Comparative Analysis of Techincal Efficiency of Semi Organic and Conventional Rice Farming in Bogor [Case in Situ Gede and Sindang Barang Villages].
ANALISIS KOMPARASI EFISIENSI TEKNIS PADI SEMI
ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI KOTA BOGOR
[KASUS: KELURAHAN SITU GEDE DAN SINDANG BARANG]
YUYUN KURNIA LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Komparasi
Teknis Padi Semi Organik dan Konvensional di Kota Bogor (Kasus Kelurahan
Situ Gede dan Sindang Barang) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Yuyun Kurnia Lestari
NIM H451110431
RINGKASAN
YUYUN KURNIA LESTARI. Analisis Komparasi Efisiensi Teknis Padi Semi
Organik dan Konvensional di Kota Bogor [Kasus di Kelurahan Situ Gede dan
Sindang Barang]. Dibimbing oleh HARIANTO dan SITI JAHROH.
Beras merupakan subsektor pertanian dan ekonomi yang sangat penting dan
strategis. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah kebutuhan
menyebabkan pemerintah menerapkan program revolusi hijau untuk
meningkatkan produktivitas padi. Namun penerapan revolusi hijau memberikan
dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
Dampak pencemaran akibat penggunaan bahan kimia untuk pertanian
menyebabkan masyarakat sadar akan kelestarian lingkungan dan kesehatan.
Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil beras di Indonesia.
Namun, budidaya padi di Jawa Barat masih menggunakan pupuk dan pestisida
kimia dan baru beberapa daerah yang mengembangkan pertanian organik. Daerah
yang telah memulai pertanian organik salah satunya di Kota Bogor, yaitu di
Kelurahan Situ Gede, Kelurahan Sindang Barang, dan Kelurahan Mulyaharja.
Dikarenakan masih banyak kendala dalam menuju padi organik sehingga hanya
Kelurahan Situ Gede yang masih mengembangkan padi semi organik hingga saat
ini. Produksi dan pendapatan petani padi semi organik belum sepenuhnya sesuai
dengan harapan karena produksi padi semi organik masih rendah (sekitar 5-6
ton/ha) sehingga pendapatan petani pun rendah. Selain itu, harga padi organik atau
semi organik terkadang masih sama dengan harga padi konvensional dikarenakan
pemasaran yang belum pasti. Diindikasikan pula bahwa luas tanam yang sempit
menyebabkan petani kurang efisien dalam budidaya. Budidaya padi secara
organik yang dilakukan oleh petani padi semi organik diindikasikan masih belum
efisien dikarenakan biaya memproduksi padi organik tinggi, tingkat pendapatan
petani yang masih rendah, produksi padi yang masih di bawah potensi
produksi dan harga beras organik yang tidak jauh berbeda bahkan sama dengan
beras konvensional. Untuk menuju pertanian padi organik membutuhkan waktu
dan proses yang lama dan berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi usahatani padi semi organik dan konvensional, (2) menganalisis
perbedaan efisiensi teknis padi semi organik dan konvensional dan (3)
menganalisis perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan
konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut data dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan fungsi produksi stochastic
frontier cobb douglas. Hasil estimasi fungsi produksi stochastic frontier, model
fungsi produksi dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Hasil pendugaan fungsi produksi padi konvensional dengan metode MLE
yang menunjukkan bahwa ada tiga variabel dengan koefisien positif dan
signifikan terhadap produksi padi semi organik yaitu luas lahan, unsur K, dan
pestisida nabati. Pada padi konvensional, variabel yang signifikan adalah luas
lahan dan tenaga kerja. Penggunaan luas lahan berpengaruh positif dan signifikan
dengan nilai elastisitas 0.99 menunjukkan bahwa penambahan luas lahan sebesar
1% akan meningkatkan produksi padi sebesar 0.99% dimana faktor lain dianggap
konstan. Variabel unsur kalium berpengaruh positif dan signifikan. Nilai
elastisitas unsur K terhadap produksi sebesar 0.01 menunjukkan bahwa
penambahan unsur K sebesar 1% akan meningkatkan produksi padi sebesar
0.005% dimana faktor lain dianggap konstan. Variabel pestisida nabati
berpengaruh positif dan signifikan pada taraf 10% terhadap produksi padi semi
organik. Nilai elastisitas pestisida terhadap produksi sebesar 0.019 menunjukkan
bahwa penambahan pestisida nabati sebesar 1% akan meningkatkan produksi padi
sebesar 0.019%.
H asil pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas padi konvensional dengan
metode MLE hasil dari output Frontier 4.1 dianggap telah fit karena memenuhi
asumsi Cobb-Douglas. Hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE
yang menunjukkan bahwa ada dua variabel signifikan terhadap produksi padi
konvensional. Variabel yang berpengaruh positif dan signifikan yaitu luas lahan
dan tenaga kerja. Penggunaan luas lahan berpengaruh positif dan signifikan
dengan nilai elastisitas 0.463. Tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produksi padi konvensional dengan elastisitas tenaga kerja yaitu 0.599.
Nilai rata-rata efisiensi teknis padi semi organik dan konvensional masingmasing sebesar 0.75 dan 0.79. Dari hasil pendugaan dengan model MLE diketahui
hanya faktor pengalaman dalam usahatani padi yang signifikan dengan tanda
koefisien negatif sesuai dengan harapan. Pada padi konvensional variabel yang
berpengaruh positif dan signifikan adalah pendidikan. Pendapatan tunai per hektar
usata tani padi semi organik lebih besar dibandingkan petani padi konvensional
tetapi pendapatan total petani usaha tani padi semi organik lebih kecil daripada
padi konvensional. Hal ini disebabkan oleh pada usaha tani padi semi organik
biaya tetap dan biaya tunai dikeluarkan secara berurutan sedangkan pada usaha
tani padi konvensional dikeluarkan tidak berurutan. Dan pendapatan total usaha
tani padi konvensional lebih tinggi dari pada semi organik.
Kata kunci: stochastic frontier, pertanian organik, produksi, inefisiensi
SUMMARY
YUYUN KURNIA LESTARI. Comparative Analysis of Techincal Efficiency of
Semi Organic and Conventional Rice Farming in Bogor [Case in Situ Gede and
Sindang Barang Villages]. Supervised by HARIANTO and SITI JAHROH.
Rice is a sub sector of agriculture and economic that very important and
strategics. The needed for food is increasing from year to year. This is because
increasing of population. An increasing number of needs caused the government
to implement the green revolution program to increase rice productivity. However,
the application of green revolution give impact to environmental pollution due to
the use of chemical fertilizers and pesticides. Impact of pollution caused by use of
chemicals for agriculture cause people aware with environment and health.
West Java is one of Indonesia's rice-producing areas. However, rice
cultivation in West Java still use chemical fertilizers and pesticides and several
new areas to develop organic farming. Areas that have started organic farming one
of them in the city of Bogor, which is in Situ Gede Village, Sindang Barang
Village, and Mulyaharja Village.Because there are still many problems to become
the organic rice so that only Situ Gede village that is still developing semi organic
rice until now. Nevertheless, Bogor city government is developing organic rice
farming program again. However, because there are some provisions that must be
fulfilled to be organic rice so few producers called the organic rice with semi
organic or healthy rice. Production and income of semi organic rice farmers
organic not fully in line with expectations. Semi organic rice production is still
low (about 5-6 tonnes/ha) so that farmers incomes were low. Besides that,
sometimes semi organic rice prices are still the same as conventional rice prices
because of marketing uncertain. Indicated that a narrow planting area causing less
efficient farmers in cultivation. Organic rice cultivation by semi-organic rice
farmers indicated was not efficient due to the high cost of producing organic rice,
farmers' income levels are still low, rice production is still below potential output
and the price of organic rice that is not much different even with rice conventional.
To reach organic rice farming takes time, long proces and sustainable process.
This study aims: (1) to analyze the factors that influence semi organic and
conventional rice farming, (2) to analyze technical efficiency semi organic and
conventional rice farming and (3) to analyze rice farming income between semi
organic and conventional rice farming. To answer these research purposes the data
were analyzed qualitatively and quantitatively with stochastic frontier Cobb
Douglas production function.
The estimation results of stochastic frontier production function semi
organic rice farming, the production function models considered fit for fulfilling
the assumption of Cobb-Douglas. Estimation results of the production function
with the MLE method shows that there are three variables with a positive and
significant coefficient on rice production is semi organic land area, elements of K
and organic pesticides. Land use positively and significantly with the elasticity of
0.994 indicates that the addition of 1% land area will increase rice production
amounted to 0.994% with other factors held constant. The elasticity of the element
K to the production of 0.005 showed that the addition of elements of K by 1%
would increase rice yield by 0.005% with other factors held constant. Botanical
pesticides variable positive and significant effect on the level of 10% of the semiorganic rice production. The elasticity of pesticides on the production of 0.019
indicates that the addition of 1% pesticide plant would increase rice yield by
0.019%.
The estimation results of the Cobb-Douglas production function
conventional rice farming with MLE method outputs the result of Frontier
considered fit for fulfilling the assumption of Cobb-Douglas. In conventional rice,
significant variabels are land and labor. Land use positively and significantly with
the elasticity of 0.463. Labor positively and significantly with the elasticity of
0.599.
The average value of technical efficiency of semi-organic and conventional
rice are 0.751 and 0.788. Factors affecting the level of technical efficiency of
farmer respondents were analyzed using a model of technical inefficiency effects
stochastic frontier production function. From the results of the estimation with
MLE in semi-organic models known only factor farming experience significant
with a negative coefficient signs in line with expectations. In the conventional rice,
positive and significant variable effect of education. Cash income per hectare of
organic rice farming semi larger than conventional rice farmers but farmers' total
income semi-organic rice farming is smaller than conventional rice. This is caused
by the organic rice farming semi fixed costs and cash costs incurred in sequence
while the conventional rice farming is not issued sequentially.And conventional
rice farming in total income is higher than the semi-organic.
Keywords: stochastic frontier, organic farming, production, inefficiency
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KOMPARASI EFISIENSI TEKNIS PADI SEMI
ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI KOTA BOGOR
[KASUS: KELURAHAN SITU GEDE DAN SINDANG BARANG]
YUYUN KURNIA LESTARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Dr Ir Andriyono Kilat Adhi, MS
Penguji Program Studi
: Dr Ir Suharno, M.ADev
Judul Tesis : Analisis Komparasi Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan
Konvensional di Kota Bogor [Kasus: Kelurahan Situ Gede dan
Sindang Barang]
Nama
: Yuyun Kumia Lestari
: H451110431
NIM
Disetujui o1eh
Komisi Pembimbing
Dr Siti ahroh, BSc MSc
Anggota
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agribisnis
セ@
---
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
07 0CT 2013
Judul Tesis : Analisis Komparasi Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan
Konvensional di Kota Bogor [Kasus: Kelurahan Situ Gede dan
Sindang Barang]
Nama
: Yuyun Kurnia Lestari
NIM
: H451110431
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Harianto, MS
Ketua
Dr Siti Jahroh, BSc MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis yang berjudul Analisis Komparasi
Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan Konvensional di Kota Bogor [Kasus
Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang] dapat diselesaikan. Tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu
dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Siti Jahroh,
BSc, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala arahan, motivasi
dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal yang telah memberikan banyak kritikan membangun
dalam penyempurnaan tesis.
3. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi dan Dr.
Ir. Suharno, M.ADev selaku Dosen Penguji Perwakilan Program Studi pada
ujian tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis
ini.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains
Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi
Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains
Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis
menjalani pendidikan.
5. Bapak Inta, Bapak Abidin dan Bapak Iwan selaku Ketua Kelompok Tani di
Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor.
6. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Bapak Surono dan Ibu Sri
Wahyuningsih dan adik-adik tercinta.
