Perancangan Sistem Reaktor Fischer Tropsch Tipe Slurry Bed untuk Produksi Hidrokarbon dari Syngas Hasil Gasifikasi Biomassa

PERANCANGAN SISTEM REAKTOR FISCHER TROPSCH
TIPE SLURRY BED UNTUK PRODUKSI HIDROKARBON
DARI SYNGAS HASIL GASIFIKASI BIOMASSA

MOHAMAD HAFIZ

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Sistem
Reaktor Fischer Tropsch Tipe Slurry Bed Untuk Produksi Hidrokarbon Dari
Syngas Hasil Gasifikasi Biomassa adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Mohamad Hafiz
NIM F14100084

ABSTRAK
MOHAMAD HAFIZ. Perancangan Sistem Reaktor Fischer Tropsch Tipe Slurry
Bed untuk Produksi Hidrokarbon dari Syngas Hasil Gasifikasi Biomassa.
Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Syngas hasil gasifikasi dapat diubah menjadi senyawa hidrokarbon dengan
proses Fischer Tropsch (FT). Tujuan dari penelitian ini adalah merancang reaktor
Water Gas Shift (WGS), reaktor FT dan hydrocyclone dari syngas hasil gasifikasi
dengan bantuan simulasi Aspen Plus 23.0. Simulasi digunakan untuk tiga proses
reaksi WGS, reaksi FT, dan hydrocyclone. Rasio H2 : CO dari hasil gasifikasi
sebesar 1 : 2.6 diubah dengan reaksi WGS menjadi 2.1 : 1 dengan model reaktor
plug flow, berdiameter 10 cm dan panjang 68.8 cm. Reaksi FT mengubah syngas
menjadi hidrokarkon dengan model stokiometri sesuai sebaran Anderson Schulz
Flory (ASF); dari 240 m3 syngas diperoleh hidrokarbon sebanyak 4.09 kg jam-1
metana, 0.628 kg jam-1 LPG, 1.635 kg jam-1 gasoline, 0.842 kg jam-1 kerosen,

1.449 kg jam-1 diesel, dan 2.961 kg jam-1 C20+, dengan diameter reaktor 12 cm dan
tinggi 1.07 m. Hydrocylone didesain untuk memisahkan wax dan katalis,
diperoleh efisiensi pemisahan dari simulasi 98.46%. Panas yang dihasilkan dari
setiap proses menurun, dari 395.43 kW (sekam), 300 kW (syngas), dan 153.05
kW (hidrokarbon).
Kata kunci: dimensi reaktor, energi, hidrokarbon, simulasi Aspen Plus 23.0

ABSTRACT
MOHAMAD HAFIZ. Design of Fischer Tropsch Reactor System Type Slurry
Bed to Produce Hydrocarbon from Syngas Gasifier. Supervised by LEOPOLD
OSCAR NELWAN
Syngas from gasifier could be converted to hydrocarbon component with
Fischer Tropsch (FT) process. The objectives of this research were to design
Water Gas Shift (WGS) reactor, FT reactor, and hydrocyclone from syngas
gasifier assisted by Aspen Plus 23.0 simulation. Simulation used to three
processes, WGS reaction, FT reaction, and hydrocyclone. Ratio of H2 : CO from
syngas gasifier were 1 : 2.6 converted by WGS reaction to ratio of 2.1 : 1 by plug
flow reactor model, with diameter and length of reactor 10 cm and 68.8 cm. FT
reaction converts syngas to hydrocarbon by stokiometri model based on Anderson
Schulz Flory (ASF) distribution; from 240 m3 syngas produced 4.09 kg hour-1

methane, 0.628 kg hour-1 LPG, 1.635 kg jam-1 gasoline, 0.842 kg hour-1 kerosene,
1.449 kg hour-1 diesel, dan 2.961 kg hour-1 C20+, with diameter and height of
reactor 12 cm and 1.07 m. Hydrocyclone was designed to separate wax and
catalyst with separation eficiency were obtained from simulation 98.46%.
Produced heat from every process decreased, begin from 395.43 kW (rice husk),
300 kW (syngas), dan 153.05 kW (hydrocarbon).
Keywords: Aspen Plus 23.0, energy, hydrocarbon, reactor dimention

PERANCANGAN SISTEM REAKTOR FISCHER TROPSCH
TIPE SLURRY BED UNTUK PRODUKSI HIDROKARBON
DARI SYNGAS HASIL GASIFIKASI BIOMASSA

MOHAMAD HAFIZ
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Perancangan Sistem Reaktor Fischer Tropsch Tipe Slurry Bed
untuk Produksi Hidrokarbon dari Syngas Hasil Gasifikasi
Biomassa
Nama
: Mohamad Hafiz
NIM
: F14100084

Disetujui oleh

Dr Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah reaksi fischer
tropsch, dengan judul Perancangan Sistem Reaktor Fischer Tropsch Tipe Slurry
Bed untuk Produksi Hidrokarbon dari Syngas Hasil Gasifikasi Biomassa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Leopold Oscar Nelwan,
STP, Msi selaku dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga, atas segala doa dan kasih sayang
yang telah diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Indah Lestari
sebagai teman satu bimbingan, teman – teman seperjuangan Teknik Mesin dan
Biosistem angkatan 47(Antares) dan kakak – kakak kelas yang membantu penulis
hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat


Bogor, Februari 2014
Mohamad Hafiz

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SIMBOL
PENDAHULUAN

iix
iix
ix
ix
1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Proses Pembuatan Synthesis Gas

