Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton - Kayu

KAPASITAS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT
BETON - KAYU

LONA MAHDRIANI PUSPITA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kapasitas Dan Perilaku
Lentur Balok Komposit Beton – Kayu adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Lona Mahdriani Puspita
NIM E24100057

ABSTRAK
LONA MAHDRIANI PUSPITA. Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit
Beton - Kayu. Dibimbing oleh FENGKY SATRIA YORESTA
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas dan perilaku lentur balok
komposit beton kayu. Pengujian ini menggunakan benda uji balok dengan ukuran
5x10x115 cm di atas tumpuan sederhana. Balok dibebani satu beban terpusat
dengan bentang 83 cm. Kayu yang dijadikan sebagai lapisan yaitu kayu kamper dan
bangkirai. Posisi lapisan terbagi menjadi tiga tipe yaitu tipe A lapisan kayu berada
di atas denga tebal 1 cm dan di bawah dengan tebal 0.5 cm, tipe B lapisan kayu
berada di atas denga tebal 0.5 cm dan di bawah dengan tebal 1 cm, dan tipe C lapisan
berada di samping kanan kiri balok dengan tebal lapisan 0.5 cm. Semua tipe balok
lapisan kayunya direkatkan menggunkan paku. Data yang diamati berupa Modulus
of elasticity dan Modulus of rupture, pola retak, dan lebar retak. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa dengan penambahan lapisan kayu pada balok dapat
menahan terjadinya panjang retak dan lebar retak pada balok. Penambahan lapisan
kayu juga dapat meningkatkan kuat lentur balok, dengan model keruntuhan yang

terjadi yaitu retak lentur yang disertai dengan rusaknya lapisan kayu.
Kata kunci: balok komposit, kuat lentur, pola retak, model keruntuhan

ABSTRACT
LONA MAHDRIANI PUSPITA. Capacity and Flexural Behavior Composite
Concrete Beams - Wood. Supervised by FENGKY SATRIA YORESTA.
The research was purposed to determine value of the capacity and flexural
behavior of concrete-wood composite beam. In this test was used a beam with sizes
is 5x10x115 cm on the simple supported by means of a one-point loading. The wood
that has been used as a composite is camphor and yellow balau. The position of the
layer is divided into three types: layers of wood in A-type is 1cm at the upper and
0.5cm at the bottom, B-type is 0.5cm at the upper and 1cm at the bottom, and Ctype is 0.5cm at left and right sides. Wood layer on the composite beams is
associated with a nail and embedded in the concrete. The point of this research is to
observed the value of Modulus of Elasticity (MOE) and Modulus of Rupture
(MOR), and crack pattern. The results of this study indicate that the addition of a
layer of composite beam can hold the crack and destruction of beam. Composite of
concrete-wood also increase flexural strength, with cracking model flexure and
bending the wood layer.
Keywords: composite beams, flexural strength, crack patterns, models collapse


KAPASITAS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT
BETON - KAYU

LONA MAHDRIANI PUSPITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton - Kayu
Nama
: Lona Mahdriani Puspita

NIM
: E24100057

Disetujui oleh

Fengky Satria Yoresta, ST MT
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
kapasitas dan perilaku lentur balok komposit beton - kayu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Fengky Satria Yoresta ST. MT
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mas
Irvan dari Laboratorium Rancanga dan Desain Bangunan Kayu, Fakultas
Kehutanan yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Tak lupa ucapan terimakasih juga disampaikan kepada
seluruh staff dan pengajar Departemen Hasil Hutan, tema-teman THH47, serta
kepada saudara G44100104 yang selalu memberikan dukungan dan semangat
dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Lona Mahdriani Puspita

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Bahan

2

Alat


2

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Sifat Fisis dan Mekanis kayu

6

Analisis Beban dan Defleksi

8

Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR) dan Kekakuan


11

Pola retak dan lebar retak

13

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA


16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Tipe dan kode balok uji
4
2 Sifat fisis dan mekanis kayu bangkirai dan kamper
7
3 Rerata MOE, MOR dan kekakuan balok komposit
11
4 Persen peningkatan MOE dan MOR balok komposit terhadap kontrol12
5 Posisi retak dan lebar retak maksimum