7. Teman-teman di Program Studi Magister Sains Agribisnis atas saran, diskusi,
dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Yuyun Kurnia Lestari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1
2
3
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
5
6
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Padi
Pertanian Konvensional
Perkembangan Pertanian Organik
Sejarah Revolusi Hijau
Sejarah Pertanian Organik di Dunia
Sejarah Pertanian Organik di Indonesia
Penelitian Efisiensi
7
7
8
8
10
11
14
KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep dan Pengukuran Efisiensi
Konsep Fungsi Produksi
Konsep Efisiensi
Kerangka Pemikiran Penelitian
16
16
21
24
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data
Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Analisis Efisiensi Teknis
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C ratio)
Definisi Variabel
26
26
26
26
27
28
30
31
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Keadaan Umum Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang
Gambaran Umum dan Geografis
Kependudukan dan Karakteristik Petani
Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Konvensional
Tenaga Kerja Budidaya Padi
Input dan Output pada Usahatani Padi Semi Organik dan
Konvensional
Perbedaan Teknik Budidaya Padi Organik, Semi Organik, dan
32
32
32
33
33
41
41
Konvensional
Pemasaran Beras Semi Organik dan Beras Konvensional
Keragaan Usahatani Padi Semi Organik dan Padi Anorganik di
Daerah Penelitian
Deskripsi dan Karakteristik Petani Responden
Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknis
Analisis Fungsi Stochastic Production Frontier Usahatani Padi
Semi Organik
Analisis Fungsi Stochastic Production Frontier Usahatani Padi
Konvensional
Tingkat Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan Padi Konvensional
Sumber Inefisiensi Teknis Padi Semi Organik dan Padi
Konvensional
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik
dan Padi Konvensional
Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Padi Konvensional
Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Padi Konvensional
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
42
44
45
45
48
49
50
52
53
54
54
57
58
58
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
63
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL
1
Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di
Indonesia
2 Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di Jawa
Barat
3 Tanda yang diharapkan dari variabel-variabel efek inefisiensi
4 Perbandingan penggunaan benih pada usahatani padi semi organik
dan konvensional
5 Rata-rata penggunaan pupuk kimia pada padi semi organik dan padi
konvensional di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
6 Rata-rata penggunaan pupuk organik pada padi semi organik dan
padi konvensional di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
7 Perbandingan produktivitas usahatani padi semi organik dan padi
konvensional
8 Perbandingan penggunaan tenaga kerja usahatani padi semi organik
dan padi konvensional per ha
9 Input dan output pada usahatani padi semi organik dan padi
konvensional
10 Perbedaan teknik budidaya padi organik, padi semi organik dan padi
2
2
29
34
38
39
40
41
42
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
konvensional
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan umur di Kelurahan Situ Gede dan
Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan pendidikan formal di Kelurahan Situ
Gede dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor 2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan pengalaman usahatani padi di Kelurahan
Situ Gede dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat,
Kota Bogor 2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan status usahatani padi Kelurahan Situ Gede
dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor 2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan luas usahatani padi Kelurahan Situ Gede
dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor 2013
Pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas usahatani padi semi
organik dengan metode MLE
Pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas usahatani padi
konvensional dengan metode MLE
Efisiensi teknis usahatani padi semi organik dan padi konvensional
Pendugaan parameter MLE faktor-faktor inefisiensi teknis fungsi
produksi stochastic frontier pada petani padi semi organik dan padi
konvensional
Biaya usahatani padi semi organik dan padi konvensional per hektar
per musim tanam
Perbandingan pendapatan usahatani padi semi organik dan padi
konvensional per hektar per musim tanam
43
45
46
47
47
48
49
51
53
53
56
57
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tahapan pengembangan pertanian organik 2001-2010
Program pengembangan pangan organik 2010-2014
Fungsi produksi
Fungsi produksi stochastic frontier
Pengukuran efisiensi teknis dan alokatif berorientasi input
Pengukuran efisiensi teknis dan alokatif berorientasi output
Kerangka pemikiran penelitian
Lahan persemaian benih padi
Pengolahan lahan
Pupuk bokashi
Sumber pupuk organik
12
13
17
21
22
23
25
35
35
36
36
12
Penanaman bibit padi
37
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Output frontier 4.1 padi semi organik
Output frontier 4.1 padi konvensional
Output minitab dan frontier 4.1 padi semi organik dalam ha
Hasil restriksi padi semi organik
Output minitab dan frontier 4.1 padi konvensional dalam ha
Hasil restriksi padi konvensional
63
69
74
81
82
89
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan tanaman pangan pokok utama di dunia dan erat kaitannya
dengan budaya miliaran orang di seluruh dunia khususnya di Asia dan Afrika.
Menurut data arkeologi, padi sudah ditanam sejak 6 000-7 000 tahun lalu di
negara-negara seperti China dan Thailand. Pembangunan sistem irigasi untuk
budidaya padi membentuk satu pilar untuk pengembangan beberapa peradaban
besar di Asia Tenggara. Tanaman padi mudah untuk beradaptasi dengan
lingkungan setempat dan karena manusia telah berhasil memodifikasi
agroekosistem lokal, sehingga hingga saat ini padi dapat ditemukan di semua
benua di dunia (Augstburger et al. 2002).
Beras yang termasuk dalam tanaman pangan merupakan subsektor pertanian
dan ekonomi yang sangat penting dan strategis, karena merupakan salah satu
subsektor bagi pemenuhan pangan bagi rakyat Indonesia, salah satu sumber
pendapatan dan kesempatan kerja bagi rakyat Indonesia, dan sekaligus sebagai
sumber pendapatan bagi bangsa Indonesia (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2012). Hak memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia,
sebagaimana yang tercantum dalam pasar 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi
Roma 1996. Hal tersebut yang mendasari UU No. 7/1996 tentang pangan.
Ketersediaan pangan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan dapat
menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, gejolak sosial dan politik. Kondisi
ketidakstabilan pangan bahkan dapat membahayakan stabilitas nasional yang
dapat meruntuhkan pemerintah yang sedang berkuasa. Indonesia menetapkan
bahwa ketahanan pangan sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional
(Abubakar 2008). Beras memiliki peran strategis dalam memantapkan ketahanan
pangan, ketahanan ekonomi, dan ketahanan stabilitas politik nasional. Hal tersebut
terlihat seperti pada tahun 1966 dan 1998 terdapat perubahan dari goncangan
politik menjadi krisis politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi
dalam waktu singkat (Suryana dan Sudi 2001).
Beras mendominasi pola konsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat
dari tingkat partisipasi konsumsi beras yang masih 95%. Sebagai sumber energi
dan nutrisi, beras dipandang lebih baik dibandingkan dengan jenis makanan
pokok lainnya (Suryana dan Sudi 2001). Berdasarkan data tahun 2010, jumlah
penduduk Indonesia sebesar 237 556 363 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata
1.49% mulai tahun 2011 maka jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar 252 034
317 jiwa. Konsumsi beras pada tahun 2010 sebesar 139.5 kg/kapita/tahun dan
dengan laju penurunan konsumsi beras sebesar 1.5%/kapita/tahun sehingga
kebutuhan beras pada tahun 2014 sebesar 33 013 214 ton (Dinas Tanaman Pangan
2012).
Total luas area pertanian Indonesia pada tahun 2011 adalah 225 062.65 ha,
menurun 5.77% dari tahun sebelumnya (Aliansi Organik Indonesia 2012).
Perkembangan luas lahan, produktivitas, dan produksi padi di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 1.1 Luas panen tanaman padi di Indonesia pada tahun 2008
sebesar 12 327 425 ha meningkat menjadi 13 471 653 ha pada tahun 2012.
Produktivitas tanaman padi pada tahun 2008 sebesar 48.94 kw/ha meningkat
2
menjadi 51.19 kw/ha. Peningkatan produktivitas nasional diiringi oleh
peningkatan produksi tanaman padi nasional dari 60 325 925 ton pada tahun 2008
menjadi 68 956 292 ton pada tahun 2012.
Tabel 1.1 Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di Indonesia
Tahun
Luas Panen
Produktivitas
Produksi
(ha)
(kw/ha)
(ton)
2008
12 327 425
48.94
60 325 925
2009
12 883 576
49.99
64 398 890
2010
13 253 450
50.15
66 469 394
2011
13 203 643
49.80
65 756 904
2012
13 471 653
51.19
68 956 292
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013; ha: hektar, kw: kwintal.
Sektor pertanian di Jawa Barat merupakan salah satu motor penggerak
perekonomian. Selain itu, sentra produksi padi terbesar di Indonesia terdapat di
propinsi Jawa Barat. Pada Tahun 2009, lahan panen di Jawa Barat seluas 1 950
203 ha. Luas lahan, produktivitas, dan produksi padi di Jawa Barat dapat dilihat
pada Tabel 1.2. Luas panen tanaman padi di Jawa Barat pada tahun 2009 sebesar
1 950 203 ha meningkat menjadi 2 037 657 ha pada tahun 2010 namun
mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 menjadi 1 964 466 ha.
Produktivitas tanaman padi pada tahun 2009 sebesar 58.06 kw/ha meningkat
menjadi 59.22 kw/ha. Namun peningkatan produktivitas padi di Jawa Barat tidak
diiringi oleh peningkatan produksi tanaman padi di Jawa Barat yaitu dari 11 322
682 ton pada tahun 2009 meningkat menjadi 11 737 071 ton pada tahun 2010
kemudian menurun kembali menjadi 11 633 891 ton pada tahun 2011.
Tabel 1.2 Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di Jawa
Barat
Tahun
Luas Panen (ha)
Produktivitas
Produksi (ton)
(kw/ha)
2009
1 950 203
58.06
11 322 682
2010
2 037 657
57.60
11 737 071
2011
1 964 466
59.22
11 633 891
Sumber: BPS Jawa Barat (2012)
Peningkatan produktivitas beras di Indonesia mulai digalakkan pada tahun
1970-an yang dikenal dengan revolusi hijau yang ditandai dengan penggunaan
varietas dengan padi unggul yang mampu berproduksi tinggi hasil rekayasa
genetika. Ciri-ciri padi hasil rekayasa genetika umumnya adalah banyak menyerap
pupuk nitrogen dan air sehingga hanya cocok untuk lingkungan pertanian sawah
beririgasi. Ciri varietas modern adalah rentan terhadap hama penyakit tanaman.
Pemupukan nitrogen yang berlebihan membuat jaringan tumbuh dengan cepat
namun menjadi lunak. Dahulu sebelum diperkenalkan varietas modern, petani
hanya mengenal hama padi yaitu burung dan tikus. Namun saat menggunakan
padi hasil rekayasa genetika, jenis hama menjadi banyak sekali dan memiliki daya
lumpuh yang luar biasa, seperti wereng coklat, wereng hijau, belalang, dan
3
sebagainya. Produk rekayasa genetika rentan terhadap hama penyakit sehingga
keberadaan pestisida mutlak diperlukan. Pemakaian pestisida menyebabkan
kerusakan lingkungan. Hama yang lolos dari pestisida menjadi resisten dan
memiliki kemampuan berkembangbiak berlipat ganda dan menghasilkan generasi
serangga yang resisten pula. Sehingga diperlukan pestisida yang lebih mematikan
dan petani harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk membeli pestisida
(Prabowo 2006).
Asumsi bahwa penggunaan input pupuk kimia sintetik dan pestisida yang
semakin tinggi dapat meningkatkan produktivitas lahan adalah tidak selalu benar.