2

Reaksi Water Gas Shift

3

Reaksi Fischer Tropsch

3


Katalis Fischer Tropsch

5

Reaktor Fischer Tropsch

5

Hydrocyclone Pemisah Wax dan Katalis

8

Aplikasi Simulasi Aspen Plus 23.0

8

Penentuan Neraca Energi

9


METODE PENELITIAN

10

Waktu dan Tempat Penelitian

10

Alat dan Bahan

10

Metode

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

22


Simulasi Reaksi WGS

22

Simulasi Reaksi FT

25

Desain Reaktor WGS

27

Desain Reaktor FT

29

Desain Hydrocyclone

32


Neraca Energi Pada Sistem Reaksi FT

34

SIMPULAN

34

SARAN

35

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

38
59

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Kinetika, kondisi operasi, dan karakteristik katalis reaksi WGS
Logam yang memungkinkan untuk katalis reaksi FT (Van dan Claeys
2008)
Kondisi pengoperasian reaktor FT (Logdberg 2007)
Perbedaan antara fixed bed reactor, fluidized bed reactor, dan slurry
reactor (Hamelinck et al. 2003)
Kinetika, kondisi operasi, dan karakteristik katalis reaksi FT
Komposisi senyawa syngas (Abdul et al. 2010)
Parameter yang digunakan untuk laju reaksi WGS dengan katalis
CuO/ZnO/Al2O3 (Mendes et al. 2010)
Rekomendasi bahan untuk temperatur operasi yang berbeda (Moss
2004)
Input metode LHHW reaksi WGS untuk reaktor kinetik pada Aspen
Plus 23.0
Reaksi WGS dengan reaktor gibbs
Reaksi WGS dengan reaktor CSTR
Reaksi WGS dengan reaktor plug flow
Hasil reaksi FT dengan reaktor gibbs dan stokiometri
Perhitungan data kinetik dan laju reaksi
Perhitungan laju konsumsi gas CO
Perhitungan katalis CuO/ZnO/Al2O3
Prediksi kecepatan alir syngas dari diameter reaktor
Perhitungan volume dan tinggi reaktor
Perhitungan data kinetik dan laju reaksi
Perhitungan laju konsumsi gas H2
Perhitungan katalis Co/MgO/SiO2, wax, dan slurry
Perhitungan kecepatan alir syngas dan gas holdup
Perhitungan koil pendingin
Perhitungan aliran laminer atau turbulen dalam pipa
Perhitungan volume dan tinggi reaktor
Perhitungan nilai koreksi
Dimensi hydrocyclone
Efisiensi pemisahan katalis hydrocyclone
Hubungan proses dan jumlah energi yang dihasilkan

3
5
6
7
7
12
14
17
23
24
24
24
27
28
28
28
28
29
30
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34

DAFTAR GAMBAR
Proses Gas to Liquid (GTL), Coal to Liquid (CTL), dan Biomass to
Liquid (BTL) (Tiefeng 2007)
2 Distribusi produk reaksi FT berdasarkan persamaan Anderson Schulz
Flory (ASF). –◊– C1, –□– C2 – C4, –∆– C5 – C10, –х– C11 – C13,
–ж– C14 – C19, –○– C20+. (Dry 1990)
3 Skema reaktor FT komersial (Spath dan Dayton 2003)
4 Skema hydrocyclone (Laurent 2012)
1

2

4
6
8

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Tahap – tahap perancangan
Tahapan simulasi reaksi WGS
Tahapan simulasi reaksi FT
Kepala reaktor tipe torispherical berdasarkan DIN 28011
Penentuan d50aplikasi dari pemisahan partikel yang diinginkan (Zenker
1977)
Langkah – langkah perhitungan reaktor WGS
Langkah – langkah perhitungan reaktor FT
Langkah – langkah perhitungan tebal reaktor WGS dan reaktor FT
Langkah – langkah perhitungan dimensi hydrocyclone
Flowsheet reaksi WGS pada aplikasi Aspen Plus 23.0
Flowsheet reaksi FT pada aplikasi Aspen Plus 23.0
Pengaruh volume reaktor terhadap reaksi H2O yang terjadi

10
11
12
18
19
20
20
21
22
23
26
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Distribusi fraksi massa produk reaksi FT berdasarkan persamaan ASF
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Data hasil simulasi reaksi WGS
Data hasil simulasi reaksi FT
Data kondisi simulasi reaksi FT
Perhitungan tebal reaktor dan dimensi kepala reaktor WGS
Perhitungan tebal reaktor dan dimensi kepala reaktor FT
Perhitungan laju energi komponen hidrokarbon berdasarkan
pembakaran lengkap
Gambar reaktor WGS
Gambar reaktor FT
Gambar pipa pendingin reaktor FT
Gambar hydrocyclone
Tampak atas assembly keseluruhan unit proses
Tampak depan assembly keseluruhan unit proses
Tampak samping assembly keseluruhan unit proses

DAFTAR SIMBOL
A
Akoilluar
ArFT
ArWGS
C

Cp

Faktor pre-exponential (m3 mkat-3 s-1)
Luas area yang dipanaskan dari pipa pendingin (m2)
Luas alas reaktor FT (m2)
Luas alas reaktor WGS (m2)
Konstanta untuk cairan tidak kental (0.023)
Konsentrasi CO
Konsentrasi CO2
Konsentrasi H2
Konsentrasi H2O
Panas spesifik air pendingin (J kg-1 K-1)

38
41
42
47
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

CR
dkatalis
dHv
dTw
De
Do
Dp
Dw
DH
Ea
hc
hf
hi
hid
ho
hod
H
HreaktorFT
HreaktorWGS
Hsebenarnya
k0
kf
Kp
KR
kw
Lkoil
mwax
Mair
MCO
MH2
Nu
P
Pr
Q
R
Re
SF
T
tcir
tlong
tkepala
ut
Uo