15

DAFTAR GAMBAR
1 Posisi dan dimensi lapisan kayu pada balok komposit beton-kayu
3
2 (a) Posisi paku pada balok komposit beton tipe A dan tipe B
(b)
Posisi paku pada balok komposit beton tipe C
4
3 Model benda uji balok
5
4 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A pada kondisi retak awal
(b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A hinga mengalami
keruntuhan total
8
5 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe B pada kondisi retak awal
(b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe B hinga mengalami
keruntuhan total
9
6 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe C pada kondisi retak awal
(b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe C hingga mengalami
keruntuhan total
10
7 (a) Pola retak lentur tipe AB (b) pola retak lentur tipe AK (c) belah pada
kayu tipe A (d) Pembengkokan paku akibat penambahan beban
13
8 (a) Pola retak lentur tipe BB (b) pola retak lentur tipe BK (c) belah pada
kayu tipe B (d) Pembengkokan paku akibat penambahan beban (e)
retak diatas tumpuan yang terjadi akibat penambahan beban
14
9 (a) Retak pada beton tipe C (b) Retak da melengkungnya kayu akibat
pembebanan pada tipe C (c) Pecah dan rusak pada kayu tipe C (d)
Retak lentur pada tipe C
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai defleksi dan beban pada saat Kondisi Retak awal hinggamengalami
keruntuhan
18
2 Bentuk kerusakan pada balok uji
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Struktur komposit merupakan gabungan antara dua atau lebih bahan
bangunan yang berbeda sehingga merupakan satu kesatuan dalam menahan gaya
atau beban luar. Struktur komposit memanfaatkan sifat fisik dan mekanik masingmasing bahan sehingga akan diperoleh komponen yang lebih baik dan mempunyai
kelebihan-kelebihan tertentu bila dibandingkan dengan bahan yang membentuknya
(Silitonga 2011).
Dalam struktur sebuah bangunan beton memiliki peranan yang sangat
penting sebagai bahan konstruksi yang biasa digunakan dalam berbagai bentuk
untuk hampir semua struktur, seperti bangunan, jembatan, pengerasan jalan,
bendungan, terowongan dan sebagainya. Salah satu kelebihan dari beton adalah
mempunyai kapasitas tekan yang tinggi. Akan tetapi beton juga memiliki
kekurangan yang dapat menyebabkan kerusakan pada struktur beton yang akan
mengakibatkan kekuatan dan daya dukung beton berkurang (Sitepu 2015). Dimana
kuat tarik beton hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya (Dipohusodo, 1996).
Oleh karena itu, perlu tulangan untuk menahan gaya tarik dan untuk memikul
beban-beban yang bekerja pada beton. Adanya tulangan ini seringkali digunakan
untuk memperkuat daerah tarik pada penampang balok. Tulangan baja tersebut
perlu untuk beban berat dalam hal ini untuk mengurangi lendutan jangka panjang
(Nawy 1998). Namun saat ini harga bangunan termasuk bahan tulangan beton
cukup tinggi, oleh karena itu perlu dicari bahan bangunan alternatif pengganti
tulangan baja yang memiliki kuat tarik yang cukup tinggi, lebih ekonomis dan
mudah didapat.
Penggunaan kayu untuk bahan konstruksi lebih menguntungkan
dibandingkan dengan bahan lain. Kayu adalah material yang berasal dari pohon
yang dibuat oleh alam dan tidak akan habis selama ditanam dan dipelihara. Material
kayu ramah lingkungan dan mudah terurai kembali juga tidak mencemari
lingkungan. Kayu mudah untuk dikerjakan walaupun dengan alat sederhana, mudah
untuk disambung, relatif kuat walaupun lebih ringan, cukup awet, lebih murah, dan
memiliki nilai estetika yang tinggi (Irawanti 2011).
Kayu kamper (Dryobalanops sp) digolongkan dalam kayu dengan kelas
kuat II dan III serta kelas awet II dan III dengan berat jenis 0.62 – 0.91 tergantung
spesiesnya (PKKI NI-51961) dan kayu bangkirai (Shorea laevifolia Endort)
tergolong kelas kuat I – II dan kelas awet I – II dengan berat jenis 0,6-1,13 (BKI,
1996). Berat jenis kayu merupakan besaran yang sangat penting sebagai
parameter karakteristik suatu jenis kayu (RSNI, 2002). Dalam hal ini terdapat
hubungan yang linier antara berat jenis dengan kekuatan kayu, dalam arti makin
tinggi berat jenis kayu maka makin tinggi kelas kekuatannya.
Untuk itu dilakukan penelitian terhadap balok komposit beton-kayu yang
menggunakan kayu kamper dan bangkirai sebagai alternatif pengganti lapisan baja
yaitu dengan menjadikan kayu kamper dan bangkirai sebagai lapisan penguat beton
sehingga adanya keselarasan dalam menerima tegangan lentur antara kayu dan
beton dalam struktur beton bertulang.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas dengan melihat nilai
hasil pengujian Modulus of elasticity, Modulus of rupture juga kekakuan balok, dan
perilaku lentur dengan melihat kerusakan, pola retak dan lebar retak pada balok
komposit beton-kayu yang menggunakan kayu kamper dan bangkirai.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu mekanika bahan, terutama aplikasinya pada struktur beton, dan
apabila hasilnya cukup signifikan maka dapat digunakan sebagai acuan dalam
penelitian lainnya, karena dengan menggunakan lapisan kayu ini selain bermanfaat
untuk struktural, juga kayu yang digunakan merupakan kayu komersial yang bisa
didapatkan di toko bangunan manapun.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan yaitu dilaksanakan dari bulan
Maret hingga Juni 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi
Peningkatan Mutu Kayu, Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah Kayu bangkirai dan Kayu kamper yang
berasal dari pedagang di daerah Bogor, pasir yang berasal dari Cimangkok, kerikil,
semen, dan paku.

Alat
Alat yang digunakan adalah mesin gergaji circural saw, gergaji tangan,
desikator, timbangan digital, oven, mesin bor, cetakan berukuran 5 x 10 x 115 cm
dan berukuran 10 x 5 x 115 cm . Alat pengujian balok beton lapisan kayu dan untuk
pengujian sifat mekanis kayu berupa alat uji Universal Testing Machine (UTM)
merk Instron. Peralatan pendukung lainnya berupa ember cor, kawat, kertas beton,
cangkul, sendok semen, alat tulis, mistar dan kamera.

3
Prosedur Analisis Data
Persiapan Benda Uji
Sortimen kayu berukuran 6 x 12 cm dengan panjang 400 cm dibagi menjadi
dua bagian, yaitu untuk persiapan pembuatan balok komposit dan untuk pengujian
sifat fisis dan mekanis kayu. Sampel kayu untuk pengujian sifat fisis dan mekanis
kayu dibagi menjadi dua ukuran yaitu untuk sifat fisis berukura 2 x 2 x 2 cm, dan
untuk sifat mekanis berukuran 2 x 2 x 30 cm. Setelah dibuat sampel uji ini maka
dibuatlah lapisan kayu untuk balok komposit beton-kayu.
Balok komposit beton – kayu yang akan diuji memiliki dimensi penampang
5 x 10 cm dengan panjang 115 cm. Balok dibuat menjadi 3 tipe ditambah balok
kontrol. Dua jenis kayu yaitu bangkirai dan kamper digunakan untuk masing–
masing tipe. Balok tipe A memiliki 1 cm ketebalan lapisan kayu bagian atas dan 0.5
cm ketebalan lapisan kayu bawah. Tipe B memiliki 0.5 cm ketebalan lapisan kayu
bagian atas dan 1 cm ketebalan lapisan kayu bagian bawah. Balok tipe C memiliki
0.5 cm ketebalan kayu bagian samping kanan dan kiri. Balok kontrol merupakan
balok yang tidak dilapisi dengan kayu. Setiap tipe balok terdiri atas tiga buah benda
uji untuk masing–masing jenis kayu. Ketiga tipe balok dan balok kontrol
diperlihatkan pada Gambar 1, sedangkan penomoran balok diperlihatkan pada
Tabel 1.
Lapisan kayu dan beton dihubungkan dengan menggunakan sejumlah paku.
Balok tipe A dan B menggunakan paku dengan diameter 3 mm sedangkan tipe C
diameter 2.2 mm paku ditempatkan dengan jarak antar paku 10 cm. Detail
penempatan paku diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Posisi dan dimensi lapisan kayu pada balok
komposit beton-kayu

