin musiman sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan serta
hanya memijah sekali setahun pada musim hujan sekitar bulan November-Maret
(Amri 2007).
Makanan dan Kebiasaan Makan
Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke
arah karnivora. Makanan utama ikan patin di alam berupa udang renik
(crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan pelengkap ikan patin
berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan Malam hari ia
akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri atas cacing,
serangga, udang sungai, jenis–jenis siput dan biji–bijian. Dari sifat makannya
ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang
besar. Sedangkan untuk larva ikan patin yang dipelihara pada kolam-kolam
maupun akuarium dapat diberikan makanan alami seperti artemia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (Susanto dan Amri 2002).
Kondisi Wilayah Pemantauan
Kondisi Umum
Kabupaten Banjar terletak di bagian selatan Provinsi Kalimantan Selatan,
berada pada 114o 30’ 20’’ dan 115o 33’ 37’’
Bujur Timur serta antara 2o49’55”
dan 3o 43’ 38’’ Lintang Selatan. Luas wilayahnya mencapai 4.688,50 km2 atau
sekitar 12,20% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Secara
administratif terbagi atas 19 kecamatan dengan 277 Desa dan 13 Kelurahan.
Posisi geografis Kabupaten Banjar, yang berada di menempatkannya di jalur
transportasi antar Propinsi Kalimantan Selatan – Kalimantan Timur. Hal ini
sekaligus membuat Kabupaten Banjar memiliki posisi strategis sebagai lintas
ekonomi dan sebagai daerah penyangga bagi wilayah sekitarnya. Wilayah
tersebut adalah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala di sebelah barat,
Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut di sebelah selatan, Kabupaten
Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru di sebelah timur dan Kabupaten Tapin
dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah Utara (RPJMD Kabupaten Banjar
Tahun 2011-2015 2011).
8
Berdasarkan pemantauan Badan Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru
pada tahun 2010, suhu udara di Kabupaten Banjar rata-rata berkisar antara 22,3o
C - 32,8o C. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan Mei (32,8o C) dan suhu
minimum terjadi pada bulan Juni dan Juli (22,3o C). Selain itu sebagai daerah
tropis maka kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar 40,0%100,0% dengan kelembaban maksimum pada bulan Februari, Maret, April Oktober, November dan Desember serta minimum pada bulan September. Curah
hujan bulanan berkisar antara 54,4 – 554, 3 mm. Curah hujan tertinggi pada
bulan Maret yaitu 554,3 mm dan yang terendah pada bulan Mei yaitu 54,4 mm.
Tekanan udara berkisar antara 1.008,2 mb – 1.014,8 mb, sedangkan kecepatan
angin berkisar antara 2-16 knot. Penyinaran dengan intensitas tertinggi terjadi
pada bulan Mei dan September yaitu 4,83% dan terendah pada bulan Desember
yaitu sekitar 2,17% (RPJMD Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).
Secara topografis wilayah Kabupaten Banjar merupakan daratan dan
pegunungan yang ketinggiannya berkisar antara 0 s/d 1.878 meter dari
permukaan laut. Ketinggian ini merupakan salah satu faktor yang menentukan
letak kegiatan penduduk, maka ketinggian juga dipakai sebagai penentuan batas
wilayah tanah usaha, dimana 35 % berada di ketinggian 0–7 m dpl, 55,54 % ada
pada ketinggian 50–300 m dpl, sisanya 9,45 % lebih dari 300 m dpl. Rendahnya
letak Kabupaten Banjar dari permukaan laut menyebabkan aliran air pada
permukaan tanah menjadi kurang lancar. Akibatnya sebagian wilayah selalu
tergenang (29,93%) sebagian lagi (0,58%) tergenang secara periodik. Bagian
barat Kabupaten Banjar merupakan wilayah datar dan pasang surut yang
sebagian diperuntukan sebagai lahan pertanian/sawah. Sedangkan bagian timur
daerah berbukit, kebanyakan ditumbuhi padang alang-alang, belukar dan hutan
primer, dan sebagian juga diperuntukkan sebagai lahan sawah (RPJMD
Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).