Radius mahkota (m)
Diameter katalis (mm)
Nilai evaporasi air (2.161 x 106 J kg-1)
Perbedaan temperatur antara masukan dan keluaran koil pendingin
(K)
Diameter pipa pendingin sebanding dengan Dp (m)
Diameter luar pipa pendingin (m)
Diameter dalam pipa pendingin (m)
Tebal koil pendingin (m)
Panjang lengkungan kepala reaktor (m)
Energi aktivasi
entalpi pembentukan hidrokarbon pada kondisi standar, temperatur
25 °C dan tekanan 100 kPa
entalpi pembentukan gas pada kondisi standar, temperatur 25 °C dan
tekanan 100 kPa
Koefisien pindah panas antara fluida dan padatan di dalam pipa
(W m-2 K-1)
Koefisien dirt inside, air perkotaan (4 000 W m-2 K-1)
Koefisien pindah panas antara fluida dan padatan di luar pipa
(W m-2 K-1)
Koefisien pindah panas , hidrokarbon berat (2 000 W m-2 K-1)
Entalpi (kJ mol-1)
Tinggi reaktor FT (m)
Tinggi reaktor WGS (m)
Tinggi reaktor setelah ditambah toleransi bubble (m)
Laju konstanta untuk laju reaksi tertentu
Konduktivitas panas fluida (W m-1 K-1)
Konstanta equilibrium
Radius knuckle (m)
Konduktivitas panas dinding bahan tube (W m-1 K-1)
Panjang koil pendingin
Massa katalis (kg)
Berat molar air (kg mol-1)
Berat molar CO (kg mol-1)
Berat molar H2 (kg mol-1)
Nilai Nusselt
Tekanan reaksi
Nilai Prandtl
Panas yang harus dikeluarkan (kW)
Konstanta Gas universal (8.3145 J mol-1 K-1)
Nilai Reynolds
Tinggi lurus dari lengkungan (m)
Temperatur reaksi
Tebal reaktor terhadap tegangan circumferential (mm)
Tebal reaktor terhadap tegangan longitudinal (mm)
Tebal kepala reaktor (mm)
Kecepatan fluida didalam pipa (m s-1)
Koefisien keseluruhan dari seluruh bagian luar pipa (W m-2 K-1)

VkatalisFT
VkatalisWGS
Vkoilpendingin
Vpore
VreaktorFT
VreaktorWGS
Vslurry
Vtotalkoil
Vwax
Vwaxslurry
wn

Volume katalis pada reaktor FT (m3)
Volume katalis pada reaktor WGS (m3)
Volume koil pendingin (m3)
Volume porositas katalis (m3)
Volume reaktor FT (m3)
Volume reaktor WGS (m3)
Volume slurry (m3)
Volume total reaktor ditambah koil pendingin (m3)
Volume wax (m3)
Volume wax bebas (m3)
Fraksi massa hidrokarbon yang memiliki n buah atom C

Greek Letters
α
ɛG
n
π
ρkatalis
ρwax
ρair
μ

Probabilitas pertumbuhan rantai, bergantung pada jenis katalis yang
digunakan
rata – rata perbedaan temperatur (K)
Gas holdup
Jumlah atom C dalam rantai hidrokarbon
Phi (3.141)
Densitas katalis (kg m-3)
Densitas wax (kg m-3)
Densitas air pada (995 kg m-3)
Viskositas fluida pada dinding (N s m-2)

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika ditahun 2000 keperluan
BBM untuk transportasi sekitar 20 000 kiloliter, ditahun 2009 hampir meningkat
dua kalinya yaitu sekitar 37 000 kiloliter (Habiburrohman 2012). Dengan semakin
besarnya konsumsi BBM maka diperlukan produksi minyak yang lebih besar.
Namun, kenyataannya produksi minyak dalam negeri terus mengalami penurunan
dan mengharuskan Indonesia mengimpor sekitar 126.8 juta barel minyak per
tahunnya (Menristek 2006). Dengan pola konsumsi seperti ini, diperkirakan
cadangan minyak bumi akan habis dalam kurun waktu sekitar 12 tahun jika tidak
diusahakan suatu alternatif lain (PTE 2007).
Salah satu alternatif lain yang diusahakan adalah dengan memproduksi
hidrokarbon cair dari synthesis gas, atau disebut juga syngas. Syngas adalah
senyawa hidrogen dan karbon monoksida yang dihasilkan dari hasil gasifikasi
batubara dan biomassa atau hasil steam reforming dari gas alam. Proses yang ada
saat ini dan sudah cukup banyak digunakan ialah proses Fischer Tropsch (FT).
Teknologi sintesis FT memungkinkan pengolahan gas menjadi hidrokarbon yang
setara dengan bahan bakar fosil. Proses ini sudah diterapkan di beberapa negara
seperti Afrika (Sasol), Malaysia (Shell), Jerman (Chorent), China (Shenshua
Erdos Coal To Liquid), Qatar (Sasol Chevron), dan India (Donyi Polo). (Laurent
2012)
Bahan baku utama dalam reaksi FT adalah syngas yang terdiri dari gas H2
dan CO dengan rasio 2.1 : 1. Tahap pertama pembuatan syngas mencakup
konversi dari bahan baku menjadi syngas dengan proses gasifikasi (untuk
biomassa dan batubara) dan proses steam reforming (untuk gas alam). Tahap
kedua, rasio H2 dan CO pada syngas hasil gasifikasi dikonversi dari 1 : 2.6 (Abdul
et al. 2010) menjadi 2.1 : 1 didalam reaktor Water Gas Shift (WGS). Tahap
terakhir, syngas dimasukkan kedalam reaktor FT dengan bantuan katalis sehingga
syngas berubah menjadi hidrokarbon cair sintetis.
Sampai saat ini ada tiga tipe reaktor yang dikembangkan di dunia yaitu tipe
fixed bed reactor, fluidized bed reactor, dan slurry reactor. Tipe reaktor yang
paling banyak digunakan secara komersial ialah slurry reactor karena selektivitas
produk dan kapasitas maksimumnya yang lebih besar dibandingkan kedua tipe
lainnya (Hamelinck 2003), dengan penambahan unit pemisah katalis yaitu
hydrocyclone.
Dalam perancangan pembuatan hidrokarbon membutuhkan biaya
pembuatan reaktor dan bahan baku yang tinggi, sehingga untuk mengefisiensikan
biaya pembuatan dan percobaan, dilakukan simulasi untuk proses reaksi dan
perancangan alat. Simulasi dilakukan untuk mengefisienkan biaya dan waktu
percobaan tanpa melakukan manufaktur terlebih dahulu.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah
1 Melakukan simulasi desain proses dengan bantuan aplikasi Aspen Plus 23.0
untuk mendapatkan model reaktor yang cocok dengan metode perhitungan
reaksi kinetik dan non kinetik untuk reaktor WGS dan reaktor FT tipe Slurry
Bubble Column Reactor (SBCR), dengan hasil berupa laju alir massa/mol
zat keluaran hasil reaksi, temperatur dan tekanan operasi reaktor.
2 Menentukan dimensi reaktor WGS dan FT berdasarkan hasil simulasi desain
proses.
3 Menentukan dimensi hydrocyclone dan menguji efisiensi pemisahannya
dengan bantuan aplikasi Aspen Plus 23.0.