Hal ini dikemukakan oleh Pretty berdasarkan hasil penelitian di tujuh negara di
Eropa dan Amerika Utara (IFOAM 2012). Revolusi hijau memberikan dampak
negatif yaitu semakin menurunnya daya dukung lahan pertanian, meningkatnya
pencemaran residu kimia berbahaya, terganggunya keseimbangan ekosistem dan
munculnya sikap ketergantungan petani pada sarana produksi pertanian sintetik
dengan harga yang semakin mahal. Cara bertani yang tidak efisien, mahal dan
berbahaya bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup harus segera diubah.
Sehingga perlu diperkenalkan kepada para petani mengenai sistem bertani
alternatif yang ekonomis, berkelanjutan dan keseimbangan alam, mengembalikan
produktivitas lahan pertanian dan menghadapi kompetisi agribisnis global
(ecoagribusiness).
Dampak dari penggunaan bahan kimia mendapatkan perhatian pemerintah
dan masyarakat sehingga muncul gaya hidup sehat menjadi trend baru masyarakat
dunia melalui slogan “back to nature”. Hal ini menjadikan peluang bagi
pembangunan pertanian dalam memproduksi padi. Pandangan baru tentang gaya
hidup sehat menyebabkan permintaan produk pertanian organik meningkat secara
signifikan. Terdapat peningkatan preferensi konsumen terhadap produk organik,
secara umum tingginya tingkat pertumbuhan permintaan produk pertanian organik
di seluruh dunia mencapai rata-rata 20 persen per tahun. Data WTO menunjukkan
bahwa dalam tahun 2000-2004 perdagangan produk pertanian organik dunia telah
mencapai nilai rata-rata US$ 17.5 milyar (Darmardjati 2005). Diprediksi pasar
beras organik di Indonesia senilai 28 miliar rupiah dengan pertumbuhan
22%/tahun. Volume produksi beras organik meningkat dari 1 180 ton pada tahun
2001 menjadi 11 000 ton pada tahun 2004. Jumlah kelompok petani yang
membudidayakan beras organik di Indonesia pada tahun 2001 sebanyak 640
kelompok dan pada tahun 2004 naik menjadi 1 700 kelompok (suaramerdeka.com
2012).
Sistem pertanian organik merupakan upaya yang dapat mengatasi
permasalahan sistem pertanian konvensional. Pertanian organik merupakan solusi
dari pertanian konvensional karena menggunakan input produksi yang ramah
lingkungan dan biaya produksi yang minim. Menurut Sugito et al. (1995) bahan
organik selain dapat mengendalikan erosi dan meningkatkan pertumbuhan juga
dapat meningkatkan produksi atau hasil tanaman, baik melalui pemulsaan maupun
melalui pembenaman. Pertanian organik menggunakan benih dalam jumlah
sedikit, pupuk organik, dan pestisida organik. Pertanian organik menjadikan
petani mandiri karena dapat membuat sarana produksi sendiri dari bahan-bahan
organik yang ada disekitarnya seperti kotoran ternak dan limbah pertanian yang
dapat dijadikan pupuk. Penggunaan sarana produksi yang disediakan sendiri dapat
menekan biaya produksi sehingga petani dapat meningkatkan pendapatan.
4
Namun, untuk menuju pertanian organik memerlukan waktu yang lama dan proses
yang berkelanjutan. Pertanian organik merupakan pertanian dengan biaya yang
rendah dan upaya yang efektif untuk membantu warga miskin di dunia untuk
mendapatkan nutrisi yang baik dan kualitas hidup yang lebih baik (IFOAM 2012).
Menurut data BPS Jawa Barat tahun 2011, luas tanam padi di Jawa Barat
seluas 2 032 586. Kota Bogor memiliki luas tanam padi seluas 1 605 ha dengan
luas panen 1 565 ha. Menurut data Dinas Pertanian Kota Bogor tahun 2012, luas
lahan tanam padi seluas 1 347 ha dengan produktivitas 6.05 ton/ha. Di Kota
Bogor telah dilaksanakan penanaman padi organik di tiga Kelurahan yaitu
Kelurahan Sindang Barang, Mulyaharja, dan Situ Gede. Luasan sawah yang telah
dilaksanakan untuk penanaman padi organik antara lain di Kelurahan Sindang
Barang seluas 20 ha, di Kelurahan Mulyaharja seluas 100 ha, dan di Kelurahan
Situgede seluas 50 ha (Pemerintah Kota Bogor 2011).
Budidaya padi yang selama ini dilakukan oleh petani diindikasikan masih
belum efisien. Hal tersebut dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai
anjuran, tingkat pendapatan petani yang rendah, dan produksi padi yang masih di
bawah potensi produksinya. Teknik budidaya padi organik akan mempengaruhi
tingkat efisiensi usahatani. Petani yang dapat mengelola penggunaan sumberdaya
yang ada dapat mencapai output maksimum atau meminimalkan penggunaan
input untuk mencapai output yang sama. Variabel-variabel tersebut akan
menentukan tingkat efisiensi yang akan dicapai. Namun, petani harus mengerti
dan mampu mengalokasikan secara optimal semua faktor produksi yang ada
sehingga dapat mengetahui faktor apa saja yang penggunaanya sudah optimum
atau belum. Penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien akan mempengaruhi
biaya produksi sehingga akan mempengaruhi pendapatan petani. Dengan
peningkatan produksi diharapkan padi organik dapat dikembangkan secara luas.
Menurut Khan et al. (2010) pengukuran efisiensi produktif dalam produksi
pertanian merupakan isu penting dari sudut pandang pembangunan pertanian di
negara-negara berkembang karena memberikan informasi terkait yang berguna
untuk membuat keputusan manajemen yang baik dalam alokasi sumber daya dan
untuk merumuskan kebijakan pertanian.
Kelebihan padi organik dibandingkan dengan padi konvensional bagi petani
adalah peningkatan keuntungan. Penggunaan pupuk dan pestisida organik dapat
memperbaiki kesuburan tanah dan petani tidak ketergantungan dengan pupuk dan
pestisida kimia. Bagi konsumen yang mengkonsumsi beras organik dapat
meningkatkan kesehatan bagi konsumen. Peningkatan kesadaran masyarakat akan
hidup sehat merupakan peluang bagi pengembangan padi organik karena dapat
meningkatkan permintaan akan beras organik. Namun, untuk menuju pertanian
organik memerlukan proses pengusahaan dan waktu yang cukup lama. Untuk
menuju pertanian organik, petani perlu menerapkan standar-standar pertanian
organik yang telah ditetapkan. Perlu waktu yang cukup lama dan proses
pengusahaan yang berkesinambungan. Pengurangan penggunaan pupuk dan
pestisida kimia merupakan tahapan awal dari proses yang harus dilakukan.
Tanaman yang sedang menjalani proses konversi dari tanaman konvensional
menuju organik dapat disebut dengan pertanian semi organik. Begitu pula dengan
tanaman padi, budidaya padi yang sedang melalui tahapan konversi disebut
dengan padi semi organik.
5
Permintaan akan beras organik yang meningkat menyebabkan pemerintah
Kota Bogor melalui Dinas Pertanian Kota Bogor melakukan program
pengembangan padi semi organik atau lebih dikenal sebagai padi sehat. Daerah
yang menjadi target pengembangan padi sehat adalah Kelurahan Situ Gede dan
Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat dan di Kelurahan Mulyaharja,
Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pelaksanaan pertanian padi sehat
diharapkan dapat meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan
petani. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan
efisiensi usahatani padi semi organik dan padi konvensional.
Perumusan Masalah
Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian telah
menyususn agenda Nasional Pengembangan Pertanian Organik dengan jargon
“Go Organic 2010”. Program ini merupakan salah satu program untuk
mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Misi program “Go
Organic 2010” adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian
lingkungan alam Indonesia dengan mendorong berkembangnya pertanian organik
yang berdaya saing dan berkelanjutan. Goal yang ingin dicapai dalam program
tersebut adalah mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan
pengekspor pangan organik utama di dunia pada tahun 2010. Namun, dalam
perjalannya hingga saat ini, pengembangan produk pertanian terutama pangan
organik tidak berkembang sesuai dengan harapan pemerintah oleh karena itu perlu
diketahui penyebab program tersebut belum sesuai dengan harapan, mungkinkah
disebabkan karena produktivitas padi organik yang lebih rendah, biaya produksi
padi organik lebih tinggi, kualitas beras organik yang lebih rendah, atau karena
harga beras organik yang lebih mahal bila semua hal tersebut dibandingkan
dengan padi konvensional.
Sistem pertanian padi di Jawa Barat masih banyak yang menggunakan
sistem pertanian konvensional. Sistem pertanian organik sudah mulai diterapkan
di Jawa Barat, salah satunya di Kota Bogor, yaitu di Kelurahan Situ Gede,
Kelurahan Sindang Barang, dan Kelurahan Mulyaharja. Dikarenakan masih
banyaknya kendala dalam menuju padi organik sehingga hanya Kelurahan Situ
Gede yang masih mengembangkan padi semi organik hingga saat ini. Walaupun
demikian pemerintah Kota Bogor sedang mengembangkan kembali program
pertanian padi organik. Namun, karena ada beberapa kendala dalam menuju
pertanian padi organik sehingga beberapa produsen menyebut hasil produksi
dengan padi semi organik atau padi sehat. Produksi dan pendapatan petani padi
semi organik belum sepenuhnya sesuai dengan harapan karena produksi padi semi
organik masih rendah (sekitar 5-6 ton/ha) sehingga pendapatan petani pun rendah,
selain itu harga padi sehat terkadang masih sama dengan harga padi konvensional
dikarenakan pemasaran yang belum pasti. Diindikasikan pula bahwa luas tanam
yang sempit menyebabkan petani kurang efisien dalam budidaya. Budidaya padi
secara organik yang dilakukan oleh petani padi semi organik diindikasikan masih
belum efisien dikarenakan biaya memproduksi padi organik tinggi, tingkat
pendapatan petani yang masih rendah, produksi padi yang masih di bawah potensi
6
produksi, dan harga beras organik yang tidak jauh berbeda bahkan sama dengan
beras konvensional. Menurut Haryani (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi
efisiensi usahatani tidak hanya ditentukan oleh kemampuan manajerial dari petani
untuk memutuskan besaran input produksi yang akan digunakan, namun juga
ditentukan oleh berbagai faktor yang berada di luar kendali petani seperti
ketersediaan air irigasi, iklim, tingkat kesuburan tanah, harga input, harga output,
kelembagaan usahatani, dan lainnya. Persoalan tentang produktivitas sebenarnya
mengkaji mengenai efisiensi teknis. Hal ini dikarenakan ukuran produktivitas
mempengaruhi tingkat efisiensi teknis budidaya yang dilakukan petani yang
menunjukkan pada seberapa besar keluaran (output) maksimum yang dapat
dihasilkan per unit masukan (input) yang tersedia. Tingkat efisiensi teknis
budidaya terlihat dari kemampuan manajerial dari aspek budidaya yang tercermin
dalam aplikasi teknologi usaha budidaya dan pasca panen serta kemampuan petani
dalam mengelola informasi dan pengambilan keputusan. Tingkatan pendapatan
yang diperoleh petani dan efisiensi usahatani merupakan indikator kelayakan
pengembangan agribisnis padi dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Teknik budidaya, efisiensi teknis, dan pendapatan usahatani merupakan hal yang
berkaitan. Teknik budidaya yang dilakukan petani akan mempengaruhi tingkat
efisiensi teknis usahatani. Efisiensi teknis yang dilakukan petani akan
mempengaruhi besar kecilnya pendapatan petani. Sehingga efisiensi teknis dan
pendapatan usahatani yang dilakukan petani dapat digunakan sebagai
pertimbangan pengambilan keputusan pengkombinasian input usahatani yang
optimal dan kebijakan pertanian kedepannya.