4

Gambar 2 (a) Posisi paku pada balok komposit beton tipe A dan tipe B
(b) Posisi paku pada balok komposit beton tipe C

Tabel 1 Tipe dan kode balok uji
Jenis kayu
Bangkirai

Kamper

Tipe
A
B
C
A
B
C
Kontrol

Kode balok uji
AB1,AB2 Dan AB3
BB1,BB2 Dan BB3
CB1,CB2 Dan CB3
AK1,AK2 Dan AK3
BK1,BK2 Dan BK3
CK1,CK2 Dan CK3
C1 Dan C2

Tebal lapisan
1 cm di atas, 0.5 cm di bawah
0.5 cm di atas, 1 cm di bawah
0.5 di kanan dan kiri
1 cm di atas, 0.5 cm di bawah
0.5 cm di atas, 1 cm di bawah
0.5 di kanan dan kiri
Tidak diberi lapisan

Pembuatan lapisan kayu
Balok kayu kamper dan bangkirai yang berukuran 6 x 12 x 400 cm dipotong
menjadi lapisan kayu berukuran 0.5 x 5 x 115 cm, 0.5 x 10 x 115 cm dan 1 x 5 x
115 cm. Masing-masing lapisan kayu terlebih dahulu dibor untuk menghindari retak
ketika pemasangan paku.
Pengecoran beton
Beton yang digunakan pada penelitian ini menggunakan perbandingan
semen, pasir dan kerikil yaitu 1 : 2 : 3 yang diharapkan dapat mewakili beton untuk
konstruksi rumah sederhana aman gempa dengan kuat tekan beton ±150 kg/cm²
(Boen 2000a). Air ditambahkan ke dalam campuran beton hinga memudahkan
pengerjaan campuran. Pengecoran dilakukan sebanyak 4 kali. Hasil pengecoran
tersebut dimasukkan kedalam cetakan berukuran 5 x 10 x 115 cm dan 10 x 5 x 115
cm yang di dalamnya sudah diletakkan lapisan kayu.
Pengkondisian beton
Balok didiamkan (dikondisikan) selama 28 hari sehingga proses pengerasan
pada beton berlangsung sempurna dan siap untuk diuji. Beton komposit kayu
dilepas dari cetakannya setelah 4 hari. Selama pengkondisian, beton dijaga
kelembabannya dengan membasahinya dengan air di setiap permukaan beton agar
terhindar dari retak selama proses pengerasan berlangsung.

5
Pengujian
Pengujian lentur balok dilakukan dengan menggunakan mesin UTM instron
berkapasitas 5 ton. Pengujian dilakukan dengan metode one point loading Gambar
3. Selain pengujian lentur balok juga dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis
kayu yang digunakan dengan mengacu pada standar (B.S 373 : 1957).
P

L
Gambar 3 Model benda uji balok
Pengujian Sifat Fisis
Kerapatan (ρ) dan Berat Jenis
Contoh uji ditimbang berat (BA) dan diukur volumenya (VA), lalu
dimasukkan kedalam oven (103±2)°C hingga konstan untuk mendapatkan
berat dan volume kering tanurnya (BKT dan VKT). Kerapatan dan BJ
diperoleh dengan persamaan berikut:
Kerapatan (g/cm³) = BA
VA

BJ =

KT
V

ρ air

Kadar Air
Kadar air merupakan hasil pembagian kandungan berat air terhadap
berat kering tanur dari contoh uji. Berat air adalah selisih dari berat contoh
uji sebelum di oven dikurangi berat kering tanur. Contoh uji berukuran 2 x
2 x 2 cm. Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (BKU)
dan dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)oC selama 24 jam atau
sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat
kering tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) = BKU - BKT x 100%
BKT

Pengujian Sifat Mekanis
Modulus of Elasticity (MOE)

Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran 2 x 2 x 30
cm untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang. Pengujian MOE kayu dilakukan
dengan cara one point loading bending test. Nilai MOE dihitung dengan
rumus:

6

PL3
MOE (kg/cm ) =
4Ybh 3
2

Keterangan:
MOE : Modulus of elasticity (kg/cm2)
∆P
: Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg)
L
: Jarak sangga (cm)
∆Y
: Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm)
b
: Lebar contoh uji (cm)
H
: Tebal contoh uji (cm)
Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian MOR kayu dilakukan bersama-sama dengan pengujian
MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Nilai MOR dihitung dengan
rumus:
��
MOR (kg/cm2) =
�ℎ²
Keterangan :
MOR : Modulus of rupture (kg/cm2)
P
: Beban maksimum (kg)
L
: Jarak sangga (cm)
b
: Lebar contoh uji (cm)
h
: Tebal contoh uji (cm)
Analisis Data
Hasil penelitian dianalisis menggunakan metode analisis struktural.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis dan Mekanis kayu
Modulus of Elasticity (MOE) merupakan perbandingan antara tegangan dan
regangan di bawah batas proporsional. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa
kayu bangkirai memiliki nilai MOE rata-rata (31709.98 kg/cm²) yang lebih besar
dibandingkan kayu kamper (25685.36 kg/cm²) seperti disajikan pada Tabel 2. Nilai
MOE ini dapat digunakan sebagai alat penduga kekuatan kayu dibanding
menggunakan pendugaan yang didasarkan atas berat jenis atau kekerasan, karena
MOE mempunyai kepekaan terhadap cacat (Surjokusumo 1987).