TINJAUAN PUSTAKA
Proses Pembuatan Synthesis Gas
Sejauh ini bahan baku untuk membuat synthesis gas (syngas) ada tiga, yaitu
natural gas, batubara, dan biomassa. Proses pembuatannya dapat dilihat pada
Gambar 1. Untuk kasus biomassa, syngas dihasilkan dari proses gasifikasi yang
memiliki produk utama gas H2, CO, CO2, dan CH4 apabila menggunakan oksigen
murni (O2), dan produk utama lain seperti N2 apabila menggunakan udara bebas
untuk proses pembakaran. Proses syngas purification untuk membuang senyawa
sulfur, kemudian syngas masuk kedalam sintesis FT untuk menghasilkan produk
hidrokarbon dengan rentang nilai C yang masih bervariasi.

Gambar 1 Proses Gas to Liquid (GTL), Coal to Liquid (CTL), dan Biomass to
Liquid (BTL) (Tiefeng 2007)

3

Menurut Abdul et al. (2010) biomassa yang digunakan untuk gasifikasi ada
berbagai macam, salah satunya adalah sekam. Gasifikasi dengan bahan baku ini
sudah banyak dikembangkan salah satunya oleh Universitas Kasetsart dan DEDE
dengan reaktor three stage downdraft gasifier kapasitas 80 kW.
Reaksi Water Gas Shift
Reaksi WGS merupakan proses inti industri bahan kimia organik seperti
methanol, ammonia, dan hidrokarbon cair melalui proses FT (Ladebeck dan Wang
2003), dan diaplikasikan pula dalam proses pembuatan fuelcell (Mendes et al.
2010). Pada umumnya katalis yang digunakan pada reaksi WGS adalah besi (Prec.
Fe/Cu/K) untuk temperatur tinggi 400 oC – 500 oC (Bayron et al. 2010) dan
katalis tembaga (CuO/ZnO/Al2O3) untuk temperatur rendah 180 oC – 250 oC dan
sedang 230 oC – 350 oC (Yue et al. 2000). Adapun reaksi yang terjadi pada WGS.
∆H298K = -41.09 kJ mol-1

CO + H2O  CO2 + H2

Penelitian mengenai reaksi WGS sudah banyak dilakukan sehingga
permodelan kinetik dari reaksi tersebut mudah ditemukan, perbandingan kondisi
operasi dengan dua katalis berbeda dapat dilihat pada Tabel 1 dengan densitas dan
diameter katalis yang berbeda.
Tabel 1 Kinetika, kondisi operasi, dan karakteristik katalis reaksi WGS
Sumber
Yaidelina
Zimmermanb
a

Katalis
CuO/ZnO/
Al2O3
Prec.
Fe/Cu/K

Kondisi Operasi
P
T (˚C)
(MPa)

KWGS
ko

ρkatalis
Ea
(kg
m-3)
(kJ mol-1)

180 – 250

0.12

1.188

36.658

2 100

235 – 265

1.5 – 3

5.84 x
1011

137

4 469

sumber (Yaidelin 2010).; bsumber (Zimmerman dan Bukur 1985)

Jenis katalis yang digunakan adalah campuran logam dengan senyawa
lainnya yang berfungsi untuk mempercepat reaksi terjadi, keberadaan katalis juga
mempengaruhi kondisi operasi reaktor yang dipakai dan volume reaktor yang
akan didesain.
Reaksi Fischer Tropsch
Reaksi FT ialah reaksi antara H2 dan CO dengan bantuan katalis padat untuk
memproduksi hidrokarbon berantai panjang. Jenis katalis, jenis reaktor, rasio H2 :
CO dan kondisi operasi merupakan faktor yang menentukan jenis produk yang
dihasilkan. Pertumbuhan rantai hidrokarbon pada reaksi FT dapat menghasilkan
produk yang berada pada rentang: gas metana (C1), liquefied petroleum gas (C2 –
C4), gasoline (C5 – C10), kerosen (C11 – C13), diesel (C14 – C19), dan wax (C20+)
(Kroschwitz dan Howe 1996).