Pada umumnya tanah di wilayah ini bertekstur halus (77,62%) yaitu
meliputi tanah liat, berlempung, ber-pasir dan berdebu Sementara 14,93 %
bertekstur sedang yaitu jenis lempung, berdebu, liat berpasir, sisanya 5,39 %
bertekstur kasar yaitu pasir berlempung, pasir berdebu. Kedalaman efektif
tanahnya sebagian besar lebih besar dari 90 cm (66,45%) , sementara
kedalaman 60-90 cm meliputi 18,77 %, dan 30-60 cm hanya 14,83 %. Menurut
peta tanah eksplorasi tahun 1981 skala 1:1.000.000 dari Lembaga Penelitian
Bogor di wilayah dijumpai jenis tanah berupa tanah organosol, gleihumus dengan
9
bahan induk bahan aluvial dan fisiografi dataran yang meliputi 3,72%. 28,57%
dari luas wilayah. Tanah komplek podsolik merah kuning dan laterit dengan
bahan induk batuan baku dengan fisiografi dataran meliputi 14,29%. Tanah
latosol dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi instrusi meliputi 24,84%.
Tanah komplek podsolik merah kuning, latosol dengan batu induk endapan dan
metamorf meliputi 28,57% (RPJMD Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).
Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan
Pemerintah Kabupaten Banjar telah menetapkan Kecamatan Martapura
Kota dan Martapura Barat sebagai Kawasan Minapolitan. Kegiatan Perikanan di
Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar adalah perikanan budidaya kolam
dengan komoditas Ikan Patin (P.sutchii) dan Ikan Nila (O.Niloticus). Kawasan ini
memiliki lahan seluas 6.406 Ha dengan lahan potensial untuk kolam budidaya
seluas 1.195 Ha (Tabel 1). Sumber air disuplai dari Irigasi teknis riam kanan
seluas 25.900 Ha yang terbentang sepanjang 40 km dari desa Mandikapau, Kec.
Karang Intan hingga Kec. Sungai Tabuk.
Tabel 1. Luas areal Kawasan Minapolitan dan Pemanfaatannya
Kecamatan/
Komoditas
Usaha
Luas Areal Kawasan
Desa
Unggulan
Perikanan
Minapolitan (Ha)
Luas
Potensi Fungsional
Martapura Kota
Patin, Nila
Budidaya
Cindai Alus
300
158
16
Tungkaran
200
127
52
Sungai Sipai
300
90
36
Martapura Barat
Patin, Nila
Budidaya
Sungai Rangas
482
125
18
Hambuku
Sungai Batang
2.275
370
161
Penggalaman
2.849
325
34
Jumlah
6.406
1.195
497
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel Tahun 2011
Produksi seluruh komoditas perikanan Kab. Banjar pada tahun 2011
sebesar 39.689 ton. Khusus untuk Ikan patin, produksi mencapai 11.594 ton,
dimana 11.147 ton (96,15%) merupakan produksi patin Kawasan Minapolitan.
Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus dan target produksi perikanan
budidaya di Kabupaten Banjar tersaji pada Tabel 2 dan 3.