7
Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis kayu bangkirai dan kamper
Jenis
Kayu
Bangkirai

Kode
Balok
B1
B2
B3

Rata-rata
Kamper
Rata-rata

K1
K2
K3

MOE
(kg/cm²)
32858.05
28804.31
33467.57
31709.98
24947.52
23986.54
28122.02
25685.36

MOR
(kg/cm²)
1173.09
1147.60
1286.04
1202.24
601.65
612.21
610.67
608.18

KA
(%)
17.09
18.59
19.05
18.24
19.49
19.43
19.22
19.38

BJ
0.74
0.73
0.71
0.73
0.68
0.59
0.64
0.64

Kerapatan
(gr/cm³)
0.87
0.87
0.84
0.86
0.81
0.71
0.76
0.76

Modulus patah atau Modulus of Rupture (MOR) adalah nilai keteguhan
lengkung kayu utuh dan produk-produk yang dibuat dari kayu yang dihitung pada
beban maksimum (Haygreen dan Bowyer 1989). Modulus patah merupakan sifat
kekuatan kayu dalam menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau
gelagar. Hasil pengujian menunjukkan kayu bangkirai (1202.24 kg/cm²) memiliki
nilai MOR rata-rata lebih tinggi dari kayu kamper (608.18 kg/cm²).
Tiga sifat fisika kayu yang dianggap mendasar yaitu kadar air, perubahan
dimensi dan berat jenis kayu (Kasmudjo 2010). Nilai kadar air pada kedua jenis
kayu dari hasil pengujian berkisar antara 17.09 - 19.49%. Menurut Kasmudjo
(2010) kadar air kering udara di Indonesia rata-rata 10 - 18%. Selain itu, kadar air
pada kedua jenis kayu tersebut berada di bawah kadar air titik jenuh serat (30%)
sehingga dengan berkurangnya kadar air di bawah titik jenuh serat akan membuat
kekuatan kayu menjadi bertambah dan mempengaruhi sifat fisik dan mekanik kayu
tersebut (Haygreen dan Bowyer 1996).
Kerapatan kayu adalah masa atau berat kayu per unit volume kayu. Kerapatan
merupakan faktor penting untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik kayu (Panshin
& Zeeuw 1970). Hasil pengujian menunjukkan kayu bangkirai (0.86 gr/cm³)
memiliki nilai kerapatan rata-rata lebih tinggi dari kayu kamper (0.76 gr/cm³). Nilai
kerapatan kayu dapat menggambarkan kekuatan kayu dimana nilai tersebut
berbanding lurus, dengan semakin besarnya nilai kerapatan suatu kayu maka kayu
tersebut akan semakin kuat.
Nilai kerapatan kayu tersebut sejalan dengan berat jenis kayu dimana kayu
bangkirai memiliki berat jenis tertinggi (0.73) dan berat jenis kayu kamper (0.64).
Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisik kayu yang cukup penting untuk
mengetahui seberapa besar kekuatan kayu dan ketahanan kayu dalam menerima
beban dari luar. Menurut Setiawan (2011) bahwa terdapat hubungan antara berat
jenis, berat kayu dan kekuatan kayu dimana semakin berat kayu tesebut maka berat
jenisnya dan kekuatan kayu mengalami peningkatan.

8
Analisis Beban dan Defleksi
Hasil pengujian balok tipe A disajikan pada Gambar 4.a dan 4.b. Gambar
4.a merupakan bagian dari Gambar 4.b pada kondisi dimana terjadi retak pertama
pada balok. Balok AB2 mampu menahan beban lebih besar (54.54 kg)
dibandingkan dengan balok lainnya, diperlihatkan dengan grafik yang didapat
paling tinggi dibandingkan dengan grafik lainnya. Balok AB1 memiliki kapasitas
beban terendah yaitu sebesar 11.68 kg. Hal ini terjadi karena beton mengalami retak
lebih awal dibandingkan dengan beton pada balok lainnya. Nilai defleksi terbesar
pada saat P maksimum retak pertama, terdapat pada balok C2 yaitu sebesar 0.125
cm. Sedangkan nilai defleksi terendah terdapat pada balok AB1 yaitu sebesar 0.01
cm. Hal ini mengindikasikan bahwa balok AB1 dapat menahan terjadinya
perubahan bentuk dibandingkan dengan balok C2 (kontrol) dikarenakan adanya
lapisan kayu pada bagian atas dan bawah balok yang menahan terjadinya regangan
pada balok.

Gambar 4 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A pada kondisi retak awal
(b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A hinga mengalami
keruntuhan total
Hubungan beban dan defleksi balok tipe A hingga mengalami keruntuhan
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.b. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa balok
AB2 dapat menahan beban paling besar dibandingkan balok lainnya, yaitu 342.94
kg. Sedangkan balok AK3 memiliki beban maksimum terendah yaitu sebesar
180.01 kg. Hal ini diduga karena perbedaan jenis kayu yang digunakan pada balok
dan adanya pengaruh berat jenis, kerapatan pada masing – masing kayu. Nilai
defleksi terendah juga diperlihatkan oleh grafik AB1. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada balok tipe A dengan lapisan kayu bangkirai lebih baik digunakan
dibandingkan dengan balok dengan lapisan kayu kamper maupun kontrol. Hal ini
terjadi karena pada kedua grafik memperlihatkan bahwa balok dengan kayu
bangkirai dapat mencapai beban tertinggi dan memiliki grafik yang tinggi juga nilai
defleksi yang rendah. Tingginya grafik menunjukkan adanya sifat kekakuan yang
tinggi pada struktur. Sifat kekakuan merupakan sifat dimana suatu benda apabila
menerima beban atau gaya luar, benda tersebut cenderung untuk mempertahankan
diri atau menahan terjadinya perubahan bentuk (Mardikanto et al. 2011).

9
Hasil pengujian balok tipe B disajikan pada Gambar 5.a dan 5.b. Gambar
5.a merupakan bagian dari Gambar 5.b pada kondisi dimana terjadi retak pertama
pada balok. Balok BB3 mampu menahan beban lebih besar (144 kg), diperlihatkan
dengan grafik yang didapat paling tinggi dibandingkan dengan grafik lainnya.
Balok BK2 memiliki kapasitas beban terendah yaitu sebesar 6.05 kg. Nilai kapasitas
beban ini dipengaruhi oleh jenis, kadar air juga kerapatan pada lapisan kayu. Nilai
defleksi terbesar pada saat P maksimum retak awal, terdapat pada balok BB3 yaitu
sebesar 0.5 cm, sedangkan nilai defleksi terendah terdapat pada balok BK1 yaitu
sebesar 0.04 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa balok BK1 dapat menahan
terjadinya perubahan bentuk dibandingkan dengan balok BB3, karena balok dengan
lapisan kayu bangkirai memiliki daya retak yang tinggi apabila lapisan pada bagian
bawah lebih tipis akibat susut muai pada kayu bangkirai tinggi sehingga defleksi
yang terjadi besar.