Dari uraian tersebut maka pertanyaan penelitian yang ingin dipecahkan
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi padi semi organik dan padi
konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor?
2. Bagaimana perbedaan efisiensi teknis padi semi organik dan padi konvensional
di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor?
3. Bagaimana perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan usahatani
padi konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan
Bogor Barat, Kota Bogor?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan maka tujuan penelitian adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi semi organik
dan padi konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
2. Menganalisis perbedaan efisiensi teknis padi semi organik dan padi
konvensional di Kelurahan Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
3. Menganalisis perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan padi
konvensioanl di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor.
7
Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi kepada pihak yang terkait dalam peningkatan
pendapatan petani dan perkembangan usahatani padi semi organik dan
sebagai pertimbangan dalam prospek pengembangan usahatani padi organik.
2. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan
maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa
mendatang.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang,
Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Komoditas yang akan diteliti adalah padi
sehat dan padi konvensional. Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat (1)
perbedaan sistem budidaya padi semi organik terhadap dan padi konvensional
dimulai dari cara perolehan faktor produksi hingga pemanenan, serta perbedan
perlakuan pada budidaya (2) faktor-faktor produksi padi sehat dan padi
konvensional, (3) efisiensi teknis padi semi organik dan padi konvensional, dan
(4) perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan usahatani padi
konvensional.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Padi
Genus Oryza termasuk dalam rumpun Orizeae dalam famili Gramineae
(rumput-rumputan). Padi yang banyak dibudidayakan saat ini termasuk genus
Oryza dengan spesies utama yaitu Oryza sativa (De Datta 1981). Kultivar padi
yang ada saat ini digolongkan berdasarkan bentuk morfologinya ke dalam tiga tipe,
yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. Padi Japonica memiliki karakteristik bentuk
biji yang pendek dan bulat, warna daunnya hijau tua, jumlah anakan banyak,
jumlah gabah per malai banyak, dan bobot gabahnya berat, tersebar di Jepang,
Korea, dan Penin. Padi Indica memiliki karakteristik bentuk biji yang ramping
dan panjang, warna daun hijau muda, jumlah anakan banyak, jumlah gabah per
malai banyak, tetapi bobot gabahnya ringan, tersebar di Cina Selatan, Taiwan,
India, dan Sri Lanka. Sedangkan padi Javanica memiliki karakteristik bentuk biji
oval, warna daun hijau muda, jumlah anakan sedikit, jumlah gabah per malai
sedikit, dan bobot gabah berat, tersebar di Jawa dan Bali (Katayama 1993).
Pertanian Konvensional
Pertanian konvensional merupakan pertanian yang menggunakan varietas
untuk yang berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan penggunaan
mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Hasil panen
8
pertanian konvensional tinggi namun berdampk negatif terhadap lingkungan.
Produk pertanian konvensional berbahaya bagi kesehatan manusia karena
penggunaan pestisida kimia (Susanto 2002).
Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa penggunaan pupuk
organik dapat menyebabkan ketidakseimbangan kandungan unsur hara dalam
tanah, rusaknya struktur tanah, dan rendahnya mikrobiologi tanah. Menurut
Prihantoro (1999), pemberian pupuk anorganik secara terus menerus akan
menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air, dan
menjadi asam. Penggunaan pupuk organik dapat mengurangi penggunaan pupuk
anorganik. Selain itu, penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan
ketersediaan hara dalam tanah dan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.
Keberhasilan pertanian konvensional diukur dari banyaknya produksi panen yang
dihasilkan. Semakin tinggi produksi maka dianggap maju. Penggunaan pupuk
kimia dan pestisida kimia di Indonesia merupakan bagian dari Revolusi Hijau
(Ayatullah 2012).
Perkembangan Pertanian Organik
Pertanian telah memicu perdebatan yang kontroversial dalam dekade tahun
teraktir, karena telah menjelaskan sisi lain dari akibat penggunaan secara intensif
bahan kimia dalam pertanian konvensional dan menawarkan alternatif atau jalan
keluar dalam penggunaan bahan kimia. Saat ini telah ada bukti yang kuat yang
menunjukkan bahwa pertanian organik lebih ramah lingkungan yaitu manfaat
yang timbul dari peningkatan kesuburan tanah, kandungan bahan organik dan
aktivitas biologis, baik struktur tanah dan pengurangan kerentanan terhadap erosi,
berkurangnya polusi dari pencucian nutrisi dan pestisida, meningkatkan
keanekaragaman hayati dan hewani (Kasperczyk dan Knickel 2006 dalam Nemes
2009). Perkembangan konsumsi pupuk anorganik terus meningkat sejak tahun
1975 sampai dengan tahun 1987. Kenaikan penggunaan pupuk anorganik rata-rata
hampir 5 kali lipat (Sugito et al. 1995). Pertanian organik adalah teknik budidaya
pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahanbahan sintetis. Tujuan utama dari pertanian organik adalah menyediakan produkproduk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan (Karama 2012).
Pertanian organik bukan hanya sekedar bebas kimia saja, tetapi bagaimana
pelakunya memahami bahwa ia adalah kesatuan alam ini Prawoto et al.(2005).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pertanian organik diantaranya tidak
menggunakan rekayasa genetika, lahan bebas residu kimia, pengolahan dari
budidaya hingga hasil bebas baha kimia, dan lingkungan yang mendukung dalam
budidaya pertanian organik.
Budidaya tanaman pangan organik harus sesuai dengan standar yang
diterapkan, menurut standar dari BioCert (2005) diantaranya yaitu pemilihan
tanaman dan varietas berasal dari benih organik dan lingkungan budidaya
dikondisikan bebas kontaminasi bahan kimia.
Sejarah Revolusi Hijau
Krisis pangan muncul diberbagai belahan dunia setelah berakhirnya perang
dunia kedua. Krisis pangan menyebabkan terjadinya kelaparan dan kerentanan
9
terhadap penyakit. Keadaan tersebut membuat khawatir banyak pemimpin negara,
terutama pemimpin negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat karena negaranegara tersebut pernah mengalami dampak krisis pangan yang terjadi di Eropa
pada tahun 1845-1860, sehingga menjadi pembelajaran yang amat berharga bagi
pemimpin negara-negara di Eropa (Saragih 2008).
Para pemimpin negara-negara Eropa dan Amerika serikat berkumpul dan
membicarakan upaya-upaya yang perlu dilakukan agar produksi pangan dapat
ditingkatkan dan kelaparan dapat dihindari. Pada tahun 1943, 44 negara
berkumpul di Virginia, Amerika Serikat untuk membicarakan upaya-upaya
tersebut. Berdasarkan kesepakatan 44 negara tersebut maka terbentuk food and
agriculture organizaton (FAO) di Quebec, Kanada pada 16 Oktober 1945 (Saragih
2008).
Permasalahan kelaparan oleh para pemimpin 44 negara dikaitkan dengan
ketidakcukupan produksi pangan di negara-negara yang jumlah penduduknya
banyak dan mengalami kelaparan. Oleh karena itu, jalan keluarnya adalah
meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan perluasan areal pertanaman.
Produktivitas tanaman pangan ditingkatkan dengan menggunakan benih ajaib atau
deikenal dengan benih unggul yang dapat berproduksi tinggi dan tahan terhadap
penyakit (Saragih 2008).
Revolusi besar di bidang pertanian terjadi pada periode tahun 1943-1960 an.
Revolusi ini dikenal sebagai revolusi hijau, yang merupakan sebuah istilah yang
diperkenalkan oleh William Gaud, Direktur USAID. Untuk memperluas
revolusi hijau maka pada tahun 1961 didirikan International Rice Research
Institute (IRRI) di Filipina yang fungsi utamanya mengembangkan benih padi
unggul dengan label IR. Benih padi tersebut saat diperkenalkan memang
menghasilkan panen yang berlimpa tetapi hasil panen tersebut tidak membebaskan
dunia dari kelaparan karena tidak semua orang dapat mengakses hasil panen
tersebut (Saragih 2008). Revolusi hijau ditandai dengan adanya pemuliaan
tanaman, pemupukan, serta pemberantasan hama dan penyakit secara Intensif.
Pemuliaan tanaman ditandai dengan adanya tanaman hibrida. Pemupukan ditandai
dengan munculnya pabrik pupuk kimia. Pemberantasan hama dan penyakit
ditandai dengan menggunakan pestisida kimia yang efektif (Andoko 2002).
Indonesia pernah mengecap kesuksesan dari revolusi hijau berupa
tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 sehingga mendapatkan
penghargaan dari FAO, mengingat sejak tahun 1960 an Indonesia selalu
kekurangan beras. Namun, kemudian swasembada beras di Indonesia hanya
berlangsung pada tahun 1985, 1986, 1988, dan 1993. Pada tahun 2000-2001
Indonesia sudah mulai mengimpor kembali beras sekitar 8% beras yang terdapat
di pasaran Internasional. Tujuan utama dari revolusi hijau adalah meningkatkan
produktivitas tanaman pangan. Peningkatan produktivitas dan produksi tanaman
pangan terjadi dalam skala terbatas. Namun, proses yang dibangun tidak
berkelanjutan. Revolusi hijau justru mengancam keberlanjutan penghidupan.
Revolusi hijau memunculkan banyak persoalan, diantaranya petani terperangkap
dalam teknologi yang tidak mampu diciptakan sendiri, petani menjadi korban
pasar, petani kaya semakin kaya petani miskin semakin miskin, rusaknya
hubungan konsumen dan petani, dampak negatif terhadap kesehatan, serta dampak
buruk bagi kelestarian lingkungan (Saragih 2008).
10
Dampak revolusi hijau bagi petani yaitu petani ketergantungan terhadap
faktor produksi yang hanya bisa dihasilkan oleh pabrik seperti pupuk kimia dan
pestisida kimia. Dampak bagi kesehatan yaitu penggunaan pestisida kimia dalam
jangka waktu yang panjang tubuh dapat teracuni bahan kimia dan mengakibatkan
penyakit kronis seperti kanker dan penyakit saraf. Dampak bagi lingkungan yaitu,
residu yang tertinggal di tanah, air, dan udara dapat menjadi racun bagi makhluk
hidup dan lingkungan, penggunaan bahan kimia untuk membunuh hama penyakit
dapat menyebabkan lahirnya individu baru yang lebih resiten, intensifikasi
pertanian menyumbang 20 persen dari emisi rumah kaca global (Saragih 2008).
Menurut Andoko (2002), dampak paling mengkhawatirkan dari kemajuan
teknologi pemuliaan tanaman adalah ancaman terhadap keanekaragaman hayati.
Dalam pertumbuhannya tanaman membutuhkan nutrisi berupa hara yang secara
alami telah tersedia di dalam tanah. Namun, untuk memacu pertumbuhannya
tanaman diberi zat tambahan yang kemudian dikenal sebagai pupuk. Awalnya
pupuk digunakan untuk memacu pertumbuhan. Namun, karena pupuk kadang atau
pupuk organik kurang memuaskan maka akhirnya ditemukan pupuk buatan
(pupuk kimia) yang mengandung hara lengkap. Dalam perjalananya, penggunaan
pupuk mempunyai efek merusak tanah. Struktur tanah yang remah setelah
mendapat perlakukan pupuk secara terus menerus akhirnya menjadi keras.