4

Menurut Laurent (2012) reaksi FT adalah kombinasi dari reaksi oligomerasi
yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1 Sintesis n-parafin:
2 Sintesis 1-olefin:
3 Sintesis 1-alkohol:
4 Sintesis asam karboksilat:

Produk utama dari reaksi FT adalah parafin dengan produk samping berupa
olefin, alkohol, dan asam karboksilat (Bo-Tao et al. 2006). Reaksi yang terjadi
secara exotermik (∆H = -165 kJ mol-1 pada 298 K)(Gerard et al. 1999).
Hubungan antara perolehan hidrokarbon dengan probabilitas pertumbuhan rantai
digambarkan melalui persamaan distribusi rantai karbon sebagai berikut (Maretto
dan Krishna 1999):
wn

= nαn-1 (1 – α)2

(1)

Persamaan 1 menunjukan fraksi massa rantai karbon yang dinyatakan oleh
wn dan (1 – α) menunjukan kemungkinan terminasi rantai senyawa hidrokarbon.
Distribusi produk FT berdasarkan Persamaan 1 diberikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Distribusi produk reaksi FT berdasarkan persamaan Anderson Schulz
Flory (ASF). –◊– C1, –□– C2 – C4, –∆– C5 – C10, –х– C11 – C13,
–ж– C14 – C19, –○– C20+. (Dry 1990)
Probabilitas pertumbuhan rantai produk FT sangat dipengaruhi oleh faktor
katalis (logam, penyangga, penyiapan, pengkondisian awal, dan umur katalis) dan
faktor non katalis (rasio H2 : CO di dalam umpan, kondisi dan jenis reaktor).
Untuk faktor katalis, katalis yang umum dipakai adalah besi (Fe) dan kobalt (Co)
dimana probabilitas pertumbuhan rantai hidrokarbon (α) logam Fe berdasarkan

5

distribusi ASF adalah 0.67 – 0.71, sedangkan logam Co antara 0.70 – 0.95. Untuk
faktor non katalis, tekanan operasi reaktor yang tinggi pada temperatur rendah
akan menghasilkan rantai yang lebih panjang, rantai tidak bercabang, dan
senyawa olefin yang terbentuk sedikit.
Katalis Fischer Tropsch
Secara umum ada empat logam katalis yang dapat dipakai untuk reaksi FT
seperti pada Tabel 2 yaitu besi (Fe), kobalt (Co), Nikel (Ni) dan Rutenium (Ru).
Ru merupakan logam katalis yang paling aktif, hanya saja karena langka dan
harganya yang mahal maka tidak digunakan untuk kebutuhan komersial. Ni juga
baik sebagai katalis karena selektivitasnya terhadap gas metana yang yang tinggi
tetapi selektivitas rantai panjang sangat kecil, oleh karena itu hanya logam Fe dan
Co saja yang digunakan sebagai katalis FT untuk kebutuhan komersial. (Dry
2003)
Tabel 2 Logam yang memungkinkan untuk katalis reaksi FT (Van dan Claeys
2008)
Jenis Logam
Massa molar
(g mol-1)
Harga ecerana
Permukaan
aktifb

Besi (Fe)

Kobalt (Co)

Nikel (Ni)

Rutenium (Ru)

55.84

58.93

58.69

101.07

1

235

140

76

1

250

150

138

a

Perbandingan harga eceran logam terhadap besi pada tahun 2007.; b Perbandingan permukaan
aktif atom logam yang dapat bereaksi dengan syngas selama digunakan terhadap permukaan besi

Logam Fe memproduksi lebih banyak olefin karena permukaan aktif logam
yang kecil dan dapat bereaksi dengan air (Dry 2003) sedangkan permukaan aktif
logam Co 250 kali yang lebih tinggi dari pada Fe sehingga lebih banyak
memproduksi parafin.
Reaktor Fischer Tropsch
Dari segi kondisi operasi dan jenis katalis yang digunakan, reaktor FT dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu High Temperature Fischer Tropsch (HTFT)
dan Low Temperature Fischer Tropsch (LTFT). Perbedaan kedua jenis reaktor
tersebut disampaikan dalam Tabel 3. Terdapat tiga jenis reaktor FT yaitu: reaktor
fixed bed, reaktor fluidized bed, dan reaktor slurry. Kelebihan masing-masing
reaktor sangat spesifik terhadap jenis bahan baku yang digunakan, namun dari
segi sensitivitas terhadap inert, reaktor slurry lebih menguntungkan. Reaktor
HTFT pada umumnya menggunakan tipe reaktor circulating fluidized bed dan
fixed fluidized bed. Untuk reaktor LTFT menggunakan tipe reaktor slurry bubble
column dan multitubular fixed bed.

6

Tabel 3 Kondisi pengoperasian reaktor FT (Logdberg 2007)

Temperatur
Katalis
Produk
Produk samping
Produksi diesel

Tekanan

HTFT (High Temperature
Fischer Tropsch)
300 – 350 °C
Fe
Bensin dan olefin
Oksigenat dalam jumlah
besar
Produksi diesel dapat
dilakukan melalui
olimerisasi olefin
20 – 45 bar

LTFT (Low Temperature
Fischer Tropsch)
200 – 240 °C
Fe atau Co
Parafin
Selektivitas terhadap produk
wax tinggi
Produksi diesel dilakukan
menggunakan proses
hydrocracking wax
20 – 45 bar

Reaktor komersial pertama ialah reaktor ARGE multitubular seperti pada
Gambar 3, berisi 2000 pipa berdiameter 0.05 m, panjang 12 m berisi katalis besi
dan dikelilingi air untuk operasi LTFT (Laurent 2012). Setelah itu dikembangkan
beberapa jenis reaktor lain, circulating fluidized bed dan fixed fluidized bed untuk
menghasilkan hidrokarbon dengan rantai karbon pendek dan reaktor slurry
menghasilkan hidrokarbon dengan rantai karbon panjang.