Gambar 5 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe B pada kondisi retak awal
(b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe B hinga mengalami
keruntuhan total
Gambar 5.b memperlihatkan hubungan beban dan defleksi balok tipe B
hingga mengalami keruntuhan. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa balok BB1
dapat menahan beban paling besar dibandingkan balok lainnya, yaitu 498.02 kg.
Sedangkan balok BB3 memiliki beban maksimum terendah yaitu sebesar 268.36
kg. Hal ini diduga karena perbedaan jenis kayu yang digunakan pada balok dan
adanya pengaruh berat jenis, kerapatan pada masing – masing kayu. Namun bila
dilihat dari nilai defleksi, balok yang memiliki nilai defleksi terbesar pada saat P
maksimum adalah balok BK1 yaitu 6.51 cm, sedangkan nilai defleksi yang terendah
terdapat pada balok BB3 yaitu 2.40 cm. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai
defleksi yang didapat pada Gambar 5.a sehingga secara keseluruhan balok beton
yang dapat menahan terjadinya kerusakan yaitu balok dengan lapisan kayu
bangkirai. Pada balok tipe B lapisan dengan kayu bangkirai yang dapat menahan
beban maksimum tertinggi dan defleksi terendah dibandingkan balok dengan
lapisan kayu kamper maupun kontrol.

10
Hasil pengujian balok tipe C disajikan pada Gambar 6.a dan 6.b. Gambar
6.a merupakan bagian dari Gambar 6.b pada kondisi dimana terjadi retak pertama
pada balok. Balok CK3 mampu menahan beban lebih besar (508.76 kg),
diperlihatkan dengan grafik yang didapat paling tinggi dibandingkan dengan grafik
lainnya sehingga pada tipe C struktur komposit pada saat retak awal dapat mencapai
beban maksimum terbesar dibandingkan dengan balok tipe A dan B. Balok CB2
memiliki kapasitas beban terendah yaitu sebesar 13.89 kg. Selain itu, nilai defleksi
terbesar pada saat P maksimum retak pertama juga didapat pada balok CK3 yaitu
sebesar 1.74 cm, hal ini terjadi karena beton mengalami retak pada bagian bawah
balok akibat tidak adanya lapisan pada bagian bawah balok. Sedangkan nilai
defleksi terendah terdapat pada balok CB2 yaitu sebesar 0.04 cm, hal ini terjadi
karena pada samping kanan dan kiri balok dilapisi oleh kayu yang memiliki berat
jenis dan kerapatan yang tinggi sehingga akibat adanya penambahan beban maka
balok dan lapisan kayu tidak mengalami deformasi yang besar dibandingkan
dengan balok yang menggunakan lapisan kayu kamper.

Gambar 6 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe C pada kondisi retak awal
(b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe C hingga mengalami
keruntuhan total
Gambar 6.b memperlihatkan hubungan beban dan defleksi balok tipe C
hingga mengalami keruntuhan. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa balok CB1
dapat menahan beban paling besar, yaitu 864.21 kg diperlihatkan dengan grafik
yang didapat paling tinggi dibandingkan dengan grafik lainnya. Sementara itu,
balok CK2 memiliki beban maksimum terendah yaitu sebesar 429.53 kg. Namun
bila dilihat dari nilai defleksi, balok yang memiliki nilai defleksi terbesar pada saat
P maksimum adalah balok CB2 yaitu 2.05 cm. Sedangkan nilai defleksi yang
terendah terdapat pada balok CB3 yaitu 0.93 cm. Secara keseluruhan balok dengan
lapisan kayu bangkirai mampu menahan beban lebih besar dibandingkan dengan
balok dengan lapisan kayu kamper, karena dilihat dari grafik yang tinggi. Selain itu,
nilai defleksi antara balok lapisan kayu bangkirai dan lapisan kayu kamper tidak
berbeda jauh, karena adanya pengaruh dari lapisan kayu yang berada pada kanan
dan kiri balok yang menghalangi terjadinya keruntuhan pada beton.

11
Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR) dan Kekakuan
Hasil pengujian MOE dan MOR balok komposit disajikan pada Tabel 3.
Nilai MOE yang paling tinggi ditunjukkan oleh balok AB dengan rerata 959808.49
kg/cm², sedangkan yang paling rendah ditunjukkan oleh balok CK dengan rerata
33716.32 kg/cm². Sedangkan nilai MOR yang paling tinggi diperoleh balok CB
sebesar 229.45 kg/cm², dan yang terendah diperoleh balok AK sebesar 84 kg/cm².
Nilai kekakuan tertinggi diperoleh balok tipe AB sebesar 706.09 kg/cm sedangkan
yang terendah diperoleh oleh balok tipe CK (295.83 kg/cm), dalam hal ini nilai
kekakuan dan MOE berbanding lurus. Menurut Mardikanto et al. (2011) nilai
modulus elastisitas yang besar menggambarkan sifat kekakuan yang besar pula, di
mana kayu tidak mudah berubah bentuk akibat pembebanan. Secara umum balok
yang menggunakan kayu bangkirai sebagai lapisan memiliki nilai MOE, MOR dan
Kekakuan tertinggi dibandingkan dengan balok yang menggunakan kayu kamper.
Namun pada balok tipe B nilai MOE lebih tinggi dimiliki oleh balok dengan
kayu kamper, hal ini dikarenakan lapisan kayu pada balok bagian atas dimensinya
lebih tipis dibandingkan dengan bagian bawah. Menurut Boesono (2008) kayu
bangkirai mempunyai berat jenis tinggi dan tergolong dalam kayu yang sangat berat,
daya retaknya tinggi dan mempunyai serat penyusun kayu lebih besar, rongga
selnya lebih lebar sehingga mudah untuk menyerap air yang menyebabkan kayu
mengembang atau sifat susut muainya sangat besar. Selain itu juga nilai kadar air
pada balok lapisan kayu bangkirai memiliki nilai yang lebih kecil, yang
menandakan bahwa kayu tersebut lebih kering sehingga mudah terjadi retak
maupun belah pada lapisan kayu. Menurut Mardikanto et al. (2011) retak (checks)
banyak terjadi pada saat kayu mongering, dimana perubahan kadar air yang terjadi
sudah di bawah titik jenuh serat. Adanya cacat ini akan menyebabkan sedikit
berkurangnya kekuatan pada kayu
.
Tabel 3 Rerata MOE, MOR dan kekakuan balok komposit
Balok
Uji
AB
AK
BB
BK
CB
CK
Kontrol