Sejarah Pertanian Organik di Dunia
Istilah pertanian organik pertama kali dipakai oleh seorang ahli pertanian
bernama Lord Northbourne dalam bukunya yang berjudul Look to the Land yang
dipublikasi pada tahun 1940. Pertanian organik menjadi istilah perlawanan yang
dikumandangkan oleh para pengkritik pertanian terhadap budidaya yang
menggunakan bahan kimia sintetik. Sir Albart Howard sering disebut sebagai
Bapak Pertanian Organik Mo
ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI KOTA BOGOR
[KASUS: KELURAHAN SITU GEDE DAN SINDANG BARANG]
YUYUN KURNIA LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Komparasi
Teknis Padi Semi Organik dan Konvensional di Kota Bogor (Kasus Kelurahan
Situ Gede dan Sindang Barang) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Yuyun Kurnia Lestari
NIM H451110431
RINGKASAN
YUYUN KURNIA LESTARI. Analisis Komparasi Efisiensi Teknis Padi Semi
Organik dan Konvensional di Kota Bogor [Kasus di Kelurahan Situ Gede dan
Sindang Barang]. Dibimbing oleh HARIANTO dan SITI JAHROH.
Beras merupakan subsektor pertanian dan ekonomi yang sangat penting dan
strategis. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah kebutuhan
menyebabkan pemerintah menerapkan program revolusi hijau untuk
meningkatkan produktivitas padi. Namun penerapan revolusi hijau memberikan
dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
Dampak pencemaran akibat penggunaan bahan kimia untuk pertanian
menyebabkan masyarakat sadar akan kelestarian lingkungan dan kesehatan.
Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil beras di Indonesia.
Namun, budidaya padi di Jawa Barat masih menggunakan pupuk dan pestisida
kimia dan baru beberapa daerah yang mengembangkan pertanian organik. Daerah
yang telah memulai pertanian organik salah satunya di Kota Bogor, yaitu di
Kelurahan Situ Gede, Kelurahan Sindang Barang, dan Kelurahan Mulyaharja.
Dikarenakan masih banyak kendala dalam menuju padi organik sehingga hanya
Kelurahan Situ Gede yang masih mengembangkan padi semi organik hingga saat
ini. Produksi dan pendapatan petani padi semi organik belum sepenuhnya sesuai
dengan harapan karena produksi padi semi organik masih rendah (sekitar 5-6
ton/ha) sehingga pendapatan petani pun rendah. Selain itu, harga padi organik atau
semi organik terkadang masih sama dengan harga padi konvensional dikarenakan
pemasaran yang belum pasti. Diindikasikan pula bahwa luas tanam yang sempit
menyebabkan petani kurang efisien dalam budidaya. Budidaya padi secara
organik yang dilakukan oleh petani padi semi organik diindikasikan masih belum
efisien dikarenakan biaya memproduksi padi organik tinggi, tingkat pendapatan
petani yang masih rendah, produksi padi yang masih di bawah potensi
produksi dan harga beras organik yang tidak jauh berbeda bahkan sama dengan
beras konvensional. Untuk menuju pertanian padi organik membutuhkan waktu
dan proses yang lama dan berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi usahatani padi semi organik dan konvensional, (2) menganalisis
perbedaan efisiensi teknis padi semi organik dan konvensional dan (3)
menganalisis perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan
konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut data dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan fungsi produksi stochastic
frontier cobb douglas. Hasil estimasi fungsi produksi stochastic frontier, model
fungsi produksi dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Hasil pendugaan fungsi produksi padi konvensional dengan metode MLE
yang menunjukkan bahwa ada tiga variabel dengan koefisien positif dan
signifikan terhadap produksi padi semi organik yaitu luas lahan, unsur K, dan
pestisida nabati. Pada padi konvensional, variabel yang signifikan adalah luas
lahan dan tenaga kerja. Penggunaan luas lahan berpengaruh positif dan signifikan
dengan nilai elastisitas 0.99 menunjukkan bahwa penambahan luas lahan sebesar
1% akan meningkatkan produksi padi sebesar 0.99% dimana faktor lain dianggap
konstan. Variabel unsur kalium berpengaruh positif dan signifikan. Nilai
elastisitas unsur K terhadap produksi sebesar 0.01 menunjukkan bahwa
penambahan unsur K sebesar 1% akan meningkatkan produksi padi sebesar
0.005% dimana faktor lain dianggap konstan. Variabel pestisida nabati
berpengaruh positif dan signifikan pada taraf 10% terhadap produksi padi semi
organik. Nilai elastisitas pestisida terhadap produksi sebesar 0.019 menunjukkan
bahwa penambahan pestisida nabati sebesar 1% akan meningkatkan produksi padi
sebesar 0.019%.
H asil pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas padi konvensional dengan
metode MLE hasil dari output Frontier 4.1 dianggap telah fit karena memenuhi
asumsi Cobb-Douglas. Hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE
yang menunjukkan bahwa ada dua variabel signifikan terhadap produksi padi
konvensional. Variabel yang berpengaruh positif dan signifikan yaitu luas lahan
dan tenaga kerja. Penggunaan luas lahan berpengaruh positif dan signifikan
dengan nilai elastisitas 0.463. Tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produksi padi konvensional dengan elastisitas tenaga kerja yaitu 0.599.
Nilai rata-rata efisiensi teknis padi semi organik dan konvensional masingmasing sebesar 0.75 dan 0.79. Dari hasil pendugaan dengan model MLE diketahui
hanya faktor pengalaman dalam usahatani padi yang signifikan dengan tanda
koefisien negatif sesuai dengan harapan. Pada padi konvensional variabel yang
berpengaruh positif dan signifikan adalah pendidikan. Pendapatan tunai per hektar
usata tani padi semi organik lebih besar dibandingkan petani padi konvensional
tetapi pendapatan total petani usaha tani padi semi organik lebih kecil daripada
padi konvensional. Hal ini disebabkan oleh pada usaha tani padi semi organik
biaya tetap dan biaya tunai dikeluarkan secara berurutan sedangkan pada usaha
tani padi konvensional dikeluarkan tidak berurutan. Dan pendapatan total usaha
tani padi konvensional lebih tinggi dari pada semi organik.
Kata kunci: stochastic frontier, pertanian organik, produksi, inefisiensi
SUMMARY
YUYUN KURNIA LESTARI. Comparative Analysis of Techincal Efficiency of
Semi Organic and Conventional Rice Farming in Bogor [Case in Situ Gede and
Sindang Barang Villages]. Supervised by HARIANTO and SITI JAHROH.
Rice is a sub sector of agriculture and economic that very important and
strategics. The needed for food is increasing from year to year. This is because
increasing of population. An increasing number of needs caused the government
to implement the green revolution program to increase rice productivity. However,
the application of green revolution give impact to environmental pollution due to
the use of chemical fertilizers and pesticides. Impact of pollution caused by use of
chemicals for agriculture cause people aware with environment and health.
West Java is one of Indonesia's rice-producing areas. However, rice
cultivation in West Java still use chemical fertilizers and pesticides and several
new areas to develop organic farming. Areas that have started organic farming one
of them in the city of Bogor, which is in Situ Gede Village, Sindang Barang
Village, and Mulyaharja Village.Because there are still many problems to become
the organic rice so that only Situ Gede village that is still developing semi organic
rice until now. Nevertheless, Bogor city government is developing organic rice
farming program again. However, because there are some provisions that must be
fulfilled to be organic rice so few producers called the organic rice with semi
organic or healthy rice. Production and income of semi organic rice farmers
organic not fully in line with expectations. Semi organic rice production is still
low (about 5-6 tonnes/ha) so that farmers incomes were low. Besides that,
sometimes semi organic rice prices are still the same as conventional rice prices
because of marketing uncertain. Indicated that a narrow planting area causing less
efficient farmers in cultivation. Organic rice cultivation by semi-organic rice
farmers indicated was not efficient due to the high cost of producing organic rice,
farmers' income levels are still low, rice production is still below potential output
and the price of organic rice that is not much different even with rice conventional.
To reach organic rice farming takes time, long proces and sustainable process.
This study aims: (1) to analyze the factors that influence semi organic and
conventional rice farming, (2) to analyze technical efficiency semi organic and
conventional rice farming and (3) to analyze rice farming income between semi
organic and conventional rice farming. To answer these research purposes the data
were analyzed qualitatively and quantitatively with stochastic frontier Cobb
Douglas production function.
The estimation results of stochastic frontier production function semi
organic rice farming, the production function models considered fit for fulfilling
the assumption of Cobb-Douglas. Estimation results of the production function
with the MLE method shows that there are three variables with a positive and
significant coefficient on rice production is semi organic land area, elements of K
and organic pesticides. Land use positively and significantly with the elasticity of
0.994 indicates that the addition of 1% land area will increase rice production
amounted to 0.994% with other factors held constant. The elasticity of the element
K to the production of 0.005 showed that the addition of elements of K by 1%
would increase rice yield by 0.005% with other factors held constant. Botanical
pesticides variable positive and significant effect on the level of 10% of the semiorganic rice production. The elasticity of pesticides on the production of 0.019
indicates that the addition of 1% pesticide plant would increase rice yield by
0.019%.
The estimation results of the Cobb-Douglas production function
conventional rice farming with MLE method outputs the result of Frontier
considered fit for fulfilling the assumption of Cobb-Douglas. In conventional rice,
significant variabels are land and labor. Land use positively and significantly with
the elasticity of 0.463. Labor positively and significantly with the elasticity of
0.599.
The average value of technical efficiency of semi-organic and conventional
rice are 0.751 and 0.788. Factors affecting the level of technical efficiency of
farmer respondents were analyzed using a model of technical inefficiency effects
stochastic frontier production function. From the results of the estimation with
MLE in semi-organic models known only factor farming experience significant
with a negative coefficient signs in line with expectations. In the conventional rice,
positive and significant variable effect of education. Cash income per hectare of
organic rice farming semi larger than conventional rice farmers but farmers' total
income semi-organic rice farming is smaller than conventional rice. This is caused
by the organic rice farming semi fixed costs and cash costs incurred in sequence
while the conventional rice farming is not issued sequentially.And conventional
rice farming in total income is higher than the semi-organic.
Keywords: stochastic frontier, organic farming, production, inefficiency
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KOMPARASI EFISIENSI TEKNIS PADI SEMI
ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI KOTA BOGOR
[KASUS: KELURAHAN SITU GEDE DAN SINDANG BARANG]
YUYUN KURNIA LESTARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Dr Ir Andriyono Kilat Adhi, MS
Penguji Program Studi
: Dr Ir Suharno, M.ADev
Judul Tesis : Analisis Komparasi Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan
Konvensional di Kota Bogor [Kasus: Kelurahan Situ Gede dan
Sindang Barang]
Nama
: Yuyun Kumia Lestari
: H451110431
NIM
Disetujui o1eh
Komisi Pembimbing
Dr Siti ahroh, BSc MSc
Anggota
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agribisnis
セ@
---
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
07 0CT 2013
Judul Tesis : Analisis Komparasi Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan
Konvensional di Kota Bogor [Kasus: Kelurahan Situ Gede dan
Sindang Barang]
Nama
: Yuyun Kurnia Lestari
NIM
: H451110431
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Harianto, MS
Ketua
Dr Siti Jahroh, BSc MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis yang berjudul Analisis Komparasi
Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan Konvensional di Kota Bogor [Kasus
Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang] dapat diselesaikan. Tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu
dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Siti Jahroh,
BSc, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala arahan, motivasi
dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal yang telah memberikan banyak kritikan membangun
dalam penyempurnaan tesis.
3. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi dan Dr.
Ir. Suharno, M.ADev selaku Dosen Penguji Perwakilan Program Studi pada
ujian tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis
ini.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains
Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi
Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains
Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis
menjalani pendidikan.
5. Bapak Inta, Bapak Abidin dan Bapak Iwan selaku Ketua Kelompok Tani di
Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor.
6. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Bapak Surono dan Ibu Sri
Wahyuningsih dan adik-adik tercinta.