Gambar 3 Skema reaktor FT komersial (Spath dan Dayton 2003)
Perbedaan utama diantara ketiga reaktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Kekurangan utama pada reaktor slurry adalah perlunya penambahan unit
pemisahan wax dan katalis, pemisahan dilakukan dengan menggunakan
hydrocyclone untuk memisahkan wax dan katalis.

7

Tabel 4 Perbedaan antara fixed bed reactor, fluidized bed reactor, dan slurry
reactor (Hamelinck et al. 2003)
Fixed bed reactor
Konstruksi
Perpindahan
panas

Pemisahan
padatan
Kapasitas
maksimum
Distribusi reaktan

Loading /
unloading katalis
Scale up

Kompleks
Konversi terbatas
dan dibutuhkan
ukuran partikel
yang besar untuk
mencapai profil
temperatur yang
merata
Tidak diperlukan

Sulit

Sulit, reaktor
harus dalam
keadaan mati
Relatif langsung
dengan melipat
gandakan jumlah
tube

Fluidized bed
reactor

Perpindahan panas
akibat kondisi
isotermal

Penyaringan dapat
dibutuhkan

Otomatis terjadi
pencampuran
secara lateral
On-line

Lebih kompleks
dan mahal, perlu
dilakukan scale up
secara empiris
melalui tahap
demonstrasi

Slurry reactor
Sederhana
Perpindahan
panas sangat baik
akibat kondisi
isotermal

Penyaringan
dibutuhkan
2.5 – 6 kali lebih
besar dari fix bed
Otomatis terjadi
pencampuran
secara lateral
On-line

Kompleks,
namun scale up
secara rasional
masih
memungkinkan

(–) : Tidak dibutuhkan atau tidak terjadi apapun.

Beberapa penelitian mengenai reaksi FT dengan kondisi operasi dan katalis
tertentu telah dilakukan dan menghasilkan nilai kinetik untuk reaksi FT secara
umum seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Kinetika, kondisi operasi, dan karakteristik katalis reaksi FT
Kondisi Operasi
Sumber
Breijera
Ledakowiczb
a

Katalis
Co/MgO
/SiO2
Reduced
Prec.
Fe/K

kFT
k0 (m3
Ea
-3
mcat
(kJ
s-1)
mol-1)

ρkatalis
(kg
m-3)

dkatalis
(mm)

5.202

118.1

850

±0.05

108

5 389

2 000, maka aliran turbulen
yang terjadi, sehingga nilai Nusselt dicari dengan menggunakan Persamaan 27.
Nilai Nusselt digunakan untuk menentukan koefisien pindah panas antara fluida
dan padatan di dalam pipa dengan menggunakan Persamaan 28.
Nu =

(27)

hi =

(28)

Nilai Reynolds yang didapat, digunakan untuk menentukan persamaan
koefisien keseluruhan yang dipakai, apabila aliran turbulen yang terjadi maka
digunakan Persamaan 29 untuk menghitung koefisien keseluruhan.

17

(

(

)

)

(29)

Nilai koefisien tersebut digunakan untuk menghitung luas area pipa luar
pendingin yang dipanaskan oleh reaktor seperti pada Persamaan 30. Luas area
tersebut digunakan untuk menghitung panjang pipa pendingin didalam reaktor
dengan Persamaan 31. Volume koil didalam reaktor didapat dengan menghitung
panjang koil dan luas alas koil seperti pada Persamaan 32.
(30)
(31)
(32)
3. Penentuan Tebal Dinding Reaktor
Dinding pada reaktor ditentukan oleh kondisi operasi dari reaktor tersebut.
Sebelum menentukan tebal dinding reaktor harus ditentukan terlebih dahulu bahan
yang akan digunakan untuk reaktor tersebut berdasarkan Tabel 8.
Tabel 8 Rekomendasi bahan untuk temperatur operasi yang berbeda (Moss 2004)
T rancangan (˚C)
Cyrogenic

Bahan

-253 – -196

Stainless steel

-195 – -101
Temperatur rendah
-101 – -60
-59 – -46
-45 – -29
-28 – 15.5
-15 – 0
Temperatur sedang
0.5 – 15.5
16 – 412.7
Temperatur tinggi
413 – 468
468 – 537
538 – 593
593 – 815
> 815

Plat

Pipa

9 nikel

SA-240-304, 304L, 347,
316, 316L, SA-353
SA-353

SA-312-304, 304L,
347, 316, 316L
SA-333-8

3.5 nikel
3.5 nikel
Carbon steel
Carbon steel
Carbon steel

SA-203-D
SA-203-A
SA-516-55, 60 to SA-20
SA-516 All
SA-285-C

SA-333-3
SA-333-6
Sa-333-1 atau 6
SA-53-b

Carbon steel
Carbon steel

SA-516 All
SA-515 All, SA-455-11

SA-106-B

C – 0.5Mo
1Cr – 0.5Mo
1.25Cr – 0.5 Mo
1.25Cr – 1Mo
Stainless steel
Incoloy
Inconel