Balok Komposit
MOE
MOR
(Kg/cm²)
(Kg/cm²)
959808
123.31
867057
84
133786
136.73
426922
134.3
146741
229.45
33716.3
154.44
416108
14.56

Kekakuan
(Kg/cm)
706.09
329.52
431.76
326.64
619.46
295.83
222.15

12
Ditinjau berdasarkan nilai MOE dan MOR yang diperlihatkan pada Tabel 3,
persentase peningkatan nilai MOE dan MOR balok komposit terhadap kontrol pada
Tabel 4 tertinggi ditunjukkan dengan balok AB sebesar 130.66% untuk nilai MOE
dan 1475.76% untuk nilai MOR pada balok CB, hal ini menunjukkan bahwa balok
AB kuat dalam menerima beban elastis dibandingkan dengan kontrol karena adanya
lapisan kayu pada bagian atas dan bawah beton dan juga tebal kayu pada bagian
atas beton yang lebih tebal dibandingkan bagian bawah sehingga dapat menahan
beban tekan yang diberikan pada balok komposit tersebut. Balok CB tidak mudah
patah karena struktur kayu yang getas dan perletakan lapisan kayu yang berada di
samping kanan dan samping kiri beton yang dapat menahan beton akibat struktur
beton yang runtuh.
Tabel 4 Persen peningkatan MOE dan MOR balok komposit terhadap kontrol
Balok
Uji
AB
AK
BB
BK
CB
CK

% Peningkatan balok komposit terhadap kontrol
MOE
MOR
130.66
746.84
108.37
476.88
-67.85
839.02
2.60
822.30
-64.73
1475.76
-91.90
960.62

Adapun yang terjadi pada balok komposit yang menggunakan lapisan kayu
kamper, peningkatan MOE dan MOR relatif kecil bahkan ada nilai minus pada
data tersebut, menurut Kusnidar (2005) bahwa kayu kamper memiliki nilai
elasstisitas lentur yang relatif kecil karena dipengaruhi karakter dasar kayu nya,
termasuk kandungan cacat alami ataupun cacat yang ditimbulkan oleh
perlakuan yang diberikan sebelum pengujian. Berbeda dengan yang dialami oleh
kontrol yang tidak adanya lapisan yang menopang beton apabila sudah terjadi
kerusakan pada beton sehingga beton mudah patah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nawy (1998) bahwa beton kuat terhadap tekan tetapi lemah terhadap
tarik. Nilai minus juga diperlihatkan pada balok dengan lapisan kayu bangkirai. Hal
ini dikarenakan pada balok tipe B dan tipe C yang menggunakan kayu bangkirai
kurang elastis dibandingkan dengan balok dengan tipe yang sama namun
menggunakan lapisan kayu yang berbeda, maka balok dengan lapisan kayu
bangkirai pada tipe B dan tipe C tidak akan kembali ke bentuk semula.

13
Pola retak dan lebar retak
Retak lentur adalah retak vertikal yang memanjang dari sisi tarik balok dan
mengarah ke atas sampai daerah sumbu netralnya. Pola retak yang ditunjukkan oleh
semua tipe benda uji mempunyai pola retak yang hampir sama yaitu pola retak
lentur Gambar 7.a dan 7.b, Gambar 8.a dan 8.b, dan Gambar 9.d.
Retak awal yang terjadi yaitu terlihat pada daerah di bawah pembebanan di
tengah-tengah bentang. Beban yang terus bertambah mengakibatkan retak-retak
awal yang terjadi semakin melebar, namun panjang retak berkurang dengan
bertambahnya beban yang diberikan. Hal ini terjadi karena panjang retak awal
hingga akhir hanya mengalami retak lentur sehingga panjang retak terbatas oleh
lapisan kayu pada bagian atas dan bawah beton. Selain itu juga, penambahan retak
untuk setiap peningkatan beban tidak selalu merupakan kelanjutan dari retak
sebelumnya dan mula-mula muncul selalu ditengah jarak antar paku, hal ini terlihat
pada Gambar 8.e pada balok uji BK1 yang menunjukkan adanya retak lentur yang
timbul di atas tumpuan.

Gambar 7 (a) Pola retak lentur tipe AB (b) pola retak lentur tipe AK
(c) belah pada kayu tipe A (d) Pembengkokan paku
akibat penambahan beban

Hasil pengujian yang didapat sesuai dengan pernyataan Pathurahman (2003)
yang mengatakan bahwa semakin bertambahnya beban maka retak awal yang
terjadi semakin lebar, panjang retak berkurang, dan penambahan retak tidak selalu
merupakan kelanjutan dari retak sebelumnya. Pada tipe A dan B yang lapisan
kayunya berada di atas dan bawah beton, lapisan kayu pada bagian bawah belah
searah dengan jalur paku Gambar 7.c dan Gambar 8.c. Belah pada lapisan kayu
mula-mula terjadi pada ujung balok hanya dari salah satu sisi yang menyisakan
jarak 5 cm jarak dari paku ke tepi balok. Panjang belah lapisan kayu tersebut yaitu
1/3 panjang balok. Setelah kayu mengalami belah maka yang terjadi paku tidak lagi
menempel pada kayu, melainkan pada beton karena paku bergeser pada daerah tarik
sehingga paku menjadi miring hal ini menunjukkan bahwa paku tidak kuat dalam
menahan gaya geser. Kerusakan yang terjadi pada contoh uji seperti pecah dan retak
merupakan reaksi yang ditimbulkan akibat adanya gaya luar yang bekerja
(beban).Hal ini hanya terjadi pada lapisan bagian bawah saja Gambar 7.d dan
Gambar 8.d.