10
Tabel 2. Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar
Uraian
Tahun
2008
2009
2010
2011
RTP (orang)
195
220
250
290
Kelompok Pembudidaya
9
21
23
27
Ikan (POKDAKAN)
Potensi kolam (Ha)
1,195
1,195
1,195
1,195
Fungsional kolam (Ha)
325
397
452
497
Kebutuhan Benih Patin
3,914,200
4,899,620 13,026,200 12,262,063
(ekor)
Kebutuhan Benih Nila
1,522,770
1,353,900 11,486,925
7,771,905
(ekor)
Kebutuhan Pakan Ikan
5,900
7,572.14
20,131.4
18,950.46
Patin (Ton)
Kebutuhan Pakan Ikan
1,319.73
1,534.42
13,018.52
8,808.16
Nila (Ton)
Produksi ikan Patin (Ton)
3,470.59
4,454.20
11,842
11,147.33
Produksi ikan Nila (Ton)
1,015.18
902.6
7,657.95
5,181.27
Sumber : Data Base Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel
Tahun 2011
Tabel 3. Target Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Banjar Tahun 20092014
Jenis komoditi
Produksi (Ton)
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Patin
7,300 17,100 30,700 52,000
88,700 150,800
Nila
3,800
4,494
6,741 10,111
15,166
22,750
Mas
1,300
3,274
3,929
4,715
5,657
6,789
Gurame
30
36
47
61
79
103
Ikan lainnya:
Jelawat
20
30
35
40
50
Baung
5
10
15
20
25
Lele Dumbo
5
10
20
20
25
Udang windu
2
2
5
5
10
Bandeng
20
30
50
70
100
Jumlah
12,430 24,956 41,499 67,012 109,757 180,652
Sumber : Data Base Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel
Tahun 2011
11
Hama Dan Penyakit Ikan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Karantina Ikan, Hama dan Penyakit Ikan (HPI) adalah semua mikro organisme
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menginfeksi tubuh ikan
sekaligus dapat menimbulkan gangguan kehidupan ikan normal sampai dapat
mengakibatkan kematian. Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah
semua hama dan penyakit ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat
hanya di area tertentu di wilayah negara Republik Indonesia yang dalam waktu
relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosio ekonomi atau yang
membahayakan kesehatan masyarakat. Hama dan Penyakit Ikan Golongan I
adalah semua hama dan penyakit ikan karantina yang tidak dapat di suci
hamakan dan/atau disembuhkan dari media pembawa karena teknologi
perlakuan belum dikuasai. Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan II adalah
semua hama dan penyakit ikan karantina yang dapat disucihamakan dan/atau
disembuhkan dari media pembawa karena teknologi pelaksanaannya sudah
dikuasai.
Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi dan atau
fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena penyebab dari
dalam/internal dan dari luar /eksternal (Yuasa et al. 2003). Penyakit Ikan
merupakan suatu proses yang mempengaruhi sebagian atau seluruh tubuh yang
mengakibatkan keadaan ikan tidak normal dengan penyebab yang belum atau
sudah diketahui. Penyakit ikan timbul karena adanya interaksi kompleks antara
ikan, agen penyakit dan lingkungan (air). Penyebab penyakit dari internal dan
eksternal menurut Yuasa et al. ( 2003 ) adalah sebagai berikut:
1. Penyebab internal meliputi genetik, sekresi internal, imunodefisiensi, saraf dan
metabolisme
2. Penyebab eksternal meliputi :
- Non Patogen:
a. Penyakit Lingkungan, disebabkan suhu dan kualitas air lainnya (pH,
kelarutan gas, zat beracun)
b. Penyakit nutrisi, disebabkan kekurangan nutrisi, gejala keracunan dalam
pakan
- Patogen terdiri dari parasit, jamur, bakteri dan virus
12
Penyakit Akibat Infeksi Bakteri
Menurut Zonneveld et al. (1991), bakteri adalah mikroorganisme dengan
struktur intraselluler yang sederhana, bentuknya berbeda menurut genusnya.
Jenis bakteri tertentu biasanya menunjukkan bentuk dan ukuran sesuai dengan
keadaan lingkungan, ciri-ciri bakteri itu sendiri adalah dapat tumbuh dan
bertambah banyak dalam kelompok, berbentuk rantai atau benang, memiliki
koloni yang berwarna dan berkilau atau tidak, halus atau kasar, metabolisme
aerob atau anaerob, membutuhkan media tertentu untuk mengkultur disertai
dengan
menghasilkan
asam
mengindentifikasi bakteri.
dan
gas,
sifat-sifat
ini
berguna
untuk
Penyakit akibat infeksi bakteri di Indonesia dapat
menyebabkan kematian sekitar 50 – 100% pada populasi ikan.
Bakteri juga merupakan organisme primitif akan tetapi mempunyai
susunan sel yang telah berkembang dengan sempurna walaupun tidak memiliki
nukleus sebagaimana mahluk-mahluk hidup yang lebih tinggi. Bakteri biasanya
mempunyai tingkat reproduksi yang tinggi apabila ketersediaan makanan cukup.