7. Teman-teman di Program Studi Magister Sains Agribisnis atas saran, diskusi,
dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Yuyun Kurnia Lestari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1
2
3
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
5
6
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Padi
Pertanian Konvensional
Perkembangan Pertanian Organik
Sejarah Revolusi Hijau
Sejarah Pertanian Organik di Dunia
Sejarah Pertanian Organik di Indonesia
Penelitian Efisiensi
7
7
8
8
10
11
14
KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep dan Pengukuran Efisiensi
Konsep Fungsi Produksi
Konsep Efisiensi
Kerangka Pemikiran Penelitian
16
16
21
24
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data
Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Analisis Efisiensi Teknis
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C ratio)
Definisi Variabel
26
26
26
26
27
28
30
31
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Keadaan Umum Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang
Gambaran Umum dan Geografis
Kependudukan dan Karakteristik Petani
Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Konvensional
Tenaga Kerja Budidaya Padi
Input dan Output pada Usahatani Padi Semi Organik dan
Konvensional
Perbedaan Teknik Budidaya Padi Organik, Semi Organik, dan
32
32
32
33
33
41
41
Konvensional
Pemasaran Beras Semi Organik dan Beras Konvensional
Keragaan Usahatani Padi Semi Organik dan Padi Anorganik di
Daerah Penelitian
Deskripsi dan Karakteristik Petani Responden
Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknis
Analisis Fungsi Stochastic Production Frontier Usahatani Padi
Semi Organik
Analisis Fungsi Stochastic Production Frontier Usahatani Padi
Konvensional
Tingkat Efisiensi Teknis Padi Semi Organik dan Padi Konvensional
Sumber Inefisiensi Teknis Padi Semi Organik dan Padi
Konvensional
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik
dan Padi Konvensional
Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Padi Konvensional
Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Padi Konvensional
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
42
44
45
45
48
49
50
52
53
54
54
57
58
58
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
63
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL
1
Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di
Indonesia
2 Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di Jawa
Barat
3 Tanda yang diharapkan dari variabel-variabel efek inefisiensi
4 Perbandingan penggunaan benih pada usahatani padi semi organik
dan konvensional
5 Rata-rata penggunaan pupuk kimia pada padi semi organik dan padi
konvensional di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
6 Rata-rata penggunaan pupuk organik pada padi semi organik dan
padi konvensional di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
7 Perbandingan produktivitas usahatani padi semi organik dan padi
konvensional
8 Perbandingan penggunaan tenaga kerja usahatani padi semi organik
dan padi konvensional per ha
9 Input dan output pada usahatani padi semi organik dan padi
konvensional
10 Perbedaan teknik budidaya padi organik, padi semi organik dan padi
2
2
29
34
38
39
40
41
42
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
konvensional
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan umur di Kelurahan Situ Gede dan
Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan pendidikan formal di Kelurahan Situ
Gede dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor 2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan pengalaman usahatani padi di Kelurahan
Situ Gede dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat,
Kota Bogor 2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan status usahatani padi Kelurahan Situ Gede
dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor 2013
Karakteristik responden petani padi semi organik dan padi
konvensional berdasarkan luas usahatani padi Kelurahan Situ Gede
dan Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor 2013
Pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas usahatani padi semi
organik dengan metode MLE
Pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas usahatani padi
konvensional dengan metode MLE
Efisiensi teknis usahatani padi semi organik dan padi konvensional
Pendugaan parameter MLE faktor-faktor inefisiensi teknis fungsi
produksi stochastic frontier pada petani padi semi organik dan padi
konvensional
Biaya usahatani padi semi organik dan padi konvensional per hektar
per musim tanam
Perbandingan pendapatan usahatani padi semi organik dan padi
konvensional per hektar per musim tanam
43
45
46
47
47
48
49
51
53
53
56
57
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tahapan pengembangan pertanian organik 2001-2010
Program pengembangan pangan organik 2010-2014
Fungsi produksi
Fungsi produksi stochastic frontier
Pengukuran efisiensi teknis dan alokatif berorientasi input
Pengukuran efisiensi teknis dan alokatif berorientasi output
Kerangka pemikiran penelitian
Lahan persemaian benih padi
Pengolahan lahan
Pupuk bokashi
Sumber pupuk organik
12
13
17
21
22
23
25
35
35
36
36
12
Penanaman bibit padi
37
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Output frontier 4.1 padi semi organik
Output frontier 4.1 padi konvensional
Output minitab dan frontier 4.1 padi semi organik dalam ha
Hasil restriksi padi semi organik
Output minitab dan frontier 4.1 padi konvensional dalam ha
Hasil restriksi padi konvensional
63
69
74
81
82
89
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan tanaman pangan pokok utama di dunia dan erat kaitannya
dengan budaya miliaran orang di seluruh dunia khususnya di Asia dan Afrika.
Menurut data arkeologi, padi sudah ditanam sejak 6 000-7 000 tahun lalu di
negara-negara seperti China dan Thailand. Pembangunan sistem irigasi untuk
budidaya padi membentuk satu pilar untuk pengembangan beberapa peradaban
besar di Asia Tenggara. Tanaman padi mudah untuk beradaptasi dengan
lingkungan setempat dan karena manusia telah berhasil memodifikasi
agroekosistem lokal, sehingga hingga saat ini padi dapat ditemukan di semua
benua di dunia (Augstburger et al. 2002).
Beras yang termasuk dalam tanaman pangan merupakan subsektor pertanian
dan ekonomi yang sangat penting dan strategis, karena merupakan salah satu
subsektor bagi pemenuhan pangan bagi rakyat Indonesia, salah satu sumber
pendapatan dan kesempatan kerja bagi rakyat Indonesia, dan sekaligus sebagai
sumber pendapatan bagi bangsa Indonesia (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2012). Hak memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia,
sebagaimana yang tercantum dalam pasar 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi
Roma 1996. Hal tersebut yang mendasari UU No. 7/1996 tentang pangan.
Ketersediaan pangan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan dapat
menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, gejolak sosial dan politik. Kondisi
ketidakstabilan pangan bahkan dapat membahayakan stabilitas nasional yang
dapat meruntuhkan pemerintah yang sedang berkuasa. Indonesia menetapkan
bahwa ketahanan pangan sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional
(Abubakar 2008). Beras memiliki peran strategis dalam memantapkan ketahanan
pangan, ketahanan ekonomi, dan ketahanan stabilitas politik nasional. Hal tersebut
terlihat seperti pada tahun 1966 dan 1998 terdapat perubahan dari goncangan
politik menjadi krisis politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi
dalam waktu singkat (Suryana dan Sudi 2001).
Beras mendominasi pola konsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat
dari tingkat partisipasi konsumsi beras yang masih 95%. Sebagai sumber energi
dan nutrisi, beras dipandang lebih baik dibandingkan dengan jenis makanan
pokok lainnya (Suryana dan Sudi 2001). Berdasarkan data tahun 2010, jumlah
penduduk Indonesia sebesar 237 556 363 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata
1.49% mulai tahun 2011 maka jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar 252 034
317 jiwa. Konsumsi beras pada tahun 2010 sebesar 139.5 kg/kapita/tahun dan
dengan laju penurunan konsumsi beras sebesar 1.5%/kapita/tahun sehingga
kebutuhan beras pada tahun 2014 sebesar 33 013 214 ton (Dinas Tanaman Pangan
2012).
Total luas area pertanian Indonesia pada tahun 2011 adalah 225 062.65 ha,
menurun 5.77% dari tahun sebelumnya (Aliansi Organik Indonesia 2012).
Perkembangan luas lahan, produktivitas, dan produksi padi di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 1.1 Luas panen tanaman padi di Indonesia pada tahun 2008
sebesar 12 327 425 ha meningkat menjadi 13 471 653 ha pada tahun 2012.
Produktivitas tanaman padi pada tahun 2008 sebesar 48.94 kw/ha meningkat
2
menjadi 51.19 kw/ha. Peningkatan produktivitas nasional diiringi oleh
peningkatan produksi tanaman padi nasional dari 60 325 925 ton pada tahun 2008
menjadi 68 956 292 ton pada tahun 2012.
Tabel 1.1 Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di Indonesia
Tahun
Luas Panen
Produktivitas
Produksi
(ha)
(kw/ha)
(ton)
2008
12 327 425
48.94
60 325 925
2009
12 883 576
49.99
64 398 890
2010
13 253 450
50.15
66 469 394
2011
13 203 643
49.80
65 756 904
2012
13 471 653
51.19
68 956 292
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013; ha: hektar, kw: kwintal.
Sektor pertanian di Jawa Barat merupakan salah satu motor penggerak
perekonomian. Selain itu, sentra produksi padi terbesar di Indonesia terdapat di
propinsi Jawa Barat. Pada Tahun 2009, lahan panen di Jawa Barat seluas 1 950
203 ha. Luas lahan, produktivitas, dan produksi padi di Jawa Barat dapat dilihat
pada Tabel 1.2. Luas panen tanaman padi di Jawa Barat pada tahun 2009 sebesar
1 950 203 ha meningkat menjadi 2 037 657 ha pada tahun 2010 namun
mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 menjadi 1 964 466 ha.
Produktivitas tanaman padi pada tahun 2009 sebesar 58.06 kw/ha meningkat
menjadi 59.22 kw/ha. Namun peningkatan produktivitas padi di Jawa Barat tidak
diiringi oleh peningkatan produksi tanaman padi di Jawa Barat yaitu dari 11 322
682 ton pada tahun 2009 meningkat menjadi 11 737 071 ton pada tahun 2010
kemudian menurun kembali menjadi 11 633 891 ton pada tahun 2011.
Tabel 1.2 Data luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di Jawa
Barat
Tahun
Luas Panen (ha)
Produktivitas
Produksi (ton)
(kw/ha)
2009
1 950 203
58.06
11 322 682
2010
2 037 657
57.60
11 737 071
2011
1 964 466
59.22
11 633 891
Sumber: BPS Jawa Barat (2012)
Peningkatan produktivitas beras di Indonesia mulai digalakkan pada tahun
1970-an yang dikenal dengan revolusi hijau yang ditandai dengan penggunaan
varietas dengan padi unggul yang mampu berproduksi tinggi hasil rekayasa
genetika. Ciri-ciri padi hasil rekayasa genetika umumnya adalah banyak menyerap
pupuk nitrogen dan air sehingga hanya cocok untuk lingkungan pertanian sawah
beririgasi. Ciri varietas modern adalah rentan terhadap hama penyakit tanaman.
Pemupukan nitrogen yang berlebihan membuat jaringan tumbuh dengan cepat
namun menjadi lunak. Dahulu sebelum diperkenalkan varietas modern, petani
hanya mengenal hama padi yaitu burung dan tikus. Namun saat menggunakan
padi hasil rekayasa genetika, jenis hama menjadi banyak sekali dan memiliki daya
lumpuh yang luar biasa, seperti wereng coklat, wereng hijau, belalang, dan
3
sebagainya. Produk rekayasa genetika rentan terhadap hama penyakit sehingga
keberadaan pestisida mutlak diperlukan. Pemakaian pestisida menyebabkan
kerusakan lingkungan. Hama yang lolos dari pestisida menjadi resisten dan
memiliki kemampuan berkembangbiak berlipat ganda dan menghasilkan generasi
serangga yang resisten pula. Sehingga diperlukan pestisida yang lebih mematikan
dan petani harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk membeli pestisida
(Prabowo 2006).
Asumsi bahwa penggunaan input pupuk kimia sintetik dan pestisida yang
semakin tinggi dapat meningkatkan produktivitas lahan adalah tidak selalu benar.