14

Gambar 8 (a) Pola retak lentur tipe BB (b) pola retak lentur tipe BK (c) belah pada
kayu tipe B (d) Pembengkokan paku akibat penambahan beban (e) retak
diatas tumpuan yang terjadi akibat penambahan beban
Adapun pada tipe C baik lapisan kayu maupun pada beton terlihat bahwa telah
terjadi kerusakan seperti ditunjukkan pada Gambar 9.d. Retak yang terjadi ada pada
bagian bawah beton yang searah dengan sumbu dimana balok ditekan, namun retak
yang terjadi tidak terlalu lebar Gambar 9.a dan 9.b. Selain itu, retak yang timbul
juga terlihat ketika lapisan kayu yang disamping melengkung ke dalam sehingga
terlihat retak-retak pada beton. Retak yang terjadi pada sisi beton hanya terlihat
sampai garis paku dan merupakan retak lentur Gambar 9.b dan 9.d. Adapun
kerusakan belah yang terjadi pada beton bagian bawah dikarenakan adanya gaya
luar yang bekerja (beban) Gambar 9.a dan 9.b.

Gambar 9 (a) Retak pada beton tipe C (b) Retak da melengkungnya
kayu akibat pembebanan pada tipe C (c) Pecah dan rusak pada
kayu tipe C (d) Retak lentur pada tipe C

15
Lapisan kayu pada tipe C juga mengalami kerusakan yaitu sekitar jalur paku
yang bermula pada atas tumpuan hingga ke tengah bahkan pada tipe CK1 kayu
belah. Hal ini terjadi karena pada setiap penambahan beban pada balok maka yang
terjadi pada paku dan lapisan kayu setelah beton bagian bawah retak yaitu menahan
agar keruntuhan yang terjadi pada beton tidak terlalu besar. Lapisan kayu pada
bagian bawah paku menahan agar beton bagian atas dari paku tidak runtuh Gambar
9.c. Pada lapisan kayu yang berada di bagian atas paku pun menggelembung ke
dalam karena menahan kerusakan dan lebar retak yang terjadi pada beton. Kondisi
paku pada tipe C yaitu semua paku masih dalam keadaan melekat pada lapisan kayu
maupun pada beton. Melihat perilaku keruntuhannya, balok uji ini mempunyai
keruntuhan yang getas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusnidar (2005) bahwa
Nonlinieritas kayu kamper adalah akibat dari sifat kayu yang anisotropis dan
strukturnya yang terdiri dari formasi serat-serat yang bersifat daktail sehingga
memiliki keruntuhan elastis linier dan getas.
Fungsi lapisan kayu pada ketiga tipe balok uji yaitu untuk menahan beban
tarik yang terjadi pada balok komposit ini. Hal ini terlihat bahwa apabila ketiga
balok uji ini dibandingkan dengan kontrol (balok beton tanpa lapisan kayu) maka
nilai beban maksimum sampai batas proporsional yang dapat dipikul lebih tinggi
terlihat pada ketiga balok uji. Namun apabila dibandingkan dengan beton bertulang
maka balok komposit kayu beton ini masih belum efektif karena beton dan kayu
tidak dapat bersatu tanpa adanya ikatan yang terjadi pada keduanya.
Tabel 5 Posisi retak dan lebar retak maksimum

Kode
Balok
AB1
AB2
AB3
AK1
AK2
AK3
BB1
BB2
BB3
BK1
BK2
BK3

Posisi
Retak
(cm)
9.0
11.5
17.0
0.0
6.3
13.0
11.5
45.0
44.0
4.5
11.0
13.0

Lebar
Retak
(cm)
2.0
5.0
1.5
4.0
4.0
7.8
4.0
7.1
24.0
3.0
4.0
5.5

16
Hasil pengujian posisi dan lebar retak ditunjukkan pada table 5. Posisi retak
terjauh dari titik pembebanan yaitu sebesar 45 cm pada balok BB2 sedangkan lebar
retak terbesar ditunjukkan oleh balok BB3 yaitu sebesar 24 cm. Adapun posisi retak
terkecil dari titik pembebanan ditunjukkan oleh balok AK1 yaitu 0 cm. Namun nilai
lebar retak terkecil diperoleh balok AB1 yaitu sebesar 1.5 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa balok tipe A dapat mengurangi terjadinya retak maupun lebar yang semakin
besar karena lapisan kayu yang menahan pada bagian tekan balok dimensi tebalnya
lebih besar dibandingkan dengan lapisan kayu pada bagian atas tipe B. Dalam hal
ini tebal lapisan berpengaruh besar dalam menentukan lebar retak dan posisi retak.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kayu bangkirai memiliki nilai MOE, MOR, kekakuan, kerapatan, dan berat
jenis lebih tinggi dibandingkan kayu kamper. Kapasitas balok komposit yang
ditunjukkan dengan nilai MOE, MOR dan kekakuan tertinggi berturut-turut yaitu
pada balok AB sebesar 959808.49 kg/cm², balok CB sebesar 229.45 kg/cm², dan
balok AB sebesar 706.09 kg/cm untuk nilai kekakuan sehingga balok dengan
lapisan kayu bangkirai lebih baik digunakan pada tipe A dan tipe C. Kerusakan yang
terjadi pada balok tipe A dan B hampir sama yaitu belah pada lapisan kayu, retak
pada beton, dan paku bergeser juga miring akibat gaya geser. Sedangkan pada tipe
C perilaku kerusakan yang timbul yaitu kerusakan pada lapisan kayu, kerusakan
pada beton yang ditunjukkan dengan belah dan retak. Pola retak yang terlihat pada
keseluruhan balok yakni pola retak lentur. Lebar retak yang paling kecil yaitu pada
balok tipe C dan tipe A yang menggunakan kayu bangkirai. Jenis kayu, posisi
lapisan, dan dimensi tebal lapisan memiliki pengaruh terhadap kapasitas dan
perilaku lentur balok komposit. Dilihat dari kapasitas dan perilaku (kerusakan, pola
retak, dan lebar retak) maka balok dengan lapisan kayu bangkirai pada tipe C yang
lebih baik digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variasi posisi,
jenis dan lapisan kayu yang digunakan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut berbagai proporsi campuran dan jenis bahan yang digunakan agar dapat
meningkatkan kualitas balok komposit beton kayu.

DAFTAR PUSTAKA
[PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. 1961. PKKI NI-1961. Bandung:
Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum
dan Tenaga Listrik. Yayasan Normalisasi Indonesia, Bandung.