SA-204-B
SA-387-12-1
SA-387-11-2
SA-387-22-1
SA-240-347H
SB-424
SB-443

SA-335-P1
SA-335-P12
SA-335-P11
SA-335-P22
SA-312-347H
SB-423
SB-444

18

Dari bahan yang telah dipilih, didapat allowable stress dari bahan tersebut.
Perhitungan tebal dinding dan tutup reaktor mengikuti standar American Society
of Mechanical Engineers (ASME) Section VIII Div.1 (2001), dimana tebal
dinding reaktor ditentukan oleh tekanan dari dalam reaktor, yaitu tekanan
circumferential dan tegangan longitudinal. Perhitungan tebal reaktor untuk
menahan tegangan circumferential seperti pada Persamaan 33 dan untuk menahan
tegangan longitudinal pada Persamaan 34.
(33)
(34)
(35)
Tutup atau kepala reaktor yang digunakan ialah tipe torispherical yang dapat
menahan tekanan tinggi. Perhitungan ketebalan kepala reaktor berdasarkan
Persamaan 35. Untuk bentuk kepala reaktor tipe torispherical dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8 Kepala reaktor tipe torispherical berdasarkan DIN 28011
4. Penentuan Dimensi Hydrocyclone
Tahap – tahap penentuan dimensi hydrocyclone yaitu, penentuan diameter
hydrocyclone dengan memprediksi efisiensi desain hydrocyclone dan diameter
dari partikel yang ingin dipisahkan, kemudian di plotkan pada Gambar 9 untuk
mendapatkan rata – rata diameter partikel (D50aplikasi). Nilai D50aplikasi kemudian
dihitung dengan faktor koreksi untuk mendapatkan D50base dengan Persamaan 39
dan diameter hydrocyclone dalam satuan inchi dengan Persamaan 40. Koreksi
konsentrasi padatan pada slurry dengan Persamaan 36, koreksi penurunan tekanan
dengan Persamaan 37, dimana penurunan tekanan yang direkomendasikan adalah
50 – 70 kPa, dan koreksi specific gravity dari katalis dengan Persamaan 38.
(Arteburn 1976)
C1

=

C2

= 3.27

(36)
∆Phydrocyclone-0.28

(37)

19

C3

=

(38)

D50base =

(39)

Dh

= 0.204 D50base1.675

(40)

Gambar 9 Penentuan d50aplikasi dari pemisahan partikel yang diinginkan (Zenker
1977)
Setelah didapat diameter (Dh) dari hydrocyclone dapat dihitung tinggi badan
silindris dari hydrocyclone (hcyl) seperti Persamaan 41, panjang hydrocyclone (Lh)
dengan Persamaan 42, diameter lubang masukan slurry (Di) dengan Persamaan 43,
tinggi lubang keluaran atas (h) dengan Persamaan 44, diameter lubang keluaran
cairan (Do) dengan Persamaan 45, dan diameter lubang keluaran padatan (Du)
dengan Persamaan 46. (Heiskanen 1993)
hcyl

= (0.7 Dh – 2 Dh)

(41)

Lh

= (3 Dh – 8 Dh)

(42)

Di

= (0.14 Dh – 0.33 Dh)

(43)

h

= (0.33 Dh – 1 Dh)

(44)

Do

= 0.35

(45)

Dh

20

Du

= 0.2

Dh

(46)

Angka pada persamaan diatas merupakan sebaran dari setiap dimensi
hydrocyclone, angka tersebut digunakan pada aplikasi Aspen Plus 23.0 untuk
dilihat efisiensi pemisahannya.
Perhitungan Dimensi Reaktor WGS
Dimensi reaktor WGS ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: laju reaksi,
laju konsumsi gas CO, volume katalis, laju volume alir gas dan volume total
reaktor. Langkah – langkah perhitungan reaktor WGS dapat dilihat pada Gambar
10.
Menghitung laju reaksi gas CO Persamaan pada Tabel 7
Menghitung laju konsumsi gas CO (Persamaan 5)
Menghitung volume katalis (Persamaan 6)
Menghitung massa katalis (Persamaan 7)
Menghitung kecepatan alir syngas (Persamaan 8)

Menghitung volume reaktor WGS (Persamaan 9)
Menghitung tinggi reaktor WGS (Persamaan 10)
Gambar 10 Langkah – langkah perhitungan reaktor WGS
Perhitungan Dimensi Reaktor FT
Dimensi reaktor FT ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: laju reaksi, laju
konsumsi gas H2, volume slurry, volume koil pendingin, laju volume alir gas dan
volume total reaktor. Langkah – langkah perhitungan reaktor FT dapat dilihat
pada Gambar 11.
Menghitung laju reaksi gas H2 Persamaan 11
Menghitung laju konsumsi gas H2 (Persamaan 5, dengan MH2 dan konsumsi
massa H2)

Menghitung volume katalis (Persamaan 6, dengan konsumsi mol H2 dan rH2)
Menghitung massa katalis (Persamaan 7, dengan Vkatalis dan ρkatalis FT)
Menghitung volume pori - pori katalis (Persamaan 14)
A
Gambar 11 Langkah – langkah perhitungan reaktor FT

21

A
Menghitung volume pori - pori katalis (Persamaan 14)
Menghitung volume wax bebas (Persamaan 15)

Menghitung volume slurry (Persamaan 16)
Menghitung kecepatan alir gas (Persamaan 8, dengan ArFT)
Menghitung gas holdup (Persamaan 17)
Menghitung volume reaktor FT (Persamaan 18)