Hal ini dikemukakan oleh Pretty berdasarkan hasil penelitian di tujuh negara di
Eropa dan Amerika Utara (IFOAM 2012). Revolusi hijau memberikan dampak
negatif yaitu semakin menurunnya daya dukung lahan pertanian, meningkatnya
pencemaran residu kimia berbahaya, terganggunya keseimbangan ekosistem dan
munculnya sikap ketergantungan petani pada sarana produksi pertanian sintetik
dengan harga yang semakin mahal. Cara bertani yang tidak efisien, mahal dan
berbahaya bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup harus segera diubah.
Sehingga perlu diperkenalkan kepada para petani mengenai sistem bertani
alternatif yang ekonomis, berkelanjutan dan keseimbangan alam, mengembalikan
produktivitas lahan pertanian dan menghadapi kompetisi agribisnis global
(ecoagribusiness).
Dampak dari penggunaan bahan kimia mendapatkan perhatian pemerintah
dan masyarakat sehingga muncul gaya hidup sehat menjadi trend baru masyarakat
dunia melalui slogan “back to nature”. Hal ini menjadikan peluang bagi
pembangunan pertanian dalam memproduksi padi. Pandangan baru tentang gaya
hidup sehat menyebabkan permintaan produk pertanian organik meningkat secara
signifikan. Terdapat peningkatan preferensi konsumen terhadap produk organik,
secara umum tingginya tingkat pertumbuhan permintaan produk pertanian organik
di seluruh dunia mencapai rata-rata 20 persen per tahun. Data WTO menunjukkan
bahwa dalam tahun 2000-2004 perdagangan produk pertanian organik dunia telah
mencapai nilai rata-rata US$ 17.5 milyar (Darmardjati 2005). Diprediksi pasar
beras organik di Indonesia senilai 28 miliar rupiah dengan pertumbuhan
22%/tahun. Volume produksi beras organik meningkat dari 1 180 ton pada tahun
2001 menjadi 11 000 ton pada tahun 2004. Jumlah kelompok petani yang
membudidayakan beras organik di Indonesia pada tahun 2001 sebanyak 640
kelompok dan pada tahun 2004 naik menjadi 1 700 kelompok (suaramerdeka.com
2012).
Sistem pertanian organik merupakan upaya yang dapat mengatasi
permasalahan sistem pertanian konvensional. Pertanian organik merupakan solusi
dari pertanian konvensional karena menggunakan input produksi yang ramah
lingkungan dan biaya produksi yang minim. Menurut Sugito et al. (1995) bahan
organik selain dapat mengendalikan erosi dan meningkatkan pertumbuhan juga
dapat meningkatkan produksi atau hasil tanaman, baik melalui pemulsaan maupun
melalui pembenaman. Pertanian organik menggunakan benih dalam jumlah
sedikit, pupuk organik, dan pestisida organik. Pertanian organik menjadikan
petani mandiri karena dapat membuat sarana produksi sendiri dari bahan-bahan
organik yang ada disekitarnya seperti kotoran ternak dan limbah pertanian yang
dapat dijadikan pupuk. Penggunaan sarana produksi yang disediakan sendiri dapat
menekan biaya produksi sehingga petani dapat meningkatkan pendapatan.
4
Namun, untuk menuju pertanian organik memerlukan waktu yang lama dan proses
yang berkelanjutan. Pertanian organik merupakan pertanian dengan biaya yang
rendah dan upaya yang efektif untuk membantu warga miskin di dunia untuk
mendapatkan nutrisi yang baik dan kualitas hidup yang lebih baik (IFOAM 2012).
Menurut data BPS Jawa Barat tahun 2011, luas tanam padi di Jawa Barat
seluas 2 032 586. Kota Bogor memiliki luas tanam padi seluas 1 605 ha dengan
luas panen 1 565 ha. Menurut data Dinas Pertanian Kota Bogor tahun 2012, luas
lahan tanam padi seluas 1 347 ha dengan produktivitas 6.05 ton/ha. Di Kota
Bogor telah dilaksanakan penanaman padi organik di tiga Kelurahan yaitu
Kelurahan Sindang Barang, Mulyaharja, dan Situ Gede. Luasan sawah yang telah
dilaksanakan untuk penanaman padi organik antara lain di Kelurahan Sindang
Barang seluas 20 ha, di Kelurahan Mulyaharja seluas 100 ha, dan di Kelurahan
Situgede seluas 50 ha (Pemerintah Kota Bogor 2011).
Budidaya padi yang selama ini dilakukan oleh petani diindikasikan masih
belum efisien. Hal tersebut dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai
anjuran, tingkat pendapatan petani yang rendah, dan produksi padi yang masih di
bawah potensi produksinya. Teknik budidaya padi organik akan mempengaruhi
tingkat efisiensi usahatani. Petani yang dapat mengelola penggunaan sumberdaya
yang ada dapat mencapai output maksimum atau meminimalkan penggunaan
input untuk mencapai output yang sama. Variabel-variabel tersebut akan
menentukan tingkat efisiensi yang akan dicapai. Namun, petani harus mengerti
dan mampu mengalokasikan secara optimal semua faktor produksi yang ada
sehingga dapat mengetahui faktor apa saja yang penggunaanya sudah optimum
atau belum. Penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien akan mempengaruhi
biaya produksi sehingga akan mempengaruhi pendapatan petani. Dengan
peningkatan produksi diharapkan padi organik dapat dikembangkan secara luas.
Menurut Khan et al. (2010) pengukuran efisiensi produktif dalam produksi
pertanian merupakan isu penting dari sudut pandang pembangunan pertanian di
negara-negara berkembang karena memberikan informasi terkait yang berguna
untuk membuat keputusan manajemen yang baik dalam alokasi sumber daya dan
untuk merumuskan kebijakan pertanian.
Kelebihan padi organik dibandingkan dengan padi konvensional bagi petani
adalah peningkatan keuntungan. Penggunaan pupuk dan pestisida organik dapat
memperbaiki kesuburan tanah dan petani tidak ketergantungan dengan pupuk dan
pestisida kimia. Bagi konsumen yang mengkonsumsi beras organik dapat
meningkatkan kesehatan bagi konsumen. Peningkatan kesadaran masyarakat akan
hidup sehat merupakan peluang bagi pengembangan padi organik karena dapat
meningkatkan permintaan akan beras organik. Namun, untuk menuju pertanian
organik memerlukan proses pengusahaan dan waktu yang cukup lama. Untuk
menuju pertanian organik, petani perlu menerapkan standar-standar pertanian
organik yang telah ditetapkan. Perlu waktu yang cukup lama dan proses
pengusahaan yang berkesinambungan. Pengurangan penggunaan pupuk dan
pestisida kimia merupakan tahapan awal dari proses yang harus dilakukan.
Tanaman yang sedang menjalani proses konversi dari tanaman konvensional
menuju organik dapat disebut dengan pertanian semi organik. Begitu pula dengan
tanaman padi, budidaya padi yang sedang melalui tahapan konversi disebut
dengan padi semi organik.
5
Permintaan akan beras organik yang meningkat menyebabkan pemerintah
Kota Bogor melalui Dinas Pertanian Kota Bogor melakukan program
pengembangan padi semi organik atau lebih dikenal sebagai padi sehat. Daerah
yang menjadi target pengembangan padi sehat adalah Kelurahan Situ Gede dan
Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat dan di Kelurahan Mulyaharja,
Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pelaksanaan pertanian padi sehat
diharapkan dapat meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan
petani. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan
efisiensi usahatani padi semi organik dan padi konvensional.
Perumusan Masalah
Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian telah
menyususn agenda Nasional Pengembangan Pertanian Organik dengan jargon
“Go Organic 2010”. Program ini merupakan salah satu program untuk
mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Misi program “Go
Organic 2010” adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian
lingkungan alam Indonesia dengan mendorong berkembangnya pertanian organik
yang berdaya saing dan berkelanjutan. Goal yang ingin dicapai dalam program
tersebut adalah mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan
pengekspor pangan organik utama di dunia pada tahun 2010. Namun, dalam
perjalannya hingga saat ini, pengembangan produk pertanian terutama pangan
organik tidak berkembang sesuai dengan harapan pemerintah oleh karena itu perlu
diketahui penyebab program tersebut belum sesuai dengan harapan, mungkinkah
disebabkan karena produktivitas padi organik yang lebih rendah, biaya produksi
padi organik lebih tinggi, kualitas beras organik yang lebih rendah, atau karena
harga beras organik yang lebih mahal bila semua hal tersebut dibandingkan
dengan padi konvensional.
Sistem pertanian padi di Jawa Barat masih banyak yang menggunakan
sistem pertanian konvensional. Sistem pertanian organik sudah mulai diterapkan
di Jawa Barat, salah satunya di Kota Bogor, yaitu di Kelurahan Situ Gede,
Kelurahan Sindang Barang, dan Kelurahan Mulyaharja. Dikarenakan masih
banyaknya kendala dalam menuju padi organik sehingga hanya Kelurahan Situ
Gede yang masih mengembangkan padi semi organik hingga saat ini. Walaupun
demikian pemerintah Kota Bogor sedang mengembangkan kembali program
pertanian padi organik. Namun, karena ada beberapa kendala dalam menuju
pertanian padi organik sehingga beberapa produsen menyebut hasil produksi
dengan padi semi organik atau padi sehat. Produksi dan pendapatan petani padi
semi organik belum sepenuhnya sesuai dengan harapan karena produksi padi semi
organik masih rendah (sekitar 5-6 ton/ha) sehingga pendapatan petani pun rendah,
selain itu harga padi sehat terkadang masih sama dengan harga padi konvensional
dikarenakan pemasaran yang belum pasti. Diindikasikan pula bahwa luas tanam
yang sempit menyebabkan petani kurang efisien dalam budidaya. Budidaya padi
secara organik yang dilakukan oleh petani padi semi organik diindikasikan masih
belum efisien dikarenakan biaya memproduksi padi organik tinggi, tingkat
pendapatan petani yang masih rendah, produksi padi yang masih di bawah potensi
6
produksi, dan harga beras organik yang tidak jauh berbeda bahkan sama dengan
beras konvensional. Menurut Haryani (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi
efisiensi usahatani tidak hanya ditentukan oleh kemampuan manajerial dari petani
untuk memutuskan besaran input produksi yang akan digunakan, namun juga
ditentukan oleh berbagai faktor yang berada di luar kendali petani seperti
ketersediaan air irigasi, iklim, tingkat kesuburan tanah, harga input, harga output,
kelembagaan usahatani, dan lainnya. Persoalan tentang produktivitas sebenarnya
mengkaji mengenai efisiensi teknis. Hal ini dikarenakan ukuran produktivitas
mempengaruhi tingkat efisiensi teknis budidaya yang dilakukan petani yang
menunjukkan pada seberapa besar keluaran (output) maksimum yang dapat
dihasilkan per unit masukan (input) yang tersedia. Tingkat efisiensi teknis
budidaya terlihat dari kemampuan manajerial dari aspek budidaya yang tercermin
dalam aplikasi teknologi usaha budidaya dan pasca panen serta kemampuan petani
dalam mengelola informasi dan pengambilan keputusan. Tingkatan pendapatan
yang diperoleh petani dan efisiensi usahatani merupakan indikator kelayakan
pengembangan agribisnis padi dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Teknik budidaya, efisiensi teknis, dan pendapatan usahatani merupakan hal yang
berkaitan. Teknik budidaya yang dilakukan petani akan mempengaruhi tingkat
efisiensi teknis usahatani. Efisiensi teknis yang dilakukan petani akan
mempengaruhi besar kecilnya pendapatan petani. Sehingga efisiensi teknis dan
pendapatan usahatani yang dilakukan petani dapat digunakan sebagai
pertimbangan pengambilan keputusan pengkombinasian input usahatani yang
optimal dan kebijakan pertanian kedepannya.
Dari uraian tersebut maka pertanyaan penelitian yang ingin dipecahkan
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi padi semi organik dan padi
konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor?