17
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2002. SNI 03-2847-2002. Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan G. Indonesia. Badan Standar
Nasional.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 03-1027-2006. Lembaran Serat
Krisotil Semen Rata. Indonesia. Badan Standar Nasional.
[BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1996. Buku Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi
Kapal Laut. Indonesia. Biro Klasifikasi Indonesia.
Boen, T. 1983, Manual Bangunan Tahan Gempa (Rumah Tinggal), Yayasan
Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.
-----------. 2000a, Bangunan Rumah Tinggal Sederhana : Belajar dari Kerusakan
Akibat Gempa, Prosiding Lokakarya Nasional Bangunan Sederhana
Tahan Gempa, UII, Yogyakarta.
Boesono H. 2008. Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Organisme Penempel dan
Modulus Elastisitas pada Kayu. Jurnal Ilmu Kelautan Vol. 13 (3) : 177 –180.
Universitas Diponegoro.
Darwo. 1990. Klasifikasi Kekuatan Kayu dan Studi Penyusunan Tegangan Ijin
Metode Contoh Kecil Bebas Cacat (ASTM D 245) Kayu Borneo [Skripsi].
Fakultas Kehutanan, IPB. Tidak diterbitkan
Dipohusodo, I. 1996. Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 527 pp.
---------------. 1999, Struktur Beton Bertulang., PT Gramedia Pustaka
Utama,
Jakarta.
Haygreen J G and J L Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Kusnindar Abd. Chauf. 2005. Karakteristik Mekanik Kayu Kamper sebagai Bahan
Konstruksi. Mektek tahun VII.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID):
IPB Press.
Martawijaya A. dan I. Kartasujana. 1977. Ciri Umum Sifat dan Kegunaan Jenisjenis Kayu Indonesia. Badan Pengembangan dan Penelitian Pertanian.
Lembaga Penelitian Hasil Hutan No,41, Bogor.
Nawy, EG. 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, PT Eresco, 1990,
Bandung, 763 pp.
Irawanti S. 2011. Kekuatan sambungan kayu geser ganda dengan baut tunggal
berpelat baja pada empat jenis kayu tropis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Panshin A J dan C de Zeeuw. 1970. Texbook of Wood Technology. 4th cd. McGrawHill. New York.
Pathurahman. 2003. Aplikasi Bambu Pilinan sebagai Tulangan Beton. Civil
Engineering Dimension, Vol. 5, No. 1, 39–44, March 2003 ISSN 1410-9530.
Sakuna T. dan C.C. Moredo. 1993. Bonding of selected Tropical Woods—Effects
of Extractivees and Related Properties. Symposium-USDA Forest Service,
and Taiwan Forestry Research Institute. May 25-28, 1993. Taipei.
Sitepu N N. 2015. Perilaku Balok Beton Bertulang dengan Perkuatan Pelat Baja
Dalam Memikul Lentur [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Silitonga F. 2011. Perilaku Balok Komposit Bambu Betung – Beton Dengan Bambu
Diisi Di Dalam Balok Beton [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera
Utara.

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Nilai defleksi dan beban pada saat Kondisi Retak awal hingga
mengalami keruntuhan
Kode
sampel
AB1
AB2
AB3
Rata-rata
AK1
AK2
AK3
Rata-rata
BB1
BB2
BB3
Rata-rata
BK1
BK2
BK3
Rata-rata
CB1
CB2
CB3
Rata-rata
CK1
CK2
CK3
Rata-rata
C1
C2
Rata-rata

Retak awal
Defleksi
Beban
(cm)
(kg)
0.011
1306.4
0.077
963.21
0.124
327.24
0.070
865.62
0.092
364.46
0.058
364.46
0.061
1861.7
0.070
863.54
0.190
744.58
0.121
506.02
0.496
218.39
0.269
489.66
0.038
735.7
0.051
255.07
0.166
291.89
0.085
427.55
0.113
1006.06
0.036
581.03
0.761
566.05
0.303
717.71
0.083
417.48
0.107
316.95
1.742
311.39
0.644
348.61
0.122
30.66
0.124
24.26
0.123
27.459595

Kondisi runtuh
Defleksi
Beban
(cm)
(kg)
3.22
324.56
4.10
342.94
4.50
329.79
3.94
332.43
6.10
300.08
4.44
250.07
3.31
180.01
4.62
243.39
3.78
498.02
4.89
381.57
2.40
268.36
3.69
382.65
6.51
377.43
4.77
375.01
4.94
271.69
5.41
341.38
1.93
864.21
2.05
785.91
0.93
447.94
1.64
699.35
1.44
503.17
1.60
429.53
1.74
508.76
1.59
480.49

Kekakuan
(kg/cm)
1041.7
786.55
290.03
706.09
219.04
348.15
421.37
329.52
606.33
405.23
283.72
431.76
585.82
120.69
273.42
326.64
972.30
332.16
553.91
619.46
246.84
324.02
316.63
295.83
226.88
217.42
222.15

19
Lampiran 2 Bentuk kerusakan pada balok uji
Balok tipe A

Balok tipe B

Balok tipe C

Balok Kontrol

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 7 Desember 1992 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Ujang Mahmud dan Heni Hendriani.
Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang
sama di terima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalus Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil
Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah
menerima Beasiswa dari Bidik misi, Dikti. Penulis telah mengikuti beberapa
kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)
di hutan mangrove dan Gunung Sawal pada tahun , Praktek Pengelolaan Hutan
(PPH) dengan lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman
Nasional Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun dan praktek kerja
lapang (PKL) pada tahun di PT Kutai Timber Indonesia (KTI), Probolinggo, Jawa
Timur.
Selain aktif perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan pernah
menjadi sekertaris Divisi Kewirausahaan Bidik Misi IPB (2010), anggota Divisi
Kelompok Kimia Hasil Hutan pada tahun 2011, anggota Divisi Kelompok Minat
Rekayasa Desain Bangunan Kayu Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2012.
Untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul Perilaku Retak Balok Komposit Beton – Kayu
dengan Menggunakan Kayu Bangkirai dan Kayu Kamper sebagai Lapisan pada
Beton dibimbing oleh Fengky Satria Yoresta, ST. MT.