Jika makanan tersebut ditemukan pada organisme lain maka hal inilah yang
dapat menyebabkan penyakit. Beberapa spesies diantaranya dapat hidup
didalam atau diluar organism multiseluler lain tanpa menyebabkan penyakit
bahkan diantaranya sangat dibutuhkan oleh inangnya (Axelrod et al. 1995).
Suatu penyakit tertentu akibat bakteri biasanya dapat dikenali dari gejalagejala yang ditimbulkannya. Namun untuk menentukan jenis/spesies bakteri
penyebab penyakit pada ikan diperlukan pemeriksaan laboratorium. Gejala
umum akibat serangan bakteri antara lain gerakan ikan lemah, gerakan
abnormal, produksi lendir berkurang setelah ikan yang terinfeksi mengeluarkan
lendir yang berlebihan, perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, ikan menjadi
kurus, pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi, luka (ulcer) pada
tempatrontok pada insang dan kulit, bengkak pada perut dan mengeluarkan
cairan kuning darah (dropsy), mata menonjol (exophthalmus), beberapa bakteri
mampu menghasilkan tubercle atau granuloma pada bagian tubuh yang
terinfeksi (Supriyadi 2005).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.
03/MEN/2010), bakteri-bakteri yang termasuk dalam hama dan penyakit ikan
karantina
adalah
Aeromonas
salmonicida,
Renibacterium
salmoninarum,
Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonei, Mycobacterium fortuitum,
Nocardia seriolae, Nocardia
Campachi, Nocardia. Asteroides, Nocardia
13
crassostreae, Edwardsiella tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus agalactiae,
Pasteurella piscicida (Photobacterium damselae subsp. Piscicida), Yersinia
ruckeri, Aerococcus viridans var Homeri, Pseudomonas anguilliseptica dan
Dari kelompok Bateri golongan HPIK tersebut yang
Streptococcus iniae.
ditemukan di Indonesia adalah Aeromonas salmonicida, Mycobacterium
marinum, Mycobacterium chelonei, Mycobacterium fortuitum, Edwardsiella tarda,
Edwardsiella
ictaluri,
Streptococcus
agalactiae,
Pasteurella
piscicida
(Photobacterium damselae subsp. Piscicida), Yersinia ruckeri, Pseudomonas
enguillaseptica dan Streptococcus iniae.
Penyakit bakterial utama pada ikan Patin
Bakteri utama yang sering menyerang ikan Patin adalah Aeromonas sp.
dan Pseudomonas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada
bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip (Khairuman dan
Sudenda 2011). Selain itu, Edwardsiella sp dan Flavobacterium sp merupakan
bakteri yang menyerang Patin.
Aeromonas hydrophila
Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya
hidup
di
air
tawar
yang
mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri A. hydrophila adalah
berbentuk batang, berdiameter 0,3 - 1,0 mikrometer dan panjang 1,0 -3,5
mikrometer, bersifat Gram negatif, hidup pada temperatur optimal 22 - 28°C,
gelatinase positif (Holt et al. 1994). Selain itu bakteri ini juga bersifat fakultatif
aerobik
(dapat
hidup
dengan atau
tanpa
oksigen)
yang mengubah
karbohidrat menjadi asam dan gas, tidak berspora, bersifat motil (bergerak
aktif) karena memiliki flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah
satu kutubnya. Koloni bakteri ini pada media agar berwarna putih kekuningan,
bentuk bulat cembung, oksidase sitokrom dan reaksi katalase positif. Bakteri ini
senang hidup di lingkungan perairan bersuhu 15 - 30°C dan pH antara 53-9
(Kordi 2004).
Aeromonas
hydrophila merupakan bakteri
agen penyebab
penyakit
Bacterial Hemorrhagic Septicemia atau Motil Aeromonas Septicemia. Tandatanda klinis infeksi A. hydrophila bervariasi, tetapi pada umumnya ditunjukkan
dengan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga mulut; borok pada kulit
yang dapat meluas ke jaringan otot. Selain itu, ikan yang terseran