2. Bagaimana perbedaan efisiensi teknis padi semi organik dan padi konvensional
di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor?
3. Bagaimana perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan usahatani
padi konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan
Bogor Barat, Kota Bogor?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan maka tujuan penelitian adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi semi organik
dan padi konvensional di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
2. Menganalisis perbedaan efisiensi teknis padi semi organik dan padi
konvensional di Kelurahan Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
3. Menganalisis perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan padi
konvensioanl di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor.
7
Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi kepada pihak yang terkait dalam peningkatan
pendapatan petani dan perkembangan usahatani padi semi organik dan
sebagai pertimbangan dalam prospek pengembangan usahatani padi organik.
2. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan
maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa
mendatang.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang,
Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Komoditas yang akan diteliti adalah padi
sehat dan padi konvensional. Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat (1)
perbedaan sistem budidaya padi semi organik terhadap dan padi konvensional
dimulai dari cara perolehan faktor produksi hingga pemanenan, serta perbedan
perlakuan pada budidaya (2) faktor-faktor produksi padi sehat dan padi
konvensional, (3) efisiensi teknis padi semi organik dan padi konvensional, dan
(4) perbedaan pendapatan usahatani padi semi organik dan usahatani padi
konvensional.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Padi
Genus Oryza termasuk dalam rumpun Orizeae dalam famili Gramineae
(rumput-rumputan). Padi yang banyak dibudidayakan saat ini termasuk genus
Oryza dengan spesies utama yaitu Oryza sativa (De Datta 1981). Kultivar padi
yang ada saat ini digolongkan berdasarkan bentuk morfologinya ke dalam tiga tipe,
yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. Padi Japonica memiliki karakteristik bentuk
biji yang pendek dan bulat, warna daunnya hijau tua, jumlah anakan banyak,
jumlah gabah per malai banyak, dan bobot gabahnya berat, tersebar di Jepang,
Korea, dan Penin. Padi Indica memiliki karakteristik bentuk biji yang ramping
dan panjang, warna daun hijau muda, jumlah anakan banyak, jumlah gabah per
malai banyak, tetapi bobot gabahnya ringan, tersebar di Cina Selatan, Taiwan,
India, dan Sri Lanka. Sedangkan padi Javanica memiliki karakteristik bentuk biji
oval, warna daun hijau muda, jumlah anakan sedikit, jumlah gabah per malai
sedikit, dan bobot gabah berat, tersebar di Jawa dan Bali (Katayama 1993).
Pertanian Konvensional
Pertanian konvensional merupakan pertanian yang menggunakan varietas
untuk yang berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan penggunaan
mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Hasil panen
8
pertanian konvensional tinggi namun berdampk negatif terhadap lingkungan.
Produk pertanian konvensional berbahaya bagi kesehatan manusia karena
penggunaan pestisida kimia (Susanto 2002).
Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa penggunaan pupuk
organik dapat menyebabkan ketidakseimbangan kandungan unsur hara dalam
tanah, rusaknya struktur tanah, dan rendahnya mikrobiologi tanah. Menurut
Prihantoro (1999), pemberian pupuk anorganik secara terus menerus akan
menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air, dan
menjadi asam. Penggunaan pupuk organik dapat mengurangi penggunaan pupuk
anorganik. Selain itu, penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan
ketersediaan hara dalam tanah dan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.
Keberhasilan pertanian konvensional diukur dari banyaknya produksi panen yang
dihasilkan. Semakin tinggi produksi maka dianggap maju. Penggunaan pupuk
kimia dan pestisida kimia di Indonesia merupakan bagian dari Revolusi Hijau
(Ayatullah 2012).
Perkembangan Pertanian Organik
Pertanian telah memicu perdebatan yang kontroversial dalam dekade tahun
teraktir, karena telah menjelaskan sisi lain dari akibat penggunaan secara intensif
bahan kimia dalam pertanian konvensional dan menawarkan alternatif atau jalan
keluar dalam penggunaan bahan kimia. Saat ini telah ada bukti yang kuat yang
menunjukkan bahwa pertanian organik lebih ramah lingkungan yaitu manfaat
yang timbul dari peningkatan kesuburan tanah, kandungan bahan organik dan
aktivitas biologis, baik struktur tanah dan pengurangan kerentanan terhadap erosi,
berkurangnya polusi dari pencucian nutrisi dan pestisida, meningkatkan
keanekaragaman hayati dan hewani (Kasperczyk dan Knickel 2006 dalam Nemes
2009). Perkembangan konsumsi pupuk anorganik terus meningkat sejak tahun
1975 sampai dengan tahun 1987. Kenaikan penggunaan pupuk anorganik rata-rata
hampir 5 kali lipat (Sugito et al. 1995). Pertanian organik adalah teknik budidaya
pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahanbahan sintetis. Tujuan utama dari pertanian organik adalah menyediakan produkproduk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan (Karama 2012).
Pertanian organik bukan hanya sekedar bebas kimia saja, tetapi bagaimana
pelakunya memahami bahwa ia adalah kesatuan alam ini Prawoto et al.(2005).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pertanian organik diantaranya tidak
menggunakan rekayasa genetika, lahan bebas residu kimia, pengolahan dari
budidaya hingga hasil bebas baha kimia, dan lingkungan yang mendukung dalam
budidaya pertanian organik.
Budidaya tanaman pangan organik harus sesuai dengan standar yang
diterapkan, menurut standar dari BioCert (2005) diantaranya yaitu pemilihan
tanaman dan varietas berasal dari benih organik dan lingkungan budidaya
dikondisikan bebas kontaminasi bahan kimia.
Sejarah Revolusi Hijau
Krisis pangan muncul diberbagai belahan dunia setelah berakhirnya perang
dunia kedua. Krisis pangan menyebabkan terjadinya kelaparan dan kerentanan
9
terhadap penyakit. Keadaan tersebut membuat khawatir banyak pemimpin negara,
terutama pemimpin negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat karena negaranegara tersebut pernah mengalami dampak krisis pangan yang terjadi di Eropa
pada tahun 1845-1860, sehingga menjadi pembelajaran yang amat berharga bagi
pemimpin negara-negara di Eropa (Saragih 2008).
Para pemimpin negara-negara Eropa dan Amerika serikat berkumpul dan
membicarakan upaya-upaya yang perlu dilakukan agar produksi pangan dapat
ditingkatkan dan kelaparan dapat dihindari. Pada tahun 1943, 44 negara
berkumpul di Virginia, Amerika Serikat untuk membicarakan upaya-upaya
tersebut. Berdasarkan kesepakatan 44 negara tersebut maka terbentuk food and
agriculture organizaton (FAO) di Quebec, Kanada pada 16 Oktober 1945 (Saragih
2008).
Permasalahan kelaparan oleh para pemimpin 44 negara dikaitkan dengan
ketidakcukupan produksi pangan di negara-negara yang jumlah penduduknya
banyak dan mengalami kelaparan. Oleh karena itu, jalan keluarnya adalah
meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan perluasan areal pertanaman.
Produktivitas tanaman pangan ditingkatkan dengan menggunakan benih ajaib atau
deikenal dengan benih unggul yang dapat berproduksi tinggi dan tahan terhadap
penyakit (Saragih 2008).
Revolusi besar di bidang pertanian terjadi pada periode tahun 1943-1960 an.
Revolusi ini dikenal sebagai revolusi hijau, yang merupakan sebuah istilah yang
diperkenalkan oleh William Gaud, Direktur USAID. Untuk memperluas
revolusi hijau maka pada tahun 1961 didirikan International Rice Research
Institute (IRRI) di Filipina yang fungsi utamanya mengembangkan benih padi
unggul dengan label IR. Benih padi tersebut saat diperkenalkan memang
menghasilkan panen yang berlimpa tetapi hasil panen tersebut tidak membebaskan
dunia dari kelaparan karena tidak semua orang dapat mengakses hasil panen
tersebut (Saragih 2008). Revolusi hijau ditandai dengan adanya pemuliaan
tanaman, pemupukan, serta pemberantasan hama dan penyakit secara Intensif.
Pemuliaan tanaman ditandai dengan adanya tanaman hibrida. Pemupukan ditandai
dengan munculnya pabrik pupuk kimia. Pemberantasan hama dan penyakit
ditandai dengan menggunakan pestisida kimia yang efektif (Andoko 2002).
Indonesia pernah mengecap kesuksesan dari revolusi hijau berupa
tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 sehingga mendapatkan
penghargaan dari FAO, mengingat sejak tahun 1960 an Indonesia selalu
kekurangan beras. Namun, kemudian swasembada beras di Indonesia hanya
berlangsung pada tahun 1985, 1986, 1988, dan 1993. Pada tahun 2000-2001
Indonesia sudah mulai mengimpor kembali beras sekitar 8% beras yang terdapat
di pasaran Internasional. Tujuan utama dari revolusi hijau adalah meningkatkan
produktivitas tanaman pangan. Peningkatan produktivitas dan produksi tanaman
pangan terjadi dalam skala terbatas. Namun, proses yang dibangun tidak
berkelanjutan. Revolusi hijau justru mengancam keberlanjutan penghidupan.
Revolusi hijau memunculkan banyak persoalan, diantaranya petani terperangkap
dalam teknologi yang tidak mampu diciptakan sendiri, petani menjadi korban
pasar, petani kaya semakin kaya petani miskin semakin miskin, rusaknya
hubungan konsumen dan petani, dampak negatif terhadap kesehatan, serta dampak
buruk bagi kelestarian lingkungan (Saragih 2008).
10
Dampak revolusi hijau bagi petani yaitu petani ketergantungan terhadap
faktor produksi yang hanya bisa dihasilkan oleh pabrik seperti pupuk kimia dan
pestisida kimia. Dampak bagi kesehatan yaitu penggunaan pestisida kimia dalam
jangka waktu yang panjang tubuh dapat teracuni bahan kimia dan mengakibatkan
penyakit kronis seperti kanker dan penyakit saraf. Dampak bagi lingkungan yaitu,
residu yang tertinggal di tanah, air, dan udara dapat menjadi racun bagi makhluk
hidup dan lingkungan, penggunaan bahan kimia untuk membunuh hama penyakit
dapat menyebabkan lahirnya individu baru yang lebih resiten, intensifikasi
pertanian menyumbang 20 persen dari emisi rumah kaca global (Saragih 2008).
Menurut Andoko (2002), dampak paling mengkhawatirkan dari kemajuan
teknologi pemuliaan tanaman adalah ancaman terhadap keanekaragaman hayati.
Dalam pertumbuhannya tanaman membutuhkan nutrisi berupa hara yang secara
alami telah tersedia di dalam tanah. Namun, untuk memacu pertumbuhannya
tanaman diberi zat tambahan yang kemudian dikenal sebagai pupuk. Awalnya
pupuk digunakan untuk memacu pertumbuhan. Namun, karena pupuk kadang atau
pupuk organik kurang memuaskan maka akhirnya ditemukan pupuk buatan
(pupuk kimia) yang mengandung hara lengkap. Dalam perjalananya, penggunaan
pupuk mempunyai efek merusak tanah. Struktur tanah yang remah setelah
mendapat perlakukan pupuk secara terus menerus akhirnya menjadi keras.
Sejarah Pertanian Organik di Dunia
Istilah pertanian organik pertama kali dipakai oleh seorang ahli pertanian
bernama Lord Northbourne dalam bukunya yang berjudul Look to the Land yang
dipublikasi pada tahun 1940. Pertanian organik menjadi istilah perlawanan yang
dikumandangkan oleh para pengkritik pertanian terhadap budidaya yang
menggunakan bahan kimia sintetik. Sir Albart Howard sering disebut sebagai
Bapak Pertanian Organik Mo