Menghitung Vkoilpendingin (Persamaan 21 sampai Persamaan 32)
Menghitung VtotalreaktorFT (Persamaan 19)
Menghitung HFT (Persamaan 10, dengan VtotalreaktorFT dan ArFT)
Menghitung tinggi reaktor sebenarnya (Persamaan 20)
Gambar 11 Langkah – langkah perhitungan reaktor FT (lanjutan)
Perhitungan Tebal Dinding Reaktor
Pemilihan bahan untuk reaktor WGS dan reaktor FT sama, yaitu merujuk
pada Tabel 8. Tebal dinding reaktor berbeda-beda untuk setiap kondisi operasi
dan senyawa yang digunakan. Untuk tebal reaktor masing – masing berdasarkan
kondisi operasi dari reaktor tersebut. Langkah – langkah perhitungan tebal reaktor
WGS dan reaktor FT dapat dilihat pada Gambar 12.
Menentukan allowable stress dari bahan yang dipilih untuk setiap reaktor

Menghitung tebal reaktor untuk menahan tegangan circumferential
(Persamaan 33)
Menghitung tebal reaktor untuk menahan tegangan longitudinal
(Persamaan 34)
Menghitung tebal kepala reaktor untuk menahan tekanan (Persamaan 35)
Memilih ketebalan tertinggi sebagai tebal dinding dan kepala reaktor
Gambar 12 Langkah – langkah perhitungan tebal reaktor WGS dan reaktor FT
Perhitungan Dimensi Hydrocyclone
Data yang diperlukan untuk perhitungan dimensi hydrocyclone adalah laju
alir volume slurry dari simulasi Aspen Plus 23.0. Langkah – langkah perhitungan
tebal reaktor WGS dan reaktor FT dapat dilihat pada Gambar 13.

22

Menentukan efisiensi desain dan diameter partikel
Menghitung C1 (Persamaan 36)
Menghitung C2 (Persamaan 37)
Menghitung C3 (Persamaan 38)
Menghitung D50base (Persamaan 39)

Menghitung Dh (Persamaan 40)
Menghitung hcyl (Persamaan 41)
Menghitung Lh (Persamaan 42)
Menghitung Di (Persamaan 43)
Menghitung h (Persamaan 44)
Menghitung Do (Persamaan 45)
Menghitung Du (Persamaan 46)
Gambar 13 Langkah – langkah perhitungan dimensi hydrocyclone

HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Reaksi WGS
Salah satu data yang diperlukan dalam reaksi WGS adalah syngas dan uap
air. Data syngas berdasarkan Abdul et al. (2010) pada Tabel 6, dikarenakan fraksi
mol kurang dari 100% maka diasumsikan sisa gas tersebut adalah gas CO2. Pada
Gambar 14 dapat dilihat flowsheet untuk reaksi WGS dengan menggunakan
reaktor gibbs, reaktor CSTR dan reaktor plug flow.
Syngas dalam flowsheet simulasi dilambangkan dengan 1SYNGAS seperti
pada Gambar 14. Air (H2O) dalam bentuk cair dengan temperatur 30 ˚C dan
tekanan 1 atm yang digunakan untuk reaksi dilambangkan dengan 2H2OL,
dipanaskan menggunakan heat exchanger dengan lambang HEAT pada
temperatur 130 ˚C dan tekanan 1 atm menjadi uap air dengan lambang 2H2OV.
Kedua komponen tersebut bertemu pada satu titik sebelum masuk kedalam reaktor
untuk terjadi pencampuran tanpa reaksi, tempat pertemuan tersebut dilambangkan
dengan MIXER. Keluaran MIXER berupa campuran syngas dan uap air yang
belum bereaksi dengan lambang 3INPUT pada flowsheet simulasi, stream
3INPUT digunakan sebagai masukan pada tiga reaktor yang produknya akan
dibandingkan, untuk itu digunakan duplikat dengan lambang DUPL untuk
membuat stream 3INPUT terduplikat menjadi masukan ketiga reaktor, dimana
lambang 4GIB untuk masukan reaktor gibbs, 5CSTR untuk masukan reaktor
CSTR, dan 6PLUG untuk masukan reaktor plug flow.

23

Gambar 14 Flowsheet reaksi WGS pada aplikasi Aspen Plus 23.0
Pada reaktor gibbs, senyawa hasil reaksi yang terjadi ditentukan, yaitu gas
CO, H2O, CO2, dan H2, sedangkan senyawa tidak bereaksi adalah N2 dan CH4.
Pada reaktor kinetik, reaktor CSTR dan reaktor plug flow, reaksi WGS ditulis
dengan persamaan kinetik seperti pada Tabel 7 dengan mengubah beberapa satuan
sehingga sesuai dengan input Aspen Plus 23.0 seperti pada Tabel 9, dimana nilai
A dan B digunakan untuk adsorption term.
Tabel 9 Input metode LHHW reaksi WGS untuk reaktor kinetik pada Aspen Plus
23.0
Konstanta
Konstanta pre-exponential (A)
reaksi
k
1.188
mol gcat-1 h-1 Pa-2
3.3 х 10-4
kmol kgcat-1 s-1 Pa-2
-24
KCO
2.28 х 10
Pa-1
KH2O
1.96 х 10-28 Pa-1
KH2
2.35 х 10-1
Pa-1
KCO2
5.42 х 10-4
Pa-1

Ea
J mol
kJ mol-1
-36 658 -36.658
-1

-45 996
-79 963
-13 279
-16 474

-45.996
-79.963
-13.279
-16.474

A (ln A) B

-54.436
-63.801
-1.448
-7.520

5 532.041
9 617.327
1 597.095
1 981.365

Kondisi ketiga reaktor saat terjadi reaksi berdasarkan Yaidelin (2010) pada
Tabel 1, yaitu temperatur 80 ˚C dan tekanan 0.12 MPa atau 1.2 bar. Untuk reaktor
kinetik dibutuhkan volume dan dimensi reaktor, perkiraan volume reaktor CSTR
a